FRAGMEN NARATIF
Oleh: KY Karnanta
/I/
“Menulis adalah satu-satunya cara buat saya agar tidak gila..” Begitulah ucapan
Agus Noor dan Hudan Hidayat—sepasang sastrawan—pada suatu kesempatan.
Terbesit dalam pikiran saya waktu itu, adakah keterkaitan antara menulis dengan
kegilaan? Di mana letak rasionalisasi paling logis untuk mengatakan bahwa pelbagai
kerancuan psikologis yang termanifestasi lewat perilaku-perilaku ganjil itu bisa
tercegah oleh aktivitas menulis? Bukankah menulis pada tahap pemahaman paling
sederhana itu berarti aktivitas di mana manusia dengan sengaja berkhayal, berdelusi
—membayangkan suatu peristiwa tertentu lalu mengutak-atik peristiwa-peristiwa
tersebut menjadi suatu keutuhan teks? Sayangnya, tak sempat saya menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada sang penulis. Dia terlanjur menutup diskusi
dengan kalimat yang begitu mencemaskan saya: “saya memang mempesona.
Tetapi jangan sampai karena anda telah terpesona oleh saya, anda jadi tak mampu
berkata-kata!”
Bukan kesan keangkuhan khas seniman dalam kalimat itu yang meneror saya.
Bukan juga seniman itu sendiri secara keseluruhan. Entah mengapa ingatan saya
terperosok ke dalam liang kenangan paling sentimentil dan kata-kata itu seakan
menjadi anak-anak yang berada di sana, berloncat-loncatan sembari tertawa
kegirangan melihat saya terdiam memandangi langit, tak henti bersikeras mencoba
menerbangkan sebidang layang-layang meski hujan masih terlampau deras. Cukup
lama saya melamunkan hal itu, sampai saya tersadar oleh teguran seorang teman.
Ah, kenangan. Kenangan adalah sebuah ruang di mana ingatan menjadi burung-
burung mimpi yang lepas beterbangan, kandas memusar pada sekanvas kertas dan
kini kujahit di layar kapal agar tetap berkibar meski di mana tapal batas, sungguh,
kita tak pernah tahu.
“begitulah. kita hanya tahu menunggu, menduga di belahan langit mana hujan
dan panas kini turun bersama, atau masih adakah anak burung yang bersiul
memanggil bianglala sebelum cakrawala seperti gelepar ikan dalam jala.”
Saya sadar telah menjadi objek penderita dari suatu kenangan; kadang saya
terpesona dalam diam, kadang berontak menjadi penghujat atas kenangan diri
1
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
sendiri, dan lain sebagainya. Begitulah. Kadang pemikiran saya yang masih 23 tahun
ini berdiskusi sendiri “Bukankah semua orang juga begitu?”
“Mungkin,” jawab saya.
“Tidak mungkin ‘mungkin’ Itu pasti! Hanya saja kau terlanjur menikmatinya,
sehingga tak malu atau segan untuk mengatakan dan menceritakannya, dengan
cara apapun, lewat media apapun,” jelas saya juga.
Meskipun pengalaman hidup saya sungguh terlampau hijau untuk sedikit-sedikit
berbicara atau latah memberi definisi seputar kehidupan, saya yakin siapapun
orangnya, tak akan merasa nyaman ketika mendapati diri sendiri sedang berkelahi
versus diri sendiri seputar masalah hidup. Sekecil apapun, sehalus apapun, semalu-
malu apapun, pasti ada ekspresi-ekspresi tertentu sebagai upaya untuk
menyelesaikan, atau sekurang-kurangnya meminimalisir ketidaknyamanan tersebut.
Seperti peribahasa lain padang lain ilalang, setiap manusia punya cara yang
berbeda; dan tak lupa doktrin nasionalis kita bhineka tunggal ika; berbeda-beda
tetapi tetap satu jua.
Barangkali itulah yang dimaksud oleh kedua pengarang yang namanya telah
disebut di atas. Ketidaknyamanan yang bertumpuk adalah bibit-bibit neurosis, dan
menurut para psikiater Freudian, neurosis adalah mata rantai dari keunikan-keunikan
psikologis yang patologis seperti delusi auditoris dan visual yang berujung pada
schizophrenia: tak bisa membedakan realitas otonom dalam pikiran, dan realitas
yang riil di mana terdapat interaksi dan akses nyata dari orang lain. Seorang penulis,
hemat saya, adalah seorang yang ‘mengidap’ problem psikologis tertentu namun
sadar atas problem tersebut, dan yang terpenting adalah sanggup memilih dan
memilah ruang imajinatif-otonom yang biasa ia manfestasikan lewat teks, dengan
ruang riil di mana ia tidak bisa meludahi wajah orang lain secara sembarangan.
/III/
Tetapi memulai menulis bagi beberapa orang, segelisah dan seganjil apapun
perasaan yang ia alami, bukan perkara yang mudah. Terlebih jika dalam pemikiran
orang tersebut sudah mengidap keengganan atau juga ketakutan bahwa menulis
kreatif adalah pekerjaan yang membutuhkan bakat yang tanpanya tulisan seseorang
tidak akan memiliki “ruh” sebagai karya sastra. Belum lagi rasa jengkel yang
memprihatinkan tatkala karya tersebut telah susah payah dirampungkan, namun tak
mendatangkan apresiasi seperti yang diharapkan. Hal-hal itulah yang agaknya perlu
untuk disingkirkan sejenak. Esensi karya sastra, hemat saya, bukan terletak pada
2
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
3
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
menjalankan ibadah dengan “baik dan benar”. Bentuk titik alur antara
lain:
a) Pak Utut adalah seorang dosen filsafat yang selama ini jarang sekali
beribadah sehingga sering tertimpa musibah
b) Pak Utut mendapat wejangan dari arwah leluhurnya agar ia rajin
beribadah
c) Pak Utut merasa beribadah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
filsafatnya
d) Pak Utut dengan terpaksa mencoba untuk beribadah namun di saat
bersamaan penyakit kentut-nya kambuh sehingga sering ia
membatalkan sholatnya dan memulai lagi dari awal, namun kentut
lagi dan seterusnya..
e) Pak Utut berdiskusi pada pemuka agama, tak puas, frustasi,
mencoba lagi, dan terus mencoba...
4
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
7. Edit: merupakan tahap akhir proses penulisan. Pada tahap ini penulis
menjadi “guru bahasa Indonesia bagi diri sendiri” dalam mengoreksi
kesalahan ejaan, penulisan, dan lain sebagainya. Proses edit naskah
cerita sangat terkait dengan kemauan dan disiplin seseorang dalam
mempelajari tata bahasa. Urgensi dari naskah yang ditulis dengan
disiplin ejaan adalah meminimalisasi potensi salah tafsir ketika teks
dibaca orang lain. Dalam karya sastra dan teater, penafsiran yang
beragam atas sebuah naskah dan pentas sangat perlu, tetapi
5
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
/III/
Tahapan-tahapan menulis cerita seperti tersebut di atas bisa jadi membantu
seseorang yang belum terbiasa menulis, namun pada beberapa orang bisa juga
berarti sebaliknya: menghambat karena beranggapan menulis, terutama menulis
karya sastra, adalah sesuatu yang lebih pada ekspresi. Bukankah tidak perlu rumit
dalam berekspresi, karena ekspresi sesungguhnya bertujuan lepas dari kerumitan itu
sendiri? Benar. Namun seseorang yang berpikiran maju tentu berpandangan bahwa
makan bukan hanya agar kita tidak lapar, lebih dari itu, makan menjadi perlu karena
ternyata untuk menjadi sehat dibutuhkan nutrisi dalam jenis dan takaran tertentu.
Makan bukan untuk bertahan hidup, namun salah satu cara untuk memanajemen
tubuh agar optimal dalam memaknai hidup itu sendiri.
Cara berpikir seperti itulah yang dibutuhkan dalam aktivitas menulis karena
begitu banyak hal yang bisa ditulis namun tidak semuanya bisa tampak menarik
sebagai tulisan. Kecermatan, “kenakalan”, keberanian dalam menjadikan sesuatu
sebagai ide cerita sangat menentukan apakah ide tersebut cukup kuat atau tidak;
sulit atau tidak, untuk dituliskan. Selamat berproses.
6
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
Lesson Plan
Tanggal : 21 Maret 2019
Materi : Lesson Plan sederhana
7
MATERI PENULISAN KREATIF TENAGA TAMAN BACA MASYARAKAT
DISPUSIP PEMKOT SURABAYA 2019
KUKUH YUDHA KARNANTA
085706050252
2 Main Activity
20 menit
3 Demo
10 menit
4 Penutup
5 menit