Anda di halaman 1dari 38

BENTUK KASKO AKATSUKI DAN ROUND BOTTOM

PENGARUHNYA TERHADAP GAYA REDAM (DAMPING


FORCE) PADA SAAT GERAKAN HEAVING KAPAL

ANDRI WIJAYA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bentuk Kasko Akatsuki
dan Round Bottom Pengaruhnya Terhadap Gaya Redam (Damping Force) pada
Saat Gerakan Heaving Kapal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2017

Andri Wijaya
NIM C44130086
ABSTRAK
ANDRI WIJAYA. Bentuk Kasko Akatsuki dan Round Bottom Pengaruhnya
terhadap Gaya Redam (Damping Force) pada Saat Gerakan Heaving Kapal.
Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan YOPI NOVITA.

Kapal penangkap ikan haruslah memiliki unjuk kerja (seakeeping) yang


baik demi kenyamanan aktivitas di atas kapal. Round bottom dan akatsuki adalah
dua bentuk kasko yang umum digunakan kapal penangkap ikan di Indonesia.
Gerakan heaving adalah salah satu gerakan yang mempengaruhi kenyamanan
aktivitas di atas kapal. Kualitas gerakan heaving salah satunya dipengaruhi oleh
damping force. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan nilai damping force
(gaya redam) dari bentuk kasko akatsuki dan round bottom; (2) Membandingkan
perbedaan kemampuan gaya redam (damping force) kapal pada saat gerakan
heaving kapal dari bentuk kasko Akatsuki dan Round bottom. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode simulasi numerik dengan perlakuan pada bentuk
kasko dan panjang gelombang berbeda. Hasil kajian menunjukkan bahwa kasko
kapal round bottom memiliki kemampuan damping force lebih baik dibandingkan
bentuk kasko kapal akatsuki, hal ini disebabkan karena bentuk kasko kapal round
bottom memiliki bentuk yang lebih hidrodinamis dibandingkan bentuk kasko
kapal akatsuki.

Kata kunci: gaya redam, heaving motion, kasko akatsuki, round bottom

ABSTRACT

ANDRI WIJAYA. Akatsuki and Round Bottom Hull Forms It’s Effect on
Damping Force when Ship Heaving Motion. Supervised by BUDHI HASCARYO
ISKANDAR and YOPI NOVITA.

Fishing vessels should have good seakeeping for the comfortable of onboard
activities. Round bottom and akatsuki are the common hull form of fishing vessels
in Indonesia. Heaving is one of ship motion that could influence the comfortable
of onboard activities. Heaving quality is affected by damping force. The
objectives of this research were: (1) to assess the damping force value of akatsuki
and round bottom; (2) to compare the damping force differentiation on heaving of
akatsuki and round bottom. Numerical simulation method was used in this
research by giving treatments on hull form and different wavelength. The result
showed that round bottom hull form had a better damping force than akatsuki hull
form, that has because of round bottom hull form more hydrodynamic than the
akatsuki.

Keywords: akatsuki hull forms, damping force, heaving motion, round bottom
BENTUK KASKO AKATSUKI DAN ROUND BOTTOM
PENGARUHNYA TERHADAP GAYA REDAM (DAMPING
FORCE) PADA SAAT GERAKAN HEAVING KAPAL

ANDRI WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
adalah Bentuk Kasko Akatsuki dan Round Bottom Pengaruhnya terhadap Gaya
Redam (Damping Force) pada Saat Gerakan Heaving Kapal.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi dan Dr Yopi Novita, SPi MSi sebagai
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan
saran;
2. Dr Iin Solihin, SPi MSi sebagai Komisi Pendidikan yang telah
memberikan masukan dan saran;
3. Dr Am Azbas Taurusman, SPi MSi sebagai Dosen Pembimbing Akademik
dan selaku Dosen Penguji Tamu ujian skripsi yang telah memberikan
bimbingan, masukan dan saran;
4. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan untuk semua ilmu
yang telah diberikan;
5. Ayah, ibu dan seluruh keluarga besar yang tiada hentinya memberikan
doa, motivasi, semangat, dukungan, cinta dan kasih saying, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
6. Keluarga besar PSP 50 yang telah banyak memberikan inspirasi,
semangat, motivasi, doa dan bantuannya;
7. PSP 51, PSP 52, TU PSP (Bu Vina dan Pak Zulfa), Bagian Dapur (Mang
yana, Mang Isman, dan Bi Hani), Staff Perpustakaan (Teh Yuni), serta
civitas PSP lainnya yang telah memberikan doa, semangat dan juga
dukungannya;
8. Siti Nurfauziah yang selalu memberikan semangat, doa serta
dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
9. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2017

Andri Wijaya
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat 2
Jenis dan Pengumpulan Data 3
Pengolahan Data 6
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Lines plan dan parameter hidrostatik 8
Added mass 13
Damping force 14
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data berdasarkan tujuan penelitian 3


2 Rancangan simulasi dalam penelitian 4
3 Tinggi gelombang dan periode gelombang 5

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi bentuk kasko akatsuki (a) dan round bottom (b) 3


2 Data kisaran tinggi gelombang laut 4
3 Kisaran rata-rata periode gelombang laut 5
4 Tahapan simulasi dalam penelitian 6
5 Penggambaran lines plan dengan menggunakan free!ship 7
6 Lines plan akatsuki 9
7 Lines plan round bottom 10
8 Nilai volume displacement kasko akatsuki dan round bottom 11
9 Nilai coefficient of fineness kasko akatsuki dan round bottom 11
10 Hasil perhitungan dan perbandingan nilai added mass 13
11 Perbandingan nilai damping force setiap perlakuan 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komputasi gerakan heaving 20


2 Hasil pembuatan lines plan bentuk kasko akatsuki di aplikasi
free!ship 24
3 Hasil pembuatan lines plan bentuk kasko round bottom di aplikasi
free!ship 25
4 Hasil perhitungan hidrostatik kasko akatsuki 26
5 Hasil perhitungan hidrostatik kasko round bottom 28
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Indonesia pada umumnya


menggunakan bentuk kasko yang disesuaikan dengan daerah pengoperasian dan
jenis alat tangkap yang digunakan. Berdasarkan metode pengoperasian dan bentuk
midship, kapal ikan memiliki bentuk badan kapal (kasko) yang berbeda. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rouf (2004), teridentifikasi sebanyak empat
bentuk kasko kapal ikan di Indonesia, yaitu bentuk U-bottom, round bottom,
round flat bottom, dan bentuk Akatsuki. Berdasarkan teori, kelaik lautan kapal
sangat didukung oleh bentuk kasko kapal itu sendiri.
Saat kapal berinteraksi dengan gelombang, akan mengalami beberapa
gerakan yang disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu gelombang. Faktor eksternal
yang dominan mempengaruhi unjuk kerja kapal adalah gelombang. Menurut
Bhattacharyya (1978) kapal memiliki enam derajat bebas gerak yang terjadi pada
sumbu x, y dan z secara translasi maupun rotasi. Gerakan tersebut yaitu surging,
swaying, heaving, pitching, rolling, dan yawing. Dari keenam gerakan tersebut,
gerak heaving merupakan gerakan kapal yang selalu terjadi saat terkena
gelombang dari arah manapun. Gerak heaving adalah gerak naik turunnya suatu
bangunan terapung (termasuk kapal) secara vertikal jika berada di atas perairan
yang bergelombang (Bhattacharyya 1978). Gerakan heaving terjadi akibat adanya
gelombang yang berkesinambungan dan dapat mengakibatkan tidak nyamannya
aktivitas kerja diatas kapal. Kualitas gerakan heaving salah satunya dipengaruhi
oleh damping force.
Menurut Bhattacharyya (1978) damping force merupakan sebuah gaya yang
cenderung meredam gerakan dan jika diasumsikan sebagai gerakan linier, maka
besarnya proporsional terhadap kecepatan yang terjadi. Kapal yang mampu
meredam gerakan heaving dengan baik akan memberikan kenyamanan dan
kemampuan operasional ABK pada saat pengoperasian alat tangkap. Gerakan
heaving adalah salah satu gerakan yang sangat mempengaruhi kecepatan maju
kapal. Apabila gerakan heaving terjadi dengan frekuensi dan amplitudo yang
besar, maka kecepatan maju kapal akan berkurang. Hal ini tidak saja akan
mempengaruhi kecepatan maju kapal, akan tetapi juga mempengaruhi
kenyamanan kerja di atas kapal bahkan keselamatan kapal itu sendiri. Berdasarkan
hasil kajian Novita (1999), diketahui bahwa nilai damping force berbanding
terbalik dengan nilai amplitudo heaving, semakin besar nilai damping force, maka
nilai amplitudo heaving yang dihasilkan akan semakin kecil. Oleh karena itu,
perlu bagi sebuah kapal memiliki damping force yang baik.
Kajian terkait bentuk kasko sebelumnya pernah dikaji oleh Novita dan
Iskandar (2008) tentang Hubungan antara Bentuk Kasko Model Kapal Ikan
dengan Tahanan Gerak. Kajian tersebut bertujuan untuk menentukan bentuk
kasko yang menghasilkan tahanan gerak terbesar hingga terkecil. Kajian lainnya
yang terkait adalah Studi Tentang Bentuk Kasko Kapal Ikan di Beberapa Daerah
di Indonesia (Rahman dan Novita 2006). Kajian tersebut bertujuan
2

mengidentifikasi perbedaan bentuk kasko kapal ikan berdasarkan metode


pengoperasian alat tangkap.
Round bottom dan akatsuki adalah dua bentuk kasko yang umum digunakan
sebagai bentuk kasko kapal penangkap ikan di Indonesia. Oleh karena itu kajian
ini dilakukan untuk mengetahui nilai damping force yang dihasilkan dari kedua
bentuk kasko tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Mendapatkan nilai damping force (gaya redam) dari bentuk kasko akatsuki dan
round bottom.
2. Membandingkan perbedaan kemampuan damping force kapal pada saat
gerakan heaving kapal dari bentuk kasko akatsuki dan round bottom.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Pengkayaan IPTEKS di bidang dinamika kapal;
2. Sebagai informasi bagi pihak terkait yang membutuhkan;
3. Sebagai dasar bagi penelitian lanjutan di bidang terkait.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode simulasi numerik.


Simulasi numerik adalah perhitungan yang dijalankan pada komputer mengikuti
program yang menerapkan sebuah model matematis untuk sistem fisik. Simulasi
dengan menggunakan formula matematika dalam penelitian ini dilakukan dengan
terlebih dahulu menentukan dimensi utama kapal yang akan disimulasikan dan
selanjutnya menentukan parameter gelombang untuk dijadikan perlakuan simulasi.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2017 di


Laboratorium Desain dan Dinamika Kapal, Bagian Kapal dan Transportasi
Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat yang digunakan adalah satu unit PC (Personal Computer) dengan


menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft office dan Free!ship.
3

Jenis dan Pengumpulan Data

Jenis data dan metode pengumpulan data yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data berdasarkan tujuan penelitian

Pengumpulan
No Tujuan Jenis data
data

Mendapatkan nilai Studi literatur,


Dimensi utama kapal,
damping force (gaya pengukuran
nilai coefficient of
1 redam) dari bentuk kasko lines plan dan
fineness, displacement
akatsuki dan round perhitungan
volume ()
bottom matematika

Membandingkan
perbedaan kemampuan
damping force pada saat
gerakan heaving kapal
2 Nilai damping force (bż) Simulasi numerik
dari bentuk kasko
akatsuki dan round
bottom

Penelitian diawali dengan menentukan dimensi utama kapal yang akan


dikaji. Dimensi utama kapal yang digunakan adalah mengacu pada hasil kajian
Iskandar dan Pujiati (1995). Dimensi utama yang dijadikan sebagai dasar
perancangan disain kapal adalah dimensi kapal yang umum dimiliki oleh kapal-
kapal berbentuk akatsuki dan round bottom (Gambar 1). Sehingga dimensi utama
kapal yang digunakan dalam perancangan disain kapal adalah LOA x B x D =
20,40 x 4,31 x 2,90 m.

(a) Akatsuki (b) Round bottom


Gambar 1 Ilustrasi bentuk kasko akatsuki (a) dan round bottom (b)
Mengacu pada dimensi utama yang telah ditetapkan, selanjutnya dengan
menggunakan software free!ship dibuatlah gambar lines plan kapal dengan bentuk
bagian midship kapal berbentuk round bottom dan akatsuki.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan dua perlakuan, yaitu:
1. Perbedaan bentuk kasko
4

 Akatsuki (A)
 Round bottom (RB)
2. Perbedaan panjang gelombang
 Lw1 = 39,01 m
 Lw2 = 126,40 m
 Lw3 = 188,82 m
Rancangan simulasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rancangan simulasi dalam penelitian


Bentuk Panjang gelombang (Lw) (j)
kasko (i) Lw1 Lw2 Lw3
A X11 X12 X13
RB X21 X22 X23
Keterangan:
X = Nilai added mass / damping force
RB = Bentuk kasko round bottom
A = Bentuk kasko akatsuki

Sumber: bmkg.go.id, Februari 2017


Gambar 2 Data kisaran tinggi gelombang laut
Perlakuan panjang gelombang yang digunakan dalam simulasi mengacu
pada data tinggi gelombang maksimum yang terdapat pada data Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Berdasarkan laman resmi
website BMKG tersedia data tinggi gelombang dan periode gelombang. Data
5

Sumber: bmkg.go.id, Februari 2017


Gambar 3 Kisaran rata-rata periode gelombang laut
tinggi gelombang yang tersedia di BMKG dapat dilihat pada Gambar 2 dan data
periode gelombang disajikan pada Gambar 3.
Pada peta BMKG, berdasarkan tinggi gelombang rata-rata, terlihat bahwa
umumnya perairan Indonesia didominasi oleh tiga kategori perairan, yaitu slight
sea, moderate sea, dan rough sea. Selanjutnya dari tiap kategori perairan, diambil
tinggi gelombang maksimum yang terjadi serta periode gelombangnya. Persamaan
panjang gelombang sebagaimana persamaan 1 (Bhattacharyya, 1978), digunakan
untuk menghitung panjang gelombang yang dihasilkan. Secara rinci, tinggi
gelombang maksimum serta periode gelombang yang dihasilkan pada setiap
kategori perairan disajikan pada Tabel 3.
𝑔𝑇𝑤 2
Panjang gelombang (𝐿𝑤 ) = 2𝜋
.............................................................. (1)
dengan:
g = gravitasi
Tw = periode gelombang

Tabel 3 Tinggi gelombang dan periode gelombang


Kategori H (m) Tw (s) Lw (m)
perairan
Slight sea 1,25 5 39,01
Moderate sea 2,5 9 126,40
Rough sea 4 11 188,82
6

Untuk selanjutnya, nilai panjang gelombang Lw sebagaimana tercantum


dalam Tabel 3 digunakan sebagai perlakuan gelombang. Secara ringkas, tahapan
penelitian disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan simulasi dalam penelitian

Pengolahan Data

Pembuatan gambar lines plan kapal dilakukan dengan menggunakan


aplikasi free!ship (Gambar 5). Menurut Engeland (2006) aplikasi ini merupakan
program pemodelan yang secara khusus ditujukan untuk desain kapal.
7

Gambar 5 Penggambaran lines plan dengan menggunakan free!ship


Setelah diperoleh gambar lines plan kapal, diukur beberapa data yang
tercantum di dalam gambar lines plan seperti: block coefficient, weight
displacement dan sectional area. Data hasil pengukuran tersebut selanjutnya
diolah dengan menggunakan beberapa formula arsitek perkapalan (Bhattacharyya,
1978) sebagai berikut:
2𝜋𝑔
Frekuensi gelombang (𝜔𝑤 ) = √ 𝐿 ............................................................ (2)
𝑤
Lw adalah panjang gelombang dan g adalah gravitasi.
2𝜋
Wave number (𝑘) = 𝐿 ................................................................................ (3)
𝑤
𝜔𝑤 2
Frekuensi encountering (𝜔𝑒 ) = 𝜔𝑤 × ......................................... (4)
𝑔 𝑣𝑠 cos 𝜇
𝑣𝑠 adalah kecepatan kapal dan 𝜇 adalah sudut encounter.
𝜋𝐻
Max wave slope (𝛼𝑚 ) = 𝐿 ......................................................................... (5)
𝑤
1
Added mass (𝑎) = 3 × 𝑠 × 𝑆𝑈𝑀1 ............................................................. (6)
s adalah jarak antar ordinat.
𝑆𝑈𝑀1 = Σ(𝑎𝑛 × 𝑠𝑛 ) ..................................................................................... (7)
𝜌𝜋
sn adalah simpson’s multiplier, 𝑎𝑛 = 𝐶 × 8 × 𝐵𝑛 2 .............................................. (8)
C adalah koefisien added mass dan 𝜌 adalah massa jenis air laut (1,025 ton/m3)
serta nilai 𝜋 adalah 3,14.

Massa kapal = 𝑔 ........................................................................................... (9)
1
Damping force (𝑏) = 3 × 𝑠 × 𝑆𝑈𝑀2 ...................................................... (10)
𝑆𝑈𝑀2 = Σ(𝑏𝑛 × 𝑠𝑛 ) ................................................................................... (11)
(𝜌×𝑔2 ×Ã2 )
bn= ............................................................................................. (12)
𝜔𝑒 2
𝑣
Damping factor (k)= ............................................................................ (13)
𝜔𝑧
à adalah rasio amplitude untuk bentuk dua dimensi dan g adalah percepatan
gravitasi bumi (9,8 m/detik2).
8

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah numerical


comparative. Numerical comparative adalah analisis membandingkan data dengan
data berdasarkan hasil perhitungan matematik. Analisis perbandingan dilakukan
terhadap nilai damping force yang dihasilkan dari hasil simulasi antara bentuk
kasko akatsuki dan round bottom.
Data yang dibandingkan yaitu data nilai damping force dari bentuk kasko
kapal akatsuki dan round bottom pada panjang gelombang 39,01; 126,40 dan
188,82 m. Nilai damping force sendiri didapatkan berdasarkan persamaan (10).
Selanjutnya nilai tersebut dibandingkan dengan melihat perbedaan selisih nilai
damping force pada setiap panjang gelombang. Selanjutnya data tersebut
disimpulkan berdasarkan teori Bhattacharyya (1978).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lines plan dan parameter hidrostatik

Lines plan kapal kasko akatsuki dan round bottom memiliki dimensi utama
kapal yang sama, yaitu panjang kapal 20,40 m, lebar 4,31 m, dan tinggi 2,90 m.
Fyson (1985) menyatakan bahwa dimensi utama kapal (L, B dan D) dalam
membangun kapal sangat mempengaruhi kemampuan dari suatu kapal. Hal ini
juga dikemukakan oleh Ayodhyoa (1972), dimensi utama suatu kapal akan
menentukan ability kapal tersebut selama beroperasi.
Menurut Susanto (2010) lines plan adalah gambar rencana garis untuk kapal
yang akan dibuat, lines plan digunakan sebagai pendoman dalam pembuatan kapal,
terutama untuk kelengkungan pada bagian kapal. Pembuatan kapal haruslah
dilakukan perencanaan desain kapal terlebih dahulu. Seperti yang kita ketahui
perancangan kapal-kapal modern, ada beberapa acuan standar dalam perancangan
bentuk kasko, salah satunya adalah dengan metode Scheltema (Scheltema 1969).
Metode ini digunakan untuk menggambarkan karakter profil plan, half breadth
plan dan body plan seperti yang telah disajikan pada Gambar 6 dan 7.
Lines plan kapal kasko akatsuki dan round bottom disajikan dengan skala
1:100 pada Gambar 6 dan 7. Gambar lines plan terdiri dari profil plan,
half breadth plan dan body plan. Profil plan merupakan gambar tampak samping
kapal (panel atas), half breadth plan merupakan gambar tampak atas kapal (panel
bawah), sedangkan untuk body plan merupakan gambar tampak dari haluan dan
buritan (panel tengah). Berdasarkan Gambar 6 kasko akatsuki berbentuk hampir
menyerupai huruf “U”, akan tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut
dengan rata pada bagian bawahnya. Kasko round bottom (Gambar 7) memiliki
bentuk bulat hampir setengah lingkaran. Gambar saat pembuatan lines plan dapat
dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Lines plan kapal kasko akatsuki dan round bottom memiliki persamaan pada
bagian buritan, midship dan haluan. Pada bagian haluan kedua kasko kapal
tersebut memiliki bentuk “V”.
LOA : 20.40 m
B : 4.31 m
D : 2.90 m
d : 0.6 m
Skala : 1:100
Gambar 6 Lines plan akatsuki

9
10

LOA : 20.40 m
B : 4.31 m
D : 2.90 m
d : 0.6 m
Skala : 1:100
Gambar 7 Lines plan round bottom
11

Menurut Iskandar (1990) bentuk “V” pada bagian haluan kapal berfungsi agar
kapal dapat membelah air dengan baik. Hal ini ditambahkan juga oleh Kirana
(2000) bahwa bentuk “V” pada bagian haluan kapal memungkinkan kapal untuk
membelah massa air di depan kapal sehingga kapal dapat melaju dengan
kecapatan tinggi. Dapat dilihat juga kasko kapal round bottom memiliki bentuk
yang lebih hidrodinamis dibandingkan kasko kapal akatsuki. Masing-masing
kasko kapal tersebut memiliki nilai volume displacement (∇) yang disajikan pada
Gambar 8.
20

16 14.01
12.08
12
m3

0
Akatsuki Round
Round bottom
bottom
Kasko kapal

Gambar 8 Nilai volume displacement kasko akatsuki dan round bottom


Berdasarkan Gambar 8 nilai volume displacement (∇) pada bentuk kasko
akatsuki adalah 14,01 m3 sedangakan pada bentuk kasko round bottom memilki
nilai 12,08 m3. Selisih nilai volume displacement (∇) kedua bentuk kasko kapal
tersebut adalah 1,93 m3. Hal ini menunjukan bahwa kasko kapal akatsuki
memiliki persentase volume displacement (∇) 13,78% lebih besar daripada kasko
kapal round bottom.
0.8 0.74
0.7 0.69 0.67
0.7
0.6 0.53 0.52
0.5
0.4 0.37
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Cb Cp Cx Cw
Akatsuki Round bottom

Gambar 9 Nilai coefficient of fineness kasko akatsuki dan round bottom


12

Perbedaan untuk melihat tingkat kegemukan antara kedua bentuk kasko


tersebut dapat dilihat dari koefisien bentuk (coefficient of fineness) yang dimiliki
kapal itu sendiri. Tingkat kegemukan kapal dapat dilihat dari besarnya nilai block
coefficient (Cb), prismatic coefficient (Cp), midship coefficient ( 𝐶⨂ ) dan
waterplane coefficient (Cw) yang disajikan pada Gambar 9.
Berdasarkan Gambar 9 terlihat perbedaan nilai block coefficient (Cb),
prismatic coefficient (Cp), midship coefficient (𝐶⨂ ) dan waterplane coefficient
(Cw) yang tidak jauh berbeda. Nilai block coefficient (Cb) pada bentuk kasko
akatsuki adalah 0,4 sedangkan pada bentuk kasko round bottom 0,37. Selisih nilai
block coefficient (Cb) kedua bentuk kasko tersebut adalah 0,03. Hal ini
menunjukan bahwa kasko akatsuki sedikit lebih gemuk daripada kaskoo round
bottom.
Selain nilai Cb, nilai prismatic coefficient (Cp) juga dapat digunakan untuk
melihat tingkat kegemukan kapal. Berdasarkan Gambar 9 terlihat juga tidak ada
perbedaan nilai prismatic coefficient (Cp) yang siginifikan pada kedua kasko kapal.
Nilai prismatic coefficient (Cp) pada bentuk kasko akatsuki adalah 0,53 sedangkan
pada bentuk kasko round bottom 0,52. Selisih nilai prismatic coefficient (Cp)
kedua bentuk kasko tersebut adalah 0,01. Hal ini menunjukan bahwa
perbandingan volume displacement (∇) dengan perkalian luas penampang kapal
dan panjang kapal ( 𝐴⨂ L) atau tingkat kegemukan pada bagian haluan kapal
masing-masing bentuk kasko tidak ada perbedaan yang signifikan.
Selain nilai Cb dan Cp, nilai midship coefficient (𝐶⨂ ) juga digunakan
untuk melihat tingkat kegemukan kapal. Berdasarkan Gambar 9 terlihat tidak ada
perbedaan nilai midship coefficient (𝐶⨂ ) yang signifikan pada masing-masing
bentuk kasko kapal. Nilai midship coefficient (𝐶⨂ ) pada kasko akatsuki adalah
0,74 sedangkan pada kasko round bottom memiliki nilai 0,7. Selisih nilai midship
coefficient ( 𝐶⨂ ) atara kedua bentuk kasko tersebut adalah 0,04. Hal ini
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari tingkat kegemukan
bagian midship atau perbandingan luas penampang kapal (𝐴⨂ ) dengan perkalian
lebar dan dalam (BxD) kapal antara kedua bentuk kasko tersebut.
Koefisien yang lain untuk melihat tingkat kegemukan suatu kapal adalah
nilai waterplane coefficient (Cw). Berdasarkan Gambar 9 terlihat juga tidak ada
perbedaan nilai waterplane coefficient (Cw) yang signifikan. Nilai waterplane
coefficient (Cw) untuk kasko kapal akatsuki adalah 0,69 sedangkan untuk kasko
kapal round bottom 0,67. Selisih nilai waterplane coefficient (Cw) kedua bentuk
kasko tersebut tidak begitu besar hanya 0,02. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dari besarnya perbandingan luas penampang membujur
kapal (Aw) dengan perkalian panjang dan lebar (LxB) kapal antar bentuk kasko
kapal.
Secara keseluruhan nilai ∇ , Cb, Cp, 𝐶⨂ dan Cw terlihat tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Terlihat juga nilai ∇, Cb, Cp, C⨂ dan Cw pada kasko
kapal akatsuki selalu memilki nilai yang sedikit lebih besar dibandingkan kasko
kapal round bottom. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar dan Lampiran
4. Hal ini dikarenaka desain kapal yang dibuat memiliki dimensi utama yang sama
sehingga perbandingan nilai-nilai tersebut antara kedua bentuk kasko tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Menurut Hearn (1993) ton displacement,
dimensi utama, Cb, dan Cw merupakan parameter utama, yang merupakan faktor
13

internal, yang mempengaruhi gerakan kapal di laut, terutama pada gerakan


heaving kapal.
Added mass

Menurut Bhattacharyya (1978) added mass merupakan total gaya


hidrodinamik per unit akselerasi, yang bekerja pada kapal atau bagiannya yang
besarnya proporsional dengan akselerasi yang terjadi. Secara sederhana added
mass dapat dicontohkan kepada sebuah benda padat yang dicelupkan ke dalam air
kemudian diangkat ke udara dan massa air yang masih menempel pada benda
tersebutlah yang disebut added mass. Hasil dari pengolahan data untuk
medapatkan nilai added mass dilakukan dengan simulasi numerik menggunakan
aplikasi Microsoft excel. Adapun hasil perhitungan added mass disajikan pada
Gambar 10.
45
39.08 39.08 39.08
40
35 31.16 31.16 31.16
30
ton.s2/m

25
20
15
10
5
0
Lw1 Lw2 Lw3
Perlakuan panjang gelombang

Akatsuki Round bottom

Gambar 10 Hasil perhitungan dan perbandingan nilai added mass


Berdasarkan Gambar 10 hasil perhitungan nilai added mass (Lampiran 1)
bentuk kasko akatsuki maupun round bottom dengan perlakuan panjang
gelombang (Lw) terlihat tidak ada perbedaan nilai added mass. Berdasarkan grafik
nilai added mass pada bentuk kasko akatsuki adalah 31,16 ton.s2/m dan pada
bentuk kasko round bottom 39,08 ton.s2/m. Jika dibandingkan nilai added mass
pada bentuk kasko round bottom lebih besar dari pada bentuk kasko Akatsuki. Hal
ini disebabkan karena perbedaan kegemukan pada badan kapal. Dapat dilihat dari
nilai coefficient of fineness (Gambar 9) kapal, dimana nilai coefficient of fineness
kasko kapal akatsuki lebih besar dibandingkan kasko kapal round bottom. Bentuk
dan dimensi utama kapal akan mempengaruhi besar kecilnya nilai added mass
(Bhattacharyya, 1978). Hal tersebut yang menyebabkan perlakuan panjang
gelombang terhadap bentuk kasko akatsuki dan round bottom tidak memiliki
perbedaan.
Nilai added mass berdasarkan teori dipengaruhi oleh koefisien added mass
per section (an) pada kapal. Nilai an tersebut sangat dipengaruhi oleh lebar kapal
per section (Bn) itu sendiri. Nilai an dan Bn saling berbanding lurus. Jika nilai Bn
semakin besar maka nilai an juga akan semakin besar. Koefisien added mass
merupakan kostanta yang dipengaruhi oleh frekuensi encounter, perbandingan
14

lebar kapal per section (Bn) dengan tinggi kapal (D) dan koefisien luas per section.
Nilai frekuensi encounter (𝜔𝑒 ) yang digunakan yaitu 2,58 Hz untuk Lw1, 1,11 Hz
untuk Lw2 dan 0,84 Hz Lw3.
Frekuensi pertemuan atara kapal dan gelombang disebut dengan frekuensi
papasan (encounter frequency/ frekuensi encounter). Frekuensi encounter adalah
salah satu acuan untuk mengetahui unjuk kerja (seakeeping) kapal. Frekuensi
encounter pada ketiga panjang gelombang semakin bertambah kecil seiring
dengan pertambahan panjang gelombang. sehingga dapat dikatakan frekuensi
glombang berbanding lurus dengan frekuensi encounter. Jika frekuensi encounter
yang terjadi mendekati frekuensi alami heaving kapal (ωe/ ωz ≈1), maka dapat
dikatakan kapal berada dalam kondisi yang berbahaya (crisis areal) (Djadmiko
dan Murdiyanto 1993). Hal ini dikarenakan resonasi antara amplitudo heaving dan
gelombang yang terjadi sangat besar serta mengakibatkan kapal terlontar jauh di
atas permukaan gelombang. Nilai amplitudo heaving sendiri dipengaruhi oleh
tunning factor. Semakin besar tunning factor maka amplitudo heaving yang
terjadi akan semakin kecil. Semakin kecil amplitudo heaving maka kenyamanan
aktivitas kerja di atas kapal akan semakin nyaman.
Perbandingan nilai added mass bentuk kasko akatsuki dan round bottom
telah disajikan pada Gambar 10. Nilai added mass pada bentuk kasko round
bottom lebih besar dibandingkan bentuk kasko akatsuki selain dikarenakan oleh
kegemukan badan kapal juga disebabkan oleh lebar kapal per section (Bn) itu
sendiri. Berdasarkan Gambar 6 dan 7 terlihat pada bagian half breadth plan
bentuk kasko round bottom memiliki lebar per section yang dominan
dibandingkan dengan bentuk kasko akatsuki. Hal ini yang menyebabkan nilai
added mass bentuk kasko round bottom lebih besar dibandingkan dengan bentuk
kasko Akatsuki.
Bentuk badan kapal kasko akatsuki jika dilihat dari coefficient of fineness
(Gambar 9) selalu memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kasko
kapal round bottom. Lain halnya dengan nilai added mass (Gambar 10) bentuk
kasko kapal akatsuki selalu memiliki nilai lebih kecil dibandingkan kasko kapal
round bottom. Meskipun kasko round bottom memiliki nilai coefficient of fineness
yang lebih kecil dibandingkan dengan kasko kapal akatsuki tetapi kasko kapal
round bottom memiliki bentuk yang lebih hidrodinamis dibandingkan dengan
kasko kapal round bottom. Bentuk kasko kapal round bottom yang lebih
hidrodinamis mengakibatkan nilai added mass lebih besar dibandingkan dengan
kasko kapal akatsuki. Hal ini dikarenakan massa yang menempel pada kakso
kapal akatsuki lebih cepat menghilang dibandingkan pada kasko kapal round
bottom.

Damping force

Damping force merupakan sebuah gaya yang cenderung meredam gerakan


dan jika diasumsikan sebagai gerakan linier, maka besarnya proporsional terhadap
kecepatan yang terjadi (Bhattacharyya 1978). Hasil nilai damping force
didapatkan dari hasil perhitungan lanjutan nilai added mass. Adapun hasil nilai
damping force pada perlakuan panjang gelombang (Lw) disajikan pada Gambar 11.
15

Nilai panjang gelombang Lw1, Lw2, dan Lw3 yang digunakan adalah 39,01; 126,40
dan 188,82 m.
Pada Gambar 11 terlihat bahwa perbedaan panjang gelombang
menghasilkan nilai damping force yang berbeda, baik pada kasko kapal akatsuki
maupun round bottom. Nilai damping force bentuk kasko Akatsuki yang
didapatkan pada Lw1, Lw2 dan Lw3 adalah 4,38, 3,67, dan 1,36 ton.s/m. Adapun
hasil yang didapatkan untuk bentuk kasko round bottom pada Lw1, Lw2 dan Lw3
adalah 2,5, 6,97 dan 8,01 ton.s/m.

10
8.01
8 6.97
ton.s/m

6
4.38
3.67
4
2.5
2 1.36

0
Lw1 Lw2 Lw3
Perlakuan panjang gelombang

Akatsuki Round bottom

Gambar 11 Perbandingan nilai damping force setiap perlakuan


Menurut Bhattacharyya (1978) damping force bergantung pada faktor tipe
dari gerak osilasi, frekuensi encountering dan bentuk kapal. Koefisien damping
adalah perbandingan antara gaya damping atau momen amplitudo terhadap
kecepatan amplitudo sebagai fungsi dari frekuensi. Nilai koefisien damping
tersebut yang menentukan besar kecilnya nilai damping force kapal itu sendiri.
Lebih lanjut Eka et al (2003) menyatakan bahwa damping force adalah gaya
redam kapal atau dengan kata lain gaya yang dimiliki oleh kapal untuk meredam
faktor eksternal yang bekerja pada kapal.
Damping force selalu bergerak berlawanan arah dari gerakan kapal dan
meyebabkan redaman yang berangsur-angsur pada amplitudo gerakan. Damping
force selalu berlawanan arah dengan gerakan kapal, sehingga menghasilkan
pengurangan yang signifikan terhadap amplitudo gerakan Zakki et al (2012).
Gaya redam yang selalu berlawanan arah dengan gerakan kapal yang dipengaruhi
oleh gaya apung mengakibatkan kedua gaya tersebut memiliki nilai maksimum
pada keadaan gelombang tertentu. Gaya redam yang terjadi saat di puncak
gelombang memiliki nilai minimum dan gaya apung memilki nilai maksimum.
Sedangkan pada saat di lembah gelombang kapal memiliki gaya redam yang
maksimum dan gaya apung yang minimum. Amplitudo heaving minimum kapal
pada keadaan tersebut terjadi pada saat kapal menuju lembah gelombang dan
amplitudo heaving maksimum kapal terjadi saat kapal menuju puncak gelombang.
Hal tersebut sesuai teori dengan yang dikemukakan oleh Lloyd (1989), bahwa
kapal bergerak mengikuti orbit melingkar dari partikel air di permukaan.
16

Berdasarkan Gambar 11 walaupun perbedaan panjang gelombang


memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai damping force, akan tetapi
respon kapal yang dihasilkan berbeda. Nilai damping force pada kapal akatsuki,
terlihat bahwa nilai damping force semakin kecil saat kapal berhadapan dengan
panjang gelombang yang semakin besar. Lain halnya dengan kapal round bottom,
nilai damping force semakin besar saat kapal berhadapan dengan panjang
gelombang yang semakin besar. Hal ini disebabkan oleh bentuk dimensi utama
dan nilai koefisien damping kapal itu sendiri. Respon kasko kapal round bottom
yang memiliki nilai damping force lebih besar dibandingkan dengan kasko kapal
akatsuki pada saat berhadapan dengan gelombang yang semakin panjang,
diakibatkan oleh bentuk kasko kapal round bottom yang hidrodinamis.
Perlakuan pada panjang gelombang pertama (Lw1) berdasarkan Gambar 11
terlihat nilai damping force kasko akatsuki lebih besar dibandingkan kasko round
bottom. Hal ini disebabkan karena frekuensi encounter pada Lw1 lebih besar
dibandingkan pada Lw2 dan Lw3. Faktor eksternal yang lebih mempengaruhi nilai
damping force pada panjang gelombang pertama (Lw1). Berbeda halnya dengan
perlakuan panjang gelombang kedua dan ketiga (Lw2 dan Lw3). Berdasarkan
Gambar 11 terlihat nilai damping force kasko akatsuki lebih kecil dibandingkan
kasko round bottom. Hal ini disebabkan karena faktor internal kapal lebih
mempengaruhi dinamika kapal yang terjadi. Faktor internal yang dimaksud adalah
bentuk kapal itu sendiri. Bentuk kasko kapal round bottom yang lebih
hidrodinamis dibandingkan kasko akatsuki menyebabkan nilai damping force
kasko round bottom lebih besar dibandingkan kasko akatsuki. Bentuk kasko
akatsuki yang tidak hidrodinamis mengakibatkan terjadinya turbulensi. Turbulensi
inilah yang akan menghambat pergerakan kapal sehingga kasko kapal round
bottom lebih memiliki kemampuan gaya redam (damping force) yang lebih baik.
Frekuensi encounter pada ketiga panjang gelombang yang semakin bertambah
kecil seiring dengan pertambahan panjang gelombang mengakibatkan faktor
internal berpengaruh lebih besar dibandingkan faktor eksternal pada perlakuan
Lw2 dan Lw3. Hasil kajian ini sesuai dengan teori Bhattacharyya (1978) bahwa
damping force dipengaruhi oleh frekuensi encounter dan bentuk kapal.
Antara added mass dengan damping force tidak berhubungan secara
langsung. Akan tetapi rasio antara damping force dengan virtual mass akan
menentukan nilai damping factor sebagaimana ditunjukan pada persamaan (13).
Virtual mass itu sendiri adalah massa kapal setelah mendapat tambahan added
mass. Semakin besar damping force yang dihasilkan oleh kapal maka nilai
damping factor akan semakin besar. Selanjutnya, semakin besar nilai damping
factor akan mengakibatkan amplitudo heaving semakin kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa kapal memiliki kemampuan redam yang lebih baik dalam
menghadapi gelombang.
17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Nilai gaya redam (damping force) kasko kapal akatsuki pada panjang
gelombang 39,01; 126,40 dan 188,82 m adalah 4,38; 3,67 dan 1,36
ton.det/m. Nilai damping force kasko kapal round bottom pada panjang
gelombang 39,01; 126,40 dan 188,82 m adalah 2,5; 6,97 dan 8,01 ton.s/m.
2. Bentuk kasko kapal round bottom memiliki kemampuan damping force
lebih baik dibandingkan bentuk kasko kapal akatsuki.

Saran

1. Penggunaan bentuk kasko pada panjang gelombang yang semakin panjang


lebih baik menggunakan bentuk kasko round bottom.
2. Penggunaan bentuk kasko pada panjang gelombang yang relatif pendek
lebih baik menggunakan bentuk kasko akatsuki.
18

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1972. Suatu Pengenalan Fishing Gear. Bogor: Fakultas Perikanan,


Institut Pertanian Bogor.
Bhattacharyya R. 1978. Dynamic of Marine Vehicles. New York: John Wiley and
Son,Inc.
Djatmiko EB, Murdijanto. 1993. Seakeeping: Perilaku Bangunan Apung di Atas
Gelombang. Fakultas Teknologi Kelautan ITS. Surabaya.
Eka P, Djatmiko EB, Murtedjo M. 2003. Pengaruh Gerakan Lambung Akibat
Gelombang Terhadap Muatan dalam Tangki MT.NIRIA [Skripsi]. Surabaya:
Fakultas Teknologi Kelautan ITS.
Engeland MV. 2006. Free!Ship Manual. http://sourceforge.net.projects/free!ship.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England: Fishing New Book Ltd.
England.
Hearn GE. 1993. Nonlinear wave induced second-order motions of floating and
compliant structures. University of Newcastle upon tyne.
Iskandar BH. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di
Indramayu [Skripsi]. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Iskandar BH, S Pujiati. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa
Wilayah Indonesia (laporan penelitian). Bogor: Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan FPIK IPB.
Kirana, D. I. 2000. Studi Tentang Desain Kapal Purse Seine di Eretan Wetan,
Indramayu [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan
Tangkap. Hal 22-24.
Lloyd ARJM. 1989. Seakeeping: Ship Behaviour in rough weather. Ellis
Horwood. New York.
Novita Y. 1999. Studi Simulasi Gerakan Vertikal Kapal Purse Seine Terhadap
Gelombang Regular Following seas [Thesis]. Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Novita Y, Iskandar BH. 2008. Hubungan antara bentuk kasko model kapal ikan
dengan tahanan gerak. Buletin PSP. 17(3).
Rahman A, Novita Y. 2006. Studi tentang bentuk kasko kapal ikan di beberapa
daerah di Indonesia. Torani. 16(4): 240-249.
Rouf ARA. 2004. Bentuk Kasko Kapal dan Pengaruhnya terhadap Tahanan Kasko
Kapal Ikan [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Scheltema de heree RF. 1969. Bouyancy and stability of ships. Deputiy Director
of Naval Construction of The Royal Netherlands Navy. Netherlands.
Susanto A. 2010. Evaluasi Desain dan Stabilitas Kapal Penangkap Ikan di
Palabuhanratu (Studi Kasus Kapal PSP 01) [Thesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
19

Zakki AF, Manik P. 2012. Studi Komparasi Kinerja Hull Form Metode Scheltema
Dengan Hull Form Kapal Ikan Tradisional Tipe Daerah Batang [Skripsi].
Semarang: Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, UNDIP.
20

Lampiran 1 Komputasi gerakan heaving


Akatsuki
Data kapal Papasan

LWL : 20,4 m µ: 1800 𝜔𝑒2: 1,11 rad/s 𝜋: 3,14 𝜌: 1,025 ton/m3


BWL : 4,31 m 𝜔𝑒1: 2,58 rad/s 𝜔𝑒3: 0,84 rad/s g: 9,8 m/s
D : 2,9 m
Cb : 0,40 Data Gelombang
∆ : 14,36 ton H1: 1,25 m Lw1: 39,01 m 𝜔𝑤1 : 1,26 Hz T1: 5 s Vw1: 7,80 m/s
Vs : 8,23 m/s H2: 2,5 m Lw2: 126,40 m 𝜔𝑤2 : 0,70 Hz T2: 9 s Vw2: 14,04 m/s
s : 5,1 m H3: 4 m Lw3: 188,82m 𝜔𝑤3 : 0,57 Hz T3: 11 s Vw3: 17,17 m/s

𝑳𝒘𝟏

Ordinat Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


0 1,26 0,6 0,38 0,43 2,10 0,5 1,36 1,59 0,64 0,87 1 0,87 0,1 0,01 0,06 0,06
5 1,99 0,6 0,60 0,68 3,31 0,5 1,36 3,95 1,59 2,16 4 8,65 0,2 0,04 0,23 0,92
10 2,06 0,6 0,62 0,70 3,44 0,5 1,36 4,26 1,71 2,33 2 4,66 0,2 0,04 0,23 0,46
15 1,38 0,6 0,41 0,47 2,29 0,5 1,36 1,89 0,76 1,04 4 4,14 0,2 0,04 0,23 0,92
20 0,08 0,6 0,02 0,03 0,13 0,5 1,36 0,01 0,00 0,00 1 0,00 0,2 0,04 0,23 0,23
SUM 1 18,33 SUM 2 2,58
Added mass for heaving : 31,16 ton.s2/m
Damping Forced: : 4,38 ton.det/m
𝑳𝒘𝟐

Ordinat Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


0 1,26 0,6 0,38 0,08 2,10 0,5 1,36 1,59 0,64 0,87 1 0,87 0,04 0,002 0,12 0,12
5 1,99 0,6 0,60 0,12 3,31 0,5 1,36 3,95 1,59 2,16 4 8,65 0,06 0,0036 0,26 1,05
10 2,06 0,6 0,62 0,13 3,44 0,5 1,36 4,26 1,71 2,33 2 4,66 0,06 0,0036 0,26 0,52
15 1,38 0,6 0,41 0,09 2,29 0,5 1,36 1,89 0,76 1,04 4 4,14 0,04 0,0016 0,12 0,46
20 0,08 0,6 0,02 0,00 0,13 0,5 1,36 0,01 0,00 0,00 1 0,00 0,0 0,0001 0,01 0,01
SUM 1 18,33 SUM 2 2,16
Added mass for heaving : 31,16 ton.s2/m
Damping force : 3,67 ton.det/m

𝑳𝒘𝟑

Ordinat Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


0 1.26 0.6 0.38 0.01 2.10 0.5 1.36 1.59 0.64 0.87 1 0.87 0.01 0.000 0.19 0.19
5 1.99 0.6 0.60 0.01 3.31 0.5 1.36 3.95 1.59 2.16 4 8.65 0.03 0.0009 1.69 6.77
10 2.06 0.6 0.62 0.01 3.44 0.5 1.36 4.26 1.71 2.33 2 4.66 0.02 0.0004 0.75 1.50
15 1.38 0.6 0.41 0.01 2.29 0.5 1.36 1.89 0.76 1.04 4 4.14 0.01 0.0001 0.19 0.75
20 0.08 0.6 0.02 0.00 0.13 0.5 1.36 0.01 0.00 0.00 1 0.00 0.001 0.0000 0.00 0.00
SUM 1 18.33 SUM 2 9.21
Added mass for heaving : 31,16 ton.s2/m
Damping force : 1,36 ton.det/m

21
22

Round Bottom

Data kapal Papasan

LWL : 20,4 m µ: 1800 𝜔𝑒2: 1,11 rad/s 𝜋: 3,14 𝜌: 1,025 ton/m3


BWL : 4,31 m 𝜔𝑒1: 2,58 rad/s 𝜔𝑒3: 0,84 rad/s g: 9,8 m/s
D : 2,9 m
Cb : 0,37 Data Gelombang
∆ : 12,38 ton H1: 1,25 m Lw1: 39,01 m 𝜔𝑤1 : 1,26 Hz T1: 5 s Vw1: 7,80 m/s
Vs : 8,22 m/s H2: 2,5 m Lw2: 126,40 m 𝜔𝑤2 : 0,70 Hz T2: 9 s Vw2: 14,04 m/s
s : 5,1 m H3: 4 m Lw3: 188,82m 𝜔𝑤3 : 0,57 Hz T3: 11 s Vw3: 17,17 m/s

𝑳𝒘𝟏

Ordinat Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


0 1,28 0,6 0,38 0,433 2,13 0,5 1,36 1,63 0,65 0,89 1 0,89 0,10 0,01 0,06 0,06
5 2,03 0,6 0,61 0,687 3,38 0,5 1,36 4,10 1,65 2,24 4 8,97 0,18 0,03 0,18 0,74
10 2,29 0,6 0,69 0,776 3,81 0,5 1,36 5,23 2,11 2,86 2 5,73 0,20 0,04 0,22 0,45
15 1,84 0,6 0,55 0,624 3,06 0,5 1,36 3,38 1,36 1,85 4 7,39 0,10 0,01 0,06 0,23
20 0,11 0,6 0,03 0,038 0,19 0,5 1,36 0,01 0,01 0,01 1 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00
22,99 1,47
Added mass for heaving : 39,08 ton.s2/m
Damping forced : 2,50 ton.det/m
𝑳𝒘𝟐

Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


1,28 0,6 0,38 0,080 2,13 0,5 1,36 1,63 0,65 0,89 1 0,89 0,06 0,0036 0,26 0,26
2,03 0,6 0,61 0,126 3,38 0,5 1,36 4,10 1,65 2,24 4 8,97 0,08 0,01 0,47 1,86
2,29 0,6 0,69 0,143 3,81 0,5 1,36 5,23 2,11 2,86 2 5,73 0,08 0,01 0,47 0,93
1,84 0,6 0,55 0,115 3,06 0,5 1,36 3,38 1,36 1,85 4 7,39 0,06 0,0036 0,26 1,05
0,11 0,6 0,03 0,007 0,19 0,5 1,36 0,01 0,01 0,01 1 0,01 0,001 0,00 0,00 0,00
22,99 4,10
Added mass for heaving : 39,08 ton.s2/m
Damping force : 6,97 ton.det/m

𝑳𝒘𝟑

Ordinat Bn dn An ((we^2)/(2g))Bn Bn/dn bn C Bn^2 (rpxBn^2)/8 an sm Hasil 1 Ã Ã^2 bn Hasil2


0 1,28 0,6 0,38 0,046 2,13 0,5 1,36 1,63 0,65 0,89 1 0,89 0,04 0,0016 0,26 0,26
5 2,03 0,6 0,61 0,074 3,38 0,5 1,36 4,10 1,65 2,24 4 8,97 0,05 0,00 0,41 1,64
10 2,29 0,6 0,69 0,083 3,81 0,5 1,36 5,23 2,11 2,86 2 5,73 0,06 0,00 0,59 1,18
15 1,84 0,6 0,55 0,067 3,06 0,5 1,36 3,38 1,36 1,85 4 7,39 0,05 0,0025 0,41 1,64
20 0,11 0,6 0,03 0,004 0,19 0,5 1,36 0,01 0,01 0,01 1 0,01 0,001 0,00 0,00 0,00
22,99 4,71
Added mass for heaving : 39,08 ton.s2/m
Damping force : 8,01 ton.det/m

23
24

Lampiran 2 Hasil pembuatan lines plan bentuk kasko akatsuki di aplikasi free!ship
Lampiran 3 Hasil pembuatan lines plan bentuk kasko round bottom di aplikasi free!ship

25
26

Lampiran 4 Hasil perhitungan hidrostatik kasko akatsuki


27
28

Lampiran 5 Hasil perhitungan hidrostatik kasko round bottom


29
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 9


Juni 1994 dari pasangan ayah Muhammad Juned dan ibu
Titin Sumarni. Penulis merupakan putra kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri
38 Jakarta. Pada tahun 2013 penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian
Talenta Masuk IPB (UTMI) dan diterima di Program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Departemen
Informasi Komunikasi dan Isu Strategis Himafarain (Himpunan Mahasiswa
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) periode 2015/2016, dan anggota Informasi
dan Komunikasi Himpatindo (Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap
Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai