Anda di halaman 1dari 11

ACCOUNTING FOR ENVIRONMENT

AHMAD ALIEF WARDIMAN


A062211034

MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM
PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk
mengelompokkan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah
dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos lingkungan dan
praktik bisnis perusahaan. Kegiatan konservasi lingkungan ini pada akhirnya
akan muncul biaya lingkungan yang harus ditanggung oleh pihak hotel.
Akuntansi lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja
pengukuran yang kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan atau organisasi (Suartana, 2010).
Dalam Environmental Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh
menteri lingkungan Jepang (2005:3) dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan
mencakup tentang pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas
konservasi lingkungan, penyediaan sarana atau cara terbaik melalui
pengukuran kuantitatif, serta untuk mendukung proses komunikasi yang
bertujuan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, memelihara
hubungan yang menguntungkan dengan komunitas dan meraih efektivitas dan
efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan. Ditambahkan pengertian dari
US EPA (1995) akuntansi lingkungan sebagai aspek dari sisi akuntansi
manajemen, mendukung keputusan manajer bisnis dengan mencakup
penentuan biaya, keputusan desain produk atau proses, evaluasi kinerja serta
keputusan bisnis lainnya.

Tujuan Akuntansi Lingkungan


Tujuan akuntansi lingkungan (Pramanik, et.al., 2007) antara lain adalah
untuk:
1. Mendorong pertanggungjawaban entitas dan meningkatkan transparansi
lingkungan.
2. Membantu entitas dalam menetapkan strategi untuk menanggapi isu
lingkungan hidup dalam konteks hubungan entitas dengan masyarakat dan

2
terlebih dengan kelompok-kelompok penggiat (activist) atau penekan
(pressure group) terkait isu lingkungan.
3. Memberikan citra yang lebih positif sehingga entitas dapat memperoleh
dana dari kelompok dan individu ’hijau’, seiring dengan tuntutan etis dari
investor yang semakin meningkat.
4. Mendorong konsumen untuk membeli produk hijau dan dengan demikian
membuat entitas memiliki keunggulan pemasaran yang lebih kompetitif
dibandingkan entitas yang tidak melakukan pengungkapan.
5. Menunjukkan komitmen entitas terhadap usaha perbaikan lingkungan
hidup.
6. Mencegah opini negatif publik mengingat perusahaan yang berusaha pada
area yang berisiko tidak ramah lingkungan pada umumnya akan menerima
tentangan dari masyarakat.
Akuntansi lingkungan berdasarkan tujuan pelaporannya terbagi atas
dua, yaitu internal manajemen perusahaan dan eksternal perusahaan
(shareholder). Pada internal manajemen perusahaan, akuntansi lingkungan
atau sering disebut Environmental Management Accounting (EMA) bertujuan
menyajikan informasi untuk sarana pengambilan keputusan manajemen.
Akuntansi lingkungan pada pelaporan kepada eksternal perusahaan lebih
ditujukan untuk pertanggungjawaban kepada publik, terutama pemegang
saham (Carolina dkk, 2011).
Akuntansi Lingkungan Untuk Internal
Akuntansi lingkungan mempunyai manfaat bagi internal perusahaan
untuk memberikan laporan mengenai pengelolaan internal, yaitu keputusan
manajemen mengenai pemberian harga, pengendalian biaya overhead dan
penganggaran modal (capital budgeting). Singkatnya akuntansi
lingkungan bermanfaat bagi perusahaan sebagai salah satu poin
pertimbangan untuk mencapai green company (Yakhou and Dorweiler,
2004).
Akuntansi lingkungan untuk tujuan internal perusahaan sering
disebut juga EMA. Keberhasilan EMA dalam menyajikan informasi secara
lengkap butuh didukung oleh beberapa disiplin ilmu non accounting, yaitu

3
environmental science, environmental law and regulation, finance and
risk management, serta management policies and control system.
Keakuratan informasi pada EMA sangat berguna untuk menjaga
kelangsungan hidup perusahaan serta kelestarian alam secara keseluruhan.
Berikut ini merupakan gambaran tugas yang dilakukan di perusahaan pada
tingkat fungsional, yaitu (Carolina dkk, 2011):
1. Manajer senior pada tingkat institusi menetapkan kebijakan lingkungan
dan menilai kinerja lingkungan;
2. Manajer lingkungan pada tingkat operasional mengimplementasikan
kebijakan lingkungan;
3. Staff lingkungan dilibatkan dalam pengambilan keputusan modal untuk
peralatan pengendalian lingkungan.
Pada tingkat perusahaan multinasional, fokus pada lingkungan
merupakan suatu kewajiban. Karena perusahaan tersebut berada dibawah
standard internasional yang dipantau oleh PBB (WHO), aktivis lingkungan
internasional (green peace), dan lain-lain. Perusahaan multinasional cukup
disorot oleh berbagai pihak, sebab perusahaan tersebut sering melakukan
pelanggaran terhadap peraturan di negaranegara berkembang yang
implementasi peraturannya masih lemah serta kesadaran penduduknya
akan lingkungan masih rendah.
Environmental Auditing (EA) merupakan pelengkap dari EMA. Jika
EMA berfungsi untuk mengukur kinerja perusahaan dan lingkungannya,
maka EA adalah memastikan laporan dari EMA telah dibuat sesuai dengan
standard yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris (board of director).
Pada EA yang diukur adalah kepatuhan tiap fungsi dalam perusahaan
terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris dan
penilaian mengenai kredibilitas laporan keuangan perusahaan yang dibuat
berdasarkan data dari tiap fungsi di perusahaan. Orang yang melaksanakan
fungsi pengauditan/pemeriksaan dalam hal ini adalah internal auditor.
Internal auditor berfungsi untuk menjamin bahwa laporan keuangan
internal telah menyajikan data yang sebenarnya sesuai dengan ketetapan
dewan komisaris. Keberadaan internal auditor dalam hubungannya dengan

4
lingkungan adalah menjamin bahwa aktivitas yang dilakukan oleh setiap
fungsi dalam perusahaan sudah mematuhi kebijakan lingkungan yang
ditetapkan perusahaan (dewan komisaris) (Carolina dkk, 2011).
Implementasi EMA di perusahaan multinasional membutuhkan
departemen lingkungan untuk melakukannya. Departemen lingkungan
dikelola oleh manajer lingkungan untuk memastikan unsur-unsur
lingkungan dipertimbangkan dalam setiap aktivitas di perusahaan. Agar
kinerja lingkungan pada perusahaan dapat ditingkatkan perlu
mengintegrasikan departemen manajemen lingkungan dengan departemen
operasional. Melalui integrasi ini, perusahaan dapat menjamin bahwa
operasional sehariharinya dilakukan dengan memperhatikan lingkungan.
Yakhou and Dorweiler (2004) menunjukkan bahwa fungsi departemen
lingkungan dalam proses integrasi tersebut adalah:
- meneliti dan mengawasi perubahan konteks lingkungan dari
bisnis;
- mengidentifikasi informasi-informasi kritis;
- mengharuskan berubah untuk kinerja dan praktik-praktik
lingkungan;
- mensahkan dan menghubungkan informasi tersebut untuk
menyakinkan ketaatan dengan ketetapan pemerintah (undang-
undang).
Akuntansi Lingkungan Untuk Eksternal
Penerapan akuntansi lingkungan untuk eksternal lebih ditujukan
untuk mematuhi peraturan pemerintah atau persyaratan yang ditetapkan
oleh lembaga pengawas pasar modal. Jadi akuntansi lingkungan untuk
eksternal adalah bagaimana merumuskan akuntansi keuangan untuk
pelaporan keuangan dikombinasikan dengan kebijakan lingkungan
(Carolina dkk, 2011).
Perkembangan akuntansi lingkungan di Indonesia sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan Australia. Pada akuntansi lingkungan
untuk eksternal ini yang berperan cukup penting adalah lembaga penyusun
standard akuntansi dan badan pengelola pasar modalnya. Di Indonesia,

5
peran Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diharapkan dapat mendongkrak
ketertinggalan negara Indonesia untuk berperan aktif dalam melindungi
lingkungan (Carolina dkk, 2011).

Konsep Akuntansi Lingkungan


Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi
untuk mengidentifikasikan, mengakui, mengukur, menilai, menyajikan dan
mengungkapkan komponen-komponen yang berhubungan dengan
pengelolaan lingkungan (Mulyani, 2013). Konsep akuntansi lingkungan
berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Perkembangan akuntansi
lingkungan dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan
dan adanya tekanan dari lembaga non-pemerintah untuk menyelesaikan
permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh operasi perusahaan (Agustia,
2010). Akuntansi lingkungan membantu mengukur performa lingkungan
yang terkait dengan peran social yang dilakukan oleh perusahaan termasuk
pemahaman, pengukuran dan pengaturan biaya dan pendapatan lingkungan
(Van, 2011). Komponen/faktor pengelolaan lingkungan tersebut menurut
Ikhsan (2008) terdiri dari: biaya konservasi lingkungan (diukur dengan satuan
uang), keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik), dan
keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dalam
satuan uang). Akuntansi sebagai salah satu disiplin ilmu ekonomi memiliki
output berupa transaksi keuangan perusahaan dan output berupa laporan
keuangan dan informasi keuangan lainnya yang digunakan untuk membantu
proses pengambilan keputusan.

Biaya Lingkungan
Pengukuran biaya lingkungan merupakan hal yang penting. Hansen dan
Mowen (2015) menjelaskan pentingnya pengukuran biaya lingkungan.
a. Adanya peraturan lingkungan setempat yang mengikat. Kepatuhan
terhadap peraturan lingkungan setempat merupakan kewajiban untuk
menjaga kelangsungan hidup usaha agar tidak ditutup atau digugat akibat
pelanggaran hukum.

6
b. Keberhasilan penyelesaian masalah menjadi isu yang makin kompetitif.
Kepercayaan masyarakat akan meningkat dengan adanya pemenuhan
tanggung jawab perusahaan sebagai wujud ekoefisiensi, yaitu kegiatan
produksi yang bermanfaat dengan mengurangi dampak lingkungan,
menghemat konsumsi sumber daya dan biaya secara simultan. Ekoefisiensi
dikatakan tercapai apabila ekonomi dan ekologi dapat saling melengkapi,
kinerja lingkungan merupakan unsur persaingan, ekoefisiensi sebagai dasar
dalam sustainable development (Djajadiningrat dkk, 2014).
Perkembangan bisnis yang menekankan ekoefisiensi terus berkembang.
Hal ini disebabkan antara lain
- pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih dan ramah
lingkungan;
- pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggung jawab;
- perusahaan yang bertanggung jawab cenderung memperoleh
keuntungan yang lebih rendah;
- keuntungan sosial, seperti kesehatan masyarakat sekitar, peningkatan
citra perusahaan, meningkat;
- menciptakan inovasi dan peluang baru;
- menciptakan keunggulan bersaing.
Hansen dan Mowen (2015) menyatakan bahwa laporan biaya
lingkungan merupakan informasi yang berhubungan dengan distribusi relatif
dari biaya lingkungan yang berguna untuk memperbaiki dan mengendalikan
kinerja lingkungan. Laporan biaya lingkungan yang baik memberikan
perincian biaya lingkungan berdasarkan kategori. Pelaporan biaya lingkungan
menurut kategori akan memberikan informasi yang penting bagi perusahaan,
yaitu informasi mengenai dampak biaya lingkungan yang memberikan
informasi terkait profitabilitas perusahaan dan informasi mengenai jumlah
relatif atau biaya yang dihabiskan untuk setiap kategori.
Hansen dan Mowen (2015) menjelaskan bahwa biaya lingkungan
adalah biaya-biaya yang terjadi karena kualitas lingkungan yang buruk atau
kualitas lingkungan yang buruk yang mungkin terjadi. Jadi, biaya lingkungan
berhubungan dengan pencegahan, deteksi, perbaikan degradasi lingkungan.

7
Dengan definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori.
1. Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention costs). Biaya
ini adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah
diproduksinya limbah dan atau sampah yang dapat merusak lingkungan.
Contoh-contoh aktivitas pencegahan adalah mengevaluasi dan memilih
pemasok, mengevaluasi dan memilih alat untuk mengendalikan polusi,
mendesain proses dan produk untuk mengurangi atau menghapus limbah,
melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan, mengaudit risiko
lingkungan, melaksanaan penelitian lingkungan, mengembangkan sistem
manajemen lingkungan, mendaur ulang produk, serta memeroleh
sertifikasi ISO 14001.
2. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs). Biaya ini
adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan
bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi
standar lingkungan yang berlaku. Contoh-contoh aktivitas deteksi adalah
audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses (agar ramah
lingkungan), pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan
pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, serta
pengukuran tingkat pencemaran.
3. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure
costs). Biaya ini adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena
diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan
luar. Jadi, biaya kegagalan internal terjadi untuk menghilangkan dan
mengolah limbah dan sampah ketika diproduksi. Aktivitas kegagalan
internal memiliki salah satu dari tujuan berikut: (1) memastikan limbah
dan sampah yang diproduksi tidak dibuang ke lingkungan luar atau (2)
mengurangi tingkat limbah yang dibuang sehingga jumlahnya tidak
melewati standar lingkungan. Contoh-contoh aktivitas kegagalan internal
adalah pengoperasian peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan
polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan

8
peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur
ulang sisa bahan.
4. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure
costs). Biaya ini adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah
melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya kegagalan
eksternal yang direalisasi (realized external failure costs) adalah biaya
yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Biaya kegagalan eksternal yang
tidak direalisasikan (unrealized external failure costs) atau biaya sosial
disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak
di luar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat diklasifikasikan sebagai
(1) biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan (2) biaya yang
berhubungan dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan
masyarakat. Pada kasus-kasus tersebut, biaya ditanggung oleh pihak lain,
bukan oleh perusahaan meskipun hal tersebut disebabkan oleh perusahaan.
Contoh biaya kegagalan eksternal yang direalisasikan adalah pembersihan
danau yang tercemar, pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan
tanah yang tercemar, penggunaan bahan baku dan energi secara tidak
efisiensi, penyelesaian klaim kecelakaan pribadi dari praktik kerja yang
tidak ramah lingkungan, penyelesaian klaim kerusakan properti,
pembaharuan tanah ke keadaan alaminya, dan penghilangan penjualan
karena reputasi lingkungan yang buruk.

Standar Akuntansi Lingkungan di Indonesia


Akuntansi lingkungan merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengelola
transaksi keuangan yang berhubungan dengan lingkungan. Fokus utama
akuntansi lingkungan adalah lingkungan, akuntansi lingkungan berusaha
untuk mengidentifikasi, mengukur, melaporkan biaya-biaya dan aset terkait
lingkungan atau pengelolaan lingkungan. Di Indonesia belum ada standar
khusus untuk melaksanakan akuntansi lingkungan, akan tetapi pelaksanaan
akuntansi lingkungan saat ini menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi
Lingkungan (PSAK) yang diterbitkan IAI. Ada beberapa pernyataan dalam

9
PSAK yang dapat dijadikan standar akuntansi lingkungan, antara lain sebagai
berikut (Gunawan dkk, 2017):
1) PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 1 menyebutkan bahwa
laporan mengenai lingkungan hidup dapat disajikan secara terpisah dari
laporan keuangan. PSAK No. 1 yang direvisi pada tahun 2009 diadopsi
dari IAS 1: Presentation of Financial Statement. Menurut PSAk 1 laporan
keuangan yang lengkap terdiri dari: laporan posisi keuangan, laporan laba
rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan berisi mengenai kebijakan akuntansi dan
penjelasan terkait dengan pos-pos dalam laporan keuangan, laporan posisi
keuangan komparatif. PSAK 1 ini dapat dijadikan standar dalam
pelaksanaan akuntansi lingkungan berupa pembuatan laporan lingkungan
hidup di luar laporan keuangan khususnya untuk industri yang memiliki
hubungan erat dengan lingkungan.
2) PSAK No. 57 yang diadopsi dari IAS 37: Provisions, Contingent
Liabilities and Contingent Assets. Menurut PSAK ini perusahaan yang
melaksanakan perbaikan lingkungan misal pemulihan lingkungan karena
limbah dapat mencatat biaya pemulihan tersebut sebagai provisi. Provisi
tersebut diukur dengan estimasi terbaik biaya pemulihan. Provisi diakui
sebagai kewajiban atas peristiwa masa lalu, missal pencemaran
lingkungan terjadi pada tahun 2011, maka provisi diakui sebagai provisi
untuk pemulihan lingkungan atas pencemaran yang terjadi pada tahun
2011. “Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban di masa kini
disebut sebagai peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas
tidak punya pilihan lain selain menyelesaikan kewajiban tersebut, baik
karena dipaksakan oleh hukum, atau merupakan kewajiban konstruktif.
Provisi dibedakan dari kewajiban lain karena dalam provisi terdapat
ketidakpastian mengenai waktu dan jumlah yang dikeluarkan di masa
depan untuk menyelesaikan provisi tersebut” (Sajiarto, 2011)
3) Exposure Draft PSAK No. 64 tepatnya paragraf 10 yang merupakan
konvergensi dari IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral
Resources. PSAK ini menimbulkan pengakuan terhadap kewajiban akibat

10
dari pemindahan dan restorasi yang terjadi selama periode tertentu
sebagai konsekuensi dari eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral.
4) PSAK No. 25 membahas mengenai kebijakan akuntansi, perubahan
estimasi akuntansi dan kesalahan. PSAK ini diadopsi dari IAS 8:
Accounting Policies, Changes in Accounting and Errors. PSAK ini terkait
denga estimasi yang tidak dapat dikukur secara tepat. Firoz dan Ansari
dalam Sadjiarto (2011) beberapa biaya yang dapat diestimasi terkait
dengan pemulihan lingkungan sebagai berikut:
a. Provisi biaya pembersihan (cleanup costs)
b. Provisi rehabilitasi di industri pertambangan
c. Provisi klaim atas kontinjensi
d. Provisi biaya lingkungan seperti penanggulangan polusi udara,
polusi suara, gas dan limbah berbahaya.
e. Provisi pembelian peralatan untuk mengendalikan polusi.
5) PSAK No. 5 tentang Segmen Operasi, entitas perlu mengungkapkan
informasi untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan
mengevaluasi sifat dan dampak keuangan atas aktivitas bisnis yang
melibatkan entitas dan lingkungan ekonomi tempat entitas beroperasi.
“Adanya segmen operasi yang dilaporkan berdasarkan wilayah geografis
atau negara akan menampakkan adanya perbedaan lingkungan peraturan
yang bisa saja terkait dengan regulasi di bidang lingkungan hidup. Hal ini
sinkron dengan informasi yang disyaratkan oleh GRI yaitu informasi
mengenai Negara atau wilayah yang memberikan (i) kontribusi
pendapatan minimal 5% dari total pendapatan, (ii) kontribusi beban
minimal 5% dari total pendapatan. Dalam PSAK No 5 prosentase yang
dianggap signifikan adalah 10%. PSAK No. 5 ini diadopsi dari IFRS 8:
Operating Segment” (Sadjiarto, 2011)

11

Anda mungkin juga menyukai