TUGAS KELOMPOK 1 :
AFIF ZULIYANTO
ANDI CAHYONO
DIAH SARI HERDRIATI
DWI SUSILO
NOOR ACHRIS HIDAYATI
RIVVI ARIYANTI
YANITA MAILATUL NIKMAH
YUSUF HERIYANTO
B. RENTANG RESPON
Keterangan:
a. Asertif, merupakan ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga akan memberikan kelegaan dan tidak
menimbulkan masalah. Asertif merupakan bentuk perilaku untuk menyampaikan perasaan
diri dengan kepastian dan memperhatikan komunikasi yang menunjukkan respek pada orang
lain.
b. Frustasi, adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang tidak realistis
atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
c. Pasif, merupakan kelanjutan dari frustasi, dalam keadaan ini individu tidak menemukan
alternatif lain penyelesaian masalah, sehingga terlihat pasif dan tidak mampu
mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif, adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak
destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa muka masam, bicara kasar,
menuntut, dan kasar.
e. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
1) Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud
ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
obyek yang menyebabkan frustasi.
2) Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura ini
memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan
marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin,
acetikolin, dan asam amino GABA (gamma aminobutiric acid). GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin
dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
a. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, serta
postur tubuh kaku.
b. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras
dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka
mengejek, dan mengkritik.
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain
memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
Karakteristik
a. Ada ide melukai diri sendiri atau orang lain
b. Merencanakan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain/ lingkungan
c. Mengancam
d. Penyalahgunaan obat
e. Depresi berat
f. Marah/ sikap bermusuhan
g. Bicara ketus
h. Mengungkapkan kata-kata kotor
i. Mempunyai riwayat perilaku kekerasan
AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.Tanda dan
gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tandamarah yang
diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,berdebat
dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampasmakanan, memukul
jika tidak senang.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
a. Psikofarmako
1) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
i. Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari
penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat
(SSP) secara langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi,
pemikiran, dan emosi.
Menurut Stuart (2009), beberapa kategori obat yang digunakan untuk
mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
ii. Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi
obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk
gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect
dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan developmental disability.
iii. Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone,
efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organik. (Keliat, 2011).
b. Psikoterapi
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
1) Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
i. Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini
dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua
area kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait.
Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini
digunakan baik pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
ii. Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film,
atau diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika klien tenang. Aktivitas juga
melibatkan klien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan
perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk
mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui apa
yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien.
iii. Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok.
Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru
memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan
juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting
iv. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi
klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan
menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga.
v. Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara
pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara
ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri
dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal,
memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit
hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap
yang sama dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan
terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi
pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya
mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi.
G. POHON MASALAH
Perilaku kekerasan
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2) Data yang perlu dikaji
a) Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
a) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b) Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b) Perilaku kekerasan / amuk
c) Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d) Data Obyektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
e) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri
f) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
SP II PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II :
Memukul bantal
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dgn cara fisik 1
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II (pukul bantal/kasur)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP III PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik I
dan II
2. Melatih pasien mengotrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IV PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik I,II
dan verbal
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara meminum
obat
1. Mengevaluasi kemampuanmengontrol PK dengan cara fisik I,II, verbal
dan spiritual
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan patuh minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 1 KELUARGA
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain
SP 2 KELUARGA
Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol kemarahan klien
secara langsung
1. Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
2. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat
3. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
4. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
SP 3 KELUARGA
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (dischange planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Daftar Pustaka
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga Universitas
Press.
Stuart, G.W. and Laraia. 2009. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St. Louis:
Mosby Year B
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.