Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

KULIAH KERJA NYATA (KKN)

SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2020/2021

(Periode : 78)

KELOMPOK: 71

LOKASI KKN: Desa Tayuban, Kecamatan Panjatan,

Kabupaten Kulon Progo

Disusun oleh :

I Made Setia Adi Darmawan : 170323485

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

KULIAH KERJA NYATA (KKN)


SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2020/2021
(Periode : 78)

Yogyakarta, 5 Desember 2020

Kelompok : 71
Desa : Tayuban
Kecamatan : Panjatan
Kabupaten : Kulon Progo

Dosen Pembimbing Lapangan, Penulis

Ignatius Indra Kristianto, S.Pd., MA. I Made Setia Adi Darmawan

Mengetahui,
Ketua LPPM

2
Prof. Ir. Suyoto, M.Sc., Ph.D.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
penyertaan, anugerah dan kemurahanNya sehingga kami dapat melaksanakan dan
menyelesaikan kegiatan KKN secara daring serta menyusun laporan KKN dengan baik dan
lancar. Pelaksanaan KKN dilakukan secara daring untuk mendapatkan data dan informasi.
Laporan KKN ini disusun sesuai dengan kegiatan yang telah kami lalui selama kegiatan KKN
secara daring berlangsung dan untuk memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah wajib bagi
mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Penulis menyadari secara penuh bahwa penulis laporan KKN ini tentunya tidak dapat
berjalan dengan sendirinya, tentu terdapat banyak pihak yang terlibat membantu, membimbing
dan mendukung kami dalam melaksanakan, menyelesaikan dan menyusun laporan KKN ini.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Pihak LPPM yang sudah bersedia memfasilitasi kami serta memberikan arahan kepada
kami.
2. Bapak Ignatius Indra Kristianto, S.Pd., M.A. Selaku Dosen pembimbing KKN
kelompok 71.
3. Seluruh anggota kelompok KKN 71 yang sudah bekerja keras sehingga laporan ini
dapat disusun dengan baik.

Terlepas dari semuanya itu kami sadar bahwa penulisan laporan ini tidaklah
sempurna, oleh karena itu kami sangat terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan para
pembaca kepada kami. Akhir kata terima kasih kami ucapkan kepada para pembaca yang
sudah meluangkan waktu untuk membaca laporan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan dapat memberikan informasi mengenai Desa Tayuban. Sekian terima kasih.

Tabanan, 30 November 2020

Penulis

3
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : I Made Setia Adi Darmawan

NPM : 170323485

Menyatakan dengan ini:

1. Laporan KKN78 ini adalah benar tidak merupakan salinan sebagian atau keseluruhan dari
karya dari sumber-sumber lain.
2. Memberikan kepada Universitas Atma Jaya Yogyakarta atas Laporan KKN 78 ini, berupa
Hak untuk menyimpan, mengelola, mendistribusikan, dan menampilkan hasil karya ini
selama tetap mencantumkan nama penulis.
3. Bersedia menanggung secara pribadi dan kelompok segala bentuk tuntutan hukum atas
pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan Laporan KKN 78 ini.

Demikianlah pernyataan ini dibuat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 5 Desember 2020


yang menyatakan,
Penulis

I Made Setia Adi Darmawan

4
DAFTAR ISI

5
DAFTAR GAMBAR

6
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah bentuk perwujudan dari penerapan teori yang
merupakan hasil studi mahasiswa di dalam masyarakat. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta menyelenggarakan KKN 78 pada tahun ajaran 2020/2021 di dua kabupaten
yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kabupaten Gunung Kidul dan
Kulon Progo. Mengingat adanya pandemi COVID-19, KKN yang diberi nama KKN
Society 5.0 ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom dan aplikasi lainya .
Desa tempat penulis bertugas terletak di Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di
Desa Tayuban, Kecamatan Panjatan. Desa Tayuban berjarak sekitar 35km dari Kota
Yogyakarta dan membutuhkan waktu kurang lebih 55 menit perjalanan dengan
menggunakan mobil [1]. Desa Tayuban memiliki areal pertanian yang luas [2]. Desa
Tayuban mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Kondisi letak
dan geografis Desa Tayuban yang merupakan wilayah dataran rendah, serta
ketersediaan air yang cukup memadai yang kemudian menjadi salah satu peluang yang
menjadikan Desa Tayuban cocok untuk usaha tani. Selain menjadi tempat yang cocok
untuk usaha tani, Desa Tayuban juga dikenal sebagai desa budaya.

Gambar 1. Peta Jarak Desa Tayuban Gambar 2. Peta Lokasi Desa


dari Kota Yogyakarta Tayuban (Sumber: Google Maps)
(Sumber : Google Maps)

Pertanian saat ini mengalami berbagai macam masalah terkait adanya revolusi
hijau dimana lebih mengutamkan pada teknologi modern yang memiliki dampak sangat

7
serius terutama penggunaan obat-obatan dan pupuk kimiawi yang mengakibatkan
menurunnya kualitas kesuburan tanah. Di Desa Tayuban memiliki lahan pertanian yang
begitu luas. Salah satu masalah yang sering dipusingkan petani adalah adanya
searangan hama tikus. Hampir setiap tahun ada saja areal pertanian terkena serangan
hama tikus sehingga petani gagal panen. Hama tikus juga merusak sebagian hasil
pertanian yang tersimpan di Gudang.
Hama tikus memiliki sifat yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru
sehingga dengan mudah tersebar dan berkembang biak, baik itu di dataran tinggi
maupun di dataran rendah. Tikus membuat lubah yang berbentuk seperti trowongan
sepanjang pematang dan tanggul irigrasi sebagai tempat berlindung. Hewan mamalia
ini juga memiliki otak yang berkembang baik. Oleh karena itu dalam pengendalian
hama tikus perlu pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan hama padi dari
kelompok serangga (Widodo,2000).
Tikus menyerang semua stadium tanaman padi mulai dari sebelum panen hingga
siap untuk dipanen sehingga mengalami kerugian yang berarti. Tikus menyerang
tanaman padi biasnya pada malam hari, sementara pada siang hari tikus biasanya lebih
banyak besembunyi di dalam lubang. Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis,
tikus tidak merusak tanaman padi secara tiba-tiba kecuali populasi tikus yang begitu
tinggi, serta yang dirusak adalah batang dan buah padi. Tindakan pengendalian hama
tikus yang umum dilakukan petani di Desa Tayuban seperti penggunaan perangkap
tikus, upan beracun, dan penggenangan. Strategi tersebut hanya efektif pada saat itu
atau hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
kesuburan tanah. Oleh karena itu, untuk menghindari dampak negatif terhadap
lingkungan, pengendalian hama tikus dilakukan secara keberlanjutan. Salah satu cara
pengendalian hama tikus dilakukan dengan menggunakan musuh alami yaitu burung
(tyto alba)
Burung hantu dari jenis tyto alba adalah salah satu jenis predator tikus selain
lainya seperti ular sawah, elang, dan, kucing. Burung dari spesies ini mempunyai
keunggulan dibandingkan sepesies lain yaitu mulai dari ukuran tubuh yang relatif lebih
besar, mempunyai kemampuan memangsa dan membunuh tikus dengan baik, mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan biru serta cepat berkembang biak. Baco (2011),
mengatakan burung ini dapat bertelur dengan jumlah sekitar 6-12 butir sekali masa
produksi, dalam setahun burung ini dapat bertelur 2-3 kali. Burung hantu (tyto alba)
mempunyai kemampuan pendengaran yang tajam, kemampuan terbang yang senyap,

8
mempunyai paruh yang kuat serta cakar tajam, dan leher yang lebar untuk menelan
tikus utuh. Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2000), menunjukkan bahwa kotoran
burung hantu (tyto alba) 99% adalah jenis tikus, sedangkan 1% lainnya serangga. Tyto
Alba mampu mengkonsumsi tikus antara 3-5 ekor per hari dan mampu berburu tikus
melebihi jumlah yang dimakannya. Keuntungan mengendalikan hama tikus dengan
burung hantu (tyto alba) yaitu mampu menekan populasi tikus, tidak mencemari
lingkungan, tidak mengeluarkan biaya yang besar, dan mengefisiensi waktu petani.
Dilihat dari beberapa keuntungan tersebut, burung hantu (tyto alba) dapat digunakan
untuk membantu membasmi hama tikus. Penulis mengangkat tema ini dikarenakan
melihat keresahan para petani terhadap masalah hama tikus yang merusak tanaman padi
yang menyebabkan kerugian sangat berarti.

1.2. Tujuan
Tujuan penyuluhan ini sebagai berikut:
1. Untuk memberikan solusi atau alternatif pemecahan masalah Petani mengusir hama
tikus
2. Memberi informasi cara pemeliharaan burung hantu (tyto alba) dari kecil hingga siap
dilepaskan di areal persawahan
3. Memberi informasi kepada para petani Desa Tayuban tentang keuntungan
menggunakan burung hantu (tyto alba) sebagai pembasi hama tikus yang efektif.

1.3. Manfaat KKn


Manfaat Bagi masyarakat Desa Tayuban sebagai berikut :
1. Membantu para petani Desa Tayuban mengurangi hama tikus
2. Para Petani dapat mengetahui cara memlihara burung hantu (tyto alab) dari kecil
hingga siap dielaspakan di areal perswahan
3. Para petani dapat mengerti serta memahami keuntungan burung hantu (tyto alba)
sebagai pembasmi hama tikus yang efektif

Manfaat bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan KKN sebagai berikut :


1. Memahami keadaan suatu desa di Indonesia
2. Mampu menganalisi potensi yang ada di suatu desa serta mengembangkan ide
inovatif dari potensi yang ada di suatu desa.

9
3. Menumbuhkan kepekaan sosial mahasiswa terhadap pentingnya bertanggung jawab
dan perkembangan lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan kemampuan penalaran mahasiswa dalam analisis situasi,
perumusan masalah, dan penyelesaian masalah.

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hama Tikus


Hama adalah suatu gangguan yang pada komoditas tertentu atau terjadi pada
tanaman yang disebabkan oleh binatang sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan
serta kerugian secara ekonomis. Tikus adalah salah satu hama penyebab penurunan dan
kerusakan hasil pertanian, khususnya tanaman padi. Selain tanaman padi tikus juga
menyerang tanaman kedelai, kacang tanah, jagung dan umbi-umbian. Hama tikus
memiliki sifat yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga dengan
mudah tersebar dan berkembang biak, baik itu di dataran tinggi maupun di dataran
rendah. Tikus membuat lubah yang berbentuk seperti trowongan sepanjang pematang
dan tanggul irigrasi sebagai tempat berlindung. Tikus sawah (Rattus argentiventer :
Robb & Kloss) adalah salah satu hama utama tanaman padi yang dapat menyebabkan
kegagalan panen.
Dalam Priyambodo, 1995 menyatakan taksonomi Rattus argaentiventur atau
tikus sawah dapat diklasifikasi sebagai berikut ;
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus argentiventer (Rob & Kloss)

Tikus sawah dapat ditemukan diseluruh tempat dan paling banyak menyerang
serta merusak tanaman padi. Tubuh tikus kelabu gelap, perut dan dada tikus berwarna
keputihan, pada bagian punggung berwarna coklat muda bercak hitam. Arfin (1995)
menyatakan panjang badan tikus dari hidung sampai ujung ekor 270 – 370 mm, Panjang
antara kepala hingga badan 130 – 210 mm, panjang ekor sama atau lebih pendek dari
panjang badan, dengan berat rata-rata sekitar 500 gr. Tikus memiliki indera
pendengaran dan penciuman yang tajam, tikus betina mempunyai 6 putting susu yang
terletak pada bagian kanan dan kriri bagian dada. Tikus sawah dapat berkembang biak
mulai dari 1,5 - 5 bulan setelah kawin. Seekor tikus betina dapat melahirkan anak
sebanyak 8 ekor setiap melahirkan.

11
2.2. Perilaku Tikus Sawah
Aktivitas harian tikus terkait dengan kebutuhan mencari pakan serta berkembang
biak. Tikus cendrung memilih dan tertarik pada tanaman padi pada stadia yang lebih
dewasa. Tristiani et al. (1992) menyatakan bahwa rata-rata padi yang terpotong oleh
seekor tikus meningkat mulai dari saat primordia (7,1 rumpun tiap malam), stadia
bunting (11,9 rumpun tiap malam) hingga stadia keluar malai (13,2 rumpun tiap
malam). Apabila kondisi di lapangan (sawah) sudah tidak ada pertanaman (bera) tetapi
masih ada pertanaman yang terlambat panen, maka tanaman tersebut akan diserang
tikus.
Tikus mampu mengenali benda di depannya pada jarak kurang lebih 10 m,
meski indera pengelihatannya kurang berfungsi dengan baik. Tikus mempunyai
kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Tikus merupakan hewan yang buta warna,
hanya sebagian warna yang ditangkap oleh tikus tetapi kelabu. Dengan indera perasa,
tikus mampu mendeteksi serta menolak minuman yang menganggung 3 ppm senyawa
phenylthiocarbamide suatu senyawa racun yang beracun dan pahit (Priyambodo, 1995).
Indera penciuman tikus berfungsi dengan baik, hal ini ditunjukan pada aktivitas
tikus menggerak-gerakan kepala dan mengendus pada saat mencium bau pakan, tikus
lain, dan musuhnya. Indera pendengaranya juga berfungsi dengan sempurna karena
memiliki kemampuan mendengarkan suara pada frekuensi audibel (40 kHz), dan
frekwensi ultrasonik (100 kHz). Selain indera penciuman, tikus juga mempunyai
kemampuan lain yaitu kemampuan menggali, melompat, memanjat, mengerat,
berenang dan menyelam. Tikus juga mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi.(
(Priyambodo, 1995).
Perilaku sosial tikus, menjaga areal kekuasaan dan tingkat sosial. Tikus janta
lebih dominan berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi bersarang, dan tikus
betina dalam kelompoknya. Pada saat populasi tinggi, janta yang kalah berkompetisi
keluar mencari wilayah baru dan membentuk kelompok baru.

2.3. Metode Pengendalian Hama Tikus Sawah

12
Saat ini para petani banyak mengalami masalah dalam mengembangkan usaha
pertanian. Salah satu masalahnya adalah serangan hama tikus sawah. Tikus sawah
merupakan hama utama tanaman padi, yang mengakibatkan penurunan hasil panen
cukup tinggi. Pada umumnya, tikus sawah tianggal di persawahan dan sekitarnya,
mempunyai kemampuan berkembang biak yang sangat pesat.
Secara teoritis ,satu pasang ekor tikus mampu berkembang biak menjadi 1.270
ekor per tahaun. Meskipun ini jarang terjadi,tetapi hal ini mengdeskripsikan, betapa
pesatnya populasi tikus dalam satu tahun. Beberapa cara pengendalian hama tikus
pengendalian hama tikus antara lain :
2.3.1. Sanitasi Habitat
Meminimalkan tempat tinggal atau persembunyian tikus sawah, dengan
mengecilkan ukuran pematang sawah, sebaiknya ketinggiannya sekitar 15 cm dan
lebarnya 20cm. Pematang seperti ini, tidak mendukung tikus dalam membuat
tempat persembunyiaan atau sarang di sawah. Tikus sawah memerlukan tinggi dan
lebar pematang sekitar 30 cm.
2.3.2. Gopryokan
Menurut Syamsudin dkk (2005) pengendalian mekanik dapat berupa melakukan
gopryokan yaitu dengan cara menggali dan membakar lubang persembunyian tikus.
Kegiatan ini dilaksanakan pada lingkungan di sekitar persawahan dan habitat.
2.3.3. Emposan
Penggunaan emposan dilakukan pada saat kegiatan gopryokan, alat ini memiliki
fungsi untuk mengusir hama tikus dengan asap yang diperoleh dari pembakaran
belerang kemudian dimasukan ke dalam lobang tempat bersarangnya tikus, dengan
cara di emposkan ke lubang atau sarang tikus.
2.3.4. Umpan Beracun
Umpan beracun sebaiknya menggunakan rodentisida yang memiliki bahan aktif
coumatetralyl. Racun ini hanya bersifat kronis sehingga tidak menyebabkan tikus
mati. Penggunaan racun ini bertujuan untuk memberi efek jera pada tikus.

2.4. Dampak Lingkungan Pengendalian Populasi Tikus Sawah


Pestisida telah menjadi bagian yang penting sekali dalam pertanian. Petisida
adalah zat yang sangat beracun, apabila tidak digunakan dengan bijaksana dapat
menimbulkan pengaruh atau efek samping yang tidak diinginkan. Mengenai pestisida
di Indonesia mengacu pada peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang

13
Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan pestisida. Tujuan dari
peraturan itu supaya pestisida digunakan dengan benar, aman efektif dan efisien. Dalam
peraturan tersebut dijelaskan bahwa pestisida ialah zat kimia maupun virus yang
digunakan untuk mencegah hama penyakit yang bepotensi merusak perairan, flora dan
fauna untuk menghindari kontaminasi lingkungan peredaran, penyimpanan dan
penggunaan pestisida perlu diatur (Wardoyo, 1997).
Di Desa Tayuban melakukan giat Gropyokan yang dilakukan bersama-sama
dengan kegiatan emposan. Kegiatan Gropyokan ini tidak mencemari ingkungan namun
menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terbongkarnya pematang sawah, rusaknya
saluran irigasi, tanggul dan biasanya merusak padi apabila masih belum
panen.Penggunaan fumigasi (emposan), yaitu pembakaran belerang dengan jerami
akan menghasilkan senyawa SO2 dan Co yang toxic terhadap tikus. Sebaliknya
fumugasi dilakukan saat pengoahan tanah dan fase anakan. Tindakan emposan
sebaiknya dilaksanakan pada fase bera dan fase generative.
Cara pengendalian hama tikus adalah dengan menggunakan rodetisida yaitu
dengan teknik pengumpanan beracun. Pengendalian ini menggunakan bahan
kimia/rodentisida memiliki kelemahan antara lain :Penyimpanan harus aman (karena
pestisida tidak saja beracun terhadap organisme saran tetapi juga terhadap organisme
lainnya seperti manusia dan hewan peliharaan. Maka dari itu tidak terjangkau oleh
anak-anak). Racun tikus yang mengandung bahan aktif zinc phosphide dapat masuk
dalam tubuh melalui hidung, mulut atau diserap melalui kulit yang luka. Keracunan
bahan kimia ini menyebabkan sesak paru-paru, tekanan darah rendah, sukar bernafas,
muntah, denyut jantung tidak beraturan, kerusakan ginja, pengurangan se darah putih,
koma dan dapat menyebabkan kematian.
Rodentisida adalah pendekatan paling banyak digunakan untuk
mengendalikan tikus. Agen antikoagulan secara luas dianggap menjadi metode yang
paling hemat biaya mengendalikan infestasi besar. Antikoagulan membunuh dengan
menganggu mekanisme pembekuan darah dan menyebabkan kematian karena
kehilangan darah.Tikus biasanya menunjukan tanda-tanda kesulitan kelemahan,
kepincangan dan pernapasan, hingga sekitar 48 jam sebelum kematiannya (tikus
biasanya sekitar 3-9 hari setelah menelan dosis yang mematikan tersebut).

2.5. Pemanfaatan Tyto alba Sebagai Predator Hayati


Secara aspek ekologi pengendalian hanyati adalah satau fase dengan

14
pengendalian alami. Pengendalian hayati adalah perbutan predator, parasitoid, dan
patogen dalam memelihara kepadatan populasi organisme. Pengendalian alami
menjangkau seluruh pengaturan populasi secara alami tanpa bantuan manusia. Jika
pengendalian alami seacara langsung dan sengaja untuk digunakan sebagai pengendali
organisme pengganggu, maka ini disebut sebagai pengendalian hayati.
Pengendaliaan secara biologis merupakan pengendalian dengan memanfaatkan
musuh alami tikus, musuh alami tikus pada umumnya ular, burung hantu, elang, kucing
dan anjing. Predator-predator ini dapat membantu menjaga tetap rendahnya populasi
tikus. Namun tikus lebih cepat berkembang biak dibandingkan predator alami ini. Oleh
karena itu predator tidak dapat sepenuhnya membasmi tikus ,hanya saja dapat
membantu para petani untuk te menekan tingkat populasi tikus agar tetap rendah.
Penggunaan pestisida kimia sintesis dalam mengendalikan hama tikus
mempunyai dampak negatif bagi ekosistem seperti pencemaran lingkungan karena
residu yang ditinggalkan dan terbunuhnya musuh alami:
Predator adalah hewan yang memangsa atau memakan hewan lainya. Hewan
yang menjadi mangsa memiliki kemampuan adaptasi morfologi untuk menghindari
predator. Selain itu hewan mangsa juga mengembangkan strategi tingkah laku seperti
hidup berkelompok. Ada beberapa predator hama tikus sawah, salah satunya burung
hantu (tyto alba) sebagai musuh alami tikus. Menurut Bachynski dan Harris(2002) Tyto
alba adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Stringiformes
Famili : Tytonidae
Genus : Tyto
Spesies : Tyto alba

Burung hantu (tyto alba ) mempunyai bulu yang berwarna samar, bagian bawah
berwarna putih dengan sedikit bercak hitam, atau tidak ada. Bagian atas berwarna
kelabu terang dengan sejumlah garis yang gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu.
Terdapat tanda mengkilap pada bagian saya. Kepala kekar, besar serta
membulat. Bentuk wajah menyerupai jantung warna putih dengan tepi coklat. Kaki

15
berwarna putih kekuningan hingga kecoklatan. Mempunyai paruh yang tajam
menghadap ke bawah. Ukuran dan warna jantan dan betina hampir sama, biasanya
betina lebih besar 25%.

Gambar 3. Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Burung hantu (tyto alba) di analisis dari kotorannya, diketahui 99% terdiri atas
tikus, sedangkan sisanya adalah serangga, sehingga sangat berpotensi sebagai
pengendali hama tikus. Burung hantu (tyto alba) setiap hari mampu memakan sekitar
2-3 ekor tikus, tergantung pada kecil besarnya tikus. Jika ukuran tikus relatif kecil
maka langsung ditelan, jika tikus berukuran besar atau deawasa burung ini memotong
tikus menjadi beberapa bagian sebelum ditelan.

16
III. METODOLOGI

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan penulis selaku pelaksana KKN dari kelompok 71 KKN
78 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, sebagai salah satu syarat dari mata kuliah Kuliah
Kerja Nyata. Penelitian ini dimulai dari mencari data yang didapatkan dari beberapa
sumber. Data ini berupa jurnal yang berisikan mengenai potensi-potensi yang dimilki
Desa Tayuban, jurnal tentang pengendalian hama tikus, serta data-data pendukung
lainya yang bersumber dari internet. Melakukan wawancara di penangkarang burung
hantu (tyto alba) UMA WALI, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Kabupaten
Tabanan, Provinsi Bali
Jenis data terdiri dari 2 macam, yaitu Data Primer dan Sekunder. Hal yang
membedakan Data Primer dan Sekunder adalah penggunaan dan cara memperolehnya.
Untuk memperoleh data primer dengan menggunakan metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah survey langsung dan tidak langsung. Sedangkan untuk memperoleh
data sekunder dapat dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka.
Data Primer adalah data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu
individu atau perseorangan. Data Primer dalam pengumpulan data ini berupa hasil
rekaman dari wawancara yang dilakukan informan dan kemudian diolah menjadi
transkip wawancara. Survey tidak langsung dilakukan dengan pencarian data di
internet.
Data Sekunder adalah data yang mendukung atau pelengkap dari data primer
yang didapatkan oleh dokumentasi melaui record digunakan karena berguna sebagai
pengumpulan data. Data sekunder yang digunakan juga berupa artikel yang diperoleh
dari situs web, jurna, buku, dan literature lain yang relevan. Instrument yang diperlukan
adalah jaringan internet, media pencarian data (google), kertas, alat tulis, dan gadget.
Urutan proses kegiatan yang penulis usulkan pada laporan Kuliah Kerja Nyata
ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan usulan ide yang penulis dapatkan, ide tersebut penyuluhan
tentang pengendalian hama tikus menggunakan burung hantu (tyto alba).
2. Tahap selanjutnya adalah mengkonsultasikan ide tersebut kepada Dosen
Pembimbing Lapangan

17
3. Setelah ide tersebut disetujui oleh Dosen Pembimbing Lapangan, penulis
selaku pelaksana KKN dari kelompok 71 KKN 78 Universitas Atma Jaya
Yogyakarta melakukan pengembangan ide beserta prosesnya.
4. Pada saat laporan sudah selesai serta e-book sudah terselesaikan, maka
tahap yang selanjutnya adalah mencoba melakukan koordinasi dengan
Kepala Desa Desa Tayuban mengenai output yang sudah jadi tersebut.
5. Apabila di setujui pula oleh Kepala Desa setempat, maka ditentukanlah
tanggal yang tepat untuk melakukan Penyuluhan terkait ide tentang tentang
pengendalian hama tikus menggunakan burung hantu (tyto alba).
6. Tahap terakhir melakukan penyuluhan.

Adapun alur proses kegiatan sebagai berikut :

Memberikan usulan ide

Mengkonsultasikan ide

Pengembangan ide

Koordinasi dengan kepala


desa

Penyuluhan

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Burung hantu (tyto alba) merupakan burung pemangsa tikus. Burung ini aktif
pada alam hari, kemampuan yang dimiliki dalam berburu tikus sangat baik dikarenakan
memiliki pendengaran yang sangat tajam. Sehingga sangat efktif sebagai pengendali
hama tikus.

Gambar 4. Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

19
4.1.1. Pengembangbiakan Burung Hantu (Tyto Alba)

Dalam proses pengembangbiakan minimal diperlukan satu pasang burung


hantu yang sudah mempunyai umur 8 bulan, Proses pengawina dilakukan secara
alami atau di alam bebas dengan catatan disediakan rumah burung hantu (rubuha)
di sekitar areal persawahan. Bisa juga dilakukan didalam sangkar yang cukup besar.

Gambar 5. Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Burung hantu (tyto alba) dalam kurun satu tahun bisa bertelur 2 kali. Burung
ini mampu menghasilkan telur sebanyak kurang lebih 5-11 butir per induk per musim
kaiwn. Telur sejumlah 5-11 butir tersebut akan dihasilkan dalam kurun waktu 2-3
minggu, dikarenakan burung hantu tidak bertelur sekaligus.

20
Gambar 6. Telur Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Saat burung hantu betina bertelur sebanyak 4-6 butir, mereka akan mulai
untuk mengerami telurnya sambil menunggu telur berikutnya keluar, indukan akan
berhenti bertelur jika telurnya sudah mencapai kurang lebih 11 butir. Keenam telur
pertama akan lebih awal menetas dan secara bersamaan akan disusul dengan telur
berikutnya dengan perbedaan waktu sekitar 2-3 hari. Penetasan telur sekitar 1 bulan.
Ada beberapa telur yang tidak menetas dikarenakan beberapa faktor seperti kanibalisme
induk, suhu dan kelembaban udara yang ekstrim.

21
Gambar 7. Anak Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Apabila anak burung hantu (tyto alba) dapat hidup dan tumbuh dengan sehat,
maka pada saat berusia 2,5-3 bulan, burung hantu muda tersebut akan meninggalkan
induknya, jika tumbuh secara alaim. Jika di adopsi anak burung hantu akan di ambil
dari rubuha atau rumah burung hantu dengan usia 3 minggu, dimana pada usia ini anak
burung hantu sudah bisa makan sendiri. Tujuan diadopsi yaitu agar anak burung hantu
lebih terawat dan mendapatkan makanan yang cukup. Anak burung hantu yang
diadopsi diberikan 1 tikus dalam sehari dengan di poton-potong terlebih dahulu agar
mudah ditelan.

Gambar 8. Rumah Burung Hantu di Sawah (Tyto


Alba)

(Sumber: Penulis)

22
Gambar 9. Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

23
Gambar 10. Sangkar Besar Burung Hantu (Tyto
Alba)

(Sumber: Penulis)

Ketika anak burung hantu sudah berusia 3 bulan baru dilepasakan didalam
sangkar yang berukurang besar. Ini bertujuan untuk melatih sayap dan menjaga
keseimbangan anak burung hantu. Setelah berusia 5 bulan mereka biasanya melatih
dirinya untuk menstabilkan serta melatih kelincahannya dalam berburu.

24
Gambar 11. Sangkar Besar Burung Hantu (Tyto
Alba)

(Sumber: Penulis)

25
Gambar 6. Rumah Burung Hantu di Sawah (Tyto
Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Gambar 12. Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Uma Wali)

Burung hantu yang sudah mempunyai usia 7-8 bulan , mereka biasanya sudah
mulai lincah, kuat, stabil dan lihai dalam memburu mangsanya. Burung hantu yang
sudah memiliki usia 7-8 bulan tersebut sudah siap untuk dilepaskan ke alam liar.

26
4.1.2. Rumah Burung Hantu Atau Rubuha

Gambar 13. Rumah Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Penulis)

27
Gambar 14. Rumah Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Penulis)

28
Gambar 15. Rumah Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Penulis)

Rumah burung hantu ini memiliki lebar dan panjang kurang lebih 70 cm, besar
lubangnya dengan diamter sekitar 15 cm, dengan panjang sekitar 21 cm.

29
Gambar 16. Rumah Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Penulis)

Bahan yang digunakan dalam membuat atap rumah burung hantu


diusahakan kuat serta tanah terhadap sinar matahari dan hujan, agar tahan lama, dapat
menjaga suhu di dalam ruang rumah burung hantu dan air tidak dapat masuk.

30
Gambar 16. Rumah Burung Hantu (Tyto Alba)

(Sumber: Penulis)

Penempatan rumah burung atau rubuha harus tepat, karena akan lebih
memudahkan burung hantu dalam mengamati masanganya. Areal penempatan rubuha
di persawahan bisa ditempatkan pada pohon yang tinggi dan sedikit terlindung oleh
sinar matahari. Pemasangan rubuha tidak baik juga di tempat yang terlalu rimbun
karena akan menghalangi pandangan burung hantu pada saat mengincar masangnya.
Pintu rubuha diletakan menghadap ke persawahan agar lebih mudah dalam mengamati
mangsanya. Ideal nya untuk daerah persawahan seluas 10 hektar menempatkan satu
rubuha.

31
4.1.3. Keuntungan Burung Hantu (Tyto Alba) Sebagai Pengendali Hama tikus
Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan burung hantu (tyto alba) antara
lain :
1. Burung hantu (tyto alba) mampu memangsa dan menakut-nakuti hama
tikus, burung hantu dewasa mampu memangsa 3-4 tikus dalam sehari
2. Penggunaan burung hantu (tyto alba) mampu menjaga kelestarian
lingkungan, dikarenakan tidak mencemari lingkungan seperti cara-cara
yang lain dalam pengendalian hama tikus, selaian itu ekosistem juga ikut
terjaga.
3. 10 burung hantu dapat menjaga kurang lebih 30 hektar sawah. Hama tikus
dapat dikendalikan oleh burung hantu dalam jangka waktu 4 bulan atau
lebih, jika populasi tikus pada saat itu tinggi. Jika populasi tikus tidak terlalu
tinggi dalam waktu 1 bulan dapat dikendalikan.
4. Caranya perawatan burung hantu tidak sulit seperti burung lainya.
5. Tidak mengeluarkan biaya yang besar. Harga satu pasang burung Rp.
600.000 sampai Rp1000.000.
6. Mengefisiensi waktu petani. Petani tidak lagi meminimalkan tempat tinggal
atau persembunyian tikus sawah, dengan mengecilkan ukuran pematang
sawah, sebaiknya ketinggiannya sekitar 15 cm dan lebarnya 20 cm, Tidak
lagi melakukan gopryokan, dan cara-cara lainya dalam mengendalikan
hama tikus.

4.2. Pembahasan
Beriut ini merupakan pembahasan log-book atau catatan harian pelaksanaan
KKN dalam penelitian ini :

Tabel 1. Logbook Kegiatan KKN Individu


No Tanggal Keterangan
1 26 September 2020 Mengikuti bimbingan oleh LPPM
2 3 Oktober 2020 Konsultasi dengan dosen
pembimbing KKN

32
3 15 Oktober 2020 Konsultasi dengan dosen
pembimbing KKN terkait dengan
potensi Desa Tayuban
4 18 Oktober 2020 Penyampaian informasi mengenai
template laporan KKN oleh dosen
pembimbing KKN
5 23 Oktober 2020 Mencari materi terkait tugas
individu
6 28 Oktober 2020 Mengikuti bimbingan oleh LPPM
7 30 Oktober 2020 Mencari materi terkait tugas
Individu
8 4 November 2020 Mencari materi terkait tugas
Individu
9 4 November 2020 Menyusun kata pengantar laporan
10 6 November 2020 Menyusun latar belakang laporan
11 7 November 2020 Menyusun latar belakang laporan
12 12 November 2020 Menyusun tujuan dan manfaat
laporan
13 14 November 2020 Menyusun tujuan dan manfaat
laporan
14 22 November 2020 Mencari materi terkait tugas
individu
15 23 November 2020 Mencari materi terkait tugas
individu
16 26 November 2020 Menyusun bab II tinjauan Pustaka
laporan individu
17 27 November 2020 Menyusun bab II tinjauan Pustaka
laporan individu
18 28 November 2020 Menyusun bab II titinjauan
pustaka laporan individu
19 28 November 2020 Mencari materi terkait tugas
individu

33
20 28 Novemeber 2020 Menyusun bab III metodologi
penilitian laporan individu
21 29 Novemebr 2020 Mencari materi terkait tugas
individu
22 29 November 2020 Menyusun bab III metodologi
penelitian laporan
23 30 November 2020 Menyusun bab IV hasil dan
pembahasan laporan
24 30 November 2020 Melakukan wawancara
25 1 November 2020 Membuat tugas e-book individu
26 2 November 2020 Membuat tugas e-book individu
27 3 November 2020 Menyusun bab V penutup laporan

34
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Program kerja KKN di Desa Tayuban, Kecamatn Panjatan, Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta yang penulis angkat yaitu program kerja penyuluhan
dibidang ilmu tentang Pemanfaatan Burung Hantu (Tyto Alba) Sebagai Pengendali
Hama Tikus. Program individu yang dihasilkan berupa e-book yang menjelaskan
tentang topik penyuluhan tersebut.
Program ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat Desa Tayuban khususnya
para masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dapat meringankan beban
mereka dalam mengendalikan hama tikus. Manfaat dari program ini dapat dijadikan
sebagai pedoman bagi para petani masyarakat Desa Tayuban dalam
pengembangbiakan, perawatan serta membantu para petani mengurangi masalah
pengendalian hama tikus.

5.2. Saran
Melalui kegiatan KKN 78 yang dilaksanakan oleh Universitas Atma Jaya
Yogyakarta ini pada Desa tayuban, Kecamatan Panjatan, Kulon progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta, diharapkan program kerja ini dapat menjadi masukkan kepada
para petani atau masyarakat di Desa Tayuban untuk dapat mengendalikan hama tikus
serta menjaga kelestarian lingkungan .
Semoga laporan yang telah disusun oleh penulis dapat membantu para petani
yaitu masyarakat Desa Tayuban untuk dapat mengurangi hama tikus dengan cara
pemanfaatan burung hantu (tyto alba) sebagai pengendali hama tikus. Terakhir, harapan
penulis yaitu agar laporan yang telah disusun ini juga dapat dipraktekkan oleh para
petani masyarakat Desa Tayuban. Harapan penulis untuk KKN berikutnya semoga bisa
dilakukan penyuluhan secara tatap muka tentang pentingnya dan bagaimana cara
menghitung biaya pokok produksi dan menetapkan harga jual suatu produk kepada
UMKM maupun para pelaku bisnis atau masyarakat khususnya di Desa Tayuban,
Kecamatan Panjatan, Kulon Progo.

35
DAFTAR PUSTAKA

36

Anda mungkin juga menyukai