Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PENGARUH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERHADAP


PENINGKATAN KESEHATAN ANAK

TUGAS KELOMPOK 3 :
SITI SUCIYATI
USWATUL ICHSANA
RAGIL PRIYO JULISTYANTO
RIAN KUKUH HANGGA PRADIKDA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S-1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SAW, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Kelompok 3
dapat menyelesaikan tugas pembuatan Makalah “Pengaruh Pertumbuhan dan Perkembangan
terhadap Peningkatan Kesehatan Anak”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan perkembangan Ilmu Keperawatan dengan perkembangan kurikulum terbaru, khususnya
mata kuliah Keperawatan Anak.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi penulis, pembaca dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat diaplikasikan untuk mengembangkan
kompetensi dalam keperawatan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami selalu bersedia dengan terbuka menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa
mendatang.

Jepara, 24 Maret 2021


Penyusun,

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apa sebenarnya pengertian perkembangan itu ? Istilah perkembangan
(development) dan pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hamper sama.
Keduanya dapat diartikan adanya perubahan dari keadaan sesuatu dari keadaan yang lain.
Namun pada istilah pertumbuhan dititik beratkan pada perubahan fisik, sedangkan istilah
perkembangan digunakan kalau lebih menekankan pada perubahan psikis.
Sebagaimana Monks dkk menuliskan istilah pertumbuhan khusus dimaksudkan
bagi pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan
istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala
psikologik yang Nampak, dan tidak dapat disangkal bahwasannya pertumbuhan fisik
mempengaruhi perkembangan psikis, karena keduanya memang tidak dapat dipisahkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pertumbuhan dan perkembangan serta factor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak ?
2. Apa saja pertumbuhan anak pada tiap tahap usia ?
3. Apa metode deteksi dini tumbuh kembang anak ?
4. Apa saja masalah-masalah perkembangan anak ?
5. Apa perkembangan psikosexsual menurut Sigmund Freud ?
6. Apa perkembangan psikososial menurut Eric Ericson ?
7. Apa perkembangan kognitif menurut jean Peaget ?
8. Apa perkembangan moral menurut Koberg ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian pertumbuhan dan perkembangan serta factor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
2. Untuk mengetahui pertumbuhan anak pada tiap tahap usia
3. Untuk mengetahui metode deteksi dini tumbuh kembang anak
4. Untuk mengetahui masalah-masalah perkembangan anak
5. Untuk mengetahui perkembangan psikosexsual menurut Sigmund Freud
6. Untuk mengetahui perkembangan psikososial menurut Eric Ericson
7. Untuk mengetahui perkembangan kognitif menurut jean Peaget
8. Untuk mengetahui perkembangan moral menurut Koberg
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERTA FAKTOR


YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh, misalnya
bertambah berat badan, bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala,
bertambah lingkar lengan, tumbuh gigi susu, dan perubahan tubuh yang lainya.
Sedangkan perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara
bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi
kemampuan yang lebih sulit, misalnya kecerdasan, sikap, dan tingkah laku. (Susanto,
2011).
Faktor- Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan (Nurlaila dkk,
2018) :
a) Faktor Genetik
Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang anak. Melaui instruksi genetik yang terkandung dalam sel telur yang
telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Potensi
genetic yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga dapat diperoleh hasil akhir yang optimal. Penyakit keturunan
yang disebabkan oleh kelainan kromosom seperti sindrom down, sindrom
turner, dan lain-lain.
b) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan adalah lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal.
Lingkungan prenatal meliputi gizi ibu saat hamil, adanya toksin atau zat
kimia, radiasi, stress, anoksia embrio, imunitas, infeksi, dan lain-lain.
c) Faktor Biologis
Faktor biologis meliputi ras (suku bangsa), jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit kronis, fungsi metabolisme
tubuh.
d) Faktor Fisik
Faktor fisik meliputi cuaca (musim, keadaan geografis), keadaan
rumah, sanitasi, radiasi.
e) Faktor Psikososial
Faktor psikososial meliputi stimulasi, ganjaran/hukuman yang wajar,
motivasi belajar, keluarga sebaya, sekolah, stress, cinta, dan kasih sayang,
kualitas interaksi anak dan orang tua.
f) Faktor Keluarga dan Adat Istiadat
Faktor keluarga dan adat istiadat meliputi pekerjaan/pendapatan
keluarga, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam
keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah dan ibu, adat istiadat,
norma, agama.

B. PERTUMBUHAN ANAK PADA TIAP TAHAP USIA


1. Infant (Bayi usia 1-12 bulan)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat berlangsung secara terus
menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf. Masa antara usia 1-12 bulan
disebut periode vital, artinya bahwa periode ini mempunyai makna mempertahankan
kehidupannya untuk dapat melaksanakan perkembangan selanjutnya. Dengan
beberapa kemampuan, yaitu : insting, refleks, dan kemampuan belajar.
a) Insting
Kemampuan yang telah ada sejak lahir, sifatnya psikofisis untuk dapat
bereaksi terhadap lingkungan melalui rangsangan-rangsangan tertentu
dengan cara khas, tanpa bekerja atau berpikir lebih dahulu. Contohnya :
reaksi senyum bila ibu mengajak bayi berbicara walaupun belum mengerti
kata-kata yang diucapkan, bayi bereaksi ketakutan bila ada orang yang
mendekati dengan sikap marah.
b) Refleks
Suatu gerakan yang terjadi secara otomatis atau spontan tanpa
disadari, pada bayi normal.
Macam-macam refleks pada usia bayi :
 Tonic neck reflex
Gerakan spontan otot kuduk pada bayi norma. Bila bayi
ditengkurapkan secara spontan akan memiringkan kepalanya.
 Rooting Reflex
Bila menyentuh daerah bibir amak akan segera membuka
mulut dan memiringkan kepala kearah tersebut.
 Grasp Reflex
Bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi maka jari-jarinya
akan langsung menggenggam dengan kuat.
 Moro Reflex
Bila bayi diangkat seolah-olah menyambut dan mendekap
orang yang mengkatnya tersebut. Bila bayi diangkat secara
kasar maka dia akan menangis dengan kuat.
 Startle Reflex
Reaksi emosional beberapa entakan dan gerakan seperti
mengejang pada lengan dan tangan dan sering diikuti dengan
tangis yang menunjukkan rasa takut. Bisa disebabkan suara-
suara yang keras dengan tiba-tiba, cahaya yang kuat, atau
perubahan suhu mendadak.
 Doll’s eyes Reflex
Bila kepala bayi dimiringkan maka mata juga akan bergerak
miring mengikuti, seperti mata boneka.
2. Toodler (1-2 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini akan mengalami beberapa
perlambatan dalam pertumbuhan fisik, anak hanya mengalami kenaikan berat badan
sekitar 1,5-2,5 kg dan penambahan tinggi badan 6-10 cm. Pertumbuhan otak juga
akan mengalami perlambatan, lingkar kepala hanya 2 cm, pertumbuhan gigi terdapat
tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama, dan gigi taring sehingga
berjumlah 14-16 buah. Pada masa ini, anak bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat
keakuan yang kuat sehingga segala sesuatu yang disukainya dianggap sebagai
miliknya. Apabila anak menginginkan mainan kepunyaan temannya, sering ia akan
merebutnya karena dianggap miliknya.
Perkembangan motorik kasar : mampu melangkah dan berjalan dengan tegak,
mampu menaiki tangga dengan cara 1 tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua
mampu berlari kecil, menendang bola dan mencoba melompat.
Perkembangan motorik halus : mencoba menyusun menara pada kubus
Perkembangan bahasa : mampu memiliki 10 perbendaharaan kata, meniru dan
mengenal serta responsif terhadap orang lain, menunjukan 2 gambar,
mengombinasikan kata-kata, menunjukan lambaian anggota badan.
3. Pra Sekolah (2-6 tahun)
Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktifitas fisik dan
kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam, 2005), pada usia
prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilty). Pada
masa ini rasa ingin tahu (curious) dan adanya imajinasi anak berkembang sehingga
anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak
diketahuinya. Apabila orang tua mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat
anak merasa bersalah. Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada
masa phalik, dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan
laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi figure atau perilaku kedua orang tuanya
sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa disekitarnya.
Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola
makan dimana pada umumnya anak mengalami kesulitan untuk makan. Proses
eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan perkembangan
kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak sudah mempersiapkan diri
untuk memasuki sekolah. (Hidayat, 2008)
4. Sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan
kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
Karakteristik fisik
a) Berat badan anak bertambah 2-4 kg/tahun
b) Tinggi badan usia 8 tahun secara proporsional lengan tumbuh lebih panjang
dari pada badan, tinggi bertambah pada usia 9 tahun.
c) Gigi susu mulai tanggal, memiliki 10-11 gigi permanen saat usia 8 tahun dan
kira-kira 26 gigi permanen saat berusia 12 tahun
Perkembangan motorik kasar
a) Umur 7-10 tahun aktivitas motoric kasar dibawah kendali keterampilan
kognitif dan kesadaran, secara bertahap meningkatkan irama, kehalusan, dan
keanggunan gerakan otot, meningkatkan minat dalam penyempurnaan.
Keterampilan fisik, kekuatan, dan daya tahan juga meningkat
b) Umur 10-12 tahun tingkat energi tinggi dan peningkatan arah dan kendali dari
kemampuan fisik
Perkembangan motorik halus
a) Menunjukan peningkatan perbaikan ketrampilan motorik halus karena
bertambahnya mielimisasi sistem saraf pusat.
b) Menunjukan perbaikan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan.
c) Dapat menulis daripada mengucapkan kata-kata saat berusia 8 tahun.
d) Menunjukan peningkatan, kemampuan untuk mengungkapkan secara
individual dan perhatian khusus seperti menjahit.
Perkembangan Kognitif (cara kerja konkrit usia 7-12 tahun)
a) Pemikiran anak menjadi sangat abstrak dan simbolik
b) Mempertimbangkan sejumlah alternative dalam menemukan pemecahan
terbaik
c) Dapat membalikan cara kerja, dapat melacak urutan kejadian kembali sejak
awal
d) Memahami konsep dulu, sekarang, dan yang akan datang
e) Dapat menyebutkan waktu
f) Dapat menggolongkan objek sebagai golongan
g) Memahami konsep tinggi, berat, dan volume
h) Dapat berfokus lebih dari satu aspek situasi
Perkembangan Bahasa
a) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
b) Pemahaman terhadap pembicaraan mungkin tertinggal dari perngertiannya
c) Tidak begitu egosentris dalam orientasi
d) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
e) Memakai semua bagian pembicaraan, termasuk kata sifat, kata keterangan,
dan penghubung
f) Ikut memakai kalimat majemuk dan gabungan
g) Kosa katanya mencapai 50.000 kata
5. Adolecent (Remaja)
Klasifikasi usia remaja
a) Pra remaja : 10-12 tahun
b) Remaja awal : 12-15 tahun
c) Remaja tengah 15-18 tahun
d) Remaja akhir : 18-21 tahun
Pertumbuhan pesat TB : 25% dan BB : 50%. Semua system berubah, bagian tubuh
tertentu memanjan. Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada
perempuan dan laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk
kedalam tahap remaja dibandingkan dengan anak laki-laki dan perkembangan ini
ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
 ASPEK PERKEMBANGAN :
1. Personal Sosial
Personal sosial adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
2. Motorik Halus
Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis
dan sebagainya.
3. Motorik Kasar
Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibattkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya.
4. Bahasa
Bahasa adalah aspek yang behubungan dengan kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi,
mengikuti perintah dan sebagainya.

C. DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK


1. KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)
Formulir KPSP adalah alata/instrument yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Untuk kuesioner KPSP dari usia
6-72 bulan. (Senja, 2020)
Cara menggunakan KPSP :
KPSP : Usia 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan. Apabila
anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari
usia anak.
Contoh :
Bayi usia 7 bulan maka yang diginakan adalah KPSP 6 bulan. Apabila anak tersebut
sudah berumur 9 bulan maka yang diberikan adalah KPSP 9 bulan.
a) Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan.
b) Jika usia anak lebih dari 16 hari maka dibulatkan menjadi 1 bulan .
Misalnya. Bayi usia 3 bulan 16 hari maka dibulatkan menjadi 4 bulan, dan jika
usia bayi 3 bulan 15 hari maka dibulatkan menjadi 3 bulan.
c) Setelah menentukan usia anak, pilih KPSP yang sesuai dengan usia anak.
d) KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan seperti berikut :
- Pertanyaan yang dijawan oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “Dapatkah bayi
makan kue sendiri ?”
- Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas
yang tertulis pada KPSP. Contoh : “Pada posisi bayi anda telentang, tariklah
bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk.”
e) Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau
ragu, tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.
f) Pertanyaan dijawab berurutan satu per satu.
g) Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK.
h) Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.

Berikut ini cara menginterpretasikan hasil KPSP :

a) Hitung jawaban Ya (bila dijawab bias atau sering atau kadang-kadang).


- Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan (S).
- Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).
- Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan.
b) Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah).
c) Rincilah jawaban TIDAK pada nomor berapa saja.

Berikut ini pedoman untuk anak dengan perkembangan yang SESUAI (S) :

a) Orangtua atau pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.


b) Pola asuh anak selanjutnya, terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi yang
disesuaikan dengan umur dan kesiapan anak.
c) Keterlibatan orangtua sangat baik dalam setiap kesempatan stimulasi. Tidak perlu
mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari
yang terarah.
d) Ikutkan anak setiap ada kegiatan posyandu.

Sementara itu, berikut ini pedoman untuk anak dengan perkembangan yang
MERAGUKAN (M) :

a) Konsultasikan nomor jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan
lebih sering.
b) Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak.
c) Jika anak sakit, laukakan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak.
Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat
perkembangannya.
d) Lakukan KPSP ulang selama 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama
pada saat pertama kali dinilai.
e) Apabila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bias
dilakukan, lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai dengan umur anak. Misalnya,
umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA.
Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali, gunakan
dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa
dilaksanakan KPSP 9 bulan.
f) Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.
g) Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA.
Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau kerumah sakit dengan fasilitas
klinik tumbuh kembang.
2. DENVER
 Definisi
Denver Development Screening Test (DDST) adalah sebuah metode
pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan
perkembangananak usia 0-6 tahun. Manfaat pengkajian perkembangan dengan
menggunakan DDST bergantung pada usia anak. Pada bayi baru lahir, tes ini
dapat mendeteksi berbagai masalah neurologis, salah satunya serebral palsi.
(Rambe, 2020)
DDST digunakan untuk mendeteksi aadanya massalah dalam
perkembangan anak yang berat dan sebagai metode yang cepat untuk
mengidentifikasi anak yang memelukan evaluasi lebih lanjut. DDST bukan
merupakan tes kecerdasan dan bukan alat yang digunakan untuk menetapkan
diagnosis.
DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode
penilaian perkembangan anak. Tes ini dikembangkan pada 6 tahun pertama
kehidupan anak, dengan penekanan pada 2 tahun pertama. Tes ini memerlukan
waktu sekitar 15-20 menit.
 Tujuan :
a) Untuk mengetahui dan mengikuti proses perkembangan
b) Untuk mengatasi secara dini bila ditemui kelainan
c) Menilai tingkat perkembangan bayi/anak sesuai dengan usianya
d) Menilai tingkat perkembangan bayi/anak yang tampak sehat
e) Menilai tingkat perkembangan bayi/anak yang tidak menunjukkan gejala
kemungkinan adanya kelainan perkembangan
f) Memastikan bayi/anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan
g) Memantau bayi/anak yang beresiko mengalami kelainan perkembangan
h) Menjaring bayi/anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan
perkembangan
 Manfaat :
a) Mengetahui tahap perkembangan yang dicapai bayi/anak
b) Menemukan adanya keterlambatan bayi/anak sedini mungkin
c) Meningkatkan kesadaran orang tua agar menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi perkembangan bayi/anak
 Prinsip :
a) Pemantauan kegiatan pada latihan gerak kasar dan halus, latihan bicara
dan kemandirian bersosialisasi (personal sosial)
b) Bertahap dan berkelanjutan
c) Dimulai dari tahapan perkembangan yang telah dicapai bayi/anak
d) Alat bantu sederhana, tidak berbahaya dan mudah didapat
e) Suasana dibuat menyenangkan, bervariasi dan tidak membosankan
f) Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, tidak menghukum, tidak
membentak pada bayi/anak yang tidak mau melakukan kegiatan yang ada
dalam tugas perkembangan
g) Bayi/anak diberi reinforcement jika berhasil melakukan tugas
perkembangan
 Sektor Perkembangan pada Pemeriksaan DDST
Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana semua
tugas perkembangan itu disusun berdasarkan untuk perkembangan dan diatur
dalam 4 kelompok besar yang disebut sector perkembangan yang meliputi :
a) Personal Social (Perilaku Sosial) : Asepek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri bayi/anak menyesuaikan dengan orang lain,
bersosialisasi, berinteraksi dengan lingkungannya dan perhatian terhadap
kebutuhan perorangan atau kelompok. Aspek ini terdiri dari 25 item.
b) Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus) : Aspek yang
berhubungan dengan kemampuan bayi/anak untuk mengamati sesuatu,
untuk menggunakan bagian tubuh tertentu, tidak diperlukan banyak
tenaga namun diperlukan kecermatan dan fungsi koordinasi yang lebih
kompleks. Aspek ini terdiri dari 29 item.
c) Language (Bahasa) : Aspek yang berhubungan dengan kemampuan
bayi/anak untuk memberikan respon terhadap suara, mendengar,
mengerti, memahami, perkataan orang lain, mengikuti perintah,
menggunakan bahasa, berbicara spontan, serta mengungkapkan perasaan,
keinginan,dan pendapat melalui kata-kata. Aspek ini terdiri dari 39 item.
d) Gross Motor (Gerak Motorik Kasar) : Aspek yang berhubungan dengan
kemampuan bayi/anak menggunakan dan melibatkan sebagian besar
bagian tubuh biasanya menggunakan lebih banyak tenaga. Seperti duduk,
jalan, melompat, dan gerakan umum otot besar. Aspek ini terdiri dari 32
item.
 Prosedur Pemeriksaan DDST
Terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a) Tahap Pertama : secara periodic dilakukan pada semua bayi/anak yang
berusia :
1) 3-6 bulan
2) 9-12 bulan
3) 18-24 bulan
4) 3 tahun
5) 4 tahun
6) 5 tahun
b) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
 Material test
a) Gulungan benang wol warna merah (d=10cm)
b) Kerincingan dengan gagang kecil
c) Boneka kecil dengan botol susu
d) Cangkir plastic kecil dengan pegangan
e) 8 kubus 2,5x2,5 cm (merah, hijau, biri, kuning @ 2 buah)
f) Botol bening kecil dengan tutup d=1,5cm

Tarik garis usia dari garis skala usia atas (sesuai dengan usia yang telah
ditentukan) ke garis skala bawah dan cantumkan tanggal pemeriksaan pada ujung
atas garis usia. Format dapat digunakan beberapa kali, gunakan pensil warana
yang berbeda untuk mebedakan garis usia yang digunakan untuk pemeriksaan
sebelumnya.

 Urutan Pemeriksaan
a) Dimulai dari sector yang paling mudah (personal sosial-motorik halus-
adaptif-bahasa-motorik kasar).
b) Dimulai dengan tugas perkembangan yang terletak disebalah kiri dari
garis umur, kemudian dilanjutkan ke kanan garis umur, untuk setiap
sektor.
c) Tugas perkembangan yang mudah dilakukan, beri pujian bila anak dapat
melakukan ataupun kurang tepat, supaya anak tidak segan melakukan
tugas selanjutnya.
d) Tugas perkembangan yang menggunakan alat yang sama sebaiknya
dilakukan berurutan.
e) Hanya alat tes yang digunakan yang ditelatakkan dimeja tes.
f) Bayi dites dengan cara tiduran dan dilakukan secara berurutan.
 Untuk Identifikasi Resiko Perkembangan
a) Langkah 1 : Pada tiap sector dilakukan minimal 3 tugas perkembangan
yang paling dekat di sebelah kiri gari umur & tugas perkembangan yang
ditembus garis umur.
b) Langkah 2 : Lanjutkan melakukan tugas perkembangan kekanan pada tiap
sektor hingga mencapai 3 “gagal” (F) berturut-turut.
 Kesimpulan Test DDST
a) NORMAL
- Bila tidak ada “Delayed” dan paling banyak 1 ”Caution”.
- Lakukan ulangan pada control berikutnya.
b) SUSPECT
- Bila ada ≥2 ”Caution” dan atau ≥1 “Delayed”
- Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor
sesaat, seperti : rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan.
c) TIDAK DAPAT DIUJI
- Bila ada skor “Refuse” pada ≥1 tugas perkembangan disebelah kiri
garis umur atau “Refuse” pada ≥1 tugas perkembangan yang ditembus
garis umur pada daerah 75-90%.
- Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu.
 Pertimbangan untuk Rujukan
Bila hasil tes “suspek”/”tidak dapat dites” maka perlu dikirim ke ahli dengan
menentukan keadaan klinis berdasarkan :
a) Profil hasil tes (tugas perkembangan mana yang diskor “C” atau
“D”)
b) Jumlah skor “C” atau “D”
c) Tingkat perkembangan sebelumnya
d) Kondisi klinis lainnya (riwayat klinis, pemeriksaan kesehatan, dll)
e) Sumber rujukan yang tersedia.

D. MASALAH-MASALAH PERKEMBANGAN PADA ANAK


1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak, perlu
pemantauan yang kontinue. Dengan pemantauan berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, umur tulang dan pertumbuhan gigi, maka dapat diketahui adanya suatu
kelainan tumbuh kembang fisik seorang anak seperti : obesitas atau kelainan
hormonal, perawakan pendek akibat kelainan endokrin dan kurang gizi,
pertumbuhan/erupsi gigi terlambat yang disebabkan oleh hipotiroid, hipoparatiroid,
keturunan dan idiopatik, serta gangguan penglihatan dan pendengaran.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangn motorik yang lambat dapat disebabkan oleh :
a) Faktor keturunan
b) Faktor lingkungan
c) Faktor kepribadian
d) Retardasi mental
e) Kelainan tonus otot
f) Obesitas
g) Penyakit neuromuscular
h) Buta
3. Gangguan perkembangan bahasa
Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor
yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensi rendah, kurangnya
interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, faktor keluarga, kembar,
psikosis, gangguan lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia
dan afasia.
4. Gangguan fungsi vegetatif
a) Gangguan makan
b) Gangguan fungsi eliminasi
c) Gangguan tidur
d) Gangguan kebiasaan
e) Kecemasan
Kecemasan pada umumnya merupakan bagian dari perkembangan. Tetapi
bila kecemasan ini berlebihan sehingga mempunyai efek terhadap interaksi sosial
dan perkembangan anak, maka merupakan hal yang patologis yang memerlukan
suatu intervensi.
5. Gangguan suasana hati (mood disorders)
Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang ditandai dengan disforia,
kehilangan minat, sukar tidur, sukar konsentrasi, dan nafsu makan yang terganggu.
6. Bunuh diri dan percobaan bunuh diri
Bunuh diri sering merupakan penyelesaian masalah psikologi dan lingkungan bagi
remaja.
7. Gangguan kepribadian yang terpecah (disruptive behavioural disorders)
Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi dan kemarahan.
8. Gangguan perilaku seksual
Gangguan perilaku seksual antara lain transseksualism, transventism, dan
homoseksual.
9. Gangguan perkembangan pervasif dan psikosis pada anak
Gangguan perkembangan pervasive dan psikosis pada anak meliputi autisme
(gangguan komunikasi verbal dan non verbal, gangguan perilaku dan interaksi sosial),
Asperger (gangguan interaksi sosial, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang,
obsesif), childhood disintegrative disorder (demensia heller), dan kelainan Rett
(kelainan x-linked dominan pada anak perempuan).
10. Disfungsi neurodevelopmental pada anak usia sekolah
Disfungsi susunan saraf pusat sering disertai dengan kemampuan akademik yang di
bawah normal, kelainan perilaku dan masalah dalam interaksi sosial.
11. Kelainan saraf dan psikiatrik akibat dari trauma otak
Trauma otak meningkatkan resiko gangguan intelektual maupun psikiatris, terutama
bila trauma berat.
12. Penyakit psikosomatik
Konflik psikologik yang dapat memberikan gejala somatik disebut psikosomatik.
Contohnya adalah kelainan konversi, hipokondriasis, sindrom Munchausen by proxy,
reflex sympathetic dystrophy.

E. TEORI PERKEMBANGAN ANAK


1. Perkembangan Psikosexual menurut Sigmund freud
Model perkembangan kepribadian psikosekual freud menerangkan bahwa
perkembangan yang dialami individu melalui lima tahapan perkembangan
psikoseksual dan setiap tahapan memiliki karakteristik kesenangan seksual pada
beberapa bagian tubuh: mulut, anus, dan genital. Freud mempercayai bahwa
kepribadian dewasa merupakan akibat dari kemampuan individu menangani konflik
antara sumber kesenangan dan realita.
 Tahap 1: Oral (0 hingga 12-18 Bulan).
Refleks menghisap dan kepuasan oral tidak hanya penting untuk
kehidupan namun juga menyenangkan untuk bayi. Pada akhir tahapan ini,
bayi mulai menyadari bahwa ibu/ orang tua merupakan individu yang terpisah
dari dirinya. Terganggunya kehadiran orang tua baik secara fisik ataupun
emosional (misal, ikatan yang tidak aekuat atau adanya penyakit kronis) dapat
memengaruhi perkembangan bayi.
 Tahap 2: Anal (12-18 Bulan hingga 3 Tahun).
Fokus kesenangan berubah menjadi daerah anal. Anak- anak semakin
menyadari sensasi menyenangkan di area ini dengan ketertarikan pada produk
dari usahanya. Melalui proses toilet training, anak mengontrol keinginannya
dalam memenuhi kesenangannya untuk memenuhi harapan orang tua dan
sosial.
 Tahap 3: Phallic atau Oedipal (3 hingga 6 Tahun).
Organ genital merupakan fokus kesenangan selama tahapan ini. Anak laki-
laki memiliki ketertarikan terhadap penis; dan anak perempuan menjadi
waspada terhadap tidak adanya penis, atau yang dikenal sebagai penis envy.
Tahapan ini merupakan waktu eksplorasi dan imajinasi di mana anak mulai
berfantasi mengenai cinta pertamanya dengan orang tua dari jenis kelamin
yang berbeda dari dirinya, yang disebut sebagai Oedipus atau Electra
complex. Pada akhir tahapan ini, anak mencoba mengurangi konflik dengan
mengidentifikasi cara untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan
bersama orang tua dengan jenis kelamin yang sama dengan dirinya.
 Tahap 4: Latensi (6 hingga 12 Tahun).
Pada tahapan ini, Freud memercayai bahwa anak- anak menekan
(melakukan represi) dan mengalihkan dorongan seksual dari tahapan awal
Oedipal menjadi aktivitas yang produktif dan dapat diterima secara sosial.
Banyak hal yang ingin dipelajari dan dicapai oleh anak- anak dalam dunia
pendidikan dan sosialnya.
 Tahap 5: Genital (Pubertas Hingga Dewasa).
Pada tahap akhir ini, dorongan seksual kembali muncul dan diarahkan ke
luar dari lingkaran keluarga. Konflik yang belum tertangani sebelumnya akan
kembali muncul selama remaja. Ketika individu telah berhasil menangani
konflik, ia akan mampu untuk memiliki hubungan seksual dewasa yang
matang.
Freud meyakini bahwa komponen kepribadian seseorang berkembang
secara bertahap dan mengatur perilaku. Komponen kepribadian ini adalah id, ego dan
superego. Id (yaitu dorongan insting dasar untuk mencapai kesenangan) merupakan
bagian paling primitif dari kepribadian dan telah ada sejak bayi baru lahir. Bayi tidak
dapatmenoleransi keterlambatan dan kebutuhannya harus segera terpenuhi. Ego
mewakili komponen realita secara akurat, menjadi mediasi konflik antara lingkungan
dan dorongan id. Ego membantu individu dalam menentukan realita secara akurat,
mengatur dorongan, dan membuat keputusan yang baik. Ego sering dianggap sebagai
naluri. Komponen ketiga, superego, berperan dalam mengatur, menahan, dan
melarang suatu tindakan. Superego sering disebut sebagai moral, dipengaruhi oleh
standar di luar dorongan sosial (misal, orang tua dan guru).
2. Perkembangan Psikososial menurut Eric Ericson
Menurut Teori Perkembangan Psikososial Erikson, setiap individu perlu
menyelesaikan tugas tertentu sebelum menguasai tahapan perkembangannya dan
maju ke tahapan selanjutnya. Delapan tahapan kehidupan menurut Erikson dijelaskan
sebagai berikut :
 Percaya vs. Tidak Percaya (Trust vs. Mistrust) (0 hingga 1 Tahun).
Pembentukan dasar rasa percaya merupakan hal yang esensial untuk
perkembangan kepribadian yang schat. Keberhasilan bayi (infant) dalam
menyelesaikan resolusi di tahapan perkembangannya membutuhkan pemberi
asuhan yang konsisten dan selalu hadir untuk memenuhi kebutuhannya. Dasar
rasa percaya seorang bayi bermula dari kepercayaan terhadap orang tua,
kemudian mereka akan mampu untuk mempercayai dirinya sendiri, orang
lain, dan dunia (Hockenberry and Wilson, 2015). Pembentukan rasa percaya
menyebabkan tumbuhnya keyakinan dan optimisme. Perawat yang
menggunaan panduan antisipasi akan dapat membantu dialami bayi dan
perilakunya setelah kembali ke rumah.
 Otonomi vs. Perasaan Malu dan Ragu (Autonomy vs. Sense of Shame and
Doubt) (1 hingga 3 Tahun).
Pada tahapan ini, anak akan mampu melakukan beberapa aktivitas dasar
perawatan diri, termasuk berjalan, makan, dan buang air. Kemandirian yang
baru didapatkan ini merupakan hasil dari proses maturasi dan imitasi. Batita
(toddler) mengembangkan otonominya dengan membuat pilihan. Pilihan yang
khas untuk kelompok usia toddler mencakup aktivitas yang terkait dengan
hubungan, keinginan, dan permainan. Perawat perlu memahami bahwa orang
tua dan masyarakat memiliki harapan terhadap pilihan- pilihan tersebut.
Membatasi pilihan dan/ atau memberi hukuman yang keras terhadap toddler
akan menimbulkan perasaan malu dan ragu. Toddler yang berhasil menguasai
tahapan ini akan memiliki kontrol diri dan tekad. Perawat perlu merancang
panduan untuk bersikap empati terhadap toddler, yang mencakup dukungan
dan pemahaman mengenai tantangan dalam tahapan ini. Pilihan yang
diberikan untuk anak haruslah pilihan yang sederhana dan aman.
 Initiatif vs. Perasaan Bersalah (Initiative vs. Guilt) (3 hingga 6 Tahun).
Anak- anak pada tahapan ini gemar untuk bermain dan mencoba peran
baru. Fantasi dan imajinasi mereka memungkinkan mereka untuk
mengeksplorasi lingkungannya lebih jauh. Selain itu,pada tahapan ini, anak-
anak mulai mengembangkan superego, atau, moral mereka. Konflik seringkali
muncul ketika terjadi pembatasan pada perilaku anak yang memiliki
keinginan untuk mengeksplorasi. Konflik ini terkadang menyebabkan
perasaan frustrasi dan rasa bersalah. Perasaan bersalah juga terjadi ketika
respons pemberi asuhan terlalu keras. Anak- anak usia prasekolah belajar
untuk mempertahankan inisiatif tanpa menganggu kebebasan orang lain.
Keberhasilan memenuhi resolusi pada tahapan ini akan membantu anak
mengetahui arah dan tujuan hidup. Mengajarkan anak untuk mengontrol
keinginannya dan memiliki perilaku yang kooperatif akan membantu keluarga
dalam mengurangi risiko terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. Anak usia prasekolah seringkali terlibat dalam
animisme, karakteristik perkembangan yang membuat anak- anak
memperlakukan boneka atau mainan berbentuk hewan seolah- olah memiliki
pikiran dan perasaan. Terapi bermain dapat berperan dalam membantu anak
menghadapi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan hospitalisasi atau
penyakit kronis.

 Industri vs. Inferioritas (Industry vs. Inferiority) (6 hingga 11 Tahun).


Anak usia sekolah memiliki kemauan untuk mempelajari sendiri
keterampilan dan peralatan yang bersifat produktif atau menghasilkan sesuatu
secara sosial. Anak- anak belajar untuk bekerja dan bermain dengan teman
sebaya. Mereka membuat pencapaian atau prestasi dan mendapat pujian.
Perasan tidak adekuat atau inferior akan muncul jika anak tidak mendapat
dukungan yang tepat untuk mempelajari keterampilan baru atau jika
keterampilan yang dipelajari terlalu sulit. Anak- anak pada tahapan usia ini
perlu mendapatkan pengalaman pencapaian suatu prestasi untuk
mengembangkan perasaan kompetensi. Erikson meyakini bahwa anak yang
berhasil memenuhi tugas dalam tahapan perkembangan ini akan memiliki
kemampuan untuk memenuhi tugas dalam pekerjaannya saat dewasa kelak
(Erikson, 1963). Selama hospitalisasi, anak usia sekolah perlu memahami
rutinitas dan berpartisipasi seaktif mungkin dalam proses perawatan. Sebagai
contoh, beberapa anak dengan senang hati melakukan pencatatan asupan dan
luaran (nutrisi atau cairannya).
 Identitas vs. Kebingungan Peran (Identity vs. Role Confusion) (Pubertas).
Tahapan ini ditandai oleh perubahan fisiologis yang dramatis
berhubungan dengan maturasi seksual. Pada tahapan ini, anak remaja
(adolescent) mulai memfokuskan perhatian pada penampilan dan citra tubuh.
Selain itu, remaja mulai membentuk identitas diri dengan tujuan untuk
memiliki perspektif atau arahan mengenai diri, menjawab pertanyaan
mengenai, "siapakah saya?". Pembentukan identitas diri merupakan hal yang
penting dalam pengambilan keputusan saat dewasa kelak seperti pilihan
pekerjaan atau pasangan untuk menikah. Setiap remaja memiliki cara yang
unik dalam bersosialisasi sebagai anggota masyarakat yang saling bergantung
satu sama lain. Munculnya identitas diri dan perpisahan dengan keluarga
berhubungan dengan adanya tuntutan sosial, peluang dan konflik yang baru.
Erikson berpendapat bahwa keberhasilan menguasai tahapan ini akan
menumbuhkan pengabdian dan kesetiaan pada orang lain dan pasangan
(Hockenberry and Wilson, 2015).
 Intimasi vs. Isolasi (Intimacy vs. Isolation) (Dewasa Awal).
Individu pada tahapan usia dewasa awal yang telah mengembangkan
identitas diri akan memperdalam kecintaan dan kepedulian terhadap orang
lain. Mereka mencari pertemanan yang bermakna dan hubungan intim dengan
orang lain. Erikson menggambarkan keintimansebagai penemuan diri,
sebaliknya, tidak adanya hubungan intim menyebabkan kehilangan diri
(Santrock, 2012a). Individu dewasa awal yang tidak dapat menjalin
pertemanan dan hubungan yang intim berisiko mengalami isolasi karena
ketakutan akan penolakan dan kekecewaan (Berger, 2011). Perawat perlu
memahami bahwa individu dewasa awal tetap memiliki kebutuhan akan
intimasi; sehingga perlu memanfaatkan dukungan pasangan atau kerabat
selama hospitalisasi.
 Generativitas vs. Absorpsi Diri dan Stagnasi (Generativity vs. Self-
Absorption and Stagnation)(Dewasa Menengah).
Individu pada tahapan usia dewasa berfokus pada pemberian dukungan
terhadap generasi di masa depan, setelah berhasil memenuhi tugas
perkembangan dalam menjalin hubungan yang intim. Kemampuan untuk
mengembangkan keterlibatan personal dan sosial seseorang merupakan hal
yang kritis dalam tahap perkembangan ini. Individu dengan usia dewasa
menengah mencapai keberhasilan tahapan perkembangan ini dengan
berkontribusi terhadap generasi mendatang melalui pengasuhan anak,
pengajaran, pendampingan dan keterlibatan dalam aktivitas di masyarakat.
Pencapaian generativitas menimbulkan sikap caring terhadap orang lain
sebagai kekuatan dasar individu. Sebaliknya, ketidakmampuan untuk
memenuhi peran dalam pengembangan generasi mendatang akan
mengakibatkan stagnasi (Santrock, 2012a). Perawat perlu membantu individu
dewasa yang mengalami masalah kesehatan fisik dalam memilih cara yang
kreatif untuk terlibat dalam aktivitas sosial. Individu pada tahapan usia ini
seringkali merasa terpenuhi dengan berpartisipasi dalam kegiatan sukarela di
sekolah, rumah sakit, atau tempat ibadah setempat.
 Integritas vs. Keputusasaan (Integrity vs. Despair) (Dewasa Akhir).
Pada tahapan usia dewasa akhir, beberapa individu memandang
kehidupannya dengan perasaan puas, walaupun melakukan berbagai kesalahan
yang tidak terelakkan. Sementara individu lain memandang kehidupannya
sebagai suatu kegagalan, menjalani kehidupan dengan keputusasaan dan
penyesalan. Individu di usia dewasa akhir seringkali melakukan penilaian
retrospektif terhadap kehidupannya. Mereka menginterpretasikan kehidupan
yang dijalani sebagai sesuatu yang bermakna secara keseluruhan, atau
menginterpretasikan kehidupan sebagai suatu kegagalan karena tujuan hidup
yang tidak terpenuhi (Berger, 2011). Karena proses menua menyebabkan
penurunan fungsi fisik dan sosial, beberapa individu pada tahapan ini
menderita kehilangan status dan fungsi (misal, akibat pensiun atau penyakit).
Konflik eksternal ini dipenuhi melalui upaya internal seperti pencarian makna
hidup. Pemenuhan tantangan kebutuhan ini berpotensi untuk pertumbuhan dan
kekuatan dasar kebijaksanaan.
Posisi perawat dalam masyarakat adalah untuk membantu masyarakat
merasa dihargai, diapresiasi dan dibutuhkan. Erikson mengatakan, "Anak- anak yang
sehat tidak akan takut hidup, jika orang tua mereka memiliki integritas untuk tidak
takut mati". Walaupun Erikson meyakini bahwa masalah dalam kehidupan dewasa
merupakan hasil dari ketidakberhasilan resolusi pada tahapan sebelumnya, namun
fokusnya terhadap keluarga dan budaya memberikan wawasan yang luas dan
sepanjang kehidupan mengenai perkembangan manusia. Sebagai seorang perawat,
Anda dapat menggunakan pengetahuan mengenai perkembangan ini selama
melakukan asuhan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
3. Perkembangan Kognitif menurut Jean Peaget
Teori Perkembangan Kognitif Piaget mencakup empat periodeyang
berhubungan dengan usia dan mendemonstrasikan kategori yang spesifik tentang
pengetahuan dan pemahaman. Piaget mengembangkan teorinya melalui observasi
bertahun-tahun terhadap anak- anak saat mereka mengeksplorasi, memanipulasi, dan
mencoba memahami dunia tempat mereka tinggal. Piaget meyakini bahwa individu
bergerak dari satu tahapan ke tahapan lain dan mencari keseimbangan kognitif atau
status mental, dan membangun struktur mental untuk beradaptasi terhadap dunia
(Santrock, 2012a).
 Periode I: Sensorimotor (0 hingga 2 Tahun).
Bayi mengembangkan skema atau pola tindakan untuk menghadapi
lingkungan. Skema ini termasuk memukul, melihat, menggenggam, atau
menendang. Skema tersebut kemudian diubah menjadi aktivitas yang dimulai
sendiri (misal, bayi belajar bahwa menghisap menimbulkan perasaan
menyenangkan dan membuat bayi menggeneralisasi tindakan untuk
menghisap jari, selimut, atau pakaian). Keberhasilan pencapaian akan
mendorong eksplorasi yang lebih besar. Selama tahapan ini, anakbelajar
tentang dirinya dan lingkungan melalui aktivitas motorik dan refleks. Anak
belajar bahwa dirinya terpisah dari lingkungan, dan aspek lingkungan (misal,
orang tua atau mainan favorit) akan tetap ada walaupun tidak selalu terlihat.
Piaget menyebutkan istilah objek permanen untuk menjelaskan objek yang
tetap ada walaupun tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh dan
menganggap pembelajaran ini sebagai salah satu pencapaian anak yang paling
penting.
 Periode II: Praoperasional (2 hingga 7 Tahun).
Selama periode ini, anak belajar untuk berpikir dengan menggunakan
simbol dan gambaran mental. Anak- anak menunjukkan "egosentrisme" di
mana mereka melihat objek dan orang dari satu sudut pandang, yaitu sudut
pandang pribadi. Mereka percaya bahwa setiap orang memiliki pengalaman
yang sama dengan dirinya. Pada awal tahapan ini, anak- anak menunjukkan
"animisme" dengan melakukan personifikasi terhadap suatu objek. Mereka
meyakini bahwa objek yang tidak hidup memiliki pikiran, harapan, dan
perasaan seperti manusia. Pemikiran mereka sangat dipengaruhi oleh fantasi
dan pemikiran magis. Anak- anak pada tahapan ini mengalami kesulitan
dalam mengkonseptualisasi waktu. Bermain menjadi cara utama untuk anak-
anak membangun kemampuan kognitif dan mempelajari dunia. Perawat perlu
mengenali penggunaan permainan sebagai cara bagi anak untuk memahami
peristiwa yang terjadi. Terapi bermain merupakan intervensi keperawatan
yang membantu anak bekerja sama selama prosedur invasif atau prosedur lain
yang menyebabkan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama
hospitalisasi. Selain itu, terapi bermain membantu anak dengan masalah
kesehatan tetap mengalami kemajuan dalam tahapan perkembangannya.
 Periode III: Operasional Konkret (7 hingga 11 Tahun).
Anak- anak pada tahapan ini mampu untuk membentuk operasional
mental. Sebagai contoh, anak memikirkan suatu tindakan sebelum dilakukan
secara fisik. Anak- anak juga mampu mendeskripsikan suatu proses tanpa
melakukannya. Pada tahapan ini, anak mampu untuk mengkoordinasikan dua
perspektif konkret dalam pemikiran sosial dan ilmiah sehingga mereka
mampu untuk mengapresiasi perbedaan antara perspektif mereka dan
temannya. Reversibilitas adalah salah satu karakteristikutama dari pemikiran
operasional konkret.Anak-anakdapat menggambarkan secara mental serial
tahapan dan kembali ke tahapan awal. Anak- anak mencapai kemampuan
untuk mengklasifikasikan objek secara mental menurut dimensi
kuantitatifnya, yang disebut sebagai serial (seriation). Mereka mampu
mengurutkan objek menurutpanjang, berat atau karakteristik lain dengan
benar. Pencapaian utama lain dari tahapan ini adalah konservasi, atau
kemampuan untuk melihat objek atau jumlah yang tetap sama walaupun
terjadi perubahan pada penampilan fisiknya (Santrock, 2012b).
 Periode IV: Operasional Formal (11 Tahun hingga Dewasa).
Transisi dari pemikiran operasional konkret ke operasional formal terjadi
secara bertahap selama pemikiran egosentris terjadi. Egosentrisitas
mendorong remaja (adolescent) menunjukkan perasaan dan perilaku dengan
karakteristik kesadaran diri: suatu keyakinan bahwa tindakan dan
penampilannya secara konstan dicermati ("audiens imajinasi"), pemikiran dan
perasaan mereka unik ("dongeng pribadi") dan bahwa mereka tangguh
(Santrock, 2012b). Perasaan ketangguhan ini seringkali mendorong mereka
pada perilaku berisiko, terutama pada tahapan remaja awal.
Seiring remaja berbagi pengalaman dengan teman sebayanya, mereka
belajar bahwa pemikiran dan perasaan mereka dialami oleh hampir setiap orang, yang
kemudian membantu mereka untuk mengetahui bahwa mereka tidak terlalu berbeda
dengan yang lainnya. Saat menjadi dewasa, pemikiran remaja berubah ke hal- hal
yang bersifat abstrak dan teoretis. Mereka memiliki kemampuan untuk membuat
alasan terhadap berbagai kemungkinan. Menurut Piaget, tahapan ini menandakan
akhir dari perkembangan kognitif.
4. Perkembangan Moral menurut Kolberg
Teori perkembangan moral Kohlberg memperluas teori Kognitif Piaget.
Kohlberg melakukan wawancara terhadap anak- anak, remaja, dan dewasa, serta
menemukan bahwa penalaran moral berkembang secara bertahap. Dari pengukuran
respons terhadap serangkaian dilema moral, Kohlberg mengidentifikasi enam tahapan
dalam tiga tingkatan perkembangan moral (Kohlberg, 1981).
 Tingkat I: Penalaran Prakonvensional Reasoning).
Penalaran prakonvensional berada pada tingkatan pramoral, di mana
kemampuan kognitif masih terbatas dan pemikiran individu bersifat
egosentris. Pada tahapan ini, sebagian besar pemikiran berdasar pada hal yang
disukai dan kesenangan. Tahapan ini berkembang ke arah perilaku yang
dilakukan karena adanya hukuman. Alasan "mengapa" individu bertindak
berhubungan dengan konsekuensi yang diyakini akan terjadi. Konsekuensi ini
terjadi dalam bentuk hukuman atau penghargaan. Pada tahapan ini, anak- anak
melihat penyakit sebagai suatu hukuman karena bertengkar dengan saudara
mereka atau karena tidak mematuhi orang tua mereka. Perawat perlu
menyadari pemikiran egosentris ini dan memberikan pengertian kepada anak
bahwa mereka tidak menjadi sakit karena melakukan kesalahan.
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Ketaatan (Punishment and Obedience
Orientation).
Pada tahapan pertama ini, respons anak terhadap dilema moral terjadi dalam
bentuk ketaatan absolut terhadap kewenangan dan aturan. Anak pada tahapan
ini berpikir, "Saya harus menaati aturan; jika tidak maka saya akan dihukum".
Menghindari hukuman atau menghormati tanpa meragukan kewenangan
merupakan motivasi bagi anak untuk berperilaku. Konsekuensi fisik menjadi
panduan dalam pilihan benar dan salah. Jika anak tertangkap maka anak
tersebut salah, namun jika anak tersebut dapat menghindar maka anak tersebut
benar.
Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental (Instrumental Relativist
Orientation).
Pada tahapan ini, anak mengenal adanya lebih dari satu pandangan mengenai
kebenaran; guru memiliki pandangan yang berbeda dengan orang tuanya.
Keputusan untuk melakukan sesuatu yang dianggap benar secara moral
berdasar pada pemenuhan kebutuhan individu dan terkadang berdasar pada
pemenuhan kebutuhan orang lain. Anak tidak mempersepsikan hukuman
sebagai bukti melakukan kesalahan (seperti pada tahap 1) namun sebagai
sesuatu yang perlu dihindari. Anak- anak pada tahapan ini mengikuti aturan
orang tuanya untuk berada di rumah saat makan malam karena tidak ingin
dikurung di dalam kamar sepanjang malam karena pulang terlambat.
 Tingkat II: Penalaran Konvensional (Conventional Reasoning).
Pada tingkat II, penalaran konvensional, individu memandang penalaran
moral berdasar pada internalisasi pribadinya terhadap harapan sosial dan
orang lain. Individu ini ingin memenuhi harapan keluarga, kelompok, atau
negara dan juga mengembangkan kesetiaan dan mempertahankan secara aktif,
mendukung dan memperbaiki tatanan (sosial). Keputusan moral yang dibuat
pada tingkatan ini bergeser dari, "Apa keuntungan bagi saya?" menjadi
"Bagaimana hal tersebut memengaruhi hubungan saya dengan orang lain?".
Tingkatan ini menekankan pada aturan sosial dan pendekatan berpusat pada
masyarakat (Berger, 2011). Perawat dapat mengobservasi hal ini ketika
keluarga pasien membuat keputusan akhir kehidupan untuk anggota keluarga
yang dicintainya. Anggota keluarga seringkali berjuang dengan jenis dilema
moral ini, dukungansaat berduka melibatkan pemahaman mengenai tingkatan
pembuatan keputusan moral setiap anggota keluarga.
Tahap 3: Orientasi Anak Baik (Good Boy-Nice Girl Orientation).
Individu pada tahapan ini mengharapkan penerimaan dan memenuhi harapan
satu kelompok terdekatnya. "Menjadi baik" merupakan hal penting dengan
definisi memiliki motif yang positif, menunjukkan perhatian kepada orang
lain, dan menjaga hubungan satu sama lain melalui kepercayaan, kesetiaan,
rasa hormat dan syukur. Individu mendapat penerimaan dengan "menjadi
baik". Sebagai contoh, seorang anak yang tetap berada di sekolah usai kelas
dan melakukan pekerjaan lain untuk mendapatkan penerimaan dari guru.
Tahap 4: Orientasi Mempertahankan Aturan Sosial (Society- Maintaining
Orientation).
Individu pada tahapan ini memperluas fokus mereka dari suatu hubungan
dengan individu lain menjadi hubungan dengan masyarakat. Keputusan moral
dibuat dengan mempertimbangkan perspektif masyarakat. Perilaku yang benar
didefinisikan dengan melaksanakan tugas, menunjukkan rasa hormat terhadap
kewenangan orang lain, dan menjaga tatanan sosial. Remaja memilih untuk
tidak menghadiri acara pesta yang menyajikan bir/ alkohol, bukan karena
takut untuk diketahui oleh orang lain, namun karena mereka menyadari bahwa
meminum bir bukanlah hal yang benar.
 Tingkat III: Penalaran Pascakonvensional (Postconventional Reasoning).
Individu menemukan keseimbangan antara hak asasi manusia dengan
kewajiban dan aturan serta kebijakan masyarakat pada tingkatan penalaran
pasca konvensional. Individu mengalami pergeseran pemikiran dari
pembuatan keputusan moral berdasar pada kewenangan atau ketaatan terhadap
kelompok menjadi pembuatan keputusan berdasarkan nilai moral dan prinsip
pribadi. Individu pada tahapan ini mulai mencari definisi dari masyarakat
yang ideal. Prinsip moral dan idealisme merupakan ciri dari tingkatan ini
(Berger, 2011).
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial (Social Contract Orientation).
Individu yang telah mencapai tahapan 5 mengikuti hukum sosial namun
menyadari peluang perubahan hukum untuk meningkatkan kehidupan sosial.
Individu ini juga mengenali perbedaan kelompok sosial yang memiliki
perbedaan nilai namun meyakini bahwa setiap individu atau kelompok akan
menyetujui adanya hak asasi seperti kemerdekaan dan kehidupan. Individu
pada tahapan ini membuat lebih banyak upaya mandiri untuk menentukan apa
yang masyarakat perlu nilai daripada apa yang masyarakat sebagai kelompok
sosial akan nilai, sebagaimana yang akan muncul pada tahap 4. Konstitusi di
Amerika Serikat berdasar pada moralitas ini.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etik Universal (Universal Ethical Principle
Orientation).
Tahap 6 mendefinisikan "benar" dengan keputusan hati nurani yang sesuai
dengan prinsip etik yang dipilih sendiri. Prinsip ini bersifat abstrak, seperti
Aturan Emas (Golden Rule), dan mendorong logika yang komprehensif,
universal, dan konsisten (Kohlberg, 1981). Sebagai contoh, prinsip keadilan
mensyaratkan individu untuk memperlakukan orang lain tanpa berpihak pada
satu individu/ kelompok tertentu, menghormati martabat setiap individu, dan
memandu orang lain untuk membuat keputusan dengan berdasar pada rasa
hormat yang setara bagi setiap individu. Pada tahap 6 terjadi ketidaktaatan
masyarakat, yang membedakannya dari tahap 5. Tahap 5 menekankan pada
hak asasi, proses demokratis, dan mengikuti aturan tanpa mempertanyakan;
sedangkan tahap 6 mendefinisikan prinsip berdasar pada kesepakatan yang
dipandang lebih adil. Sebagai contoh, individu pada tahapan 5 mengikuti
hukum, walaupun dianggap tidak adil untuk kelompok ras tertentu. Sedangkan
individu pada tahapan 6 mungkin tidak selalu menaati hukum jika dianggap
tidak adil bagi kelompok ras tertentu. Sebagai contoh, Martin Luther King
meyakini bahwa, walaupun kita perlu hukum dan proses demokrasi,
namunorang- orang yang berkomitmen pada keadilan memiliki kewajiban
untuk tidak menaati aturan yang tidak adil dan menerima penalti/ hukuman
karena tidak menaati hukum tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kita telah melihat dan mempelajari tentang pengaruh pertumbuhan dan
perkembangan terhadap peningkatan kesehatan anak, kita bisa simpulkan bahwa
kesehatan anak sangat penting dan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Anak yang sehat adalah anak yang mampu tumbuh dan berkembang sesuai tahap usinya.

B. SARAN
Diharapkan bagi pembaca setelah membaca makalah ini khususnya bagi para
orangtua dapat memahami dan mengerti serta dapat lebih memperhatikan tumbuh
kembang pada anak, karena tumbuh kembang pada anak sangat berpengaruh pada
kesehatan anak. Anak yang tumbuh kembangnya terlambat atau tidak sesuai dengan
usianya akan menghambat pula status kesehatan anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Nurlaila, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Leutika Nouvalitera

Potter, P dan Anne, G. Fundamentals Of Nursing Vol 1- 9 Indonesian Edition. Singapore :


Elsevier Health Sciences

Rambe L, dkk. 2020. Pemantauan Pertumbuhan & Perkembangan Anak Berbasis Teknologi.
Yogyakarta : CV Budi Utama

Susanto, A. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana

Sudirjo E dan Nur Alif. 2018. Pertumbuhan dan Perkembngan Motorik. Sumedang Jawa barat :
UPI Sumedang Press

Senja A, dkk. 2020. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Bumi Medika

Anda mungkin juga menyukai