Oleh
JANUARSE H. DJAMI RIWU
NIM.1202011076
Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum
Universitas Nusa Cendana
Kupang
2016
BAB I
MENGENAL ADAT DAN HUKUM ADAT
1. ADAT dan HUKUM ADAT
Adat adalah kebiasaan masyarakat, dan kelompok-kelompok
masyarakat lambat laun menjadikan adat itu menjadi adat yang sehaeusnya
berlaku bagi anggota masyarakat dengan dilengkapi oleh sanksi, sehingga
menjadi hukum adat. Jadi, hukum adat adalah adat yang harus diterima dan
harus dilaksanakan dalam masyarakat yang bersangkutan. Untuk
mempertahankan pelaksanaan hukum adatitu agar tidak terjadi
penyimpangan atau pelanggaran, maka di antra anggota masyarakat ada
yang diserahi tugas untuk mengawasinya. Denan demikian lambat laun
petugas-petugas adat menjadi, kepala adat.
Adat dan hukum adat kemudian secara historis-filosofis dianggap
sebagai perwujudan atau pencerminan kepribadian suatu bangsa dan
merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa (volkgeist) suatu masyarakat
negara yang bersangkutan dari zaman ke zaman. Oleh kkarna itu setiap
bangsa, setiap bangsa di dunia memiliki adat (kebiasaan) sendiri- sendiri
yang yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama.
2. Manfaat dari mempelajari HUKUM ADAT
Demikian yang di kemukakan oleh beberapa pakar sarjana hukum antara
lain:
Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H. (1992:3) menegaskan sebagai
berikut,
Istilah PANCASILA berasal dari bagain kitab (surga) ke 53 bait
kedua dari kitab NEGARA KERTAGAMA yaitu kitab yang diubah di
masa pemerintahn Hayam Wuruk sebagai syair pujian taentang kemegahan
negara majapahit oleh MPU Prapanca pada tahun 1365 yang antara lain
menyatakan
Yatnanggewani
pancasila
kertasangskara
bhisekakakrama maksudnya (Raja) melaksanakan dengan setia
kelima pantangan. Begiyu juga uapacara ibadah dan penobatan.
Kemudian istilah Bineka Tunggal Ika berasal dari lontar Sutasoma
karya MPU Tantular yang antara lain menyatakan Bhineka Tunggal
Yang dimaksud adalah adat yang berlaku bagi seluruh rakyat atas
persetujuan bersama yang tidak cacat lagi dan harus dilaksanakan
seterusnya oleh rakyat.
e) ADE TARU ANANG
Yang dimaksud adalah adat yang lahir dari tua-tua desa yang intinya
dikatakan LUKKA TARO DATU TELLIKA TARO ADE, LUKKA
TARO ADE TELLUKA TARO ANANG. LLUKA TARO ANANG
TELLUKA TAMA EGA ( Batal ketetapan raja tidak batal ketetapan dewan
pemangku adat, batal ketetapan pemangku adat tidak batal ketentan tua- tua
adat, batal ketentuan-ketentuan adat tidak batal ketetapan orang banyak.
Jadi, keputusa rakyat berarti keputusan yang kedudukannya diatas
keputusan yang lain.
b. pengertian sarjana barat
1) prof. dr. Christian snouchk hurgronje
nama muslimnya abdul al gaffar menyatakan bahwa:
hukum adat adalah adat yang memounyai sanksi (reaksi), sedangkan adat
yang tidak mempunyai sanksi(reaksi) adalah merupakan kebiasaan
normatif, yaitu kebiasaan yang brwujud sebagai tingkah laku yang berlaku
dalam masyarakat. pada kenyataanya antara hukum adat dan adat kebiasaan
itu batasnya tidak jelas.
2) prof. dr. chornellis van vollenhoven
Sebagai seorang yang pertama-tama menjadikan hikum adat sebagai ilmu
pengetahuan, sehingga hukum adat menjadi sejajar kedudukannya dengan
hukum lain. Didalam ilmu hukum menyatakan sebagai berikut
hukum adat adalah aturan \- aturan perilaku yang berlaku bagi orang
pribumi dan orang-orang timur asing yang di satu pihak mempunyai sanksi
( maka dikatakan sebagai hukum) dan di lain pihak dikodifikasikan (maka
dikatakan adat)
3) roelof van dijk
Di dalam bukunya pengantar hukum adat indonesia menyatakan bahwa:
hukum adat itu adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak
dikodifikasikan dikalangan orang indonesi dan kalangan orang timur asing(
china, arab, Pakistan, jepang, india, dan sebagainya)
Dengan istilah tersebut sekarang yang dimaksud dengan semua manifestasi
kesusilaan di semua lapangan hidup yakni semua peraturan tingkah laku
macam apapun yang biasanya dijalankan orang indonesia termasuk pula
c) Attribute of obligation
Ciri hak dan kewajiban. Bahwa keputusan penguasa itu mengandung hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak yang satu dengan pihak yang
satu dengan pihak yang lain yangmasih hidup. Jika keputusan itu tidak
berisikan hak dan kewajiban maka keputusan itu tidak membawa akibat
hukum.
d) Attribute of sanction
Ciri pengaut. Bahwa keputusan itu harus mempunyai sanksi dalam arti
yang seluas-luasnya baik berupa sanksi jasmaniah seperti hukuman badan,
deprivasi hak milik (penyitaan harta) maupun rasa takut, rasa malu, rasa
benci, dan sebagainya.
c. pengertian sarana indonesia
1) Prof. Dr. R. Soepomo, s.h.
Beliau adalah seorang pakar hukum indonesia dan sebagai guru
besar dalam hukum adat sejak tahun 1938 di RHS (rechts hoge school) di
Batavia (Jayakarta-Jakarta) yang sejak tahun 1941 menggantikan Prof. Dr.
Barend Ter Haar, Bzn. Banyak jasa dalam perjuangan bangsa Indonesia di
bidang hukum, bahkan beliau pula membuat rancangan penjelasan UUD
1945 yang menegaskan sebagai berikut.
a) hukum adat adalah hukum non statutair
hukum adat adalah hukum non statutair yang sebahagian besar adalah
hukum kebasaan dan sebahagian kecil adalah hukum islam. Hukum adat
inipun melingkupi hukum yng berdasarkan keputusan-keputusan hakim
yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan dimana ia memutuskan
perkara. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia masih
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat.
b) Hukum adat adalah hukum tidak tertulis
Dalam tahta hukum baru Indonesia agar dapat menghindarkan
kebingungan kirannya pengertian hukum adat dipakai sebagai sinonim
darihukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif (unstatury law).
Hukum yang timbul karna putusan hakim (judge made law). Hukum yang
santun maupun dalam arti Hukum. Maka rakyat tidak usah memakai
istilah Hukum Adat.
b) perbedaan sifat atau Corak antara kaidah kesusilaan dengan hukum adat
dilihat dari bentuk sanksinya. Di dalam ajaran agama Islam ada lima jenis
kaidah atau hukum yang disebut sebagai Al Ahkamul Khamsah, yang
menurut bahasa ilmu fiqih terdiri dari:
(1) Fard (wajib)
(2) Haram (larangan)
(3) Sunnah mandubmustahab (anjuran)
(4) Makhruh (celaan)
(5) Jaiz atau mubah (kebolehan)
c) ada tiga macam hukum di Indonesia, yaitu:
(1) Hukum perdata (hukum Eropa)
Memberi jembatan bagi negara kita dalam hubungan keluar,
mengenal hukum Internasional, hukum dagang, dan sebagainya.
(2) Hukum Adat
Terletak pada perasaan kebangsaan kita , penghargaan bagi
kebudayaan kita yang masih tergantung jiwa kita.
(3) Hukum Agama
Keistimewaan hukum Agama bagi rakyat yang beragama Islam
sebagai bagian dari perkara imannya yang mengandung
penghargaan keberuntungan bagi hidup di dunia dan akhirat.
4) Prof. Mr. M.M. Djojodigoeno
Ketika hidupnya beliau adalah guru besar Hukum Adat pada Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada (UNGAMA) Yogyakarta, mengatakan:
Hukum Adat berpangkal tolak dari konsepsi umum yang dikemukakan
oleh Prof. Mr. j. Van Kaan, bahwa hukum itu adalah rangkaian normayang
mengatur hubungan kepentingan. Bahwa dengan demikian maka sumber
hukum adat Indonesia adalah norma-norma kehidupan sehari-hari yang
langsung timbul sebagai pernyataan kebudayaan Indonesia asli, tegasnya
sebagai pernyataan rasa keaadilannya dalam hubungan pamrih. Hubungan
pamrih adalah hubungan antara orang dengan sesamanya guna usaha
memenuhi kepentingan (bussines relation) (zakelijke verhoudingen).
Sehubungan dengan hal tersebut, beliau menegaskan lagi bahwa:
Jadi, hukum adat di dalam putusan kongres pemuda tahun 1928 adalah
Sebagai dasar persatuan bangsa, sebagai dasar persatuan hukum
perjuangan melawan penjajahan, untuk mewujudkan kemerdekaan.
3) Di dalam perundang-undangan Republik Indonesia
a) Di dalam UUD 1945
Hal-hal yang dapat dilihat antara lain:
(1) Di dalam UUD 1945 memuat unsur-unsur PANCASILA.
(2) Pasal 29 ayat (1) menyatakan Bahwa negara berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa
(3) Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian di susun secara
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
(4) Pasal 2 aturan peralihan menyatakan bahwa segala badan negara
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut undang-undang ini.
(5) Didalam penjelasan umum ke IV di nyatakan antara lain Yang
sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya ialah semangat.
Meskipun di buat UUD dengan kata-katanya yg bersifat kekeluargaan,
UUD tidak tentu sempurna. Jadi yang paling penting ialah semangat.
b) Di dalam konstitusi RIS 1949
Yang menyangkut hukum adat ditegaskan sebagai berikut:
(1) Di dalam Mukaddimah koonstitusi RIS 1949
Unsur-unsur Pancasila juga dinyatakan dengan uraian yang singkat
yaitu, Ketuhanan yang Maha Esa,peri kemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan, keadilan sosial.
(2) Pasal 4 ayat (1) menyatakan segala kkeputusan pengadilan harus
diberi alas an-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebutkan aturanaturab hukum adat yang dijadikan dasar hukum itu.
(3) Pasal 142 menyatakan peraturan-peraturan dan ketentuanketentuan tata usaha yang
sudah ada sejak tanggal 17 Agustus 1950
tetap berlaku dan tidak berubah, selama peraturan
peraturan
dan
ketentuan-ketentuan itu tidak di cabut atau diubah oleh Undang-Undang.
(4) Hasil dalam SEMINAR di Yogyakarta, 1975
Hasil dalam Seminar yang di adakan pada tanggal 15-17 Januari 1975
oleh BHPN dengan UNGAMA:
Hukum Inonesia asli yang tidak di tulis dalam buku perundangundangan Republik Indonesia yang san-sisni mengandung agama.
Selanjutnya bahan-bahan pengambilan dari hukum adat pada dasarnya
berarti:
a) Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum dari hukum adat
untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi
kebutuhan masyarakat.
b) Pengunaan lembaga-lembaga hukum adat yang di modernisir dan
disesuaikan dengan kebutuhan zaman
memasukan konsep-konsep dan asa-asas hukum adat kedalam lembagalembaga hukum baru.
5. Unsur-unsur pembentuk Hukum Adat
Dalam Seminar adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta
menyatakan bahwa terwujudnya hukum adat itu dipengaruhi agama.
Menurut Prof. Dr. Mr. Soekanto (1985:57)bahwa unsur agama memberi
pengaruh terhadap perwujudan hukum adat bukanlah pandangan baru,
demikian pula Prof. Mr. MM. Djojodigoeno mengemukakan batasan
yang sama.
Dengan demikian kita sepakat bahwa pengaruh agama terhadap proses
terwujudnya Hukum Adat sangat bersifat umum dan diakui oleh para
pakar hukum adat pada umumnya.
6. Teori Receptio In Complexo
MR. LWC. Van Den Berg dan Mr. Salomon Skeyzer (guru besar pada
Koninklijke Academic di DELFT pada tahun 1850-1868). Teorinya
dikenal sebagai teori Receptio in Complexu yang menegaskan:
Adat istiadat dan hukum adat suatu golongan masyarakat adalah
resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat
itu (bahwa hukum adat suatu golongan masyarakat, adalah hasil
penerimaan secara bulat-bulat hukum agama yang dianut oleh golongan
masyarakat tersebut).
c. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan (Communal),
artinya ia lebih menguatamakan kepentingan bersama dimana
kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama (satu untuk
semua, semua untuk satu). Hubungan hukum antara anggota masyarakat
antara yang satu dengan yang lainnya didasarkan oleh rasa
kebersamaan, kekeluargaan, tolung menolong dan gotong royong,
d. Konkrit dan Visual
Corak hukum adat adalah konkrit, artinya jelas, nyata, berwujud. Visual
artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi, sifat
hubuungan hukum yang berlaku didalam hukum adat itu adalah terang
dan tnai, tidak samar-samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat dan
didengar orang lain.
e. Terbuka dan Sederhana
Corak hukum adat terbuka artinya dapat menerima masukkannya unsurunsur yang datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa
huku adat itu sendiri. Sederhana, artinya bersahaja, tidak rumit, tidak
banyakadministrasinya, bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah
dimengerti dan dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai.
f. Dapat Berubah dan Menyesuaikan
Menurut Prof. Dr. Soepomo S.H., sebagaimana yang telah ditegaskan
oleh Pof. Dr. Mr. Cornelis Van VollenHoven dinyatakan sebagai
berikut.
Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan
berkembang seperti keadaan hidup itu sendiri. Hukum adat yang pada
waktu yang telah lampau agak berbed isinya. Hukum adat menunjukkan
perkembangan, dan seterusnya . Kemudian didalam buku Soleman B.
Taneko, S.H. (1987:98-99) telah ditegaskan oleh Prof. Dr. Mr. Cornelis
Van Vallenhoven dalam Orientatie In Adatrech Van Nederland Indie.
Kemudian Moch Koesnoe (1993:67) menjelaskan:
Di Indonesia hukum adat menyesuaikan diri dengan kehidupan
bangsa yang ada di Indonesia sepanjang perjalanan sejarahnya.
Contoh: JUal beli lepas, perkawinan jujur, adopsi, dan lain sebagainya
d. Sifat Kontkrit
di dalam arti berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan
supaya hal-hal yang dimaksud, diinginkan, dikehendaki, atau di
kerjakan, diberi tanda yang kelihatan baik langsung maupun hanya
menyerupai objek yang dikehendaki
Contoh: Panjer di dalam jual beli, paningset dalam pertunangan, barangbarng lain lalu barang itu dimusnahkan.
9. Sistem Hukum Adat
Suatu system adalah merupakan susunan yang teratur dari berbagai
unsur, di mana unsur yang satu dengan yang lain secara fungsional
saling bertautan sehingga memberikan suatu kesatuan pengertian.
Selanjutnya berbicara mengenai system hukum adat ini Prof. Dr.
Soepomo S.H, menyebutkan sebagai berikut.
tiap-tiap hukum merupakan suatu system yaitu peraturanperaturanya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam
pikiran, begitupun hukum adat. System hukum
adat
bersendi
atas dasar-dasar pikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam
pikiran yang menguasai system hukum barat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka hal-hal yang mencakup
hukum adat adalah sebagai berikut:
a. Mendekati system hukum Inggris
Di Inggris dikenal adanya juru damai yang disebut Justice of The Peace.
Hal ini mirip dengan peradilan adat di Indonesia yang menyelesaikan
perkara perselisihan secara damai (di masa-masa lalu dan sekarang
sudah tidak berlaku). Namun di Inggris seseorang menuntut orang lain
di muka hakim pidana tanpa nelalui badan penuntut.
b) Tidak membedakan hukum publik dan hukum privat
Hukum publik yang menyangkut kepentingan umum seperti Hukum
Ketata Negaraan yang mengatur tugas-tugas kenegaraan dalam
hubungan antara badan-badan negara dan tugas-tugas pemerintahan dan
anggota-anggota masyarakat. Hukum perdata atau hukum sipil (privat)
BAB III
TATA SUSUNAN MASYARAKAT DI INDONESIA
1. Persekutuan Hukum (RECHTS GEMEENSCHAP)
Menurut Prof. Dr. R. SOEPOMO, S.H., (1993:45) dijelaskan bahwa
VAN VOLLENHOVEN didalam orasinya tanggal 2 oktober 1901
menegaskan :
Bahwa untuk mengetahui hukum, maka yang terutama perlu
diselidiki adalah pada waktu dan bilamana serta didaerah mana sifat dan
susunan badan-badan persekutuan hukum dimana orang-orang yang
dikuasai oleh hukum itu hidup sehari-hari.
Kemudian menurut Soepomo sendiri dikemukakan bahwa:
penguraian tentang badan-badan persekutuan itu harus tidak
didasarkan atas sesuatu yang dogmatic, melainkan harus berdasar atas
kehidupan yang nyata dri masyarkat yang bersangkutan.
Dari apa yang dikemukkan oleh VAN VALLNHOVEN dan SOEPOMO
kelihatanlah bahwa masyarakat yang mengembangkan ciri khas hukum
adat itu adalah persekutuan hukum adat (Adatrechts
Gemeenschapen).
Di samping pimpinan dan kekayaan (benda berujud dan tidak berujud),
tiap-tiap kelompok mempunyai wilayah tertentu atas dan di dalam
batas-batas wilayah itu kelompik yang bersangkutan menjalani
kehidupannya. Kelompok yang demikian dinamakan Persekutuan
Hukum atau Masyarakat Hukum.
Jadi Persekutuan Hukum atau Masyarakat Hukum (Rechtsgemensghap)
adalah:
sekelompok orang-orang yang terkait sebagai suatu kesatuan
dalam suatu susunan yang teratur, yang bersifat abadi dan memiliki
pimpinan serta kekayaan sendiri baik berujud maupun tidak berujud
dan mendiami atau hidup di atas wilayah tertentu.
Menurut Soerjono Soekanto (2001:93) didalam bukunya Beginselen
En Stelsel Van Het Adatrech, Prof. Dr. Ter Haar Bzn (1950:16)
merumuskan masyarakat hukum adat sebagai:
Ge ordende groepen van blijven karakter met eigen bewind en
eigen materiel en
immaterial vermogen. (kelompok-kelompok
a.
b.
c.
Golongan Eropa
Golongan TIMUR ASING
Golongan bumi putera
BAB VII
HUKUM ADAT KEKELUARGAAN
(VERWANTSCHAPS RECHT)
HUKUM ADAT KEKELUARGAAN ini oleh Prof. Dr. BAREND TER
HAAR,
BZn.
(1991:114)disebut
sebagai
HUKUM
KESANAKSAUDARAAN
(VERWANTSCHAPS
RECHT)dan
DJAREN SARAGIH, S.H. (1984:113) menamakannya sebagai HUKUM
KELUARGA (HUKUM KESAAKSAUDARAAN), sedangkan Prof. H.
HILMAN HADIKUSUMA, S.H. (1992:201) menyebut sebagai
HUKUM ADAT KEKERABATAN.
Pada dasarnya HUKUM ADAT KEKELUARGAAN atau
HUKUM ADAT KEKERABATAN, adalah:
Hukum Adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan
pribadi seseorang sebagai anggota kerabat (Keluarga),
kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya,
kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya, dan
masalah perwalian anak.
Dalam suasana Hukum dat Indonesia, perbedaan dalam hubunganhubungan yang ditimbulkan adalah merupakan akibat dari hubungan
hukum yang disebut dengan PERKAWINAN dan hubunga-hubungan
HUKUM KESANAK SAUDARAAN.
Di dalam masalah HUKUM ADAT KEKELUARGAAN atau
HUKUM ADAT KEKETABATAN akan dibahas secara singkat tetapi
gamblang mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. KEDUDUKAN PRIBADI
Sesungguhnya manusia secara pribadi dilahirkan ke dunia
mempunyai nilai-nilan yang sama seperti Nilai Hidup, Kemerdekaan,
Kesejahteraan, Kehormatan, dan Kebendaan. Tetapi kehidupan
masyarakat, adat budaya serta pengaruh Agama yang dianut oleh manusia
menyebabkan penilaiannya menjadi tidak sama.
Dengan adanya perbedaan pribadi seseorang di dalam kehidupan
masyarakat, maka berbeda pula hak-hak dan kewajiban serta kewenangnya
dalam kemasyarakatan hukum adatnya.
kemudian hari wajib ditumpahkan, dan ANAK itu juga dipandang sebagai
pelindung orang tuanya kelak kalau orang tua itu sudah tidak mampu lagi
secara fisik untuk mencari nafkah sendiri.
Namun, sayang ternyata dalam kenyataannya dimasyarakat kita
banyak terjadi kejadian dimana kelahiran seorang anak tidak normal atau
tidak sa, diantaranya adalah:
a. ANAK lahir di luar perkawinan.
b. ANAK lahir karena hubugan ZINAH.
c. ANAK lahir setelah perceraian.
4. AKIBAT ANG TIMBUL DARI HUBUNGAN ANTARA ANAK
DAN ORANG TUA
Hubungan antara Anak dan Orang Tua menimbulkan akibat-akibat
hukum tertentu antara lain:
a. Adanya larangan perkawinan antara Orang Tua dan Anak.
b. Adanya kewajiban saling memeliharaantara Orang Tua dan
Anak (hak alimentasi).
c. Pada dasarnya setiap anak mempunyai hak waris terhadap orang
tuannya.
Di dalam Hukum Adat hubungan hukum antara anak dengan orang
tuangya khususnya dengan Ayanhnya dapat diputuskan dengan hubungan
hukum tertentu , misalnya Anak tersebut dibuang oleh Bapaknya.
5. HUBUNGAN ANAK DENGAN KELUARGA
Pada umumnya hubungan anak dengan keluaga ini sangat
tergantung dari keadaan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
6. ANAK TIRI
ANAK TIRI adalah anak kandung bawaan Isteri Janda atau
bawaan dari Suami Duda yang mengikat tali perkawinan.
7. MEMELIHARA ANAK YATIM (PIATU)
Apabila di dalam suatu keluarga salah satu dari keluarganya baik
Bapak atau Ibunya tidak ada lagi, maka apabila masih ada anak-anak yang
belum dewasa dalam susunan keluarga BAPAK-IBU (PARENTAL), maka
orang tua yang mash hiduplan yang memelihara anak-anak tersebut lebih
lanjut. Dan jika kedua-duanya tidak ada lagi maka yang memelihara anakanak yang ditinggalkan adalah salah satu dari ke;uarga pihak BAPAK atau
pihak IBU yang terdekat.
8. MENGANKAT ANAK (ADOPSI)
Jika dari suatu perkawinan tidak didapatkan keturunan yang akan
menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat maka keluarga tersebut
dianggap PUTUS KETURUNAN. Apabila dari seorang isteri tidak
terdapat keturunan maka para anggota kerabat dapat mendesak agar si
suami mencari wanita lain atau mengangkat anak kemenakan dari anggota
kerabat untuk menjadi penerus kehidupan keluarga bersangkutan.
Menurut SOEROJO WIMGJODIPOERO, S.H., mengangkat
anak adalah sebagai berikut:
Mengangkat anak atau ADOPSI (KIDS AANEMING) adalah suatu
perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam lingkungan
keluarga sendiri demikian rupa sehingga hubungan antara orang yang
mengambil anak dengan anak yang diambil timbul suatu hubungan
hukum kekeluargaan yang sama seperti hubungan yang ada diantara
orang tua dengan anak kandungnya sendiri.
Sedangkan menurut Prof. H. HILMAN HADIKUSUMA, S.H.,
(1995:149) menyebutkan sebagai berikut:
Angkat anak adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh
orang tua anggkat dengan resmi menurut hukum adat setempat
dikarenakan tujuannya untuk melangsungan keturunan dan atua
pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.
BAB VIII
HUKUM ADAT PERKAWINAN
1. Ruang lingkup Hukum Adat PERKAWINAN
Manusia tidak akan dapat berkembang dengan baik dan beradab
tanpa adanya suatu proses atau lembaga yang disebut PERKAWINAN
karena dengan melalui PERKAWINAN menyebabkan adanya keturunan
yang baik dan, dan KETURUNAN yang baik dan sah itu kemudian dapat
menimbulkan tercipta suatu KELUARGA yang baikm dan sah pula
kemudian berkembang mejadi KERABAT dan MASYARAKAT yang
baik dan sah pula. Dengan demikian maka PERKAWINAN merupakan
unsur tali temali yang meneruskan kehidupan manusia dan
masyarakat yang baik secara sah.
Sehubungan dengan pernyataan di atas Prof. Dr. SPEKANTO,
S.H., (1985:100-101) menegaskan bahwa:
Perkawinan itu bukan hanya suatu peristiwa yangmengenai mereka
yang bersangkutan (perempuan dan laki-laki yang menikah) saja,
akan tetapi juga bagi orang tuannya, saudara-saudara dan
keluarganya.
Sedangkan menurut Prof. Dr. R. VAN DIJK adalah sebagai
berikut:
Perkawinan menurut hukum adat sangat bersangkutan dengan
urusan familie, keluarga, masyarakat, martabat dan pribadi. Hal ini
berbeda dengan perkawinan sepertai pada masyarakat Barat (Eropa)
yang modern bahwa perkawinan hanya merupakan urusan mereka
yang kawin itu saja.
Adat perkawinan telah mengalami perkembangan dan pergeseran
nilai, banhkan sering terjadi Perkawinan Campuran antar suku bangsa,
antar adat, antar orang-orang yang berbeda agama, bahkan perkawinan
antar bangsa.
Fungsi PERKAWINAN
Di kalangan masyarakat adat yang masih kuat mempertahankan
prinsip kekerabatan bedasarkan keturunan maka:
Fungsi perkawinan adalah merupakan suatu nilai hidup untuk dapat
meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan
BAB XIII
HUKUM ADAT DELIK
Hukum Adat Delik (ADATRECH DELICTEN) atau Hukum
Pidana Adat atau Hukum Pelanggaran Adat ialah aturan-aturan hukum adat
yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang berakibat
terganggunya keseimbangan masyarakat sehingga perlu diselesaikan
(dihukum) agar kesesimbangan masyarakat tidak terganggu.
1. Pengertian dan unsur-unsur HUKUM ADAT DELIK
a. Pengertian DELIK ADAT
Prof. Dr. Mr.Cornellis Van Vollenhoven
Yang dimaksud dengan DELI ADAT adalah perbuatan yang
tdak boleh dilakukan, walaupun pada kenyataannya peristiwa atau
perbuatan itu hanya sumbang (kesalahan) kecil saja.
Prof. Dr. Mr. Barend Ter Haar. B.Zn
Delik (pelanggaran) itu juga adalah setiap gangguan dari suatu
pihak terhadap keseimbangan dimana setiap pelanggaran itu dari
suatu pihak atau sokelompok orang berwujud atau tidak berwujud
berakibat menimbulkan reaksi (yang besar kecilnya menurut
ketentuan adat) suatu reaksi adat, dikarenakan adanya reaksi adat
itu maka keseimbangan harus dapat dipulihan kembali (dengan
pembayaran uang atau barang).
Prof. Bus. Har Muhamad, S.H.
Delik adat adalah suatu perbuatan sepihak darisesorang atau
kumpulan perseorangan ,engancam atau menyinggung atau
mengganggu keseimbangan dan kehidupan persekutuan bersifat
material atau immaterial terhadap orang seorang atau
masyarakatberupa kesatuan.
Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H.
Yang dimaksud dengan delik adat adalah peristiwa atau
perbuatan yang mengganggu keseimbangan masyarakat dan
dikarenakan adanya reaksi dari masyarakat maka keseimbangan
itu harus dipulihkan kembali.
3) Membeda-bedakan permasalahan
4) Peradilan dengan pemerintahan
5) Tindakan reaksi atau koreksi
Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H.
Di dalam bukunya PENGANTAR ILMU HUKUM ADAT
(1992:231-237) menyatakan sebagai berikut.
Aturan-aturan hukum mengenai pelanggaran ada
pada umumnya bersifat
1) Tradisional Magis Relegius
Artinya perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan perbuatan
mana yang mengganggu masyarakat itu bersufat turun
temurun dan dikaitan dengan keagamaan.
2) Menyeluruh dan menyatukan
Artinya sebagaimana telah ditegaskan oleh Soerojo
Wignjodipoero, S.H., bahwa Hukum Adat Delik tidak
memisahkan antara delik yang bersifat pidana atau delik yang
bersifat perdata begitu pula tidak dibedakan antara kejahatan
sebagai delik dan pelanggaran sebagai delik undang-undang.
3) Tidak PRAE EXISTENCE
Artinya tidak seperti Hukum Pidana Barat sebagaimana
dinyatakan dalam Ketentuan pasal 1 ayat (1) KUHP (Stb
1915-732)
yang
menganut
ADAGIUM
dari
MONTESQUIEU
dan
PAUL
ANSELM
VON
FEUERBACH (1775-1883).
4) Tidak menyamaratakan
Apabila terjadi Delik Adat maka yang terutama diperhatikan
adalah reakasi atau koreksidan terganggunya keseimbangan
masyarakat serta siapa pelaku perbuatan delik itu dan apa latar
belakangnya.
5) Terbuka dan lentur
Aturan Hukum Adat Delik bersifat terbuka dan lentur
(flexsible) terhadap unsur-unsur yang baru yang berubahbaik
yang datang dari luar maupun karena perubahan dan
perkembangan masyarakat dan lingkungannya.
1) Perbuatan PENGHINAAN
Contohnya memperkosa keselamatan masyarakat dalam arti
yang sebenarnya dan sekaligus dinilai sebagai perbuatan
menentang kehidupan bersama.
2) Membuka rahasia Masyarakat
Contohnya bersekongkol dengan golongan musuh termasuk
delik penghinaan atau delik yang sangat berat.
3) Perbuatan mengadakan PEMBAKARAN
Sehingga memusnahkan rumah-rumah adalah menentang
keselamatan masyarakat dan merusak keseimbangan tiada
tara.
4) Perbuatan menghina secara pribadi kepada Kepala Adat
Penghinaan terhadap Kepala Adat atau Kepala Suku atau Raja
dianggap melibatkan atau merusak keseimbangan masyarakat
oleh karena Kepala Adat atau Kepala Suku atau Raja adalah
simbol penjelmaan dari masyarakat itu sendiri.
5) Perbuatan SIHIR atau TENUNG
Di dalam Sistem Hukum Adat digolongkan dalam delik yang
berat karena merupakan perbuatan yang mencelakakan
seluruh masyarakat.
6) Perbuatan INCEST
Inipun termasuk delik yang paling berat dan hukumannya
hampir selalu hukuman mati. Dan yang paling ringan adalah
diasingkan dari masyarakat.
b. Jenis delik yang menentang Kepentingan Hukum Masyarakat
dan Famili yaitu berupa:
1) Hamil di luar Perkawinan
Bila tidak dilakukan bentuk perkawinan untuk menanggulangi
keadaan maka pada suku Bugis perempuan itu harus dibunuh
oleh keluarganya sendiri dan bila dia sempat melarikan diri ke
kediaman Raja atau Kepala Adat diusahakan supaya kawin
dengan orang-orang tertentu agar anak yang akan lahir berada
dalam status perkawinan.
2)
Kemudian
Prof.
Dr.
Mr.
CORNELLIS
VAN
VOLLENHOVEN menegaskan bahwa:
Hakim adalah berwenang bahkan berkewajiban untuk
menambah hukum adatberdasarkan atas pertimbangan bahwa
perubahan yang cukup besar di dalam situasi rakyat
mengkhendaki dibentuknya peraturan hukum yang baru.
Di dalam rangka Sistem Hukum Adat Hakim berwenang
malahan berkewajiban jikalau terhadap suatu soal belum ada
peraturan hukum yang positif memberikan putusan yang
mencerminkan rasa keadilan rakyat yang bertumbuh baru, wajib
memberi konkretisasi, wajib menuangkan menjadi konkrit di
dalam keputusannya apa yang menurut keyakinannya sesuai
dengan aliran masyarakat.