Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS )

UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM
PROGRAM REGULER SORE

NAMA : A.A. INDIRA PALOMA PRAMESWARI


NIM : 1604552124
KELAS :X
MATA KULIAH : PENOLOGI
TANGGAL : 5 APRIL 2020
NAMA / NIM : A.A. INDIRA PALOMA / 1604552124

JAWABAN

1. Yang dimaksud dengan penologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah
penghukuman/pemidanaan serta system atau cara bagaimana memperlakukan orang-orang yang
sedang dalam menjalani hukuman (narapidana).
Tujuan mempelajari Penologi itu sendiri adalah agar mahasiswa dapat menguraikan
secara teoritis dasar-dasar dan tujuan dari penguhukuman/pemidanaa itu sendiri, dan mengetahui
konsep-konsep dasar system/cara memperlakukan narapidana di penjara serta kemampuan
menganalisa permasalahan
Dari asal kata, Penologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poena dan logos. Poena
memiliki arti pain (kesakitan) atau suffering (penderitaan) atau hukuman. Sedangkan kata logos
memiliki arti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, penologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang hukuman.
Istilah lain dari penologi berasal dari bahasa Prancis, berasal dari kata penal yang artinya
pidana atau dalam bahasa latin berarti hukuman/denda, sedangkan logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara harafiah penology berarti suatu ilmu yang mempelajari tentang
pidana/hukuman.Penologi merupakan bidang studi dari kriminologi yang mempelajari prinsip-
prinsi dari penghukuman dan manajemen penjara, reformatori (asrama) dan unit-unit pengekang
lainnya.
Beberapa defenisi penology menurut para ahli :
W.E. Noach mengatakan, Penologi adalah ilmu tetang pidana dan sarana-sarananya atau
pengetahuan tentang cara perlakuan/pemidanaan terhadap pelaku kejahatan dan sarana-sarana
yang digunakannya.
Sutharland dan Cressey, mengatakan, Penologi adalah ilmu yang berkaitan dengan pengawasan
terhadap kejahan.
Soedjono Dirdjosisworo, mengatakan penology adalah ilmu tentang kepenjaraan dan
perlakuan/pembinaan narapidana.
Moeljatno, mengatakan, penologi adalah ilmu tentang pidana dan pemidanaannya atau ilmu
pengetahuan tentang memperlakukan dan memidana pelaku kejahatan
Dan yang menjadi objek kajiannya adalah meliputi:
• Jenis pidana; (peraturan/kebijakan)
• Tujuan pemidanaan; (pelaku)
• Efektifitas pemidanaan; (masyarakat)
• Dampak pemidanaan;(pelaku)

2. Latar belakang penggolongan aliran hukum pidana yaitu oleh karena teori-teori
pemidanaan dan tujuan pemidanaan yang ditawarkan dalam perkembangan hukum mengalami
perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam perkembangannya, tujuan
pemidanaan dan pemidanaan memiliki pandangan-pandangan tersendiri yang mengalami
perubahan-perubahan dari waktu ke waktu dengan berbagai aliran atau penggolongan.
 Pandangan Monistis/ monism merumuskan unsur-unsur delik sebagai berikut:

1. Mencocoki rumusan delik.


2. Ada sifat melawan hukum.
3. Ada kesalahan yang terdiri dari dolus dan culpa dan tidak ada alasan pemaaf.
4. Dapat dipertanggungjawabkan.
Jadi apabila salah satu unsur di atas tidak terpenuhi maka seseorang tidak dapat dipidana
atau dengan kata lain tidak ada delik.
 Pandangan Dualistis/ Dualisme disebut juga aliran modern dan berpendapat bahwa
syarat-syarat pemidanaan terdiri atas perbuatan atau pembuat yang masing-masing
memiliki unsur sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang termasuk perbuatan adalah:
– Mencocoki rumusan delik
– Ada sifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

2. Unsur-unsur yang termasuk pembuat adalah:


– Kesalahan (dolus dan culpa)
– Dapat dipertanggungjawabkan (tidak ada alasan pemaaf)

3. Dalam teori hukum pidana biasanya alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibedakan
menjadi tiga;
a. Alasan Pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuataan
sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwah menjadi perbuatan yang patut dan benar.
b. Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Yakni perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukun dan tetap merupakan perbuatan pidana
akan tetapi terdakwa tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.
c. Alasan menghapus penuntutan, yang dimaksudkan disini bukan ada alasan pembenar atau
pemaaf. Jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang
melakukan perbuatan, akan tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya
kepada masyarakat, sebaiknya tidak dijadikan penuntutan. Yangmenjadi penimbang disini adalah
kepentingan umum.
Setelah kita mengetahui secara global tentang bahasan ini marilah kita akan lebih
memahami dan membahas secara mendalam berkaitan dengan hal Pembenaran, pemaaf, dan
penghapus penuntutan.
Alasan / Dasar Penghapus Pidana
Dalam hukum pidana perlu dikemukakan teorictentang alasan-alasan yang
mengecualikan dijatuhkannya hukuman, karena menurut Utrecht, UU pidana seperti UU lainnya
mengatur hak-hal yang umum dan yang akan terjadi (mungkin akan terjadi). Sehingga, masih
menurut Utrecht, UU pidana mengatur hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotesis. Berdasarkan
sifatnya ini maka UU pidana mengandung kemungkinan akan dijatuhkannya hukuman yang adil
bagi orang-orang tertentu yang mungkin saja tidak bersalah, meskipun orang tersebut melakukan
suatu tindakan sesuai dengan lukisan perbuatan yang dilarang oleh UU pidana. Dengan demikian
materi ini menjadi penting untuk memperoleh kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian
suatu perkara pidana.
Alasan pembenar dalam perkara pidana harus sesuai/ sejalan dengan teori-teori
pemidanaan umum yaitu :
1. Teori Absolut atau pembalasan (retributive/vergeldingstheorien), memandang bahwa
pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi
pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan
bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan
sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan
kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan
keadilan.
2. Teori Relatif atau teori tujuan (utilitarian), memandang bahwa pemidanaan bukan
sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk
melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya,
yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk
pemuasan absolut atas keadilan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana
pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum
yang ditujukan ke masyarakat.
Teori relatif berasas pada 3 (tiga) tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence,
dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan
menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk
menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan yang bisa dibedakan untuk individual, publik dan
jangka panjang
3. Teori Gabungan, teori ini memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena
menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan. Teori
ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter retributif sejauh pemidanaan
dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter
utilitariannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau
perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai