Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terminal Berlian merupakan Terminal Petikemas Domestik/Lokal paling produktif,
Terminal Berlian memiliki panjang Dermaga 1620 m 2 dan luas CY ( Container Yard ) sebesar
58.110 m2.Sedangkan Container Yard sendiri memiliki kapasitas 8316 TEU. Penelitian
dilakukan di PT Berkah Industri Mesin Angkut (BIMA) dengan penempatan di Terminal Berlian
dengan mengambil periode frekuensi dan waktu downtime mulai januari 2020 hingga november
2020. Pada periode tersebut Alat – alat yang ada di pelabuhan memiliki waktu downtime yang
cukup besar sehingga mengakibatkan terganggunya proses bongkar muat peti kemas.
Dalam proses bongkar muat di Terminal Berlian di gunakan beberapa alat seperti HMC
(Harbour Mobile Crane) 16 unit, RTG (Rubber Tyred Gantry) 19 unit, RS (Reach Stacker) 6
unit, Forklift 16 unit, Head Truck 41 unit. Untuk menunjang kelancaran proses bongkar muat
nya, unit di dukung dengan kehandalannya agar dapat beroperasi secara terus menerus dan
kontinyu maka Terimal Berlian bekerja sama dengan PT BIMA ( Berkah Industri Mesin
Angkut ) dalam melakukan pemeliharaan dan perbaikan alat – alat yang berada di Terminal
Berlian.

Di dermaga,. Dari tempat penumpukan container atau container yard untuk menuju dermaga
atau sebaliknya, container harus dibawa oleh truck pembawa container. Untuk menaikkan dan
menurunkan container dari dan keatas truck digunakan alat berat yaitu Rubber Tyred Gantry.
Dengan penggunaan alat – alat berat tersebut diharapkan effisiensi dapat ditingkatkan. Rubber
Tyred Gantry (RTG) merupakan alat bantu yang digunakan dalam proses pengangkatan dan
peletakkan container atau pemindahan container. RTG memiliki total 16 roda yang terbagi dalam
4 bagian sesuai jumlah kaki. RTG memiliki kemampuan untuk menyusun container sampai
sebanyak 5 buah dan mampu mengangkat container maksimum 40 ton dengan kecepatan rata-
rata 18 meter/menit dengan tinggi maksimum 15,1 meter dengan kebutuhan listrik rata – rata 300
-500 Kw yang disuplai dari generator listrik. Panjang spreader dapat diatur untuk menangani ISO
20 feets, dan 40 feets sealand container. Terdapat enam sensor laser scanner pada sudut – sudut
Spreader sebanyak empat buah dan isisi kanan – kiri dari spreader sebanyak dua buah. laser
scanner ini berfugsi sebagai pendeteksi dari kontainer dan menentukan panjang dari kontainer.
Kemudian terdapat empat buah kamera yang berfungsi sebagai penglihatan operator saat akan
manaruh kontainer diatas flatbet truk.

Gambar 1.1 Rubber Tyred Gantry (RTG)

Apabila salah satu system pada RTG ini mengalami kegagalan maka RTG akan dihentikan
pengoperasiannya walaupun system lain masih berfungsi. Kerusakan pada salah satu komponen /
system akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar dari RTG. Pada kenyataannya dalam
kegiatan operasional Unit Crane RTG yang ada di Terminal Berlian mengalami beberapa kali
breakdown yang menyebabkan menurunnya nilai performance availability sehingga tidak sesuai
dengan standar yang di berlakukan oleh perusahann yaitu 95%. Hal ini menyebabkan kegiatan
operasional bongkar muat di Terminal Berlian terhambat dan mengalami pemborosan baik
mengenai waktu , tenaga kerja, uang, dan keterlambatan pemenuhan pengirirman. Adapun data
performance availability dari unit Rubber Tyre Gantry (RTG) di Terminal Berlian adalah sebagai
berikut :
Periode Rata - rata
Kode
Agustu Septem Oktobe Availbilit
Unit Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
s ber r y
RTG B01 98,74% 98,59% 99,03% 98,66% 94,80% 98,55% 98,24% 98,90% 98,83% 98,67% 98,30%
RTG B02 76,23% 95,87% 85,47% 90,87% 83,92% 98,22% 99,13% 98,11% 97,83% 98% 92,37%
RTG B03 98,82% 99,25% 99,09% 98,89% 98,09% 98,26% 97,24% 99,16% 97,80% 67,24% 95,38%
RTG B04 98,72% 99,45% 98,46% 99,19% 98,90% 96,25% 98,54% 90,40% 97,85% 98,39% 97,62%
RTG B05 99,16% 97,28% 97,90% 95,32% 99,42% 97,48% 99,25% 97,35% 98,74% 91,22% 97,31%
RTG B06 99,25% 96,23% 99,06% 99,27% 97,81% 99,27% 99,37% 99,36% 99,42% 98,67% 98,77%
RTG B07 89,55% 12,36% 95,83% 99,10% 99,89% 99,33% 99,56% 97,56% 98,76% 98,57% 89,05%
RTG B08 98,35% 99,35% 99,38% 99,65% 99,09% 98,73% 95,19% 98,94% 99,35% 95,50% 98,35%
RTG B09 98,72% 98,54% 99,01% 16,39% 77,41% 97,26% 93,49% 99,81% 98,43% 96,52% 87,56%
RTG B10 97,86% 98,86% 99,40% 96,76% 99,59% 99,33% 95,19% 99,09% 98,87% 96,57% 98,15%
RTG B11 97,98% 98,99% 98,55% 99,52% 99% 96,48% 99,38% 99,53% 99,42% 98,12% 98,70%
RTG B12 98,87% 95,76% 99,10% 95,37% 99,40% 99,26% 98,42% 99,70% 96,51% 95,67% 97,81%
RTG U01 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100,00%
RTG U02 100% 100% 100% 95,56% 100% 98,89% 100% 100% 100% 100% 99,45%
RTG G01 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100,00%
RTG G02 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100,00%
RTG P01 100% 100% 65,39% 98,89% 100% 100% 100% 100% 95,57% 98,92% 95,88%
RTG P02 100% 98,66% 100% 100% 100% 98,61% 98,92% 99,46%
RTG P03 100% 98,66% 100% 100% 98,66% 98,89% 98,92% 99,30%

Gambar 1.2 Data Performance Availability Unit RTG di Terminal Berlian

Adapun untuk data downtime unit Rubber Tyred Gantry (RTG) di Terminal Berlian adalah
sebagai berikut :

Kode Periode
Unit JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER Total Downtime
RTG B01 7,7 5,78 4,25 6,68 33,34 10,45 12,78 6,58 5 6,92 99,48
RTG B02 176,65 15,47 102,02 45,24 118,16 7,92 3,25 10,08 12,91 10,35 502,05
RTG B03 4,98 1,25 3,07 3,5 10,3 12,33 1 2,75 6,83 215,72 261,73
RTG B04 1,6 0,5 6,44 0,83 5,7 9,49 1,33 1,5 15 8 50,39
RTG B05 1,25 15,15 12,13 25 0 4,75 2,33 0,67 3,92 62,84 128,04
RTG B06 1,72 1,04 4 0,75 11,75 1,75 1,39 0,25 0,67 6,41 29,73
RTG B07 76 609,52 13,1 0 0,58 2,75 2,25 2,88 3,09 7,92 718,09
RTG B08 1,77 0,28 1,75 0 2,75 8,15 31 2 1,17 17,75 66,62
RTG B09 3,71 8,09 2,14 602 167,83 16,5 42,91 1,42 3,63 21,91 870,14
RTG B10 11,07 4,67 1,25 16,8 0,45 2,5 32 2,5 3,75 0,99 75,98
RTG B11 6,5 3,52 6,02 1,43 2 22 2,87 0 1,17 8 53,51
RTG B12 4,67 23,08 1,67 28,83 0 2,75 8,23 0 21,16 11,68 102,07
RTG U01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RTG U02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RTG G01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RTG G02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RTG P01 0 0 249 0 0 0 0 0 21,87 0 270,87
RTG P02 0 0 0 0 0 0 0 0
RTG P03 0 0 0 0 0 0 0 0
Gambar 1.3 Data Downtime unit Rubber Tyred Gantry (RTG) di Terminal Berlian

Dari data tabel Data Performance Availability Unit RTG dapat diketahui bahwa unit RTG B02,
RTG B07 dan RTG B09 memiliki nilai performance availability yang dibawah standar dan dari
tabel Data Downtime Unit RTG unit yang memiliki waktu Downtime paling tinggi adalah unit
crane RTG B09. Nilai Downtime sebesar 870,14 jam mengakibatkan produksi bongkar muat
peti kemas terhambat.Salah satu penyebab nilai Downtime tinggi yaitu tidak tepatnya waktu
untuk maintenance dikarenakan padatnya kegiatan alat yang digunakan untuk proses produksi
dikarenakan Terminal Berlian merupakan Terminal domestik yang sangat produktif . Adapun
upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk meminimasi Downtime adalah Membuat
Standar Waktu maintenance dan menambah dana untuk pembelian spare part agar proses
maintenance bisa berjalan dengan lancar dan menguragi breakdown agar nilai downtime rendah
dan performance availability mencapai stardar yang telah di tetapkan oleh perusahaan.

Dari tabel Data downtime Unit RTG dapat diketahui bahwa unit RTG B09 yang memiliki
nilai Downtime terbesar sebesar 870,14 jam kerusakan,terjadi pada overlimit Hoist up dan
Trolley yaitu sebanyak 15 kali dengan waktu downtime 1.133 menit. Berikut tabel data
kerusakan sub sistem setiap RTG yang menyebabkan downtime menjadi besar :

SUB sistem alat


Unit Faktor Kerusakan
Cabin Gantry Hoist PLC Control Engine Spreader Trolley Trey

RTG B01 1 2 6 4 7 17 21 1 2 Telescopic dan lock unlock

RTG B02 3 6 4 9 1 16 12 10 3
Water pump & fill up oil engine
RTG B03 5 1 5 3 4 41 10 5 Fill up cooland & radiator
RTG B 04 3 3 6 1 4 20 8 6 1 Fill up & cant start engine
RTG B 05 1 7 5 4 6 44 6 2 2 Fill up & cant start engine
RTG B06 1 3 2 1 4 10 12 2 2 Lock unlock error
RTG B 07 4 10 2 5 6 9 17 1 Telescopic dan lock unlock
RTG B 08 1 5 1 6 5 40 3 5 Reset & fill up
RTG B 09 4 2 7 12 1 66 5 4 2 Reset, fill up , instal radiator
RTG B10 7 2 13 7 2 19 7 3 Hoist brake upnormal
RTG B11 3 1 2 8 1 19 5 9 1 Change ( fuel filter, racor filter )
RTG B12 3 3 4 3 1 42 17 1 engine under speed

Gambar 1.4 Data Kerusakan Sub Sistem Setiap RTG di Terminal Berlian yang di
Maintenance oleh PT BIMA
RTG crane banyak melakukan gerak mekanik naik dan turun untuk proses bongkar muat.
Gerakan naik turun tersebut terkadang mengangkat kontainer full dan kontainer kosong. Saat
mengangkat kontainer dengan berat berkisar 36 sampai 40 ton kerja motor listrik menjadi besar.
Sedangkan saat menurunkan kontainer hanya dibutuhkan daya pengereman yang sesuai agar
kontainer aman diletakkan pada tempatnya..Pengoperasian secara terus menerus dari RTG akan
menyebabkan kegagalan operasi. Karena gerakan naik turun dan angkut kontainer tersebut
menyebabkan beberapa sub sistem RTG mengalami kerusakan yang cukup sering seperti sub
sistem Spreader yang bertugas untuk mengangkut kontainer .Dimana Spreader digunakan untuk
menempelkan dan mengunci container yang akan di pindahkan ke tempat lain.

Dari Gambar 1.4 bisa dilihat jika spreader merupakan sub sistem yang menyebabkan nilai
downtime menjadi besar. Berikut merupakan model kerusakan yang sering terjadi pada Spreader
Rubber Tyred Gantry ( RTG ) pada Terminal Berlian yang di maintennace oleh PT BIMA.

DESCRIPTIONS OF FAILURE ACTION


FAILURE MODE FAILURE CAUSE FAILURE EFFECT REQUIRED/REMAKS
tidak dapat mengunci
tidak dapat limit switch,twist lock, ganti limit switch, twist
kontainer, operasi
lock/unlock pump fail lock, dan repair pump
spreader terganggu
tidak dapat merentang
tidak dapat untuk ganti telescopic dan
Proximity landed 20/40 ft, operasi
20/40 ft repair pump
spreader terganggu
tidak dapat
tidak dapat untuk
menggerakan spreader
menggerakan Reset Hoist up dan hoist
Hoist ke atas dan bawah
spreader ke atas down
membuat operasi
dan bawah
spreader terganggu
Lampu indikator unlock
menyebabkan operator
Lampu indicator Reposisi sensor lock
Lampu Indikator tidak dapat melihat
unlock mati unlock
dengan jelas saat
mengunlock kontainer
Twislock motion Tidak dapat untuk Reset Overload, check
Twislock
time expired mengunci kontainer sensor lock unlock
Proses pengaturan
Hoist eksentric load Check connection
posisi untuk penguncian
fault, proximity Proximity landed sensor proximity
ke konatiner tidak dapat
load cel off 2 pcs ecentric load cell
dilakukan

Gambar 1.5 Data kerusakan Sub Sistem Spreader Rubber Tyred Gantry ( RTG ) yang
sering terjadi di Terminal Berlian yang di maintennace oleh PT BIMA.
Kerusakan yang sering terjadi pada Sprader di sebabkan oleh beberapa faktor seperti :

1. Priximity landed yang sering error di sebabkan pergeseran akibat benturan saat spreader
mengangkat kontainer
2. Twistlock sering error dikarenakan pada bebearapa kontainer yang salah satu besi
penguncinya tidak ada sehingga membuat twistlock bekerja lebih ekstra dalam
mengangkat kontainer tersebut.
3. Patahnya twist lock disebabkan karena tidak telitinya operator dalam menempatkan pada
lubang container dan mengunci spreader pada container
4. Tidak bisa melakukan locked unlocked dikarenakan tidak ada power pada sensor
proximity.Penyebabnya pin kabel pada panel spreader tidak mendeteksi tegangannya
karena tidak sesuai dengan posisi kabel sebenarnya.

Untuk mengatasi kegagalan atau kurang andalnya kompnen – komponen yang ada pada
RTG karena permasalahan diatas tersebut maka perlu dilakukan analisis keandalan pada RTG.
Analisis keandalan tersebut menggunakan dua metode yaitu FMEA (Failure Mode And Effects
Analysis) dan FTA (Fault Tree Analysis).

Ketersediaan RTG untuk melaksanakan fungsinya dengan baik sangat diperlukan karena
semakin besar ketersediaan dari RTG akan semakin besar pula kemampuannya untuk
menghasilkan revenue. Untuk meningkatkan ketersediaan dari RTG dapat dicapai dengan
meningkatkan MTTF (main time to failure) dan mempersingkat MTTR (main time to repair)
dengan cara mengoperasikan RTG sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan dalam
perawatannya hendaknya dilakukan sesuai dengan petunjuk dari manual book.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,maka permasalahan dalam Tugas
Akhir ini adalah :
1. Bagaimana menentukan komponen kritis yang ada pada subsistem Spreader dengan
menggunakan metode FMEA.
2. Bagaimana cara untuk melakukan perawatan yang sesuai dengan masing – masing
komponen yang ada pada subsistem Spreader pada sistem Rubber Tyred Gantry (RTG)
untuk meningkatkan efisiensi kerja dan menurunkan downtime dari sistem Rubber Tyred
Gantry (RTG).
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang dijelaskan pada subbab 1.2, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengurangi downtime pada Spreader Rubber Tyred Gantry .Untuk mengurangi
downtime, akan ditentukan komponen kritis dengan menggunakan metode FMEA dan setiap
komponen dari sussistem Rubber Tyred Gantry akan di tentukan metode dan strategi perawatan
yang sesuai dengan metode Reliability Centered Maintenance.

1.4 Batasan Masalah


Untuk memperjelas permasalahan dalam tugas akhir ini maka perlu adanya batasan masalah
dan asumsi sebagai berikut:
 Obyek studi dalam tugas akhir ini adalah RTG di Pelabuhan Berlian
 Data yang didapatkan pada penulisan tugas akhir ini berupa data desain, jumlah
kegagalan, jenis kegagalan, waktu kegagalan, waktu perbaikan, dan preventif
maintenance.
 Penganalisisan dilakukan hanya pada sistem kerja RTG.
 Penulisan tugas akhir ini tidak membahas faktor lingkungan yang menyebabkan
kerusakan RTG.
 Tinjauan teknis dan ekonomis dipandang dan dititikberatkan pada sisi operasional RTG
PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia

1.5 Manfaat Penelitian


Dengan melakukan analisis keandalan dan prediksi kegagalan pada RTG dapat memberikan
beberapa manfaat yaitu :
 Memberikan rekomendasi kepada PT. BIMA dalam melakukan kegiatan perawatan yang
tepat pada proses produksi yang di harapkan dapat menurunkan downtime produksi
 Dapat mengelompokkan permasalahan yang terjadi pada subsistem Rubber Tyred
Gantry serta manajemen resikonya
 Kegagalan dan ketersediaan RTG untuk waktu yang akan datang dapat diprediksi.
 Mengetahui faktor – faktor penyebab terjadinya downtime
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Setiap peralatan / mesin dalam hal ini RTG [Rubber Tyret Gatry] membutuhkan suatu
perawatan dan pemeliharaan secara berkala agar RTG dapat bekerja dengan maksimal sehingga
menghasilkan produksi yang maksimal pula.Dalam melakukan perawatan RTG juga ada
karakteristik komponen, karena di setiap komponen mempunyai fungsi yang berbeda beda. Dari
komponen komponen ini bila mengalami kerusakan maka akan terjadi downtime dan
mengakibatkan terganggunya jalannya produksi.Maka dilakukanlah penelitian untuk
menganalisa permasalahan dan kerusakan pada komponen tersebut.

Dari hasil Analisa permasalahan terhadap system RTG yang ada di Terminal Berlian
terletak pada spreader.Untuk perencanaan pemeliharaannya digunakan metode RCM dengan
tidak mengesampingkan historis kerusakan alat tersebut yang terjadi sebelumnya..Kemudian
melakukan tahap Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang merupakan mengidentifikasi
kegagalan dari suatu komponen yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi dari sistem.
Dilanjutkan dengan tahapan Fault Tree Analysis (FTA) yaitu metode dengan melakukan analisa
kualitatif dengan Logic Tree Analysis yaitu diagram alir proses klasifikasi model pemeliharaan
yang sesuai sehingga dapat ditentukan perawatan yang tepat pada setiap komponen (Dewi,2018).
Pada Tugas Akhir ini akan ditentukan maintenance task yang tepat berdasarkan metode
Reability Centered Maintenance (RCM). Komponen – komponen yang sering terjadi kerusakan
akan disortir dan diindentifikasi penyebab kegagalan, langkah selanjutnya yaitu menentukan
bagaimana cara mengatasi masalah yang terjadi pada komponen tersebut.Semua susbsistem dari
Rubber Tyred Gantry akan dievaluasi untuk menentukan penyebab kegagalannya. Tujuan dari
penelitian Tugas Akhir ini diharapkan dapat menentukan maintenance task yang tepat pada
komponen yang akan diteliti sehingga aktifitas perawatan dapat berjalan dengan baik dan lancar
sehingga dapat mengurangi waktu downtime pada proses produksi.

2.2 Perawatan

2.2.1 Perawatan

Pemeliharaan dengan memeriksah secara rutin dan berkala terhadap alat alat
untuk menjaga kondisialat / mesin produksi agar tetap dipergunakan sesuai dengan
fungsi dan kapasitasnya secara efisien dan dalam keadaan yang dapat diterima menurut
standar yang berlaku. Oleh karena itu, aktivitas perawatan merupakan bagian integral dari
suatu industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi

Perawatan juga didefinisikan sebagai perpaduan dari setiap tindakan yang


dilakukan untuk menjaga dan memperbaiki sampai pada kondisi yang dapat diterima.
Perawatan tidak hanya memperbaiki kerusakan secara cepat tanpa aturan, namun
perawatan adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan bagaimana memelihara dan
merawat suatu peralatan ataupun fasilitas yang harus diputuskan secara hati – hati sesuai
dengan standar operasi yang berlaku serta jenis peralatannya.

2.2.2 Tujuan Perawatan

Tujuan dilakukan tindakan perawatan adalah sebagai berikut (NASA,2008):

1. Memperpanjang umur pakai fasilitas atau peralatan


2. Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan dalam melakukan
kegiatan.
3. Menjamin ketersediaan serta keandalan optimum peralatan secara teknis dan
ekonomis
4. Menjamin keselamatan dan keamaan kerja bagi penggunanya

2.2.3 Jenis Perawatan

Jenis perawatan dikelompokkan sebagai berikut (Dhillon,2002) :

2.2.3.1 Reactive Maintenance

Reactive Maintenance merupakan jenis maintenance yang bisa disebut juga


sebagai Breakdown Maintenace ,fix-when-fail,run to failure, atau repair maintenance.

Reactive Maintenance hanya bisa benar – benar digunakan jika itu merupakan
bagian dari keputusan yang sudah dianalisis menggunakan metode Reability Centered
Maintenance, yang mengkomparasikan resiko dan biaya yang akan dikeluarkan untuk
penggantian jika rusak.

2.2.3.2 Predictive Miantenance

Predictive Maintenace atau biasa disebut dengan Condition-Based


Maintenance, atau PT&I (Predictive Test & Inspection) adalah kegiatan perawatan
yang tidak direncanakan, melainkan dilakukan ketika terdapat kinerja sistem yang tidak
sesuai dengan standar atau apabila terdapat tanda - tanda atau gejala suatu peralatan
mengalami penurunan fungsi. Pendekatan yang dilakukan untuk Predictive Maintenace
antara lain vibration monitoring & analysis, electrical condition monitoring.
Thermagraphy, lubricant & wear particle analysis, NDT Testing dan passive
ultrasonic.

2.2.3.3 Preventive Maintenance

Preventive Maintenace, atau bisa disebut sebagai perawatan yang berbasis waktu
atau interval tertentu, yang dilakukan tidak bergantung kepada kondisi dari kerusakan
peralatan yang akan dilakukan perawatan tersebut. Jenis perawatan ini terdiri dari
pengecekan yang terjadwal pada komponen, penyetelan (adjustment), kalibrasi,lubrikasi
dan pembersihan. Menggunakan metode Preventive Maintenace pada keseluruhan
komponen akan terjadi tingginya waktu untuk inspeksi, meskipun ia akan menurunkan
kemungkinan terjadinya unplanned shutdown.

Selain itu, Preventive Maintenace juga memiliki cost yang tinggi dan kurang efektif.

2.2.3.4 Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Miantenace (RCM) merupakan metode sistematis untuk


menjaga keseimbangan antara Preventive Maintenace dan Corrective Maintenance.
Metode ini mennetukan tindakan perawatan preventif yang tepat untuk setiap komponen
pada waktu yang tepat untuk mencapai hasil yang paling maksimal

Adapun tujuan dari RCM adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh data dan informasi penting untuk melakukan


pengembangan pada desain awal yang kurang baik.
2. Untuk mengembangkan sistem perawatan yang mampu mengembalikan
keandalan dan menambahkan umur komponen agar mampu digunakan dengan
baik.
3. Untuk memperoleh biaya perawatan yang efektif.

2.3.3 Langkah – Langkah penerapan Metode Reliability Centered Maintenance

1. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi (System Selection and Information


Collection) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sistem,
antara lain :
a. Sistem yang mendapatkan perhatian tinggi adalah sistem yang berkaitan dengan
factor keselamatan dan lingkungan
b. Sistem memiliki tindakan preventive maintennace dan biaya preventive
maintennace yang tinggi.
c. Sistem yang memiliki kontribusi yang besar terhadap terjadinya full atau partial
outage (shutdown)
d. Sistem yang memiliki tindakan Corrective Maintenance dan biaya Corrective
Maintenance yang tinggi.

Adapun dokumen atau informasi yang dibutuhkan dalam analisa RCM antara lain :
a. Piping & instrumentation diagram (P&ID)
b. Schematic atau block diagram
c. Vendor manual .
d. Equipment history
2. Pendefinisian Batasan Sistem ( System Boundary Definition )
Definisi batas sistem digunakan untuk mendefinisikan batasan – batasan suatu
sistem yang akan dianalisis dengan Reliability Centered Maintenance (RCM),
sehingga semua fungsi dapat diketahui dengan jelas dan perumusan System Boundary
Definition yang baik dan benar akan menjamin keakuratan proses analisis sistem.
3. Deskripsi Sistem dan Blok Fungsi (System Description and Functional Block
Diagram)
Deskripsi sistem dan diagram blok merupakan representasi dari fungsi – fungsi
sistem berupa blok – blok yang berisi fungsi – fungsi dari setiap subsistem yang
menyusun sistem tersebut sehingga dibuat tahapan identifikasi detail dari sistem
yang meliputi :
a. Deskripsi Sistem
b. Fungsional Blok Diagram.
c. Masukan dan keluaran sistem ( In & Out Iterface).
d. System Work Breakdown System (SWBS)
SWBS digunakan untuk menggambarkan kelompok bagian – bagian peralatan
yang menjalankan fungsi tertentu
1. Fungsi dan Standar Kinerja ( Function and Performance Standards)
System function didefinisikan sebagai suatu fungsi dari komponen yang
diharapkan oleh pengguna tetapi masih berapa dalam level kemampuan dari
komponen tersebut sejak dibuat.Fungsi dibedakan menjadi dua yaitu primary
function dan secondary function. Primary function merupakan alasan utama
mengapa suatu aset tersebut ada. Ktegori ini meliputi kecepatan, hasil
produksi, kualitas produk dan pelayanan pelanggan. Sedangkan secondary
function merupakan kemmapuan dari suatu aset untuk dapat melakukan lebih
dari sekedar memenuhi fungsi utamanya saja.Secondary function meliputi
safety,control,appearance,protection,economy,dan environmental regulation.
2. Kegagalan Fungsi (Functional Failure)
Kegagalan didefinisikan sebagai suatu ketidakmampuan untuk
menjalankan fungsi sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan kegagalan
fungsi adalah ketidakmampuan sistem untuk memenuhi suatu fungsi pada
suatu standar kinerja tertentu yang dapat diterima oleh pengguna. Terdapat
dua kategori kegagalan dalam RCM yaitu kegagalan total dan kegagalan
parsial. Kegagalan total merupakan suatu keadaan dimana sistem sama sekali
tidak dapat memenuhi standar kinerja suatu fungsi yang dapat diterima oleh
penggunaannya. Sedangkan kegagalan parsial merupakan keadaan dimana
suatu sistem dapat berfungsi namun tidak pada level standar kinerja yang
dapat diterima oleh penggunanya atau keadaan dimana suatu sistem tidak
dapat mempertahankan tingkat kualitas produk dari sistem tersebut.
3. Modus Kegagalan ( Failure Mode )
Modus kegagalan merupakan beberapa peristiwa yang mempunyai
kemungkinan besar untuk menyebabkan setiap kegagalan terjadi. Peristiwa
yang memepunyai kemungkinan untuk menjadi modus kegagalan atau failure
mode adalah :
a. Peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya pada peralatan yang sama
atau serupa yang mempunyai konteks operasi sama
b. Kegagalan yang sekarang sedang diantisipasi oleh program perawatan
yang ada
c. Kegagalan yang belum pernah terjadi tetapi diperkirakan dapat
menjadi kenyataan didalam proses operasinya
d. Kegagalan yang apabila terjadi akan memberikan dampat yang sangat
serius.
4. Dampak Kegagalan (Failure Effect)
Failure Effect menjelaskan tentang apa yang akan terjadi jika failure
mode terjadi. Penjelasan ini harus memasukkan semua informasi yang
dibutuhkan dalam memeberikan konsekuensi kegagalan tersebut, seperti :
a. Apa bukti bahwa kegagalan tersebut pernah terjadi
b. Bagaimana cara kegagalan tersebut dapat berpengaruh terhadap
keselamatan, lingkungan, produksi dan operaso
c. Apakah kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan tersebut
d. Bagaimana cara untuk memeperbaiki kegagalan tersebut.
5. Konsekuensi Kegagalan ( Failure Consequence )
RCM memahami benar bahwa satu – satunya alasan untuk
melakukan berbagai macam proactive task bukan untuk menghindari
konsekuensi dari kegagalan tersebut. Failure Consequence merupakan hal
yang penting dalam proses RCM itu sendiri . Dalam proses RCM
mengklasifikasikan konsekuensi kegagaln kedalam 4 bagian , yaitu :
a. Hidden Failure Consequences
Kondisi ini terjadi apabila konsekuensi keamanan apabila
kegagalan yang terjadi dapat melukai, membahayakan atau bahkan
membunuh seseorang
b. Safety Consequences
Kegagalan mempunyai konsekuensi keamanan apabila kegagalan
yang terjadi dapat melukai, membahayakan atau bahkan membunuh
seseorang.
c. Enviromental Consequences
Kegagalan mempunyai konsekuensi lingkungan apabila kegagalan
yang terjadi dapat melanggar standar lingkungan perusahaan, wilayah
nasional maupun internasional.
d. Operational Consequences
Kegagalan mempunyai konsekuensi operasional apabila kegagalan
yang terjadi dapat mempengaruhi kapabilitas operasional seperti hasil
produksi,kualitas produksi, kepuasan pelanggan dan biaya tambahan
perbaikan
Proses RCM menggunakan kategori – kategori diatas sebagai dasar
dalam penambilan maintennace task yang sesuai
Pada penelitian ini , analisa penyebab dan efek kegagalan menggunakan RCM
Information Worksheet. Di dalam RCM Information Worksheet akan dianalisa function,
function failure, failure mode, dan failure effect pada suatu sistem atau subsistem seperti yang
digambarkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1 RCM Information Worksheet


a. Fungsi yaitu didefinikan sebagai kemampuan yang dapat dilakukan suatu subsistem
sesuai dengan konteks operasionalnya untuk memnuhi standar kinerja yang
diharapkan.
b. Kegagalan fungsi ( function failure ) yaitu didefinisikan sebagai ketidakmmapuan
suatu subsistem untuk menjalankan fungsi sesuai dengan operasionalnya sehingga
tidak memenuhi standar kinerja yang diharapkan.
c. Modus kegagalan ( Failure mode ) didefinisikan sebagai hal – hal yang memiliki
peluang besar untuk menyebabkan kegagalan fungsi.
d. Efek kegagalan ( failure effect ) didefinisikan sebagai akibat dari modus kegagalan
atau failure mode terhadap subsistem maupun sistem itu sendiri.

2.5 Root Cause Analysis

Root Cause Analysis (RCA) adalah metode analisis terstruktur yang mengidentifikasi
akar penyebab ( root causes ) untuk suatu output yang tidak memenuhi spesifikasi atau cacat
(undesired product). Tujuan Root Cause Analysis adalah mengidentifikasi akar penyebab secara
detail sehingga kecacatan atau permasalahan pada suatu produk dapat dihilangkan dan ditekan
seminimal mungkin. Akar penyebab (root cause) sendiri merupakan suatu faktor ( peristiwa,
kondisi,organisasi,dll) yang baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
terjadinya kecacatan atau permasalahan. Identifikasi terhadap akar penyebab dapat dilakukan
melalui langkah - langkah berikut :
a. Mendefinisikan secara detail permasalahan yang akan dianalisis
Langkah awal yang dilakukan dalam menganalisa Root Cause Analysis (RCA) adalah
dengan mendefinisikan permasalahn yang akan dianalisis secara detail, sehingga jelas
dalam identifikasi selanjutnya.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mengidentifikasi fakta – fakta yang terjadi di sekitar
permasalahan. Adapun beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengidentifikasi
fakta – fakta tersebut adalah :
 Kapankah permasalahan atau output cacat terjadi ?
 Dimanakah hal tersebut terjadi ?
 Bagaimanakah kondisi yang ada sebelum permasalahan terjadi ?
 Tindakan pengendalian apa saja yang seharusnya dapat mencegah terjadinya
permasalahan tetapi tidak dilakukan ?
 Apa saja yang menjadi penyebab potensial dari permasalahan yang terjadi ?
 Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya permasalahan
yang serupa di kemudian hari ?
c. Membuat diagram faktor penyebab ( causal factor tree )
Langkah ini berisi paparan detail secara visual dari data yang tela dikumpulkan pada
langakah sebelumnya. Ada banyak tool yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
langkah ini, seperti diagram sebab akibat, fault tree analysis, barrier analysis dan lain –
lain. Pemilihan tool yang tepat sesuai permasalahan yang terjadi akan menghasilkan suatu
analisis dan usulan solusi yang tepat dan kaurat.
d. Membuat usulan solusi untuk menghilangkan,meminimalkan atua memodifikasi
permasalahan yang terjadi.

Tujuan seacara keseluruhan dari suatu kegiatan pengendalian kualitas adalah untuk
meningkatkan kualitas itu sendiri, ini berarti bahwa penyebab rendahnya kualitas tersebut
harus segera diidentifikasi dan diperbaiki. Lebih jauh lagi, penyebab kecacatan yang
dominan harus segera diisolasi dan dihilangkan. Sebuah tool yang sangat berguna untuk
dapat mengidentifikasi, memaparkan, dan memperbaiki penyebab kecacatan yang mungkin
dari berbagai observasi yang dilakukan adalah diagram sebab akibat.Tool ini juga sering
disebut sebagai diagram ishikawa, karena ditemukan oleh Dr. Kaoru Ishikawa dari
Universitas Tokyo pada tahun 1943. Nama lain dari diagram ini adalah diagram tulang ikan
yang merujuk pada bentuk struktur yang di tampilkan.

Adapun secara umum. Langkah – langkah yang di perlukan untuk membuat diagram
sebab akibat adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi karakteristik kualitas atau ukuran performansi untuk hubungan sebab


dan akibat.
b. Gunakan brainstroming yang terstruktur dan orang – orang yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas untuk menentukan variable kelas umum yang meneyebabkan kasus
tersebut terjadi ( mengidentifikasi tulang besar )
c. Cari lebih lanjut faktor yang lebih terperinci dan variabel kelas umum yang telah
didientifikasi tersebut ( mengidentifikasi tulang kecil ).

Dari data di atas , kemudian digambar menjadi diagram sebab akibat untuk selanjutnya dicari
penyebab – penyebab utama dari setiap tulang kecil yang sudah teridentifikasi.

2.6 Analisa Maintenance Task

Pada penelitian tugas akhir ini menggunakan NASA RCM Logic Tree untuk
menganalisa dan menentukan NASA RCM Logic Tree yang akan digunakan pada penelitian ini.
Gambar 2.1 NASA RCM Logic Tree (Sumber: Reliability Centered Maintenance Guide
NASA,2008)

a. Predictive Testing and Inspection ( PT&I )


Predictive Testing and Inspection, juga dikenal sebagai pemeliharaan
prediktif atau pemantaun kondisi, menggunakan teknik pengujian non – intrusif,
inspeksi secara visual, dan menggunakan data performa mesin guna mengetahui
kondisi dari mesin tersebut. Setelah melakukan analisis data dan pemantauan
kondisi peralatan selanjutnya dapat dilakukan perencanaan dan penjadwalan
pemeliharaan atau perbaikan sebelumterjadinya kegagalan pada mesin tersebut.
Data PT & I yang dikumpulkan digunakan untuk analisis tren, pengenalan pola,
perbandingan data, pengujian terhadap batas dan rentang, korelasi dari beberapa
teknologi, dan analisis proses statistik untuk menentukan kondisi peralatan dan
untuk mengidentififkasi keggalan.
b. Preventive Maintenance(PM) or Internal based Task
Preventive Maintenance(PM) terdiri dari pemeriksaan,penyesuaian,
pembersihan,pelumasan,penggantian suku cabang,kalibrasi, dan perbaikan
komponen dan peralatan yang dijadwalkan secara rutin. Preventive
Maintenance(PM) menjadwalkan pemeriksaan berkala dan pemeliharaan pada
interval yang telah ditentuka ( waktu,jam,operasi,atau sisklus ) dalam upaya untuk
mengurangi kegagalan peralatan. Hal ini dilakukan tanpa memperhatikan kondisi
peralatan yang terdapat dimesin.
c. Redesign

Mendesain ulang (redesain) suatu mesin atau komponen merupakan suatu


pekerjaan yang tidak mudah dikarenakan adanya beberapa faktor. Faktor pertama
adalah permasalahan biaya yang dikeluarkan cukup besar. Biaya yang cukup besar
tersebut dapat terjadi dikarenakan biaya dari mendesain ulang. Biaya karena
membuat komponen baru, biaya karena menyetel ulang kembali sistem dri mesin.

Mendesain ulang ( redesain ) suatu mesin atau komponen merupakan suatu


pekerjaan yang tidak mudah dikarenakan adanya beberapa faktor.Faktor pertama
adalah permasalahan biaya yang dikeluarkan cukup besar. Biaya yang cukup besar
tersebut dapat terjadi dikarenakan biaya dari mendesain ulang, biaya karena
membuat komponen baru,biaya karena menyetel ulang kembali sistem dari mesin.

Mendesain ulang ( redesign ) dapat dilakukan dalam beberapa konsekuensi.

1. Konsekuensi terhadap keselamatan dan lingkunga


 Untuk mengurangi tingkat kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi
 Untuk mengganti komponen yang jika mengalami kegagalan tidak dapat
berlangsung lama agar tidak berkonsekuensi terhadap keselamatan dan
lingkungan yang lebih berat.
2. Konsekuensi kegagalan tersembunyi
 Membuat kejadian tersembunyi dengan menambah komponen baru agar dapat
dideteksi oleh operator
 Mengganti dengan fungsi yang nyata untuk fungsi tersembuntu tersebut
 Mengganti komponen yang lebih andal
 Menggandakan fungsi yang tersembunyi
3. Konsekuensi operasi dan yang bukan operasi
 Mengurangi kejadian kegagalan dalam operasi dengan mengganti komponen
yang lebih kuat dan tahan lama
 Mengurai konsekuensi dari kegagalan
 Membuat pemeliharaan pencegahan menjadi pembiayaan yang efektif
d. Reactive Maintenance
Pemeliharaan reaktif juga disebut sebagai pemeliharaan kerusakan , Run-
to-Failure (RTF). Trouble Calls (TCs) adalah jenis perawatan reaktif. Ketika
menerapkan teknik pemeliharaan ini, perbaikan peralatan atau penggantian hanya
terjadi ketika kerusakan dalam kondisi peralatan menyebabkan kegagalan
fungsional.Jenis pemeliharaan ini mengasumsikan bahwa kegagalan
kemungkinana besar terjadi di bagian ,komponen atau sistem dan yang menjadi
faktor utama dari kegagalan adalah usia. Hal ini menghalangi identifikasi
kelompok tertentu dari bagian perbaikan sebagai lebih diperlukan atau
didinginkan dari pada yang lain.

2.6.1 Pengambilan Keputusan Maintenance Task

Setelah dilakukan analisis kerusakan dengan menggunakan RCM Information Worksheet,


kemudian dilakukan analisis untuk menentukan perawatan yang tepat menggunakan RCM NASA
Logic Tree dan kemudian dituangkan di dalam RCM Decision Worksheet seperti pada tabel 2.2.

Gambar 2.2 RCM Decision Worksheet


Pengisian tabel RCM Decision Worksheet ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Information Reference
Information Refeence merupakan informasi mengenai tiga hal, yaitu function, function
failure,dan failure mode.Pengisian ketiga informasi ini disesuaikan dengan RCM
Information Worksheet yang sudah dibuat sebelumnya.
b. Consequence Evaluation
Consequence Evaluation merupakan tahapan analisis mengenai dampak yang di
timbulkan apabila terjadi failure. H merupakan simbol dari Human, Safety, and
Enviroment, yaitu apabila terjadi kerusakan yang memiliki dampak terhadap Human,
Safety, and Enviroment, S merupakan kerusakan yang memiliki efek terhadap safety, En
merupakan kerusakan yang memiliki efek terhadap efisiensi energi, dan Ec merupakan
failure yang memiliki dampak operasional, seperti kerugian produksi, penurunan kualitas
dan dampak ekonomi lain yang dapat ditimbulkan. Tabel ini di isis dengan Y apabila
memiliki dampak yang sesuai, dan di sisi dengan N apabila memiliki dampak terhadap
konsekuensi yang dis ebutkan.
c. Default Action
Default Action merupakan tindakan tepat yang dilakukan yntuk menangani failure yang
terjadi. Untuk H1/S1/En1/Ec1 diisi dengan Y jika terdapak metode Predictive Testing &
Inspection ( Predictive Maintenance) yang feasible untuk dilakukan. Jika tidak ada
metode PT&I yang bisa dilakukan, maka dianalisis apakah terdapat metode time interval
approach ( preventive Maintenance) yang efektif maka bisa dilakukan redesain atau
corrective maintennace
d. Proposal Task
Proposal Task diisi dengan tindakan maintennace apa yang tepat untuk dilakukan kepada
function tersebut.
2.7 FTA (Fault Tree Analysis)
Metode FTA (Fault Tree Analysis) sering digunakan untuk menganalisis kegagalan
sistem. Fault Tree Analysis adalah metode analisis dimana terdapat suatu kejadian yang tidak
diinginkan (undesired event) terjadi pada sistem. Sistem kemudian dianalisis dengan kondisi
lingkungan dan operasional yang ada untuk menemukan semua cara yang mungkin terjadi yang
mengarah pada terjadinya undesired event tersebut (Vesely dkk, 1981).
Untuk menganalisis kegagalan sistem dengan metode FTA, perlu dibuat pohon kegagalan
atau fault tree dari sistem yang akan dianalisis terlebih dahulu. Fault tree adalah model grafis
dari kegagalan – kegagalan pada sistem dan kombinasinya yang menghasilkan terjadinya
undesired event (Vesely dkk, 1981). Kegagalan yang ada pada sistem bisa dikarenakan
kegagalan pada komponennya, kegagalan pada manusia yang mengoperasikannya (human
error), dan kejadian-kejadian diluar sistem yang dapat mengarah pada terjadiya undesired event.
Fault tree dibangun berdasarkan pada salah satu undesired event yang dapat terjadi pada
sistem. Pada satu sistem bisa terdapat lebih dari undesired event dan masing-masing undesired
event mempunyai representasi fault tree yang berbeda-beda yang disebabkan oleh faktor-faktor
atau bagian-bagian sistem dan kegagalan yang mengarah pada satu kejadian berbeda dengan
lainnya. Pada fault tree, undesired event yang akan dianalisa disebut juga dengan top event.
Di dalam fault tree, terdapat symbol-simbol dan istilah yang digunakan untuk
menyelesaikan top event yang akan dianalisa. Symbol-simbol dan istilah tersebut adalah simbol
kejadian, simbol gerbang dan simbol transfer. Simbol kejadian adalah simbol yang berisi
keterangan pada sistem. Sedangkan simbol gerbang merupakan simbol yang dipakai untuk
menunjukkan hubugan diantara kejadian input yang berhubungan dengan cara tertentu. Berikut
ini adalah tabel dari simbol-simbol dari fault tree sebagai berikut,

Simbol Kejadian
Nama Simbol Keterangan
Simbol lingkaran ini digunakan untuk menyatakan basic event atau primery event
Basic Event atau kegagalan mendasar yang tidak perlu dicari penyebabnya. Artinya, simbol
lingkaran ini merupakan batas akhir penyebab suatu kejadian.
Simbol wajik atau diamond ini untuk menyatakan undeveloped event atau kejadian
tidak berkembang, yaitu suatu kejadian kegagalan tertentu yang tidak dicari
Undeveloped Event
penyebabnya baik karena kejadiannya tidak cukup berhubungan atau karena tidak
tersedia informasi yang terkait dengannya
Simbol oval ini untuk menyatakan conditioning event , yaitu suatu kondisi atau
batasan khusus yang diterapkan pada suatu gerbang (biasanya pada gerbang
Conditioning Event
INHIBIT dan PRIORITY AND). Jadi kejadian output terjadi jika kejadian input
terjadi dan memenuhi suatu kondisi tertentu.
Simbol rumah digunakan untuk menyatakan external event yaitu kejadian yang
External Event
diharapkan muncul secara normal dan tidak termasuk dalam kejadian gagal.
Simbol persegi panjang ini berisi kejadian yang muncul dari kombinasi kejadian-
Intermediate Event
kejadian input gagal yang masuk ke gerbang.
Nama Simbol Keterangan
Gerbang OR dipakai untuk menunjukkan bahwa kejadian yang akan muncul terjadi
Gerbang OR
jika satu atau lebih kejadian gagal yang merupakan inputnya terjadi.
Gerbang AND digunakan untuk menunjukkan kejadian output muncul hanya jika
Gerbang AND
semua input terjadi.
Gerbang INHIBIT, dilambangkan dengan segi enam , merupakan kasus khusus dari
Gerbang INHIBIT gerbang AND. Output disebabkan oleh satu input, tetapi juga harus memenuhi
kondisi tertentu sebelum input data menghasilkan output.
Gerbang EXCLUSIVE OR Gambar
Gerbang 2.3 Simbol fault
EXCLUSIVE treegerang OR dengan kasus tertentu, yaitu kejadian
OR adalah
output muncul jika tepat satu kejadian ikut muncul
Gerbang PRIORITY AND adalah gerbang AND dengan syarat dimana kejadian
Gerbang PRIORITY AND
output muncul hanya jika semua kejadian input muncul dengan urutan tertetu
2.8 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
2.8.1 Laju Kegagalan
Laju kegagalan (λ) adalah banyaknya kegagalan per satuan waktu. Laju kegagalan dapat
dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya kegagalan yang terjadi selama selang waktu
tertentu dengan total waktu operasi komponen, sub-sistem, atau sistem. Laju kegagalan dapat
dnyatakan sebagai berikut :
f
λ=
T
f (t)
λ ( t )=
R (t )
Dimana :
f = Banyak kegagalan selama jangka waktu operasi
T = Total waktu operasi

2.8.2 Mean Time Between Failure (MTBF)


MTBF adalah waktu rata-rata antar kegagalan atau rata-rata waktu beroperasinya
komponen, sub-sistem, atau sistem tanpa mengalami kegagalan (Ebeling, 1997). MTBF
diperoleh dari hasil bagi antara total waktu operasi dengan jumlah kegagalan dalam periode
waktu operasi tersbut.
Waktu Operasi
MTBF ( θ )=
Jumlah Kegagalan
∞ ∞
MTBF=∫ t f ( t ) dt =∫ R ( t ) dt
0 0

Selain MTBF, terdapat MTTF (Mean Time To Failure) yang memiliki pengertian sama
dengan MTBF, yang membedakannya hanyalah penggunaannya. MTTF digunakan untuk
komponen yang tidak dapat diperbaiki (apabila rusak harus diganti dengan komponen yang
baru) sedangkan MTBF digunakan untuk komponen yang dapat diperbaiki.
2.8.3 Karakteristik Kegagalan
Perilaku laju kerusakan terhadap waktu sangat berhubungan dengan penyebab
kerusakan. Kerusakan yang terjadi dalam suatu sistem atau komponen mengalami fluktuasi
sesuai dengan kemampuan material. Bentuk karakteristik dari life time dalam teori keandalan
untuk sebuah sistem maupun komponen secara matematis ditampilkan dalam bathtub curve

(Ebeling, 1997).
Gambar 2.4 Bathub Curve

2.9 Spreader Rubber Tyred Gantry


Head block merupakan kepala dari Spreader itu sendiri, memiliki 4 hoist rope pulleys
utama pada sudut – sudut head block yang berfungsi untuk untuk naik turun nya spreader.
Spreader adalah alat yang digabungkan dengan head block menjadi satu kesatuan dan berfungsi
sebagai tangan crane yang dapat memanjang dan memendek melalui teleskopic yang berfungsi
untuk mengangkat dan menaruh kontainer sesuai panjang dari kontainer itu sendiri. Spreader di
gunakan untuk menempelkan dan mengunci container yang akan di pindahkan ke tempat lain.
Gambar 2.5 Spreader Rubber Tyred Gantry (RTG)
Spreader akan bekerja dengan menyalakan spreader pump
.Spreader dilengkapi dengan beberapa bagian :
a. Flipper
Flipper berfungsi untuk penempatan posisi spreader agar tepat pada posisi container
yang akan di pindah kan. Empat flipper berapa pada tiap – tiap ujung spreader yang
digerakkan dengan naik turun dengan flipper switch pada control desk di kabin operator.
b. Skewing Switch
Skewing Switch digunakan jika posisi spreader terhadap container agak miring. Maka
skewing switch berfungsi memiringkan posisi spreader agar tetap pada posisi container.
c. Twist Lock
Twist Lock berfungsi untuk mengunci spreader pada container agar dapat diangkat dan
dipindahkan. Twist Lock berada pada ujung – ujung spreader.
d. Selection of Telescopic Beam
Dikarenakan ukuran dari container ada yang 20 ft,40 ft,45 ft maka spreader dilengkapai
dengan telescopic beam yang berfungsi memanjangkan ukuran dari spreader sehingga
twist lock dan flipper dapat tepat pada posisi dari container. Ukuran spreader dapat diset
dengan switch pada control desk posisi 20ft dan 40ft.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas tentang tahapan – tahapan yang digunakan sebagai acuan
dalam menjawab permasalahan penelitian tugas akhir ini. Tahapan – tahapan tersebut antara lain
adalah identifikasi dan perumusan masalah, pengambilan dan pengolahan data, analisa,
implementasi, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan dan saran. Gambaran tahapan
penelitian secara umum dapat dilihat dala gambar 3.1.
Mulai

Studi Lapangan : Studi Literatur :


Peninjauan Data Downtime Failure Mode & Effect Analysis
Interview Pekerja di Lapangan Reliability Centered Maintenance

Seleksi Sistem

Perumusan Masalah

Batasan Masalah

FGPengumpulan Data :
Data Komponen RTG
Gambar Detail RTG
Historis Perawatan RTG

Penyusunan Functional Block Diagram

Analisis Fungsi Sistem dan


Kerusakan Sistem

A
A

Evaluasi Sistem Perawatan Yang


Dilakukan Sebelumnya

Analisis Penyebab Downtime


Dengan Fault Tree Analysis

Penyusunan RCM Information Worksheet:


Identifikasi Failure Mode
Identifikasi Failure Effect
Identifikasi Komponen Kritis dan non kritis

Pemilihan Maintenance Task dengan RCM Logic Tree Analysis :


1.Analisis failure mode yang bisa diatasi dengan predictive maintenance
2. Analisis failure mode yang bisa diatasi dengan preventive maintenance
3. Analisis failure mode yang bisa diatasi dengan proactive maintenance / redesain

YA
Apakah
Maintenanace Task
bisa Diaplikasikan

TIDAK Perancangan Proactive


Maintenance (Redesign) Task

Apakah TIDAK
Maintenanace Task
bisa Diaplikasikan

YA

A
A

YA

FGOutput :
Rekomendasi Perawatan RTG ke PT BIMA

Selesai

Gambar 3.1 Metodologi

3.1 Tahap Identifikasi


3.1.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan tahapan merumuskan permasalahan yang ada di Terminal


Berlian yang di maintenance oleh PT BIMA sehingga dapat dijadikan sebagai objek penelitian
tugas akhir. Permasalahan yang dimaksud ialah masih tingginya downtime salah satu alat
bongkar buat petikemas di Terminal Berlian yang di analisa dengan menggunakan metode
Reability Centered Maintenance.

3.1.2 Menetapkan Tujuan Penelitian

Menetapkan tujuan penelitian merupakan kegiatan menetapkan tujuan dilakukannya


penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian yang telah
ditetapkan akan memebantu peneliti untuk menyusun langkah – langkah dalam penyelesaian
masalah yang telah di rumuskan.

3.1.3 Studi Literatur


Studi literatur merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mempelajari litelatur untuk
menambah wawasan peneliti dalam menyelesaikan permaslahan yang telah ditetapkan. Literatur
yang dipelajari adalah jurnal,buku,dan penelitian mengenai penggunaan Reability Centered
Maintenance . Studi literatur ini digunakan untuk dijadikan landasan berfikir dalam menganalis
dan mengatasi permasalahan – permasalahan yang ada di lapangan.

3.1.4 Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan guna mengetahui kondisi aktual yang terjadi pada saat di PT.
BIMA dengan penempatan di Terminal Berlian. Dengan adanya studi lapangan ini di harapkan
peneliti mendapatakan gambaran, langkah – langkah penelitian yang akan digunakan untuk
mengetahui faktor – faktor penyebab terjadinya permasalahan.

3.2 Tahapan Pengumpulan Data


Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data – data terkait Rubber Tyred Gantry (RTG)
yang telah dicatat sebelumnya oleh PT. BIMA dengan penempatan di Terminal Berlian pada saat
proses Maintenance berlangsung. Data yang digunakan adalah data mulai dari bulan Januari
2020 hingga November 2020 yang meliputi :
1. Data Subsistem Komponen
2. Data Downtime
3. Data Kerusakan Komponen
3.3 Tahap Pengolahan Data
Berdasarkan data –data yang telah didapatkan selanjutnya akan di analisis untuk dapat
menentukan pemeliharaan yang tepat dengan menggunakan metode Reability Centered
Maintennace. Tahap berikutnya akan menjelaskan tentang proses analisis pada RCM.
3.4 Evaluasi dan Perbandingan Kegiatan Perawatan
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi dan perbandingan kegiatan perawatan yang di
lakukan oleh PT BIMA di Terminal Berlian. Tujuan dari tahapan ini adalah mendapatkan
evaluasi – evaluasi atau kesalah tindakan perawatan yang ada di PT BIMA di Terminal
Berlian ,dimana evaluasi tindakan perawatan akan dibandingkan dengan perawatan yang terdapat
pada metode Reability Centered Maintennace.

3.5 Analisis Penyebab Downtime dengan Fault Tree Analisis


Untuk dapat mengetahui penyebab dari terjadinya unplanned shutdown pada Spreader,
dilakukan analisis dengan menggunakan fault tree. Sehingga dapat diketahui penyebab utama
dari modus – modus kegagalan yang sering terjadi.

3.6 RCM Information Worksheet


RCM information Worksheet digunakan untuk mengidentifikas penyebab dan efek
dari kegagalan yang terjadi pada komponen didalam subsistem RTG, dimana tabel tersebut
berisi function, functional failure, failure mode, dan failure effect

3.7 NASA RCM Logic Tree


Tahap NASA Reability Centered Maintenance Logic Tree merupakan metode
analisa dengan melakukan tahapan clustering atau pembagian terhadap komponen –
komponen mesin yang dianalisa guna mengetahui tindakan perbaikan yang tepat pada
setiap komponen mesin tersebut dan dijadikan pertimbangan dalam tindakan perawatan
yang akan dilakukan.

3.8 Perancangan Kegiatan Perawatan


Pada tahap ini akan dilakukan penentuan metode perawatan yang tepat pada
komponen – komponen mesin yang telah dianalisa sebelumnya dimana komponen
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan operasional. Kemudian akan
dilanjutkan dengan melakukan indentifikasi kegiatan perawatan/pemeliharaan yang
dominan dalam mesin tersebut sesuai dengan apa yang didapat dalam tahapan
sebelumnya. Sehingga pada tahapan ini didapatkan rancangan kegiatan pemeliharaan
untuk perusahaan.

4.9 Penarikan Kesimpulan dan Saran


Pada tahap ini merupakan tahapan terakhir pada penelitian Tugas Akhir. Pada tahapan ini
hasil yang di ingin di capai akan di uraikan setelah melalui proses analisis dan dijadikan sebagai
kesimpulan selanjutnya akan di berikan rekomendasi berupa daftar kegiatan perbaikan yang
harus dilakukan untuk perawatan komponen pada RTG.

Anda mungkin juga menyukai