Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

AKUNTASI SOSIAL DAN LINGKUNGAN

“AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN”

Disusun Oleh:

KELOMPOK VI

1. Ni Wayan Rimayani C30118007


2. Tri Utari Madao C30118008
3. Samsu Alam Timbang C30118042
4. Prycillia Gebriella C30118058
5. Radi Sastra Miftah C30118082
6. Dendi Riandi C30118184
7. Teguh Setiawan C30117362

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami dapatkan menyelesaikan makalah yang berkaitan dengan “AKUNTANSI
MANAJEMEN LINGKUNGAN” Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Akuntansi Sosial Dan Lingkungan.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, kami menyadari bahwa selama
penulisan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
kami mengucapkan banyak terima kasih.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 16 February 2021

Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3. Tujuan Makalah ................................................................................................. 1

BAB II HASIL REVIEW JURNAL ................................................................................ 3

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... 7

3.1 Alokasi Biaya Yang Disebabkan Lingkungan .................................................. 7


3.2 Pertimbangan Pengaruh Keuangan Yang
Disebabkan Lingkungan Dalam Penilaian Investasi ....................................... 10

BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 17

4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 17


4.2 Saran ................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya mempedulikan sumber daya di
bumi untuk kepentingan generasi mendatang, melahirkan kepedulian akan pentingnya
menjaga kelestarian dan ketersediaan sumber daya. Kepedulian pada lingkungan yang
meliputi kualitas udara, air dan bahan beracun yang dapat merusak alam juga
berpengaruh terhadap bisnis perusahaan yang dituntut agar perusahaan berbisnis dengan
ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus berusaha memenuhi tuntutan
ini dengan melakukan bisnis yang ramah lingkungan. Perusahaan harus menyiapkan
anggaran yang terkait dengan aktivitas untuk memastikan bahwa mereka tidak
menghasilkan/ harus mengolah limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Hal ini pada
akhirnya akan menjadi biaya bagi perusahaan. Perusahaan harus memikirkan bagaimana
agar dapat meminimalkan atau bahkan menghilangkan biaya yang terkait dampak
lingkungan. Salah satu pendekatan manajemen terkait biaya lingkungan adalah
environment cost of quality. Makalah ini akan membahas mengenai biaya lingkungan,
bagaimana meminimalkan biaya lingkungan dan bahkan menggunakan biaya lingkungan
yang dikeluarkan untuk mendapatkan keuntungan tambahan dari peningkatan-
peningkatan yang dilakukan. Selain itu makalah ini akan membahas mengenai triple
bottom line yang merupakan pendekatan yang memperhatikan tidak hanya profit, tetapi
juga aspek sosial dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini rumusan masalah dari makalah ini:
1. Apa saja alokasi biaya yang disebabkan oleh lingkungan?
2. Apa saja pertimbangan pengaruh keuangan yang disebabkan lingkungan dalam
penilaian investasi?

1.3 Tujuan Makalah


Berikut ini tujuan makalah:
1. Untuk memahami alokasi biaya yang disebabkan oleh lingkungan.

1
2. Untuk memahami pertimbangan pengaruh kuangan yang disebabkan lingkungan
dalam penilaian investasi.

2
BAB II

HASIL REVIEW JURNAL

Judul Environmental Management Accounting and


Innovation in Proper Participants Company in
Lampung Province
Jurnal Jurnal Ilmiah ESAI
Volume Volume 10, No.2 Hal 93-104
Tahun 2016
Penulis Destia Pentiana

Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:


a. Mengetahui bagaimana pengaruh
akuntansi manajemen lingkungan
terhadap inovasi proses
b. Mengetahui bagaimana pengaruh
akuntansi manajemen terhadap inovasi
produk
Landasan teori  Landasan teori yang di gunakan oleh
peneliti, yaitu:
 Akuntansi Manajemen lingkungan Akuntansi
manajemen lingkungan menurut US EFA
(1995) dalam Ikhsan (2009) adalah: Suatu
proses pengidentifikasian, pengumpulan
dan penganalisisan informasi tentang biaya-
biaya dan kinerja untuk membantu
pengambilan keputusan organisasi.
 Manfaat Environmental Management
Accounting (EMA). Manfaat berasal dari
aplikasi EMA meliputi pengurangan biaya
(Burrit dan Saka, 2006; US Environmental
Protection Agency, 2000), inovasi (US
Environmental Protection Agency, 2000,

3
Hendro,dkk, 2008), produksi bersih (Gale,
2006; Staniskis dan Stasiskiane, 2006; Burrit,
et.al, 2009), harga produk yang lebih baik
dan meningkatkan nilai pemegang saham
(Staniskis dan Stasiskiane, 2006).
 Biaya Lingkungan Biaya Lingkungan menurut
Schaltegger (2000) terbagi menjadi dua,
yaitu biaya internal perusahaan dan biaya
eksternal.
 Klasifikasi Biaya Lingkungan Biaya
lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi
empat kategori (Hansen-Mowen, 2011)
biaya pencegahan (prevention cost), biaya
deteksi (detection cost), biaya kegagalan
internal ( internal failure cost), dan biaya
kegagalan eksternal (external failure cost).
Selanjutnya, biaya kegagalan eksternal
dapat dibagi lagi menjadi kategori yang
direalisasi dan yang tidak direalisasi.
Subjek penelitian Populasi penelitian ini adalah para peserta
PROPER di Provinsi Lampung pada tahun 2014.
Populasi sebanyak 92 perusahaan, namun hanya
67 perusahaan yang menjadi sampel karena telah
memperoleh kategori hijau dan biru yang berarti
telah melaksanakan usaha dan atau kegiatan
dalam upaya pengelolaan lingkungan yang
dipersyaratkan dalam perundang-undangan.
Metode penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah
perusahaan peserta PROPER yang masuk kategori
hijau dan biru, sebanyak 67 kuesioner
didistribusikan pada perusahaan yang tersebar di
provinsi Lampung. Dari 67 kuesioner yang

4
didistribusikan, sebanyak 35 kuesioner tidak
kembali dan hanya 32 kuesioner yang kembali.
Dari jumlah tersebut 2 diantaranya tidak terisi
secara lengkap sehingga hanya 30 kuesioner saja
yang dapat digunakan dalam analisis data.
Langkah-langkah penelitian Metode pengumpulan data dilakukan dengan
cara responden diminta untuk mengisi kuesioner
yang diberikan. Kemudian data yang telah di
peroleh tersebut di lakukan analisis untuk
menguji hipotesis dari penelitian tersebut.
Hasil penelitian Pengujian hipotesis 1
Hasil pengujian pengaruh EMA terhadap inovasi
proses diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05).
Dengan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 dan
arah koefisien positif, maka diperoleh bahwa
Hipotesis 1 (H1) diterima. Hal ini berarti bahwa
perusahaan yang mengadopsi penerapan EMA
pada perusahaannya akan berpengaruh terhadap
inovasi proses yang terjadi dalam perusahaan.
Pengujian hipotesis 2
Hasil pengujian pengaruh EMA terhadap inovasi
produk diperoleh nilai signifikansi 0,400 (p >
0,05). Dengan signifikansi yang lebih besar dari
0,05, maka diperoleh bahwa Hipotesis 2 (H2)
ditolak. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang
mengadopsi penerapan EMA pada
perusahaannya akan tidak berpengaruh signifikan
terhadap inovasi produk yang mereka hasilkan.
Kelebihan penelitian Hasil dari penelitian tersebut memberikan
pemahaman mendalam mengenai konsep
terapan dari akuntansi manajemen
lingkungan. Sehingga dapat di gunakan
khususnya bagi pihak perusahaan yang diteliti

5
sehubungan dengan kebijakan yang
berhubungan dengan lingkungan.
Kelemahan penelitian Keterbatasan data yang diperoleh dalam
penelitian ini, menjadikan hasil penelitian ini
belum dapat mengeneralisir perusahaan secara
keseluruhan.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Alokasi Biaya Yang Disebabkan Lingkungan


3.2.1 Environmental of Cost Quality

Kepedulian akan pentingnya perusahaan memperhatikan dampak lingkungan


dalam aktivitas industri, mendorong munculnya banyak peraturan yang mewajibkan
perusahaan untuk melakukan pengelolaan atas dampak yang dihasilkan dari
kegiatan produksi. Hal ini mendorong perusahaan perlu mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit terkait lingkungan sebagai akibat dari kegiatan produksi. Secara
esensi, ekoefisiensi menjaga agar organisasi dapat memproduksi makin banyak
barang dan jasa yang mana secara simultan mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan, konsumsi sumber daya, dan biaya. Ekoefisiensi paling tidak
mengandung tiga hal penting. Pertama, peningkatan lingkungan. Untuk
meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan terkait lingkungan, maka perusahaan
harus menerapkan suatu sistem produksi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu
muncul suatu konsep yang dinamakan ecoefficiency.

Ekoefisiensi merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk menyatukan


antara tujuan bisnis perusahaan dengan menyelesaikan berbagai permasalahan
terkait kinerja ekologi dan ekonomi dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi.
Kedua, peningkatan kinerja lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya
sebagai amal dan untuk nama baik, tetapi juga sebagai suatu persaingan
(competitiveness). Ketiga, ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan pendukung
pengembangan yang berkesinambungan (sustainable development). Pengembangan
yang berkesinambungan didefinisikan sebagai pengembangan yang memenuhi
kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Ekoefisiensi mengimplikasikan peningkatan efisiensi yang berasal dari


peningkatan kinerja lingkungan. Ada sejumlah sumber dari insentif dan penyebab
peningkatan efisiensi, diantaranya:

7
1. Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang
diproduksi tanpa merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya
ramah lingkungan.
2. Para pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggungjawab terhadap
lingkungan dan akan menghasilkan produktivitas yang lebih besar.
3. Perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan cenderung
memperoleh keuntungan eksternal, seperti biaya modal yang lebih rendah dan
tingkat asuransi yang lebih rendah.
4. Kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang
signifikan, seperti keuntungan bagi kesehatan manusia.
5. Fokus pada peningkatan kinerja lingkungan membangkitkan keinginan para
manajer untuk melakukan inovasi dan mencari peluang baru.
6. Pengurangan biaya lingkungan dapat mempertahankan atau menciptakan
keunggulan bersaing.

Pengurangan biaya dan insentif kompetitif merupakan hal yang penting.


Biaya lingkungan dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya
operasional total. Pengetahuan mengenai biaya lingkungan dan penyebab-
penyebabnya dapat mengarah pada desain ulang proses yang dapat mengurangi
bahan baku yang digunakan. Jadi, biaya lingkungan saat ini dan di masa depan
dikurangi sehingga perusahaan menjadi lebih kompetitif.

3.2.2 Definisi Biaya Lingkungan

Sebelum informasi biaya lingkungan dapat diberikan kepada manajemen,


biaya lingkungan harus didefinisikan. Berbagai kemungkinan bisa saja ada terkait
definisi biaya lingkungan, namun pendekatan menarik yaitu mengadopsi definisi
yang konsisten yang dikenal dengan total environmental quality model (TEQM).
Dalam model ini, keadaan yang ideal adalah tidak ada kerusakan lingkungan.
Kerusakan didefenisikan sebagai degradasi langsung dari lingkungan, seperti emisi
residu benda padat, cair, atau gas ke dalam lingkungan (misalnya: pencemaran air
dan polusi udara), atau degradasi tidak langsung seperti penggunaan bahan baku
dan energi yang tidak perlu.

8
Dengan demikian, biaya lingkungan dapat disebut juga sebagai biaya kualitas
lingkungan. Dalam arti yang sama dengan biaya kualitas, biaya lingkungan adalah
biaya yang dikeluarkan karena kualitas lingkungan yang buruk ada atau mungkin
ada. Dengan demikian, biaya lingkungan berkaitan dengan penciptaan, deteksi,
perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan definisi ini, biaya
lingkungan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Biaya Pencegahan Lingkungan (environmental prevention costs),


Biaya yang terkait ini adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk
mencegah diproduksinya limbah dan/atau sampah yang dapat merusak
lingkungan. Contoh: Evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan
alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk mengurangi
dan menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan,
audit risiko lingkungan, daur ulang produk, pemerolehan sertifikasi ISO 14001.
2. Biaya Deteksi Lingkungan (environmental detection costs)
Biaya yang terkait deteksi adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan
dalam menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah
memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Contoh: Audit aktivitas
lingkungan, pemeriksaan produk dan proses, pengembangan ukuran kinerja
lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan
dari pemasok, serta pengukuran tingkat pencemaran.
3. Biaya Kegagalan Internal Lingkungan (environmental internal failure
costs)
Merupakan biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya
limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Contoh:
Pengoperasian peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi,
pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi,
lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur ulang sisa bahan.
4. Biaya Kegagalan Eksternal Lingkungan (environmental external failure)
Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan serta melepas limbah atau
sampah ke dalam lingkungan. Biaya ini terbagi menjadi dua, yaitu: biaya
kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure costs) dan biaya

9
kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan (unrealized external failure costs).
Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi adalah biaya yang dialami dan
dibayar oleh perusahaan. Biaya kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan
adalah biaya sosial disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh
pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial ini dapat diklasifikasikan sebagai
biaya yang dihasilkan dari degradatio lingkungan dan yang berhubungan
dengan dampak negatif terhadap properti atau kesejahteraan individu. Dalam
kedua kasus, biaya ditanggung oleh orang lain dan bukan oleh perusahaan
meskipun penyebab adalah perusahaan.

Contoh biaya kegagalan eksternal yang direalisasi adalah: pembersihan danau


yang tercemar, pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan tanah yang
tercemar, penggunaan bahan baku dan energi secara tidak efisien, penyelesaian
klaim kecelakaan pribadi dari praktik kerja yang tidak ramah lingkungan, dll.
Contoh biaya sosial adalah: mencakup perawatan medis karena udara yang
terpolusi (kesejahteraan individu), hilangnya kegunaan danau sebagai tempat
rekreasi karena pencemaran (degradasi), hilangnya lapangan pekerjaan karena
pencemaran (kesejahteraan individual), dan rusaknya ekosistem karena
pembuangan sampah padat (degradasi).

3.2 Pertimbangan Pengaruh Keuangan Yang Disebabkan Lingkungan Dalam Penilaian


Investasi
3.2.1 Triple Bottom Line

Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya


konsep CSR tersebut maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan
mengenai CSR ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line dimana
teori ini memberi pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin
mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus
memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

10
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap
kegiatan usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam
perusahaan adalah mengejar profit dan mendongkrak harga saham setinggi-
tingginya. karena inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial
terhadap pemegang saham. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak
profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi
biaya. Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen
kerja mulai penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien,
menghemat waktu proses dan pelayanan. Sedangkan efisiensi biaya dapat tercapai
jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya
serendah mungkin.

People atau masyarakat merupakan stackholders yang sangat penting bagi


perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan
perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi
memberi dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu untuk
melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat.

Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang
dalam kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia
sebagai makhluk hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang
diminum, udara yang dihirup dan seluruh peralatan yang digunakan, semuanya
berasal dari lingkungan. Namun sebagian besar dari manusia masih kurang peduli
terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak ada keuntungan
langsung yang bisa diambil didalamnya.

Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal
yang wajar. Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan
bagaimana menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya
apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan,
manusia justru akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi

11
kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjamin
kelangsungannya

3.2.2 Pengungkapan Triple Bottom Line

Dalam era globalisasi peursahaan tidak hanya mementingkan aspek ekonomi


saja, tetapi harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Oleh karena itu,
setiap perusahaan berusaha untuk memenuhi kegiatan yang berkaitan dengan
memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan. Seperti penelitian Sandra
(2011) menyatakan bahwa perusahaan yang berkelanjutan bukan hanya mengejar
keuntungan financial, bukan hanya peningkatan nilai pemegang saham. Namun
yang paling baik adalah dicapai melalui kerangka kerja yang luas di bidang
ekonomi, sosial, lingkungan dan nilai-nilai etika serta tujuan bersama yang
melibatkan interaksi antara perusahaan dan berbagai pemangku kepentingan.

Selanjutnya, konsep ini dikembangkan seperti penelitian Zu (2009) dalam


Sandra (2011) mengungkapkan tentang teori triple bottom line dengan tiga aspek
utama yaitu: ekonomis, sosial dan lingkungan. Triple bottom line menangkap
spektrum yang lebih luas dari nilai-nilai dan kriteria untuk mengukur kesuksesan
organisasi yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Hal ini berarti memperluas
kerangka kerja pelaporan sederhana untuk memperhitungkan kinerja sosial dan
lingkungan disamping kinerja keuangan. Ini juga menangkap esensi pembangunan
berkelanjutan (sustainability development) dengan mengukur dampak ketiga
aspek tersebut dari kegiatan operasi perusahaan. Konsep disampaikan oleh Solihin
(2008) menyatakan bahwa pengenalan konsep sustainability development
memberi dampak besar kepada perkembangan konsep triple bottom line
selanjutnya. Sebagai contoh the organization for economic cooperation and
development (OECD merumuskan” kontribusi bisnis bagi pembangunan
berkelanjutan serta adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin
adanya pengembalian kepada para pemegang saham, upah bagi karyawan dan
pembuatan produk serta jasa bagi para pelanggan melainkan perusahaan bisnis

12
juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting serta
nilai-nilai masyarakat”.

3.2.3 Triple Bottom Line: Lebih Dari Sekedar Profit

Pada tahun 2010an, Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft Foods
memutuskan menghentikan pembelian minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh
Grup Sinar Mas. Alasan mereka adalah dugaan adanya perusakan hutan tropis
yang membahayakan kehidupan satwa, mengurangi kemampuan penyerapan
karbon dioksida yang merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim
global yang lebih dikenal dengan global warming.

Di luar negeri, Timberland, salah satu produsen pakaian dan sepatu outdoor
juga didera hal yang sama (Harvard Business Review, September 2010). Pagi hari
1 Juni 2009, Jeff Swartz, menerima e-mail dari 65 ribu aktivis dan pelanggan yang
marah. Mereka menuduh Timberland membeli materialnya dari hutan yang
ditebang secara ilegal di Amazon. Parahnya, awalnya Timberland tidak
mengetahui apakah material yang mereka beli benar berasal dari Amazon atau
tidak, yang mengimplikasikan mungkin saja tuduhan tersebut benar. Bukan itu
saja, di bulan Mei 2010, seluruh dunia gempar dengan kasus bunuh diri di pabrik
FoxConn, Cina. Delapan pegawainya mati karena bunuh diri dalam waktu lima
bulan.

Fenomena nasional dan internasional ini mengimplikasikan dengan jelas


bahwa perusahaan masa kini tidak bisa sekadar memperhatikan profit lagi. John
Elkington tahun 1988 memperkenalkan konsep Triple Bottom Line (TBL atau
3BL). Atau juga 3P – People, Planet and Profit. Singkat kata, ketiganya
merupakan pilar yang mengukur nilai kesuksesan suatu perusahaan dengan tiga
kriteria: ekonomi, lingkungan, dan sosial. Sebenarnya, pendekatan ini telah
banyak digunakan sejak awal tahun 2007 seiring perkembangan pendekatan
akuntansi biaya penuh (full cost accounting) yang banyak digunakan oleh
perusahaan sektor publik. Pada perusahaan sektor swasta, penerapan tanggung

13
jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) pun merupakan salah satu
bentuk implementasi TBL.

Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih


mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena
dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan
shareholder (pemegang saham). Tidak dapat diingkari, masih banyak perusahaan
yang melihat program ini sebagai suatu program yang menghabiskan banyak
biaya dan merugikan. Bahkan, beberapa perusahaan menerapkan program ini
karena “terpaksa” untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan. Selain sisi internal perusahaan, hambatan lainnya
dari sisi eksternal karena belum adanya dukungan regulator dan profesi akuntansi
tentang penyajian pelaporan non finansial.

Ahli manajemen dari Harvard Business School, Michael Porter, dalam


tulisannya yang berjudul Strategy and Society: The Link Between Competitive
Advantage and Corporate Social Responsibility (Harvard Business Review,
Desember 2006), telah melakukan riset dan mengemukakan bahwa konsep sosial
harus menjadi bagian dari strategi perusahaan. Strategi perusahaan terkait erat
dengan program tanggung jawab sosial. Perusahaan tidak akan menghilangkan
program tanggung jawab sosial itu meski dilanda krisis, kecuali ingin mengubah
strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus program tanggung jawab
dipotong lebih dulu.

3.2.4 Strategi Berdasarkan Akuntansi PertanggungJawaban Lingkungan

Secara keseluruhan peningkatan kinerja lingkungan menyarankan untuk


selalu meningkatkan kerangka kerja terkait pengendalian lingkungan. Terdapat lima
tujuan utama yang dapat diindentifikasi terkait kinerja lingkungan dari perspektif
lingkungan, yaitu: meminimalkan penggunaan bahan mentah atau baru,
meminimalkan penggunaan barang berbahaya, meminimalkan penggunaan energi
untuk produksi dan penggunaan produk, meminimalkan pelepasan residu baik
padat, cair atau gas, dan terakhir memaksimalkan peluang daur ulang.
14
Dalam melakukan hal ini peran penting dari aktivitas manajemen tidak bisa
dihindarkan. Aktivitas manajemen yang dilakukan mulai dari mengidentifikasi
aktivitas lingkungan, menilai biaya yang diperlukan berdasarkan aktivitas
lingkungan. Prosedur pengendalian kemudian dapat dilakukan setelah mengetahui
biaya lingkungan dan produk serta proses apa yang menghasilkan biaya lingkungan.

Pada tahapan ini kemudian, manajemen perlu mengklasifikasikan aktivitas.


Aktivitas diklasifikasikan sebagai aktivitas lingkungan bernilai tambah dan yang
tidak bernilai tambah. Dengan mengetahui aktivitas-aktivitas tersebut maka
kemudian dapat ditentukan langkah selanjutnya. Perusahaan kemudian dapat
meredesain produk dan prosesnya untuk meminimalkan dan mengeliminasi
aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Desain yang dirancang adalah desain yang ramah lingkungan. Hal ini
meliputi produk, proses, material, energi, dan daur ulang. Jadi desain ini mencakup
seluruh siklus hidup produk dan pengaruhnya bagi lingkungan diperhitungkan. Hal
yang tidak bisa dilupakan juga adalah terkait pengukuran keuangan. Manajemen
berperan untuk memastikan bahwa peningkatan perhatian pada aspek lingkungan
seharusnya memberikan konsekuensi bagi perusahaan berupa keuntungan secara
ekonomi. Perusahaan harus menghitung total biaya lingkungan yang dikeluarkan
selama beberapa periode apakah terdapat penurunan biaya terkait dampak
lingkungan.

Menurut Boer, Curtin, & Hoyt (1998), terdapat tiga strategi untuk mengelola
biaya lingkungan, yaitu:

1. End of pipe strategy


Dalam pendekatan ini, perusahaan menghasilkan limbah atau polutan, dan
kemudian membersihkannya sebelum dibuang ke lingkungan. Scrubber
cerobong asap, pengolahan air limbah, dan filter karbon udara adalah contoh-
contoh strategi akhir pipa. Pendekatan ini kurang menguntungkan, karena
menambah biaya dalam laporan keuangan tanpa ada dampak pemulihan atas
biaya yang dikeluarkan.
2. Process improvement strategy
15
Dengan pendekatan ini, perusahaan mencari jalan untuk mendaur ulang limbah
secara internal untuk mengurangi sisa produksi, atau mengadopsi proses
produksi yang tidak menghasilkan sisa. Cara ini dapat meningkatkan
meningkatkan profit dan juga mengurangi polusi seperti pada end of pipe
strategy.
3. Prevention strategy
Merupakan strategi utama untuk memaksimalkan nilai dari kegiatan yang
berhubungan dengan pencemaran dimana melibatkan penghindaran yang
menyeluruh terhadap polusi dengan cara tidak memproduksi sama sekali
polutan. Dalam strategi ini, perusahaan sangat menghindari semua masalah
dengan otoritas yang berwenang, dan bahkan dalam banyak kasus perusahaan
yang melakukan strategi ini dapat meningkatkan profit secara signifikan.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kepedulian akan pentingnya perusahaan memperhatikan dampak lingkungan dalam aktivitas


industri, mendorong munculnya banyak peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk
melakukan pengelolaan atas dampak yang dihasilkan dari kegiatan produksi. Hal ini mendorong
perusahaan perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit terkait lingkungan. Untuk
meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan terkait lingkungan, maka perusahaan harus
menerapkan suatu sistem produksi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu muncul suatu konsep
yang dinamakan ecoefficiency.

Ekoefisiensi merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk menyatukan antara tujuan bisnis
perusahaan dengan menyelesaikan berbagai permasalahan terkait lingkungan sebagai akibat dari
kegiatan produksi. Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya
konsep CSR tersebut maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR ini.
Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line dimana teori ini memberi pandangan
bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan
tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut
berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Secara keseluruhan peningkatan kinerja lingkungan menyarankan untuk selalu


meningkatkan kerangka kerja terkait pengendalian lingkungan. Terdapat lima tujuan utama yang
dapat diindentifikasi terkait kinerja lingkungan dari perspektif lingkungan, yaitu: meminimalkan
penggunaan bahan mentah atau baru, meminimalkan penggunaan barang berbahaya,
meminimalkan penggunaan energi untuk produksi dan penggunaan produk, meminimalkan
pelepasan residu baik padat, cair atau gas, dan terakhir memaksimalkan peluang daur ulang.

4.2 Saran

17
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran yang dapat demukakan penyaji adalah sebagai
berikut:

1. Terhadap pemerintah
Adalah merumuskan kebijakan yang dapat menjadi prinsip baik bagi organisasi maupun
individu pelaku usaha agar dapat memperhatikan tentang masalah lingkungan terutama
yang berkaitan dengan kegiatan operasional.
2. Terhadap perusahaan
Adalah memperhatikan tentang masalah AMDAL yang berhubungan dengan kegiatan
operasi yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingganya, kegiatan operasional tersebut
dapat berjalan optimal dan menghasilkan output secara maksimal namun tetap dalam
konteks menjaga kelestarian lingkungan.
3. Terhadap pembaca (individu)
Agar individu pembaca dapat memperhatikan tindakan atau kegiatan yang dilakukan
ketika berhubungan dengan alam. Sehingganya dapat membangun kesadaran terhadap
lingkungan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Boer, G., Curtin, M., & Hoyt, L. (1998). Environmental cost management. Management
Accounting, 80(3), 28–38.

Hansen, D. R., Mowen, M. M., & Guan, L. (2009). Cost Management: Accounting & Control
(6th ed.). Mason: Southwestern Cengage Learning.

Nugroho, Adhi Karya. 2013. Skripsi: Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur Kepemilikan,
Dan Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Triple Bottom Line di
Indonesia. Undip. Semarang

http://swa.co.id/2010/10/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit/\

19

Anda mungkin juga menyukai