SITI RAHMATIKA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Dukung
dan Penurunan Pondasi Oil Storage Tank pada Proyek Pembangunan Terminal
Transit Baubau di Sulawesi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Siti Rahmatika
F44120011
ABSTRAK
SITI RAHMATIKA. Analisis Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Oil Storage
Tank pada Proyek Pembangunan Terminal Transit Baubau di Sulawesi. Dibimbing
oleh MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA dan MUHAMMAD FAUZAN.
ABSTRACT
The diesel storage tanks in Baubau Transit Terminal had capacity of 10.000
kiloliter and 15.000 kiloliter. The purpose of this study were to calculate the bearing
capacity of shallow foundation and settlement and modeling the shape of settlement
using program Plaxis version 8.2. The shear stress occured due to the weight of the
fuel and the tank base foundation with condition of basic ground level -2 m from
the tank base elevation was 1,087 kg/cm2 while with condition of basic ground level
-5 m from the tank base elevation was 1,597 kg/cm2. These results showed that the
load total was smaller than the soil bearing capacity permitted (qall) of 1,74 kg/cm2.
It meaned that the soil bearing capacity can support load total and oil storage tank
construction was safe. Calculation result using program Plaxis version 8.2 showed
that shallow foundation settlement was 0,312 mm and it was smaller than settlement
permitted (25 mm). So shallow foundation was declared safe.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
karunia dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul Analisis Daya Dukung dan
Penurunan Pondasi Oil Storage Tank pada Proyek Pembangunan Terminal Transit
Baubau di Sulawesi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada:
1. Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M.Sc dan Bapak Muhammad Fauzan, S.T.,
M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Sutoyo, S.TP., M.Si selaku dosen penguji ujian skripsi atas kritik dan
sarannya.
3. Almarhum Ayahanda Sutisna Ali, Ibunda Afriyani, Kakak Siti Fadhilah dan
Adik Muhammad Ilyas Ali atas cinta, kasih sayang dan dukungan yang
diberikan.
4. Kakak Ronaldy Firdaus Yahya, S.T. yang telah membantu selama
pengumpulan data, serta Arafah, Muhamad Al Fath Noor dan Tubagus Verry
yang telah membantu dan memberikan berbagai masukan.
5. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan staf Tata
Usaha Fakultas Teknologi Pertanian atas bantuan administrasi yang
diberikan.
6. Teman-teman satu bimbingan (Larasati Swisti Wirabumi, Mohammad Gilang
Nugraha, Muhammad Nofal dan Tubagus Verry) yang telah membantu dan
bersama-sama berjuang selama penyusunan karya ilmiah ini.
7. Sahabat yang diberkahi Allah SWT, Sekar Ayu Darmastuti, Raihana Najwa
Alwin, Alifia Octasuzan, Arafah, Dina Analya dan Agnes Fajariani.
8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan
angkatan 49 (2012) yang telah memberi warna baru selama perjalanan
kehidupan di kampus.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu selanjutnya terutama
di bidang teknik sipil.
Siti Rahmatika
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tangki Minyak 2
Pondasi 3
Daya Dukung Tanah 7
Penurunan Tanah 13
Plaxis 2D 15
METODE PENELITIAN 16
Waktu dan Lokasi 16
Alat dan Bahan 16
Tahapan Penelitian 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Pemodelan Struktur 18
Analisis Pembebanan 19
Analisis Struktur 23
Penurunan Tanah 25
SIMPULAN DAN SARAN 30
Simpulan 30
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 49
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia dalam batu gamping 8
2 Faktor F 10
3 Faktor daya dukung untuk persamaan Terzaghi 12
4 Parameter penentuan respon spektrum desain 21
5 Daya dukung tanah ijin pondasi dangkal (metode Meyerhof) 24
6 Parameter mekanik tanah berdasarkan lapisan tanah 24
7 Daya dukung tanah ijin pondasi dangkal (metode Terzaghi) 25
8 Tegangan tanah dasar -2 m dari elevasi dasar tangki diameter 48 m 26
9 Tegangan tanah dasar -5 m dari elevasi dasar tangki diameter 48 m 26
10 Nilai parameter tanah dalam pemodelan Plaxis Versi 8.2 27
11 Input data untuk pemodelan komponen pondasi plat penuh 27
DAFTAR GAMBAR
1 Pondasi memanjang 4
2 Pondasi rakit 4
3 Pondasi telapak/footplat 5
4 Pondasi sumuran 6
5 Pondasi tiang 6
6 Pondasi dangkal 7
7 Tipe keruntuhan pondasi serta grafik hubungan beban dan penurunan 9
8 Pola keruntuhan lapisan tanah akibat beban pondasi 11
9 Koefisien kapasitas daya dukung 12
10 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan 14
11 Diagram alir penelitian 17
12 Pondasi plat tangki penyimpanan 18
13 Detail gambar pondasi plat 18
14 Ring concrete tipe A 19
15 Peta respon spektra percepatan 0.2 detik (Ss) di batuan dasar (SB) 20
16 Peta respon spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB) 21
17 Respon spektrum desain gempa wilayah 3 22
18 Pemodelan pondasi dangkal setelah pendefinisian material 28
19 Generate mesh 28
20 Kondisi active pore pressure 29
21 Kondisi effective stresses 29
22 Tahapan perhitungan 30
23 Deformed mesh 30
iv
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian 34
2 Denah Pekerjaan Boring dan Sondir Di Area Tangki 35
3 Hasil Uji Tanah Di Laboratorium 36
4 Nilai Rata-rata Parameter Mekanik Tanah pada Daerah Darat 38
5 Sifat Mekanik Lapisan Tanah pada Lokasi 1 39
6 Hasil Pengamatan Tanah 40
7 Contoh Perhitungan Daya Dukung Berdasarkan Data SPT 42
8 Tata Letak Tangki 43
9 Potongan Melintang Tangki 44
10 Potongan Memanjang Tangki 45
11 Gambar Detail Pondasi Tangki 46
12 Penulangan Tipikal Ring Concrete Tipe A dan B 47
13 Ring Concrete Tipe C dan D 48
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangunan merupakan wujud fisik dari hasil suatu pekerjaan konstruksi yang
didukung oleh suatu konstruksi bawah tanah yang disebut sebagai pondasi. Pondasi
merupakan bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang
oleh pondasi dan beratnya sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak di
bawahnya (Bowles 1997). Pondasi harus diperhitungkan untuk dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban-beban bangunan (beban isi
bangunan), gaya-gaya luar yang bekerja seperti: gempa bumi, tekanan angin, dan lain-
lain tanpa harus mengalami penurunan yang melebihi batas yang diijinkan (Nusantara
2014). Penggunaan pondasi bangunan memerlukan perencanaan yang benar, agar
keruntuhan tanah yang terjadi akibat pembebanan bangunan tidak melebihi daya
dukung tanah itu sendiri. Sehingga diperlukan pemilihan pondasi yang tepat, agar
sesuai dengan beban bangunan dan jenis tanah tempat bangunan itu berdiri. Pemilihan
pondasi yang salah dapat mengakibatkan kegagalan pada bangunan. Jika suatu pondasi
dibebani, ia akan menyalurkan beban ke tanah. Akibatnya tanah di sekitar daerah
pondasi mengalami tekanan atau terjadinya tegangan tanah. Partikel-partikel tanah
akan berdeformasi dan terjadi penurunan (Shabrina 2011).
Menurut Suyono dan Nakazawa (1984), pemilihan jenis pondasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Keadaan tanah pondasi yang meliputi jenis tanah,
daya dukung tanah, kedalaman tanah keras dan lainnya. 2. Batasan-batasan akibat
konstruksi di atasnya, meliputi kondisi beban (besar beban, arah beban, penyebaran
beban) dan sifat dinamis bangunan atas (statis tertentu atau tak tentu, kekakuan dan
lainnya). 3. Batasan-batasan di sekelilingnya, meliputi kondisi lokasi proyek dan
pekerjaan pondasi tidak boleh mengganggu atau membahayakan bangunan serta
lingkungan di sekitarnya. 4. Waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan. Pada dasarnya
waktu berbanding lurus dengan biaya pelaksanaan. Semakin sedikit waktu yang
digunakan maka semakin menurun biaya proyek. Akan tetapi hal ini tidak mutlak
terjadi, karena masih ada berbagai faktor yang berperan dalam proses pembangunan
seperti mutu material yang digunakan dan jenis peralatan yang dipakai.
Setiap proyek konstruksi memiliki perencanaannya masing-masing, begitu juga
dengan suatu konstruksi pondasi pada tangki minyak. Salah satu kendala terbesar yang
dihadapi dalam perancangan konstruksi tangki minyak adalah tidak adanya
keseragaman struktur atau pedoman teknis tentang pola perencanaan dan perancangan
yang ditetapkan. Oleh karena itu, untuk menghasilkan struktur pondasi konstruksi
tangki minyak yang lebih efisien maka dilakukan analisis perencanaan pondasi pada
Proyek Pembangunan Terminal Transit Baubau PT Pertamina di Sulawesi. Informasi
mengenai analisis pondasi dangkal untuk tangki minyak dengan beban konstruksi
tangki BBM kapasitas 10.000 kilo liter dan 15.000 kilo liter serta dampaknya terhadap
kemungkinan settlement yang dapat terjadi pada pondasi belum tersedia.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, pada penelitian ini terdapat
beberapa rumusan masalah, antara lain:
2
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tangki Minyak
Menurut Sinaga (2014), jenis tangki penyimpanan berdasarkan letaknya ada dua
yaitu aboveground tank dan underground tank. Aboveground tank merupakan tangki
penyimpanan yang terletak di atas permukaan taanh. Tangki penyimpanan ini bisa
berada dalam posisi horizontal dan dalam keadaan tegak (vertical tank) dan
underground tank merupakan tangki penyimpanan yang terletak di bawah permukaan
tanah.
3
Jenis tangki berdasarkan cairan yang akan disimpan, vapor-saving efficiency dan
bentuk atapnya yaitu fixed roof tank dan floating roof. Fixed roof tank, dengan dua
jenis bentuk atap yaitu cone roof dan dome roof. Cone roof merupakan jenis tangki
penyimpanan yang mempunyai kelemahan, yaitu terdapat vapor space antara
ketinggian cairan dengan atap. Jika vapor space berada pada keadaan mudah terbakar,
maka akan terjadi ledakan. Oleh karena itu, fixed cone roof tank dilengkapi dengan
vent untuk mengatur tekanan dalam tangki sehingga mendekati atmosfer. Jenis tangki
ini biasanya digunakan untuk menyimpan kerosene, air, solar. Terdapat dua jenis tipe
cone roof berdasarkan penyangga atapnya yaitu a supported cone roof yang mana pelat
atap di dukung oleh rafter pada girder dan kolom atau oleh rangka batang dengan atau
tanpa kolom dan a self-supporting cone roof merupakan atap tanpa penyangga dimana
atap lansung di tahan oleh dinding tangki (shell plate). Dome roof, yang biasa
digunakan untuk menyimpan cairan kimia. Floating roof biasanya digunakan untuk
menyimpan minyak mentah dan premium. Keuntungannya yaitu tidak terdapat vapour
space dan mengurangi kehilangan akibat penguapan. Floating roof tank terbagi
menjadi dua, yaitu external floating roof dan internal floating roof.
Pondasi
Pondasi ialah bagian dari sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang
oleh pondasi (struktur atasnya, upper structure, bagian sistem yang direkayasa) yang
membawa beban ke pondasi (struktur bawah) melalui bidang antara interface/tanah)
serta berat sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya (Marbun
2009). Pondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu konstruksi bangunan.
Fungsi pondasi adalah meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang berada di
bawah pondasi dan tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. Apabila
kekuatan tanah dilampaui, maka penurunan yang berlebihan atau keruntuhan dari
tanah akan terjadi, kedua hal tersebut akan menyebabkan kerusakan konstruksi yang
berada di atas pondasi (Sinaga 2014). Menurut Yulianti (2014) ada beberapa
persyaratan dasar pondasi yaitu:
a. Memiliki faktor keamanan (2 atau 3) agar aman terhadap kemungkinan
keruntuhan geser.
b. Bila terjadi penurunan pondasi (settlement), maka penurunan tersebut harus
masih berada dalam batas toleransi.
c. Differential settlement (penurunan sebagian) tidak boleh menyebabkan
kerusakan serius atau mempengaruhi struktur bangunan.
Perancangan pondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser dan
penurunan yang berlebihan. Oleh karena itu, kriteria stabilitas dan kriteria penurunan
harus dipenuhi. Dalam perencanaan pondasi dangkal perlu diperhatikan beberapa hal,
seperti faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung
tanah harus dipenuhi dan penurunan pondasi harus berada dalam batas-batas nilai yang
ditoleransikan. Untuk penurunan yang tidak seragam, tidak boleh terjadi kerusakan
pada struktur. Untuk memenuhi stabilitas jangka panjang, perletakan dasar pondasi
perlu diperhatikan. Pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk
menanggulangi resiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah dan gangguan
lainnya pada tanah di sekitar pondasi (Usman 2014).
Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah di sekitar
bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan oleh letak tanah padat
4
yang mendukung pondasi. Pada umumnya jenis pondasi dapat digolongkan menjadi 2
tipe, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Pada pondasi tipe ini beban diteruskan oleh kolom/tiang, selanjutnya diterima
pondasi dan disebarluaskan ke tanah. Dasar tanah yang menerima beban tidak lebih
dari 1 - 2 m dari permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 1. Tembok-tembok, kolom,
maupun tiang bangunan berdiri dengan pelebaran kaki di atas tanah dasar yang keras
dan padat. Kekuatan pondasi dangkal ada pada luas alasnya, karena pondasi ini
berfungsi untuk meneruskan sekaligus meratakan beban yang diterima oleh tanah.
Pondasi dangkal ini digunakan apabila beban yang diteruskan ke tanah tidak terlalu
besar. Misalnya, rumah sederhana satu lantai, dua lantai, bangunan ATM, pos satpam
dan sebagainya. Jenis pondasi dangkal diantaranya:
Pondasi Memanjang
Pondasi ini digunakan mendukung sederetan kolom berjarak dekat, dengan
telapak, sisinya berhimpit satu sama lainnya, seperti disajikan pada Gambar 1 (Marbun
2009).
Pondasi Rakit
Pondasi ini digunakan bila pada kedalaman dangkal ditemui tanah yang lunak
untuk diletakkan pondasi. Selain itu, pondasi ini juga berguna untuk mendukung
kolom-kolom yang jaraknya terlalu berdekatan tidak mungkin untuk dipasangi telapak
satu per satu, tetapi diberikan solusi yaitu dijadikan satu kekakuan, seperti disajikan
pada Gambar 2 (Marbun 2009).
Pondasi Telapak/Footplat
Berbentuk seperti telapak kaki yang terbuat dari beton bertulang diletakkan tepat
pada kolom bangunan dan berguna untuk mendukung kolom baik rumah satu lantai
5
maupun dua lantai. Dasar pondasi telapak bisa berbentuk persegi panjang atau persegi,
seperti disajikan pada Gambar 3 (Marbun 2009).
Menurut Budi (2011), tipe bentuk pondasi yang paling cocok untuk suatu
bangunan tergantung pada beberapa faktor; fungsi bangunan dan beban yang harus
dipikul, kondisi permukaan serta biaya pondasi dibanding dengan biaya bangunan.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pondasi dangkal
antara lain bahwa elevasi dasar pondasi harus di bawah:
1. Batas beku tanah yang mungkin terjadi pada musim dingin (untuk negara
yang mempunyai 4 musim),
2. Zona yang berpotensi mengalami perubahan volume yang besar akibat
perubahan kadar air di dalam tanah (tanah expansive),
3. Lapisan tanah organik,
4. Lapisan tanah gambut (peat),
5. Material yang tidak dapat dikonsolidasi (sampah).
Pondasi dangkal adalah pondasi yang ditempatkan dengan kedalaman D di
bawah permukaan tanah yang kurang dari lebar minimum pondasi (B), dengan kata
lain pondasi dangkal merupakan pondasi yang kedalamannya dekat dengan permukaan
tanah (D/B1) (Usman 2014). Pondasi dangkal dijelaskan pada Gambar 6 (Salimah
2015). Pengertian dari pondasi dangkal sampai sekarang ini masih sulit didefinisikan
dengan jelas, karena dalam menginterpretasikannya tergantung dari masing-masing
ahli tanah (Martini 2009). Sebagai contoh pondasi dangkal menurut Terzaghi dalam
Das (2004) adalah:
1) Apabila kedalaman pondasi lebih kecil atau sama dengan lebar pondasi, maka
pondasi tersebut bisa dikatakan sebagai pondasi dangkal.
2) Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur pondasi ke lapisan tanah di
bawahnya yang berupa lapisan penyangga lebih kecil atau sama dengan lebar
7
pondasi ke lapisan tanah dibawahnya yang berupa lapisan penyangga lebih kecil
atau sama dengan lebar pondasi.
dengan:
Q = beban aksial total yang bekerja pada dasar pondasi
Df = kedalaman pondasi dari permukaan tanah
B = lebar pondasi
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan
atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah
dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan
batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat
batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar
yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut (Sihotang 2009).
Tanah mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi
yaitu sebagai pondasi pendukung untuk konstruksi bangunan, jalan (subgrade),
tanggul dan bendungan. Namun tidak semua tanah mampu mendukung konstruksi.
Hanya tanah yang mempunyai stabilitas baik yang mampu mendukung konstruksi
yang besar. Sedangkan tanah yang kurang baik harus distabilisasi terlebih dahulu
sebelum dipergunakan sebagai pondasi pendukung (Hastomo 2014).
Pada penelitian ini, tanah yang digunakan adalah batugamping dan lempung.
Batu gamping adalah batuan gunung berapi yang telah mengalami pelapukan baik
pelapukan fisik maupun kimia. Gamping biasanya dijual sebagai kapur tohor
(quicklime) yang mengandung kalsium tinggi dengan kandungan CaO (Sulasih 2007).
Gamping dapat digunakan sebagai pereaksi dalam proses sulfit dalam
pembuatan kertas. Kecocokan gamping untuk suatu pemakaian tertentu bergantung
pada komposisi dan sifat-sifat fisiknya, yang semuanya itu dapat dikendalikan dengan
memilih batu gampingnya dan mengatur proses pembuatannya. Biasanya gamping
harus digiling sebelum dipakai (Sulasih 2007).
Ditinjau dari komposisinya, ada beberapa jenis gamping. Gamping hidraulik
didapatkan dari pembakaran batu gamping yang mengandung lempung, dan sifat
produk yang didapatkan setelah diberi air adalah beragam sekali, mulai dari dempul
sampai seperti semen. Gamping berkadar kalsium tinggi hanya dapat mengeras dengan
menyerap karbon dioksida dari udara, yang prosesnya lambat. Gamping hidraulik juga
8
mengeras dengan perlahan, tetapi dapat digunakan didalam air. Gamping hidrasi
makin banyak dipakai dalam industri bangunan sebagai pengganti gamping tohor,
walaupun beratnya lebih tinggi. Gamping tohor hampir selalu dimatikan atau dihidrasi
sebelum dipakai (Sulasih 2007).
Gamping selalu merupakan komoditi yang murah karena endapan batu gamping
terdapat dimana-mana. Gamping dihasilkan dari batuan gunung berapi yang letaknya
berdekatan dengan pusat konsumsi, karbonat kalsium dan magnesium didapat dari
endapan batu gamping marmer, kapur, dolomit, atau kulit kerang (Sulasih 2007).
Batu gamping dibakar menurut ukuran masing-masing, di dalam tanur vertikal
untuk membuat gamping bongkahan, atau didalam tanur putar horizontal untuk
gamping halus. Batu gamping merupakan batuan sedimen karbonat yang terdapat di
alam. Tampak luar bahan tambang batu gamping berwarna putih, putih kekuningan,
abu-abu hingga hitam. Batu gamping merupakan salah satu bahan galian industri yang
potensinya sangat besar (Sulasih 2007). Sifat fisik batu gamping:
i. Warna putih kotor, putih keabu-abuan sampai kuning keabu-abuan
ii. Berbuih bila dideteksi
iii. Berat jenis 2,60 2,70
Berdasarkan teori menurut Park (Apriliani dkk 2012), bahwa kandungan utama
batu gamping adalah fasa kalsit dan dolomit. Secara umum segala benda yang ada di
rumah dan kantor membutuhkan batuan kapur dengan fase tertentu baik langsung
maupun tidak langsung, baik sebagai proses primer maupun sebagai bahan tambahan.
Begitu banyaknya hasil olahan pabrik yang membutuhkan batuan kapur menunjukkan
bahwa peran batu kapur dalam proses industri sangatlah penting misalnya sebagai
bahan utama pembuatan semen (Haidir 2011).
Kegagalan geser (shear failure) pada tanah di bawah pondasi harus dihindari
pada setiap perencanaan suatu konstruksi. Besarnya tegangan geser tanah di bawah
pondasi dipengaruhi oleh besarnya beban dan ukuran pondasi. Jika beban cukup besar
atau ukuran pondasi terlalu kecil, maka tegangan geser yang terjadi dapat melampaui
kekuatan geser tanah yang bisa menyebabkan keruntuhan daya dukung dari pondasi
(Harimurti et al. 2007). Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi
mekanisme keruntuhan pondasi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Keruntuhan geser umum (general shear failure)
2) Keruntuhan geser lokal (local shear failure)
3) Keruntuhan geser pons (punching shear failure)
Gambar 7 Tipe keruntuhan pondasi serta grafik hubungan beban dan penurunan
(a) Keruntuhan geser umum (b) Keruntuhan geser lokal (c) Keruntuhan geser pons
Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan atau beban
bangunan pada tanah dengan aman tanpa menimbulkan keruntuhan geser dan
penurunan berlebihan. Nilai daya dukung dari suatu tanah didasarkan pada
karakteristik tanah dasar dan dipengaruhi oleh penurunan dan stabilitas tanah. Secara
umum analisis daya dukung tanah ditentukan dari daya dukung ultimate dibagi faktor
keamanan yang sesuai dan dilakukan dengan cara pendekatan empiris untuk
memudahkan perhitungan (Ramot dan Rudi 2013).
Daya dukung batas (ultimate bearing capacity) adalah daya dukung terbesar dari
tanah. Daya dukung ini merupakan kemampuan tanah untuk mendukung beban dengan
asumsi tanah mulai mengalami keruntuhan. Daya dukung tanah dipengaruhi oleh
jumlah air yang terdapat di dalamnya, kohesi tanah, sudut geser dalam dan tegangan
normal tanah. Tanah memiliki sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan
gesernya apabila mendapat tekanan berupa beban. Apabila beban yang bekerja pada
tanah pondasi telah melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang
ditimbulkan di dalam tanah melampaui ketahanan geser pondasi, maka akan terjadi
keruntuhan geser pada tanah pondasi
Pada umumnya angka aman besarnya sekitar 3, digunakan untuk menghitung
daya dukung yang diijinkan untuk tanah di bawah pondasi. Hal ini dilakukan
mengingat bahwa dalam keadaan yang sesungguhnya tanah tidak homogen dan tidak
isotropis sehingga pada saat mengevaluasi parameter-parameter dasar dari kekuatan
10
geser tanah ini ditemukan banyak ketidakpastian (Mulyati dan Indriastuti 2006). Nilai
faktor aman umumnya diperhitungkan terhadap ketelitian hasil uji tanah, kondisi
lokasi pembangunan, pengawasan saat pembangunan dan derajat ketidaktentuan dari
persamaan kapasitas dukung yang digunakan. Faktor aman terhadap keruntuhan
kapasitas dukung akibat beban maksimum disarankan sama dengan 3. Faktor aman
sama dengan 3 adalah sangat berhati-hati guna menanggulangi ketidaktentuan variasi
kondisi tanah dasar. Bila pembebanan berupa kombinasi beban-beban permanen dan
beban-beban sementara, faktor aman kurang dari 3 dapat digunakan (Achmad 2012).
Daya dukung untuk pondasi dengan lebar 1,2 m < B < 4,5 m:
N B+ F3
qa.1 = n x ( ) (3)
F2 B
dimana:
qa.1 = daya dukung ijin pondasi pada penurunan 25 mm (1 inch), kPa
Nn = nilai SPT yang dikoreksi pada energy n
F1, F2, F3 = faktor yang didapat dari Tabel 2 (Bowles 1988 dalam Budi 2011)
Kd = faktor kedalaman
B = lebar pondasi, m
D = kedalaman dasar pondasi (dari permukaan tanah), m
Karena lapisan tanah merupakan lapisan batu gamping fragmental pecah-pecah,
maka daya dukung ijin tanah berdasarkan SPT harus dikoreksi menjadi:
qall = qa.1 * 0,4
Tabel 2 Faktor F
F N55 N70
F1 0,05 0,04
F2 0,08 0,06
F3 0,30 0,30
2. Kedalaman pondasi (D) lebih kecil atau sama dengan dimensi lebar pondasi (B)
sehingga komponen gesekan tanah di daerah sedalam D diabaikan.
3. Dasar pondasi kasar sehingga diasumsikan tidak ada pergerakan horisontal
(sliding) antara dasar pondasi dengan tanah.
4. Lapisan tanah di bawah pondasi homogen.
5. Kekuatan geser tanah mengikuti pola kemntuhan Mohr-Coulomb = c + tan .
6. Pola keruntuhan pondasi adalah geser umum (general shear failure) seperti terlihat
pada Gambar 8.
7. Tidak ada penurunan akibat konsolidasi.
8. Pondasi relatif kaku dibandingkan tanah yang mendukung.
Dalam perumusannya, Terzaghi membagi tanah di sekitar pondasi menjadi tiga
daerah (zona) seperti skema pada Gambar 8 (Budi 2011), yaitu:
1. Zona pasak (wedge zone)
2. Zona geser radial (radial shear zone)
3. Zona geser linier (linear shear zone)
Nc, Nq dan N adalah faktor daya dukung tanah (bearing capacity factors)
yang besarnya tergantung dari sudut geser tanah. Jadi untuk menghitung daya dukung
13
tanah, perlu diketahui berat volume tanah (), kohesi tanah (c) dan sudut geser tanah
(). Faktor koefisien daya dukung pondasi menurut Terzaghi ditunjukkan oleh Tabel
3 (Gunawan 1991). Nilai-nilai Nc, Nq dan N adalah fungsi dari besarnya sudut geser
dalam () yang diberikan Terzaghi dalam bentuk grafik pada Gambar 9 (Sosrodarsono
dan Nakazawa 1990). Gaya maksimum yang diijinkan (allowable) yang dapat dipikul
oleh pondasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (7) (Budi 2011). Pada
tanah batugamping memiliki nilai RQD sebesar 0,24 sehingga persamaan berubah
menjadi persamaan (8).
q
qall = ult (7)
FS
qult RQD2
qall = (8)
FS
dengan,
qult = daya dukung batas (kN/m2)
FS = faktor keamanan (Factor of Safety)
Tegangan tanah efektif merupakan tegangan dalam tanah yang dipengaruhi oleh
gaya-gaya dari air yang terdapat di dalam tanah. Berat tanah yang terendam oleh air
disebut berat tanah efektif, sedangkan tegangan yang terjadi disebut tegangan efektif.
Menurut Soedarmo dan Purnomo (1993), untuk menghitung nilai tegangan tanah
efektif pada kedalaman tertentu digunakan persamaan (9).
total = x h (9)
Penurunan Tanah
Penurunan ini terjadi pada waktu beban diterapkan atau dalam suatu jangka
waktu sekitar 7 hari. Penurunan ini terjadi akibat dari deformasi elastic tanah
kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
2. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)
Penurunan jenis ini tergantung waktu dan berlangsung dalam beberapa bulan
sampai tahunan. Penurunan ini terjadi karena perubahan volume tanah jenuh air
sebagai akibat keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.
Plaxis 2D
PLAXIS Versi 8.2 adalah program elemen hingga yang secara khusus digunakan
untuk menganalisis deformasi dan penurunan pada bidang geoteknik. Pada PLAXIS
2D, pondasi dimodelkan sebagai elemen triangular 2 dimensi dengan memiliki hanya
dua derajat kebebasan per nodal. Pemodelan dengan 15 nodal dipilih untuk setiap
elemen agar memperoleh perhitungan yang lebih akurat meskipun akan menjadi lebih
rumit. Sebuah struktur yang bersifat kontinyu dapat dianalisis dengan lebih mudah
apabila struktur tersebut dibagi-bagi ke dalam beberapa elemen atau volume. Analisis
berdasarkan elemen yang lebih kecil itulah yang disebut sebagai metode elemen
hingga. Oleh karena itu, metode elemen hingga merupakan sebuah rekayasa numerik
yang mentransformasikan ekspresi mekanika kontinyu yang berbentuk kalkulus dan
persamaan diferensial menjadi sebuah ekspresi mekanika diskrit yang berbentuk
matriks.
Proses simulasi pada PLAXIS terdiri dari tiga tahap, yaitu input data,
perhitungan, dan output. Pada input data dilakukan pembuatan dan modifikasi
geometri model sehingga menghasilkan model elemen hingga yang sesuai dengan
kondisi asli kasus. Setelah dibuat pemodelan dilakukan pemilihan tipe perhitungan
yang sesuai dan perhitungan dilakukan hingga keseimbangan tercapai. Adapun
keluaran utama yang bisa diperoleh adalah deformmesh, perkembangan profil
penurunan, besarnya tegangan di dalam lapisan tanah, serta gaya-gaya dalam yang
dialami oleh struktur yang dimodelkan.
PLAXIS memiliki beberapa fitur yang dapat digunakan untuk memodelkan
struktur (Brinkgreve dan Vermeer 2002). Fitur-fitur pemodelan tersebut adalah tanah,
pelat dan cangkang, angkur, geogrid, dan elemen interface. Dalam penggunaan
perangkat lunak ini tentu ada batasan-batasan yang diambil. Batasan pertama adalah
bagaimana pemodelan material yang digunakan. Berbagai perilaku mekanis tanah
dapat dimodelkan pada berbagai derajat akurasi. Sementara itu, untuk memodelkan
elemen struktural yang besar dan lapisan batuan dasar lebih diperlukan pemodelan
elastisitas linier.
Secara umum, pada analisis yang dilakukan untuk penelitian ini, tanah akan
dimodelkan dalam bentuk Mohr-Coulumb. Model Mohr-Coulumb melibatkan lima
parameter masukan, yaitu modulus Young dan rasio Poisson untuk menggambarkan
elastisitas tanah, sudut geser dan kohesi untuk menggambarkan plastisitas tanah, dan
sudut dilatansi dari tanah. Model ini mempresentasikan orde pertama dari perilaku
tanah atau batuan. Jenis model ini sangat direkomendasikan sebagai analisis pertama
dari setiap masalah yang akan dibahas. Setiap lapisan tanah harus dicari rata-rata
kekakuannya dan kekakuan tersebut harus bersifat konstan, sehingga perhitungan akan
relatif cepat dan hasil deformasi yang terjadi pada tanah akan langsung terlihat. Selain
kelima parameter tersebut, kondisi awal tanah juga memainkan peranan penting pada
sebuah masalah deformasi tanah. Tekanan lateral awal tanah juga harus sangat
berpengaruh sehingga nilai Ko harus dipilih dengan benar.
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Pengambilan data untuk Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Pondasi Oil
Storage Tank Pada Proyek Pembangunan Terminal Transit di Baubau Sulawesi
dilakukan dari bulan Maret April 2016. Analisis data dilakukan di Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan. Lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop yang dilengkapi
dengan Microsoft Office, AutoCAD 2014 dan Plaxis Professional Version 8.2. Selain
itu juga diperlukan printer dan scanner. Bahan yang digunakan merupakan data
sekunder berupa peraturan-peraturan, peta, gambar rencana (as built drawing) dan data
lapangan. Peraturan yang digunakan adalah SNI 03-2847-2013 tentang Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan, SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung,
dan American Petroleum Institute API (2011). Peta yang digunakan adalah Peta
Hazard Gempa Indonesia 2010.
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu tahap studi pustaka, tahap
pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan data-data terkait yang akan digunakan pada proses analisis.
Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 11.
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari PT Krakatau Engineering sebagai
kontraktor pelaksana dan PT Surya Besindo Sakti sebagai konsultan yang
mencakup soil investigation report, boring logs, result of laboratory test dan
gambar rencana (as built drawing). Peraturan yang digunakan, seperti SNI 03-
2847-2013 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan, SNI
03-1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung, dan American Petroleum Institute API
(2011) serta Peta Hazard Gempa Indonesia 2010.
2. Analisis Pembebanan
Pembebanan dianalisis dengan cara manual untuk menentukan gaya-gaya dalam
pada struktur. Beban yang dianalisa adalah beban statis yang meliputi beban mati
dan beban hidup serta beban dinamis seperti beban gempa.
3. Analisis Struktur
Meninjau dari respons struktur terhadap beban yang bekerja, di samping
menentukan tegangan ataupun gaya-gaya pada elemen-elemen struktur dan
memeriksanya terhadap kriteria desain. Analisis ataupun perencanaan terperinci
akan dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
4. Analisis Pondasi Dangkal
17
Pada tahapan analisis pondasi dangkal ini dilakukan perhitungan dan analisis
struktur bawah atau pondasi yang meliputi daya dukung pondasi dan penurunan
(settlement). Penurunan pondasi dianalisis menggunakan program Plaxis Versi
8.2.
5. Daya Dukung Tanah
Kapasitas daya dukung tanah dilakukan berdasarkan hasil SPT (standard
penetration test) dan boring log dengan menggunakan metode Meyerhof
didapatkan nilai daya dukung tanah ijin. Berdasarkan parameter-parameter
mekanik didapatkan nilai daya dukung tanah ijin dengan metode Terzaghi.
6. Penurunan Pondasi
Settlement pondasi dangkal dianalisis dengan menggunakan program PLAXIS
2D dan data parameter mekanik tanah. Selain perhitungan penurunan pondasi
dan pemodelan bentuk penurunannya, perilaku tanah pondasi pun dapat
diketahui.
Pada penelitian ini, tangki yang digunakan ada dua jenis, yaitu tangki dengan
kapasitas 10.000 kiloliter dan tangki dengan kapasitas 15.000 kiloliter. Masing-masing
tangki tersebut memiliki diameter sebesar 38 m dan 48 m. Analisis yang dilakukan
menggunakan spesifikasi tangki minyak sebagai berikut:
1. Jenis Tangki Aboveground Tank
2. Jenis Atap A Self Supported Cone Roof
3. Material Baja
4. Isi Tangki Solar
5. Berat Jenis Isi Tangki 8,7 kN/m3
6. Tinggi Tangki 10,8 m
7. Berat Tangki 4035,442 kN
Analisis Pembebanan
Struktur tangki sama dengan struktur lainnya, suatu tangki harus didesain kuat
terhadap beban yang selalu diterima olehnya atau beban yang suatu waktu akan
dikenakan pada struktur tersebut. Beban yang ditinjau pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Beban Mati
Beban mati struktur tangki yaitu berat sendiri (self weight) struktur. Berat
struktur sendiri tangki penyimpanan terdiri dari berat tangki kosong, berat pelat dasar
dan berat solar yang digunakan pada tangki tersebut.
Data
concrete = 24 kN/m3
diesel = 8,7 kN/m3
hpelat = 0,01 m
D = 48 m
Vdiesel = 15000000 liter
20
Beban Hidup
Beban hidup atap minimum sebesar 1 kN/m2 pada daerah proyeksi horizontal
atap (roof plate). Beban hidup atap minimum dapat ditentukan dengan ASCE7, tetapi
tidak kurang dari 0,72 kPa (API 2011). Sehingga beban hidup tangki penyimpanan
adalah:
1
Wbeban hidup = 1 kN/m2 x x x 482 m2 = 1810,286 kN
4
Beban Gempa
Gambar 15 Peta respon spektra percepatan 0.2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)
keutamaan dan kategori risiko struktur, tergolong kategori risiko IV dengan faktor
keutamaan gempa (Ie) sebesar 1,50. Tangki penyimpanan ini termasuk bangunan tidak
beraturan, sehingga analisis struktur yang digunakan adalah analisis dinamik. Analisis
respon spektrum adalah salah satu cara analisis dinamik struktur yang menggunakan
model matematika dimana struktur diberlakukan suatu respon spektrum gempa
rencana.
Berdasarkan peta hazard gempa Indonesia tahun 2010, bangunan tangki
penyimpanan terletak pada wilayah 3 (zone 3) dan jenis tanah keras (site class SC).
Adapaun peta respon spektra percepatan 0,2 detik (Ss) ditunjukkan pada Gambar 15,
sedangkan untuk percepatan 1,0 detik (S1) ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Peta respon spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB)
0.4
Percepatan Respon Spektra, Sa (g)
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Periode, T (detik)
Menurut Myers (1997), periode konvektif (T2) perlu dihitung untuk menentukan
koefisien respon gempa konvektif (C2). Menurut API (2011), periode dapat ditentukan
dari diameter tangki (D) dan koefisien konvektif (Ks).
0,578
Ks =
tanh(3,68)
0,578
Ks = = 0,701
tanh( 3,68 10,8
)
48
T2 = K s x D = 0,701 x 48 m x 3,281 ft/m = 8,797 detik
23
Analisis Struktur
Tangki penyimpanan ini memiliki aspek rasio (tinggi/diameter) lebih kecil dari
3:4, sehingga dikategorikan dalam tangki pendek. Selanjutnya untuk menghitung
besarnya beban dinamik perlu diketahui besarnya massa dari tangki dan isinya yang
ikut menimbulkan beban, baik impulsif maupun konvektif. Untuk itu diperlukan
perhitungan nilai W1 dan W2 yang merupakan nilai massa ekivalen dari cairan yang
ada di dalam tangki. Menurut Myers (1997) massa ekivalen (W) dan jarak sentroid
dari tanah (X) pada masing-masing kondisi untuk tangki pendek dihitung sebagai
berikut.
Berat Efektif Impulsif
D
tanh(0,866 ( ))
W1 = [ H ] Wtotal
D
0,866 ( )
H
48
tanh(0,866 ( ))
10,8
W1 = [ ] x 134969,516 kN = 35035,32 kN
48
0,866 ( )
10,8
Selanjutnya setelah nilai dari masing-masing kondisi telah diketahui, maka dapat
dicari gaya geser dasar (Vu) yang merupakan hasil perkalian antara berat efektif
dengan koefisien respon gempa pada masing-masing kondisi. Nilai dari momen guling
(Mu) diperoleh dari hasil perkalian gaya geser dasar (Vu) dan jarak sentroid (X)
masing-masing kondisi.
Vu = (W1 x C1 ) + (W2 x C2 )
Vu = (35035,32 x 0,184) + (99934,2 x 0,013) = 7729,684 kN
24
Mu = (W1 x C1 x X1 ) + (W2 x C2 x X2 )
Mu = (35035,32 x 0,184 x 4,05 m) + (99934,2 x 0,013 x 6,26 m)
= 34176,6 kNm
Kapasitas daya dukung pondasi dapat ditentukan dari data lapangan, yaitu
standard penetration test (SPT). Standard penetration test (SPT) pada prinsipnya
adalah usaha untuk mendapatkan besaran tahanan tanah, yaitu kemampuan tanah
untuk menahan tabung standar (split spoon) ke dalam tanah (Manullang 2014). Nilai
25
SPT dapat dipakai secara langsung untuk memprediksi daya dukung pondasi dangkal
yang menumpu pada tanah kepasiran (non-kohesif). Besarnya daya dukung ini
didasarkan pada penurunan pondasi sebesar 25 mm (Budi 2011). Hasil perhitungan
daya dukung ijin tanah dengan metode Meyerhof dengan menggunakan faktor koreksi
0,4 dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan metode Meyerhof, permukaan tanah pada kedalaman 1 m dari
permukaan tanah dengan nilai SPT N sebesar 35 akan memberikan daya dukung ijin
tanah (qall) untuk pondasi tangki dengan diameter 38 m sebesar 1,78 kg/cm2. Untuk
diameter tangki 48 m daya dukung ijin tanah (qall) sebesar 1,77 kg/cm2.
Berdasarkan data laboratorium dari hasil penyelidikan tanah, digunakan
parameter pada Tabel 6 untuk perencanaan. Parameter yang digunakan dalam
perhitungan yaitu nilai berat isi tanah, sudut geser dan kohesi tanah.
Daya dukung ijin menunjukkan beban yang diizinkan bekerja pada pondasi yang
ditinjau. Untuk keperluan perencanaan pondasi tangki, daya dukung ijin tanah dapat
diambil sebesar 1,74 kg/cm2, dengan dasar pondasi diletakkan pada lapisan tanah keras
yang terletak minimum sedalam 1 m dari permukaan tanah asli sampai kekerasan tanah
mencapai nilai SPT, N 40 dan nilai RQD 0,24.
Penurunan Tanah
Tegangan tanah yang terjadi akibat berat bahan bakar dan berat pondasi dasar
tangki dengan permukaan tanah dasar -2 m dari elevasi dasar tangki sebesar 1,087
kg/cm2, sedangkan tegangan tanah pada dasar tangki dengan permukaan tanah dasar -
26
5 m dari elevasi dasar tangki sebesar 1,597 kg/cm2. Hasil pembebanan menunjukkan
nilai yang lebih kecil dari daya dukung ijin tanah 1,74 kg/cm2 sehingga dapat
dinyatakan bahwa daya dukung tanah sudah dapat menahan beban yang diterima yang
berarti konstruksi tangki minyak aman. Tegangan tanah akibat pondasi dasar tangki
beserta bahan bakar dengan berat jenis sebesar 870 kg/m3 dapat dilihat pada Tabel 8
dan Tabel 9.
Tegangan
Material
(kg/cm2)
Beban bahan bakar pada tanah (tinggi bahan bakar 8,5 m, = 870 kg/m3) 0,7395
Berat sendiri pelat dasar (t = 1 cm) 0,0079
Berat tanah di bawah pelat dasar t = 200 cm, = 1.700 kg/m3 0,3400
Tegangan pada tanah, (kg/cm2) 1,0874
Tegangan
Material
(kg/cm2)
Beban bahan bakar pada tanah (tinggi bahan bakar 8,5 m, = 870 kg/m3) 0,7395
Berat sendiri pelat dasar (t = 1 cm) 0,0079
Berat tanah di bawah pelat dasar t = 500 cm, = 1.700 kg/m3 0,8500
Tegangan pada tanah, (kg/cm2) 1,5974
Gambar 20 menunjukkan kondisi active pore pressure (tekanan air tanah) dan
Gambar 21 menunjukkan effective stresses (tegangan efektif tanah) pada lokasi.
Program PLAXIS menunjukkan bahwa tekanan air tanah efektif maksimum sebesar -
216,11 kN/m2 dan tegangan efektif tanah maksimum sebesar -636,21 kN/m2.
Pada oil storage tank yang dianalisis, bentuk pembebanan relatif seragam, baik
pada sumbu x maupun sumbu z dimana dalam PLAXIS sumbu z ke arah luar. Beban-
beban terdistribusi ke seluruh penampang pondasi yang berada pada satu lapisan yang
sama di sumbu z. Pembagian dengan luasan penampang pondasi pada sumbu z
dianggap perlu dilakukan mengingat input pembebanan terdistribusi pada pemodelan
plane strain di PLAXIS versi 8.2 merupakan beban aksial per satuan luas arah sumbu
y. Beban yang didistribusikan sebesar 74,63 kN/m2.
Tipe kalkulasi yang digunakan adalah plastic dengan input pembebanan stage
construction. Dalam perhitungan PLAXIS digunakan tiga tahapan yang dapat dilihat
29
pada Gambar 22. Analisis pertama adalah plastic artinya penurunan pondasi yang
dianalisis adalah penurunan plastis yaitu penurunan seketika ketika tahap konstruksi
berlangsung. Selanjutnya tahap stage construction, yaitu tahap konstruksi pondasi
dangkal. Tahap akhir yaitu konstruksi pembebanan untuk memasukkan beban yang
diterima oleh pondasi dari konstruksi tangki.
1. Tegangan tanah yang terjadi akibat berat bahan bakar dan berat pondasi dasar
tangki pada kondisi permukaan tanah dasar -2 m dari elevasi dasar tangki sebesar
1,087 kg/cm2 dan pada kondisi permukaan tanah dasar -5 m dari elevasi dasar tangki
sebesar 1,597 kg/cm2. Hasil pembebanan menunjukkan nilai yang lebih kecil dari
daya dukung ijin tanah (qall) sebesar 1,74 kg/cm2 sehingga dapat dinyatakan bahwa
daya dukung tanah dapat menahan beban yang diterima dan konstruksi tangki
minyak aman.
2. Berdasarkan pemodelan dan perhitungan dengan program PLAXIS versi 8.2
diperoleh penurunan pondasi dangkal sebesar 0,312 mm, yang nilainya lebih kecil
dari penurunan yang diijinkan sebesar 25 mm. Dengan demikian pondasi dangkal
pada tangki penyimpanan bahan bakar Baubau dinyatakan aman.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[API] American Petroleum Institute. 2011. Welded Steel Tanks for Oil Storage API
650. Washington DC (US): API.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. Persyaratan Beton Struktural untuk
Bangunan Gedung. SNI 03-2847-2013. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2015. Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural. SNI 03-1729-2015. Jakarta (ID): BSN.
Achmad F. 2012. Pemetaan kapasitas dukung tanah berdasarkan data sondir di kota
Gorontalo. [laporan penelitian]. Gorontalo (ID): Universitas Negeri Gorontalo.
Adam NF, Achmad F. 2014. Analisis penurunan pondasi tiang pancang tunggal dan
kelompok pada pembangunan gedung training centre Universitas Negeri
Gorontalo. Jurnal Ilmiah Teknik. 1(1): 1-8.
Anonim. 2009. Laporan kegiatan penyelidikan tanah, proyek pekerjaan transit
terminal Baubau di Tangjung Lombe. Baubau (ID): PT Surya Besindo Sakti
dan PT Pertamina.
Apriliani NF, Baqiya MA, Darminto. 2012. Pengaruh Penambahan Larutan MgCl2
pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat Berbahan Dasar Batu Kapur
dengan Metode Karbonasi. Jurnal Sains dan Seni ITS.1 (1). Hlm 30.
Bowles JE. 1984. Foundation Analysis and Design. Jilid II. Penerjemah: Silaban P.
Jakarta (ID): Erlangga.
Bowles JE. 1991. Analisa dan Desain Pondasi. Ed ke-4. Jakarta (ID): Erlangga.
Bowles JE. 1997. Fondation Analysis and Design. New York (US): McGraw-Hill.
32
Nusantara MA. 2014. Analisa daya dukung pondasi dangkal pada tanah
lempung menggunakan perkuatan anyaman bambu dan grid bambu dengan
bantuan program plaxis. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol.2. No.3.
Pohan AD. 2009. Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Tunggal pada Proyek
Pembangunan Rusunawa Universitas Medan Area Pancing Medan. [tugas
akhir]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Ramot EP, Rudi I. 2013. Analisa Daya Dukung Tanah Menggunakan Program Elemen
Hingga yang Diberi Perkuatan Geotextile dan Tanpa Perkuatan Geotextile.
[tugas akhir]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Romel AA, Doni SF. 2007. Analisa perbandingan penggunaan pondasi tiang pancang
dengan pondasi sarang laba-laba dilihat dari segi teknis dan ekonomis pada
proyek pembangunan hotel ibis semarang. [tugas akhir]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Salimah S. 2015. Analisa pengaruh berat isi pasir terhadap daya dukung
pondasi dangkal berbentuk segi tiga dan lingkaran. [artikel ilmiah]. Rokan
Hulu (ID): Universitas Pasir Pengaraian.
Shabrina Y. 2011. Analisis daya dukung dan penurunan pondasi melayang (floating
foundation) pada tanah lempung lunak dengan menggunakan software plaxis
versi 8.2. [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.
Sihotang IES. 2009. Analisa daya dukung pondasi tiang pancang pada proyek
pembangunan gedung Kanwil DJP dan KPP Sumbagut I Jalan Suka Mulia
Medan. [tugas akhir]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Sinaga LTM. 2014. Alternatif pondasi dangkal pada konstruksi tangki minyak.
[skripsi]. Bandar Lampung (ID): Universitas Lampung.
Soedarmo GD, Purnomo SJE. 1993. Mekanika Tanah 1. Malang (ID): Kanisius.
Sosrodarsono S, Nakazawa K. 1990. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi.
Penerjemah: L Taulu dkk. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita.
Sukirman S. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung (ID): Nova.
Sulasih T. 2007. Karakterisasi dan pembuatan semen pozolan kapur (spk)
sebagai semen alternatif. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Suyono S, Nakazawa K. 1984. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jilid II. Jakarta
(ID): PT. Dainippon Gitakarya.
Usman A. 2014. Studi daya dukung pondasi dangkal pada tanah gambut menggunakan
kombinasi perkuatan anyaman bambu dan grid bambu dengan variasi lebar dan
jumlah lapisan perkuatan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 2(3): 297-302.
Vesic AS. 1963. Ultimate Loads and Settlements of Deep Foundation in Sand. Proc.
Symp. On Bearing Capacity and Settlement of Foundation, Duke University.
Yulianti P. 2014. Studi pemodelan perkuatan pondasi dangkal pada tanah
lempung lunak menggunakan kombinasi geotekstil woven dan grid bambu
dengan bantuan program plaxis. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol. 2,
No.3.
34
Sumber: www.maps.gooegle.co.id
35
Skala 1 : 750
*) Sumber: Laporan Kegiatan Penyelidikan Tanah, Proyek Pekerjaan Transit Terminal
Bau Bau Di Tangjung Lombe Sulawesi Tenggara
36
Lampiran 3 Lanjutan
Parameter
Jenis Lapisan
No. Berat Isi Tanah, () Sudut Geser, () Kohesi, (c)
Tanah
(gr/cm3) (o) (kg/cm2)
Pengamatan tanah (soil investigation) telah dilakukan di sekitar area tangki, berupa
boring sebanyak 6 titik (BH1 sampai BH6) dengan kedalaman rata-rata 30m dan 6
titik sondir (S1 sampai S6) dengan kedalaman pengujian berkisar antara 0,40 sampai
0,60 m yang letaknya berdekatan dengan titik bor mesin. Denah pekerjaan boring dan
sondir dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil uji sampel tanah, penyelidikan
tanah, secara umum susunan dan karakteristik lapisan tanah di lokasi penelitian dapat
dikelompokkan atas 8 jenis lapisan tanah dengan penyebaran yang relatif bervariasi
sebagai berikut:
a. Lapisan Top Soil
Umumnya berada mulai dari permukaan sampai kedalaman rata-rata 0,20 m, yang
merupakan pasir gampingan dan kerakal batugamping, warna coklat gelap, pasir
halus-sedang, terdapat akar tumbuhan, bersifat sedang. Penyebarannya relatif merata,
dengan tekanan konus, qc> 175 kg/cm2,
b. Batugamping Lapuk Ringan
Merupakan lapisan batugamping fragmental, putih terang, lapuk ringan, pecah-
pecah, fragmen dan pasir mudah lepas, dengan nilai SPT N 60, Penyebarannya
mengarah ke timur pada titik Bor BH1, BH-2, BH-3, dan BH4 dengan ketebalan
lapisan berkisar antara 1,50 7,70 m.
c. Batugamping Lapuk Sedang
Warna putih kekuningan, lapuk sedang, kompak, agak keras, fragmen cangkang
kulit kerang, koral dan fosil binatang laut, dengan nilai SPT N 60, Penyebarannya
dijumpai di setiap lokasi titik bor kecuali pada tititk bor dan BH-3, dan ketebalan
lapisan berkisar antara 1,50 6,00 m.
d. Batugamping Lapuk Kuat
Merupakan lapisan batugamping fragmental pasiran, putih kekuningan, lapuk kuat,
pasir lepas, pasir sedang-kasar, kerakal batugamping, dengan nilai SPT N 60,
Penyebarannya dijumpai pada semua titik Bor, kecuali pada titik bor BH-3, ketebalan
lapisan berkisar antara 1,85 22,50 m
e. Batugamping Agak Keras Keras, Kompak.
Merupakan lapisan batugamping fragmental, putih kekuningan, segar, agak keras
keras, banyak rongga 1-5 cm, saling berhubungan diantara lubang, fragmen
cangkang kulit kerang, kerang dan siput gastropoda, molusca, masa dasar pasir
karang, butir kasar, dengan nilai SPT N 60, Penyebarannya dijumpai pada titik Bor
BH1, BH-2 dan BH-5, dengan ketebalan lapisan berkisar antara 4,00 15,20 m.
f. Pasir Kerakalan
Merupakan lapisan pasir gampingan, coklat terang, lepas, pasir berbutir sedang
kasar, porositas tinggi, dengan nilai SPT N 60, Penyebarannya berada pada titik Bor
BH-1 dan BH-6, dengan ketebalan 1,35 m.
g. Batulempung
Warna coklat terang, lapuk kuat, pecah-pecah, agak keras, berlapis, antara lapisan
terisi oxida besi (Fe203), kemiringan lapisan 60o, dengan nilai SPT N 60,
penyebarannya hanya dijumpai pada titik Bor BH6, dengan ketebalan lapisan
berkisar antara 5,00 m.
41
Lampiran 6 Lanjutan
h. Lempung
Lapisan lempung, coklat gelap, kaku, segar, permeable, plastisitas sedang, dengan
nilai SPT N 60, Penyebarannya hanya dijumpai pada titik Bor BH4 sampai BH6,
dengan ketebalan lapisan berkisar antara 6,50 sampai 10,50 m.
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah dengan menggunakan boring dan sondir di
lokasi sekitar tangki seperti yang terlihat pada Lampiran 5 sampai Lampiran 7,
diperoleh penampang lapisan permukaan tanah asli merupakan batu gamping dengan
ketebalan 20 - 24 m yang memiliki mutu batuan sangat buruk dengan RQD < 25 %
dengan nilai SPT N > 60, Lapisan di bawahnya adalah lapisan lanau/lempung dengan
nilai SPT N > 60. Muka air tanah berada pada kedalaman 22 m dari permukaan tanah.
Untuk keperluan perencanaan, lapisan tanah di bawah tangki dapat diangap terdiri
dari: lapisan gamping setebal 20 m dengan berat isi tanah = 1,70 gr/cm3, sudut geser
= 30o, kohesi c = 1,00 kg/cm2, Modulus elastisitas E = 80.000 kg/cm2; dan lapisan
lempung setebal >20 m dengan berat isi tanah = 1,25 gr/cm3, sudut geser = 27o,
kohesi c = 0,27 kg/cm2, Modulus elastisitas E = 20.000 kg/cm2. Walaupun lapisan atas
tanah asli merupakan batu gamping dengan mutu batuan sangat buruk dengan RQD <
25 %, tetapi karena memiliki nilai SPT N 60, maka dimungkinkan untuk
menggunakan pondasi dangkal.
Data
Diameter pondasi (B) = 38 m
Dalam dasar pondasi (D) =1m
F2 = 0.08
F3 = 0,3
Kd = 1+ (0.33 x (D/B))
= 1,02 kg/cm2
Data
3
= 1,7 gr/cm
= 30o
2
c = 1,0 kg/cm
Nc = 37
Nq = 22
N = 20
D =1m
q = x D = 0,17 kg/cm2
RIWAYAT HIDUP