Anda di halaman 1dari 5

Pandangan Hidup Orang Sunda Ramlan

BAHAN AJAR PERKULIAHAN


Mata Kuliah : BUDAYA SUNDA
Dosen : Dr.Drs.H.Ramlan, M.Sn

Pertemuan ke-tiga ( Senin, 15 Februari 2021 )


Topik : Pandangan Hidup Orang Sunda 2
_____________________________________________________________________________________

Bagaimana pandangan hidup orang Sunda mengatur hubungan antara manusia dengan
Negara dan bangsa? Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya, menurut pandangan
hidup orang Sunda, hendaknya didasari oleh sikap yang menjungjung tinggi hukum, membela
negara, dan menyuarakan hati nurani rakyat. Pada dasarnya tujuan hukum yang berupa hasrat
untuk mengembalikan rasa keadilan. Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka
balaréa. “harus mengarah kepada hukum, mengarah ke kaki negara, bermupakat kepada orang
banyak” Artinya: harus menjungjung tinggi hukum, berpijak kepada ketentuan negara, dan
bermupakat kepada kehendak rakyat.

Masyarakat Sunda memetingkan kerja sama dalam kekeluargaan demi kelangsungan dan
kesejahteraan hidup masyarakatnya, sebagaimana tampak dalam ungkapan - ungkapan berikut:
(1) Bengkung ngariung bongkok ngaronyok “melingkar /lengkung dalam berkumpul bungkuk
dalam berhimpun” Artinya: bersama-sama dalam suka dan duka.

(2) Kudu inget ka bali geusan ngajadi “harus ingat kepada tempat kejadian” Artinya: harus selalu
ingat ke tempat dilahirkan/kelahira

(3) Lain palid ku cikiih, lain datang ku cileuncang “bukan hanyut karena air kencing, bukan datang
karena air hujan” Artinya: bukan hadir tanpa tujuan

(4) Dén hormat maring pusaka, leluhur, wong atua karo, guru, lan ratu. “harus hormat terhadap
pusaka, leluhur, kedua orang tua, guru, dan raja” Artinya: pusaka leluhur, kedua orang tua, guru,
dan raja harus dihormati.

1
Pandangan Hidup Orang Sunda Ramlan

Masalah yang tidak kurang pentingnya dalam kehidupan masyarakat Sunda ialah bahwa
kita harus menjungjung tinggi keadilan dan kebenaran. Seperti tercermin dalam ungkapan berikut
ini:

(5) Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju “memohon pertimbangan” Artinya: memohon
pertimbangan dan kebijaksanaan yang seadil-adilnya, memohon ampun.

(6) Yén ana angin bolang-baling, aja gandulan wit ing kiara, tapi gandulana suket sadagori. “
jika ada angin ribut, jangan berpegang pada kiara, tetapi peganglah tumbuhan sadagori” Artinya:
jika terjadi huru-hara, janganlah berpegang pada yang besar atau berkuasa, tetapi berpeganglah
kepada sesuatu yang sering dianggap kecil, yakni kebenaran.

(7) Sakunang ananing geni, sadom ananing baraya “walaupun sebesar kunang-kunang adalah api,
walaupun seujung jarum adalah senjata” Artinya: sekecil apapun milik negara itu harus tetap
dipertanggungjawabkan.

Dari hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya, kita dituntut agar taat dan
patuh terhadap norma-norma dan aturan aturan yang dikeluarkan oleh agama atau pemerintah.
Mengenai norma dan aturan dalam masyarakat Sunda dapat dilihat dalam ungkapan nomor 27 dan
ungkapan berikut ini.

Aja nolak kandika pandita ratu “jangan menolak perintah pendeta/raja” Artinya: turutilah segala
perintah/keputusan atau aturan ulama dan pemerintah.

Ungkapan pandangan hidup yang ada di atas jelas melambangan sebuah harapan agar
masyarakat Sunda menjadi manusia yang baik secara individu maupun secara kelompok.
Paribahasa atau ungkapan yang diuraikan diatas merupakan sebuah bentuk terjemahan dari arti
“Sunda”. Namun yang jadi masalah sekarang adalah apakah arti nama dan pandangan hidup itu
sudah dilaksanakan oleh masyarakat Sunda? Pertanyan Besar ini tidak perlu di jawab disini, semua
orang bisa menilai diri pribadi masing-masing. Kalaupun arti nama dan pribahasa itu belum di
jalankan bukan salah orang-orang pendahulu memberikan nama, tetapi lebih kepada individu
masing-masing.

2
Pandangan Hidup Orang Sunda Ramlan

Sunda Secara Fisik ( Tataran Sunda )

Ptolomaeus (150M) menyebutkan bahwa Nusantara adalah pulau-pulau Sunda. Entah


mengapa orang Yunani tersebut menyebut demikian. Penyebutan itu pasti mempunyai
argumentasi yang tidak sembarangan. Sementara itu orang Portugis sejak abad ke-15 sampai
dengan abad ke-19 tetap menyebut Nusantara sekarang dengan as ilhas da Sunda. Maka sejak itu
dalam peta-peta di Eropa dan peta-peta di dunia hingga saat ini untuk menyebut Nusantara tetap
memakai kata tersebut. Beberapa bangsa lain menyebut Nusantara itu dengan :

1. Les isles de Sonde ( Prancis, 1611 , 1619, 1660, 1765,1796).


2. The Sunda Island ( Inggris, sejak abad 17 di semua buku dan peta)
3. Archipelago de la Sonda (Spanyol)
4. Soendasche Elanden (Belanda,1617), yang dibagi dua wilayah menjadi Groote Soenda
Eylanden dan Kleine Soenda Eylanden
5. The Greater Sunda Island dan Lasser Sunda Island (Inggris dan Amerika) hingga kini nama
tersebut tetap diakui.

Menurut R.W van Bemmelen (1949), Sunda adalah istilah yang digunakan untuk menamai
dataran bagian barat laut wilayah India Timur (Sunda Plat/ Tataran Sunda). Sedangkan dataran
bagian tenggara dinamai Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistim Gunung Sunda yang
melingkar (Circum Sunda Mountain System) yang panjangnya sekitar 7.000 Km. Mulai dari
Filipina, pulau-pulau karang sepanjang Paifik Barat, Maluku bagian selatan, hingga lembah
Brahma Putra di Asam (India).

Bagian selatan dataran Sunda itu, dimulai dari Pulau Banda Timur ke arah barat hingga ke
Sunda kecil, Pulau Jawa, Sumatra, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai ke Arakan Yoma di
Birma dan menyambung hingga ke pegunungan Himalaya. Dalam buku-buku ilmu bumi dikenal
pula istilah “Sunda Besar” dan “Sunda Kecil”. Sunda besar meliputi Sumatra, Jawa, Madura,
Sulawesi dan Kalimantan. Sunda kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara dan Timor ( Van Bemmelen,
1949: 15-16)

3
Pandangan Hidup Orang Sunda Ramlan

Sunda Secara Budaya

Dalam Antropologi ditemukan fosil tengkorak manusia yang sempurna 1,7 juta tahun yang
lalu, fosil ini berada di Tatar Sunda ( Homosoloensis Wajakensis, Phitecantropus Erectus). Hal ini
menunjukan bahwa budaya sunda dan manusia Sunda telah berada di dataran ini.

Kata Sunda sudah beredar sejak 4000 SM yang lalu. Menurut filologi (ilmu bahasa yang
berkaitan dengan kebudayaan) dikenal Proto Melayu yang diakui paling tua di Asia, ternyata lebih
muda daripada Proto Soendic (Sunda) ribuan tahun (Bern Nothover, 1973)

Bangsa Sunda termasuk bangsa historis (jelas sejarahnya), dapat dilihat dari Prasasti
Ciaruteun Bogor abad ke-4. Sunda sudah memiliki sistim pemerintahan (nagara) Tarumanegara,
Malah pada abad ke-2 Masehi ada kerajaan Salaka Nagara. Nagara disini berarti aturan dan tatanan
pemerintahan. Sistim apa yang dipakai? Orang sunda hidup dalam komunitas ngabubuhan yang
dikepalai oleh seorang Daleum yang bertatanan sistim kepemerintahan liliuran dan paheuyeuk-
heuyeuk leungeun. Yang sangat dijauhi oleh mereka adalah mipit teu amit, ngala teu menta, menta
teu bebeja, ngagedag ieu bewara, ngeduk cikur kudu mihatur, nyokel jahe kudu micarek, tigin
kana jangji, bela kana lisan, buyut saur larangan sabda, ulah kabita ku imah bodas, ulah
kagendam ku pingping bodas, ulah heroy ku sangu bodas.

Dalam naskah Siksa Kanda Ng Karesian (1618) yang merupakan Ensiklopedi Sunda
(Suhamir, 1962), tatanan pemerintahan di dunia ini di sebut Tri Tangtu, yang terdiri atas
Resi,Rama,Ratu. Ketiga komponen ini memiliki tugas dan fungsi yang berbeda tapi dalam jajaran
yang setara.

Fungsi Resi: Mikukuh Agama Sunda; nga-baratapakeun nusa telung puluh telu; bagawan
sawidak lima; panca salawe nagara. Dalam artian napaan yang dimaksud menaungi. Mengayomi,
memelihara, dan sebagainya.

Fungsi Rama: Ngasuh ratu ngajayak menak dalam artian penasehat aktif.

Fungsi Ratu : Ngaheuyeuk dayeuh; ngolah nagara dalam artian eksekutif/ pelaksana segala aturan
yang tercantum dalam karesian. Semuanya saling meng-hormati dalam kesetaraan.

Dinyatakan bagaimana hubungan yang serasi antara masyarakat dengan raja, raja dengan
para patih, anak kepada orang tua, raja dengan maharaja, raja dengan dewa, dewa dengan para

4
Pandangan Hidup Orang Sunda Ramlan

batara, dan jabatan profesional lainnya; berikut aturan manusia dengan alamnya. Sedangkan aturan
yang mirip dengan Tri Tangtu tersebut baru muncul pada abad ke-19 (trias Politica, Montesquie).
Dengan aturan tersebut, tidak ada yang disebut pacorok kokod (tumpang tindih) seperti yang
terjadi saat ini di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai