Anda di halaman 1dari 8

MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT

DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019


KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

FRAGMEN NARATIF
Oleh: KY Karnanta

/I/
“Menulis adalah satu-satunya cara buat saya agar tidak gila..” Begitulah ucapan
Agus Noor dan Hudan Hidayat—sepasang sastrawan—pada suatu kesempatan.
Terbesit dalam pikiran saya waktu itu, adakah keterkaitan antara menulis dengan
kegilaan? Di mana letak rasionalisasi paling logis untuk mengatakan bahwa pelbagai
kerancuan psikologis yang termanifestasi lewat perilaku-perilaku ganjil itu bisa
tercegah oleh aktivitas menulis? Bukankah menulis pada tahap pemahaman paling
sederhana itu berarti aktivitas di mana manusia dengan sengaja berkhayal, berdelusi
—membayangkan suatu peristiwa tertentu lalu mengutak-atik peristiwa-peristiwa
tersebut menjadi suatu keutuhan teks? Sayangnya, tak sempat saya menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada sang penulis. Dia terlanjur menutup diskusi
dengan kalimat yang begitu mencemaskan saya: “saya memang mempesona.
Tetapi jangan sampai karena anda telah terpesona oleh saya, anda jadi tak mampu
berkata-kata!”
Bukan kesan keangkuhan khas seniman dalam kalimat itu yang meneror saya.
Bukan juga seniman itu sendiri secara keseluruhan. Entah mengapa ingatan saya
terperosok ke dalam liang kenangan paling sentimentil dan kata-kata itu seakan
menjadi anak-anak yang berada di sana, berloncat-loncatan sembari tertawa
kegirangan melihat saya terdiam memandangi langit, tak henti bersikeras mencoba
menerbangkan sebidang layang-layang meski hujan masih terlampau deras. Cukup
lama saya melamunkan hal itu, sampai saya tersadar oleh teguran seorang teman.
Ah, kenangan. Kenangan adalah sebuah ruang di mana ingatan menjadi burung-
burung mimpi yang lepas beterbangan, kandas memusar pada sekanvas kertas dan
kini kujahit di layar kapal agar tetap berkibar meski di mana tapal batas, sungguh,
kita tak pernah tahu.
“begitulah. kita hanya tahu menunggu, menduga di belahan langit mana hujan
dan panas kini turun bersama, atau masih adakah anak burung yang bersiul
memanggil bianglala sebelum cakrawala seperti gelepar ikan dalam jala.”

Saya sadar telah menjadi objek penderita dari suatu kenangan; kadang saya
terpesona dalam diam, kadang berontak menjadi penghujat atas kenangan diri

1
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

sendiri, dan lain sebagainya. Begitulah. Kadang pemikiran saya yang masih 23 tahun
ini berdiskusi sendiri “Bukankah semua orang juga begitu?”
“Mungkin,” jawab saya.
“Tidak mungkin ‘mungkin’ Itu pasti! Hanya saja kau terlanjur menikmatinya,
sehingga tak malu atau segan untuk mengatakan dan menceritakannya, dengan
cara apapun, lewat media apapun,” jelas saya juga.
Meskipun pengalaman hidup saya sungguh terlampau hijau untuk sedikit-sedikit
berbicara atau latah memberi definisi seputar kehidupan, saya yakin siapapun
orangnya, tak akan merasa nyaman ketika mendapati diri sendiri sedang berkelahi
versus diri sendiri seputar masalah hidup. Sekecil apapun, sehalus apapun, semalu-
malu apapun, pasti ada ekspresi-ekspresi tertentu sebagai upaya untuk
menyelesaikan, atau sekurang-kurangnya meminimalisir ketidaknyamanan tersebut.
Seperti peribahasa lain padang lain ilalang, setiap manusia punya cara yang
berbeda; dan tak lupa doktrin nasionalis kita bhineka tunggal ika; berbeda-beda
tetapi tetap satu jua.
Barangkali itulah yang dimaksud oleh kedua pengarang yang namanya telah
disebut di atas. Ketidaknyamanan yang bertumpuk adalah bibit-bibit neurosis, dan
menurut para psikiater Freudian, neurosis adalah mata rantai dari keunikan-keunikan
psikologis yang patologis seperti delusi auditoris dan visual yang berujung pada
schizophrenia: tak bisa membedakan realitas otonom dalam pikiran, dan realitas
yang riil di mana terdapat interaksi dan akses nyata dari orang lain. Seorang penulis,
hemat saya, adalah seorang yang ‘mengidap’ problem psikologis tertentu namun
sadar atas problem tersebut, dan yang terpenting adalah sanggup memilih dan
memilah ruang imajinatif-otonom yang biasa ia manfestasikan lewat teks, dengan
ruang riil di mana ia tidak bisa meludahi wajah orang lain secara sembarangan.

/III/
Tetapi memulai menulis bagi beberapa orang, segelisah dan seganjil apapun
perasaan yang ia alami, bukan perkara yang mudah. Terlebih jika dalam pemikiran
orang tersebut sudah mengidap keengganan atau juga ketakutan bahwa menulis
kreatif adalah pekerjaan yang membutuhkan bakat yang tanpanya tulisan seseorang
tidak akan memiliki “ruh” sebagai karya sastra. Belum lagi rasa jengkel yang
memprihatinkan tatkala karya tersebut telah susah payah dirampungkan, namun tak
mendatangkan apresiasi seperti yang diharapkan. Hal-hal itulah yang agaknya perlu
untuk disingkirkan sejenak. Esensi karya sastra, hemat saya, bukan terletak pada

2
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

keindahan pengolahan bahasa, tetapi pada kejujuran dam ketulusan penulisnya


dalam bercerita. Keterampilan berbahasa menjadi penting sebab hanya dengan
bahasa karya sastra menemui wujud kongkretnya. Tetapi itupun tidak serta-merta
dijadikan alasan bahwa kemampuan berbahasa menduduki rangking pertama dalam
penciptaan karya sastra. Untuk mengorganisasikan imajinasi yang abstrak menjadi
suatu cerita agaknya ada beberapa tahapan:

1. Ide: suatu gagasan cerita yang di dalamnya telah tergambar setidaknya


tokoh dan permasalahan yang logis untuk dialami oleh tokoh. Contoh
termudah, seekor kancil yang hendak menyebrangi sungai namun di
sungai itu ternyata terdapat banyak buaya; seorang dosen filsafat yang
suka kentut waktu sembahyang sehingga mengalami depresi.

2. Story Statement: merupakan kalimat kunci cerita yang menjadi


landasan penulis dalam mengembangkan dan menuliskan cerita. Dari
beberapa contoh ide cerita seperti tersebut di atas, misalnya, dapat
ditajamkan menjadi story statement: (1) upaya si Kancil agar dapat
menyeberang dengan selamat tanpa termakan oleh buaya-buaya
sungai; (2) upaya Utut Sambernyowo, seorang dosen filsafat, dalam
menyembuhkan penyakit kentutnya agar ia merasa sah dan khusyuk
menjalankan ibadah dengan “baik dan benar”; Story Statement
merupakan bentuk tajam dan gamblang dari ide cerita yang menjadi
pedoman seorang penulis dalam memilih peristiwa, latar, tokoh-
penokohan, bahkan dialog di dalam cerita. Teknik bercerita, alur,
maupun aspek-aspek intrinsik dalam teks bisa berganti-ganti sesuka
hati penulis, namun story statement bersifat tetap, karena perubahan
story statement berarti perubahan kerangka dasar cerita.

3. Plot point atau titik alur: merupakan poin-poin/peristiwa/babakan utama


yang akan membangun cerita. Dalam menentukan titik alur ini penulis
cenderung berpijak pada story statement, artinya, peristiwa-peristiwa
yang dirasa kurang memiliki hubungan atau tidak terkait dengan story
statement biasanya diminimalisir. Misalnya, dengan story statement
upaya Utut Sambernyowo, seorang dosen filsafat, dalam
menyembuhkan penyakit kentutnya agar ia merasa sah dan khusyuk

3
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

menjalankan ibadah dengan “baik dan benar”. Bentuk titik alur antara
lain:
a) Pak Utut adalah seorang dosen filsafat yang selama ini jarang sekali
beribadah sehingga sering tertimpa musibah
b) Pak Utut mendapat wejangan dari arwah leluhurnya agar ia rajin
beribadah
c) Pak Utut merasa beribadah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
filsafatnya
d) Pak Utut dengan terpaksa mencoba untuk beribadah namun di saat
bersamaan penyakit kentut-nya kambuh sehingga sering ia
membatalkan sholatnya dan memulai lagi dari awal, namun kentut
lagi dan seterusnya..
e) Pak Utut berdiskusi pada pemuka agama, tak puas, frustasi,
mencoba lagi, dan terus mencoba...

4. Alur: merupakan pengembangan dari titik alur yang telah disusun


dengan cermat untuk menciptakan kesan yang diinginkan penulis.
Artinya, penulis tidak harus membuka cerita melalui peristiwa
‘pengenalan tokoh’ melainkan bisa juga langsung pada ‘penyampaian
permasalahan’. Untuk titik alur di atas, misalnya, penulis bisa langsung
menempatkan titik alur “d” sebagai pembuka cerita. Setelah itu baru
titik alur “a”, “b”, dan seterusnya. Penyusunan alur berdasarkan titik alur
seperti di atas disesuaikan bersifat bebas sesuai dengan selera
penulis. Meski begitu yang harus diperhatikan adalah hukum kausal
(sebab-akibat) karena penyusunan alur yang tidak memperhatikan
hukum kausal cenderung menghasilkan cerita yang membingungkan.

5. Riset: merupakan pencarian referensi pada apa yang hendak


dituliskan, ditokohkan, dan aspek-aspek intrinsik lainnya. Tidak semua
cerita membutukan riset yang mendalam, artinya, untuk beberapa jenis
cerita yang lebih kepada curahan hati masalah percintaan,
persahabatan saja, tidak perlu mencari data-data yang sifatnya
referensial. Namun jika ide cerita menyangkut sesuatu yang “besar”
semisal masalah politik, agama, tentu membutuhkan riset yang serius.
Riset berfungsi untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam

4
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

memilih tokoh, latar, permasalahan, agar sedapat mungkin tidak


tampak sekadar fiksi (buatan) yang gegabah tanpa pertimbangan. Riset
yang mendalam dapat menjadikan karya tampak sangat kuat dan
detail, namun tingginya tingkat detail tersebut juga bisa menjadi
bumerang yang melemahkan cerita jika ditransformasikan dengan
proporsi yang berlebih atau tidak sesuai dengan tema cerita. Di sinilah
sekali lagi seorang penulis kembali melihat story statement: apa yang
sebenarnya hendak disampaikan/diceritakan?

6. Penulisan: merupakan proses eksekusi dari lima poin sebelumnya di


atas. Dalam tahap ini seorang penulis biasanya memperhatikan diksi
(pilihan kata), struktur kalimat baku: tahu kapan memilih menggunakan
kalimat sederhana (S+P) atau kalimat lengkap (S+P+O+K) dan jenis-
jenis kalimat majemuk. Hal-hal tersebut menjadi perlu karena masing-
masing jenis kalimat maupun pilihan kata tersebut di atas memiliki nilai
rasa atau kekuatan emosi yang berbeda-beda dalam menyampaikan
suatu makna. Dalam konteks penulisan naskah teater, yang mutlak
harus diperhatikan adalah prinsip bahwa (a) “naskah dibuat untuk
dipentaskan” (2) naskah teater/drama dibangun melalui, yang utama,
dialog antar tokoh Konsekuensinya, naskah yang dibuat sebisa
mungkin “berbahasa pentas” artinya, tidak sulit untuk ditafsirkan dan
ditransformasikan secara kongkret ke dalam unsur properti-artistik,
musik, lighting, dan unsur pentas lainnya, demi menampilkan unsur
dramatik yang signifikan. Maka, pada tahap ini pengalaman menulis,
referensi bacaan, dan insting kreatif, menjadi sangat diperlukan.

7. Edit: merupakan tahap akhir proses penulisan. Pada tahap ini penulis
menjadi “guru bahasa Indonesia bagi diri sendiri” dalam mengoreksi
kesalahan ejaan, penulisan, dan lain sebagainya. Proses edit naskah
cerita sangat terkait dengan kemauan dan disiplin seseorang dalam
mempelajari tata bahasa. Urgensi dari naskah yang ditulis dengan
disiplin ejaan adalah meminimalisasi potensi salah tafsir ketika teks
dibaca orang lain. Dalam karya sastra dan teater, penafsiran yang
beragam atas sebuah naskah dan pentas sangat perlu, tetapi

5
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

keberagaman tafsir yang disebabkan oleh salah ejaan adalah sesuatu


yang sulit untuk disebut cerdas. Sastra dan teater adalah kecerdasan.

/III/
Tahapan-tahapan menulis cerita seperti tersebut di atas bisa jadi membantu
seseorang yang belum terbiasa menulis, namun pada beberapa orang bisa juga
berarti sebaliknya: menghambat karena beranggapan menulis, terutama menulis
karya sastra, adalah sesuatu yang lebih pada ekspresi. Bukankah tidak perlu rumit
dalam berekspresi, karena ekspresi sesungguhnya bertujuan lepas dari kerumitan itu
sendiri? Benar. Namun seseorang yang berpikiran maju tentu berpandangan bahwa
makan bukan hanya agar kita tidak lapar, lebih dari itu, makan menjadi perlu karena
ternyata untuk menjadi sehat dibutuhkan nutrisi dalam jenis dan takaran tertentu.
Makan bukan untuk bertahan hidup, namun salah satu cara untuk memanajemen
tubuh agar optimal dalam memaknai hidup itu sendiri.
Cara berpikir seperti itulah yang dibutuhkan dalam aktivitas menulis karena
begitu banyak hal yang bisa ditulis namun tidak semuanya bisa tampak menarik
sebagai tulisan. Kecermatan, “kenakalan”, keberanian dalam menjadikan sesuatu
sebagai ide cerita sangat menentukan apakah ide tersebut cukup kuat atau tidak;
sulit atau tidak, untuk dituliskan. Selamat berproses.

6
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

Lesson Plan
Tanggal : 21 Maret 2019
Materi : Lesson Plan sederhana

No Aktivitas Alokasi waktu


1 Introduction
 Mengarahkan makna baru tentang Lesson Plan
 Memberikan tujuan Lesson Plan
10 menit
 Mengatur waktu
 Mengatur strategi
 Mengembangkan aktivitas kelas
2 Main Activity
 Menunjukan contoh Lesson plan sederhana
 Cara mengembangkan aktivitas kelas
 Contoh aktivitas kelas yang dilakukan bersama-sama 20 menit
(opsi 1: kalau ada proyektor main game Kahoot,
opsi2: kalau tdk ada internet dan proyektor main
game wind blows)
3 Demo
 Membagi peserta dalam 3-4 kelompok
 Membuat Lesson plan sederhana dari 3-4 topik 10 menit
Materi dan Pencapaian (Menulis Puisi, Berita,
Cerpen, dan teks Pidato)
4 Penutup
 Menyimpulkan beragam aktivitas yang dapat dibuat
5 menit
melalui persiapan mengajar dengan menggunakan
lesson plan

No Aktivitas Alokasi waktu


1 Introduction 10 menit

7
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252

2 Main Activity

20 menit

3 Demo

10 menit

4 Penutup

5 menit

Anda mungkin juga menyukai