Contoh
Sahabat Gamers 2/26/2018 06:12:00 PM
B. CIRI-CIRI CERPEN
Ciri-ciri cerpen adalah sebagai berikut.
a. Tema
Tema merupakan pokok penceritaan, yaitu gagasan, ide, atau pikiran
utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema berkaitan
dengan makna kehidupan.
b. Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Secara sederhana
tokoh disebut pelaku cerita.
c. Alur/Plot
Alur adalah jalinan peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama. Alur
yang menjadistruktur pembangunan teks cerpen yang di dalamnya
terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Jenis
alur ada tiga, yaitu alur maju (progresif), alurmundur (regresif), dan alur
campuran. Dalam alur terdapat jugaperistiwa pertikaian yangdisebut juga
dengan kon flik.
d. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana.
Latar tempat atau ruang adalah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya
peristiwa. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada kapan terjadinya
peristiwa.
h. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca. Pada karya sastra modern, amanat biasanya tersirat, sedangkan
pada karya sastra lama amanat biasanya tersurat.
JUDUL
Aku dan Cita-Citaku
ABSTRAK
Aku menatap lalu-lalang mobil dengan pandangan bingung. Bus yang membawaku pulang
ke rumah melaju kencang atau bisa dibilang ugal-ugalan. Jujur, aku bingung. Kejadian di
sekolah tadi masih mengganggu pikiranku. Memang bukan kejadian besar, tetapi itu
membuatku berpikir keras dan berusaha mencari kejelasan atas apa yang aku
lakukan. Jadi, tadi sebelum pulang sekolah, guru BK menyuruh anak-anak kelasku untuk
menulis satu cita-cita yang paling ingin diraih. Paling ingin diraih? Satu cita-cita? Itulah yan
ada dipikiranku hingga sekarang. Satu? Aku punya beribu cita-cita. Jadi wartawan, reporte
penyiar radio, psikolog, arsitektur, sastrawan, editor, ahli komputer, ustadzah, guru-eh?
Guru? Tunggu! Itu kan cita-cita sewaktu aku masih kecil. Dan sudah lama banget aku ngg
kepikiran soal cita-cita itu. Apa ada sesuatu yang kulupakan? Kenapa dulu aku ingin jadi
guru? Apa sih spesialnya jadi guru? Argh…karena itulah aku bingung.. Kenapa harus
menulis satu saja sementara aku punya banyak cita-cita. Karena waktunya juga terbatas,
akhirnya aku menulis citacitaku adalah menjadi seorang guru. Aku menulisnya tanpa
alasan. Ada ruang kosong di hati saat menulisnya. Kenapa? Kenapa di lembaran kertas
putih itu aku ingin menjadi seorang guru? Apa sudah kulupakan? Kenapa tujuan hidupku
seolah berubah dan bercabang? Yang awalnya hanya ingin menjadi seoarang guru lalu
bercabang dan menjadi banyak cita-cita. Apa yang salah dari diriku?
ORIENTASI
Aku memasuki rumah sambil mengucap salam. Sepertinya aku harus mengorek masa lalu
Kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Pasti ada alasannya. Pasti juga ada alasan
kenapa cita-citaku jadi banyak seperti itu. aku membuka kembali diary masa kecilku. Aku
baca selembar demi selembar halamannya. Meskipun aku tidak menemukan alasan kenap
aku ingin menjadi seorang guru. Aku cukup terhibur dengan isi diaryku. Cara penulisannya
yang polos, cerita-cerita tidak penting yang aku tulis, terlalu banyak kata, terlalu banyak ka
‘lalu’ untuk menyambung suatu cerita, juga tulisanku yang besar-besar dan tidak rapi
membuatku bernostalgia sekaligus tertawa dibuatnya.
KOMPLIKASI
“Kelebihan jadi guru, Fe?” seru sahabatku-Angel sewaktu aku menceritakan citacitaku
tersebut pada ketiga sahabatku. “Menurutku ya, guru itu pekerjaan monoton. Berangkat,
ngajar, pulang, nggak ada asyik-asyiknya!” seru sahabatku -Vita.
“Gajinya juga dikit, Fe,” tambah Angel, “Gak sebanyak bos-bos di perusahaan,” ia
tersenyum menggoda sambil mengaduk jus stroberi-nya.
“Tapi menurutku ya, meskipun guru gajinya dikit, tapi dapat banyak pahala,” seru Erin
dengan senyum merekah.
“Iya sih, tapi kalau ngajarnya kayak bu Surti malah dapat dosa dong!” seru Vita dan sontak
disambut gelak tawa dari kami berempat.
“Bu Surti itu kepaksa jadi guru!” tambah Angel.
“Ulangan dijadiin PR. Kerjaannya di kelas cuma presentasi, ngerjain LKS. Hahahaha…”
tambah Erin.
“Hei, dia itu guru kita tahu! Jangan kualat!” seruku di sela-sela tawa.
“Asyik juga sih sebenernya. Kita nggak perlu mikir pelajaran. Bu Surti juga murah nilai. Tap
dia nggak ngasih kita ilmu sama sekali. Layaknya sebuah telur yang nggak ada kuningnya
ujar Angel.
“Yup! Terserah kamu aja sih, Fe kalau mau jadi guru. Kalau bisa kamu harus lebih baik da
pak Edi. Udah pak Edi itu ngajarnya enak, nggak banyak PR, murid-murid jadi paham, gak
pelit nilai lagi!” seru Erin antusias. “Kalau menurutku ya, nilai itu tergantung pendirian
masing-masing guru. Jangan terlalu pelit, jangan terlalu baik. Kalau terlalu pelit, murid bak
benci sama kita. Kalau terlalu baik, murid malah nyepelein kita,” tambah Vita. “Kamu kan
udah jadi murid nih, harusnya kalau mau jadi guru, kamu tahu kriteria seperti apa guru yan
baik,” tambah Erin.
“Hm! Teman-teman, kembali ke pertanyaan awalku. Apa sih kelebihan jadi guru?” tanyaku
karena tak menemukan jawaban dari pertanyaanku tadi.
“Kalau bagiku yang menuntut hidup banyak materi di dunia, guru itu banyak kekurangan,”
Angel mengaduk jus stroberi-nya, “Gajinya dikit. Gak sebanyak jadi pengusaha. And… Mm
Kelebihannya ya itu, banyak pahala.”
“Kekurangan jadi guru itu.. Menurutku loh ya, pekerjaannya monoton. Tapi pekerjaan
monoton itu tergantung cara kita menyikapinya. Kalau kita have fun jadi guru, ya udah
jalanin aja. Kelebihannya, seperti yang Angel bilang, banyak pahala! Ingat nggak tiga
perkara yang ditinggalkan sesudah mati? Ilmu yang bermanfaat. So, jadi guru pahalanya
terus mengalir,” kata Vita.
“Semua pekerjaan ada kekurangan sama kelebihannya, Fe. Tergantung cara kita
memandang kekurangan dan kelebihan itu. Jadi guru banyak kok kelebihannya. Gak
semonoton yang Vita bilang. Kita bisa bertemu murid-murid yang menghormati kita yang
berbeda tiap tahunnya, dapat pahala, gajinya juga standar biar kita nggak jadi manusia ya
tamak, dan kita bisa meluangkan banyak waktu buat keluarga,” ujar Erin dengan senyum
lembut, “Oh ya, saranku kalau kamu jadi guru, please ubah karakter bangsa ini. Waktu
sekolah aja mereka udah nyontek, nyari bocoran, apalagi nanti kalau mereka kerja, bisa
korupsi tahu! Mereka itu sama aja udah nganggap Tuhan nggak ada. Mereka sama sekali
nggak takut sama Tuhan.”
“Guru yang harusnya bisa membentuk karakter murid malah memperparah muridnya
sendiri,” kataku lebih pada diriku sendiri yang ingin menjadi seorang guru.
“Tapi, udah dibilangin kayak gitu aku nggak akan berhenti nyontek. Nanti nilaiku turun lagi.
Nanti orangtuaku kecewa,” sela Angel dengan wajah innocent.
“Tuh kan! Lebih mentingin duniawi! Orangtuamu bakal lebih kecewa kalau itu nilai yang
kamu dapat hasil ngepek, nyontek!” seru Erin kesal.
“Emang kamu nggak mikir, orangtuamu bakal bangga gitu kalau kamu nunjukin nilainilai
jelek terus kamu bilang ‘Aku ini jujur loh…’ Hah..orangtuamu nggak bakal bangga sama tu
nilai! orangtua tuh cuma peduli hasil akhirnya! Nggak peduli prosesnya kayak gimana!”
“Ya iya.. Karena itu aku belajar.. Buat nggak nambahin dosa-dosaku.”
“Itu riya’ tahu nggak?! Pamer! Sok alim!”
EVALUASI
“Hei!” seruku dan Vita menghentikan perdebatan dua insan ini.
“Angel, Erin, udah. Susah nyatuin pendirian yang sama-sama kuat!” seruku menengahi
mereka.
Angel menghela napas kesal, “Fe, kalau kamu jadi guru, ngajarin yang bener sampai
muridmu bener-bener paham! Jangan sampe mereka nyontek ataupun ngepek!” seru Ang
“Aku nggak mau keturunanku lebih buruk dari aku.”
“Fe, bilangin juga sama murid-muridmu nanti, kalu ulangan sejarah sama Pkn jangan
ngepek! Otak manusia tuh hebat! Dipergunain tuh buat menghafal! Manusia tuh bisa
menghafal satu buku sekaligus! Cuma, manusianya aja yang males!” seru Erin tak mau
kalah
“Fe! kalau jadi guru jangan yang galak ya! Hehe…” kata Vita dengan senyum merekah.
“Hm! Pasti! Aku bakal jadi guru yang baik agar bangsa Indonesia bisa berubah,” aku
mengangguk mantap. Tunas-tunas muda bangsa Indonesia, aku akan menunjukkanmu
jalan yang benar agar Indonesia tak terpuruk lagi seperti ini..
RESOLUSI
Dear Diary,
Tadi ada sebuah kejadian besar di hidupku. Entah kenapa aku mendapat alasan kenapa
dulu aku ingin menjadi seorang guru. Hm.. Aku ingat, Dear secara tiba-tiba. Berangkat,
ngajar, pulang, yang Vita bilang monoton sebenarnya itu adalah hal yang simple, nggak
ribet. Jadi aku punya banyak waktu luang buat keluarga atau ngelakuin hal-hal bermanfaa
lainnya. Gaji dikit yang Angel bilang, itu adalah sebuah kesederhanaan yang aku impikan
sejak kecil agar tak menjadi manusia tamak yang melupakan Tuhan.
Aku juga ingin mengamalkan ilmu yang telah ku terima, membagi pengalamanku, dan
mengajari murid-muridku tentang Islam. Lewat profesi guru, aku bisa berdakwah. Pelan-
pelan, ku ubah anak Indonesia ke jalan yang lebih baik. Seperti yang Erin bilang. Sekolah
itu bukan untuk menambah dosa tetapi menuntut ilmu agar mendapat pahala dan bisa
mengamalkannya. Aku juga ingin membangun karakter bangsa Indonesia. Kejujuran. Itula
kunci utama. Aku harus menciptakan cara supaya murid-muridku menjadi manusia yang
jujur. Tidak urakan lalu mencari bocoran ke mana-mana. Jujur dan percaya akan diri sendi
namun tidak melupakan Allah SWT.
Seperti yang Vita bilang, tiga perkara yang kita tinggalkan saat meninggal dunia yaitu ilmu
yang bermanfaat. Aku yakin ilmuku pasti mengalir, diamalkan, dan akan memberikan paha
di setiap alirannya. Aku juga tidak mau menjadi guru seperti Bu Narti yang disepelekan ole
murid-muridnya. Aku ingin membuat murid-muridku benar-benar paham apa yang aku
sampaikan. Membuat mereka paham, percaya diri untuk bertanya, tertawa oleh lelucon-
leluconku, tidak tengok kanan-kiri-bawah saat ulangan, mendapat hasil sesuai usaha dan
doa. Memang sih kalau anak Indonesia bisa menjadi seperti itu mungkin Indonesia bisa
menjadi negara maju. Tetapi aku tahu,
semua itu butuh usaha dan doa.
Karena itu, aku akan menyusun strategi mulai sekarang, belajar dengan giat, selalu berdoa
agar diberi kemudahan, and do the best for all. Belajar jadi Ibu yang baik dari mengajar,
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang kian terpuruk, memberi motivasi untuk
membangun karakter bangsa ke arah yang lebih baik, jadikan bangsa Indonesia bangsa
yang jujur! Dear, sepertiga hari yang dihabiskan anak-anak adalah di sekolah. Jadi intinya
sekolah itu untuk membangun karakter mereka selain ajaran orangtua. Jadi guru yang baik
untuk anak-anak bangsa! Fe bisa! Fe ght! Fight! Fight! Fight! Jangan cabangkan cita-citam
lagi! Jangan jadi bocah ababil! Dewasalah! Bentar lagi mau kuliah! Nggak boleh kayak ana
kecil! Yosh! Fight! Be the best teacher for Indonesian! Yahu! Guru, itulah cita-citaku! Fe.
KODA
“Udah nemuin alasan jadi guru?” goda Kak Ruri.
“Udah dong!” seruku antusias.
“Aaapa?” tanyanya penasaran.
“Rahasia… Mau tahu? Kalau alasan Kak Ruri jadi fotografer apa?” Kak Ruri terkekeh, “Ma
tahu aja, apa mau tahu banget? Yang pasti itu rahasia!”
“Gitu kan! Pelit!”
“Ye! Biarin! Kalau alasan cita-citamu jadi banyak kayak gitu apa, Fe?”
“Hm… Aku ababil…” jawabku malu-malu kucing.
“Namanya juga ABG.. Tahap-tahap keababilan biasalah! Yang penting kamu jangan samp
salah pilih jalan.”
“Siiiap! Aku nggak akan salah pilih lagi, Kakak!” kita berdua tertawa bersama. Udah tahu
kan asyiknya jadi seorang guru? It’s so fun and amazing career! Dan.. Guru adalah
pahlawan. Pahlawan tanpa tanda jasa.
Selesai.