Anda di halaman 1dari 2

Review Buku (Makna dan Kesan Pesan)

Judul Buku : Tentang Manusia


Penulis : Reza A.A. Wattimena
Penerbit : Penerbit Maharsa
Tahun Terbit : 2016
Tebal halaman: 224 halaman
“Jadi, biarkan pikiran datang dan pergi. Jangan percaya dengan pikiranmu. Anda dan
saya tidaklah sama dengan pikiran yang datang dan pergi di kepala kita. Gunakan
pikiranmu seperlunya, namun jangan pandang dia mentah-mentah sebagai kebenaran
mutlak tentang segalanya.” —Reza Wattimena, hal. 15.
Membahas filsafat sama saja seolah membicarakan topik yang tiada habisnya, tiada
ujungnya, dan tiada pastinya. Seolah semua adalah paradoks yang sengaja dibuat untuk
membuat kita mempertanyakan dan meragukan apa yang dianggap sudah benar ataupun ter-
setting “default” seperti itu adanya. Contohnya, pernahkah sebelumnya kita berpikir bahwa
pikiran kita sebenarnya tidak dapat dipercaya? Ia hanya merupakan hal abstrak sebagai
tanggapan kita atas dunia nyata. Atau, pernahkah menyangka bahwa emosi seperti takut dan
marah yang dalam skala besar, dapat menyebabkan konflik dan perang antarnegara,
sebenarnya adalah hal yang kosong dan muncul akibat kesalahan berpikir kita? Atau,
pernahkah kita berpikir bahwa moralitas terkadang justru mendorong orang untuk menjadi
tidak bermoral?
Melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itulah Reza A.A Wattimena seolah
mengajak kita untuk mempertanyakan eksistensi kita sebagai manusia, termasuk paradoks-
paradoks kehidupan seperti ketakutan, kelupaan, moralitas, ketidaktahuan, dan terutama soal
esensi pikiran kita sebenarnya. Inilah yang kemudian menjadi makna pada setiap tulisan yang
menyusun buku ini. Sebenarnya kita ini siapa? Siapa yang sedang mengetik? Siapa yang
sedang membaca? Lewat tulisan-tulisannya, Reza membuat kita memandang segala
permasalahan dari sisi yang lain, bahwa segala sumber masalah sebenarnya berasal dari
pikiran manusia. Agama, perang, waktu, jiwa, dan ketakutan adalah beberapa contoh sesuatu
yang sebenarnya berasal dari pikiran kita semata. Pikiran yang begitu rapuh, datang dan
pergi, serta sangat mudah untuk berubah dan teracuni.
Membaca tiap-tiap kata yang menyusun kalimat sebanyak berhalaman-halaman di buku
ini seolah memberikan saya sudut pandang dan cara pemikiran baru. Tidak dipungkiri bahwa
pikiran saya terasa lebih terbuka, bahwa sebenarnya ada banyak hal yang tidak kita ketahui
dalam hidup, ada banyak sudut pandang yang jauh di luar pikiran kita. Secara pribadi saya
menikmati membaca buku ini, sebab pembahasannya mengikuti topik-topik terkini yang
relate dengan kehidupan sehari-hari, serta menggunakan bahasa yang cenderung sederhana
(untuk kategori ilmu filsafat). Membaca buku Reza Wattimena pada khususnya, dan belajar
filsafat pada umumnya, berhasil membuat pikiran saya lebih aktif dan kritis serta membuat
saya sebagai individu lebih menerima apa yang terjadi sebagaimana adanya, dan bahwa
“hidup ini tidak harus segitu ribetnya”, sebab banyak pembahasan dalam filsafat yang
mengajarkan kita mencapai kedamaian hidup sebagai manusia sesungguhnya. Jangan
bergantung pada waktu, hiduplah sekarang di tempat ini dan saat ini, semua adalah
ketidaktahuan, dan yang saya tahu adalah bahwa saya tidak tahu.
Filsafat memang tidak menjadi mata pelajaran wajib pada jenjang sekolah dasar hingga
menengah, namun ada baiknya bakal-bakal generasi emas yang masih duduk di bangku
tersebut mulai mempelajari filsafat sebagai side-lesson disamping pelajaran sekolah, karena
akan sangat berguna untuk memperluas sudut pandang serta kemampuan berpikir kritis.
“Banyak orang mengira, bahwa waktu adalah uang. Mereka juga mengira, bahwa
waktu adalah hal yang amat berharga. Namun, sejatinya, waktu adalah ilusi. Ia tidak
memiliki nilai pada dirinya sendiri.” —Reza Wattimena, hal. 79.

Anda mungkin juga menyukai