Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Steven Johnson Syndrome (SJS) merupakan sindrome yang mengenai
kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi
dari ringan sampai berat ; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura ( Djuanda, 2010).
Steven Johnson Syndrome (ektodermosis erosiva pluriorifisialis,
sindrome mukokutanea okular, eritema multiformis tipe Herba, eritema
multiforme mayor, eritema bulosa maligna) adalah sindrome kelainan kulit
berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit,
selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik
sampai buruk (Mansjoer, 2009).
Sindrom Stevens Johnsons merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura. (Muttaqin, 2011).

B. Etiologi
Etiologi pasti Steven Johnson Syndrome (SJS) belum diketahui. Salah
satu penyebabnya ialah alergi obat secara siskemik, diantaranya penisilin, dan
semisintetiknya, sterptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik
(misalnya : derifat salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan
parasetamol), klorpormazin, karbamazepin, kinin, anti pirin dan jamu. Selain
itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),
neoplasma, paska vaksinasi, radiasi, makanan (Mansjoer, 2009).
Penyebab utama SJS ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil
karena infeksi, vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi.
Pada penelitian Adhi Djuanda selam 5 tahun (1998-2002) SJS yang diduga
alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin

7
8

(20%), dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang
lain amoksilin, kontrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif
(Djuanda, 2011).

C. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III
dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi
yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem
komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan
lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe
IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan
antigen yang sama, kemudia limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi
radang (Muttaqin, 2011).

D. Gambaran Klinis
Menurut (Mansjoer, 2009), sindrom ini umunya terdapat pada anak
dan dewasa, jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari baik sampai buruk di mana kesadarannya sopor sampai koma.
Berawal sebagai penyakit akut daaaapat disertai gejala prodromal berupa
demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok.
Trias SJS adalah :
1. Kelainan Kulit
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula yang kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Purpura dapat terjadi dan
prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan berat kelainannya
generalisata.
2. Kelainan Selaput Lendir di Orifisium
Kelaian selaput lendir di orifisium, yang tersering ialah pada
mukosa mulut (100%), orifisium genitala eksterna (50%), lubang hidung
(8%), dan anus (4%). Lesi awal berupa vesikel di bibir, lidah, dan mukosa
bukal yang kemudian pecah membentuk erosi, ekskoriasi, eksudasi, krusta
9

kehitaman, dan pembentukan pseudomembran. Biasanya juga terjadi


hipersalivasi dan lesi dapat berulserasi. Di bibir kelainan yang sering
tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal akibat ekskoriasi. Kelainan
di mukosa terdapat di faring, saluran napas bagian atas, dan esofagus.
Kelainan di mulut yang hebat dan terbentuknya pseudomembran berwarna
putih atau keabuan di faring dapat menyebabkan kesulitan menelan,
sedangkan kelainan di saluran pernapasan bagian atas dapat menyebabkan
keluhan sukar bernapas.
3. Kelainan Mata
Kelainan mata (80%), yang tersering konjungtivis kataralis. Dapat
terjadi konjungtivis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis,
dan iridosiklitis.
Selain kelainan tersebut dapat terjadi kelainan lain, misalnya
nefritis dan onikolisis.

E. Pengelolaan Kasus
Menurut (Mansjoer, 2009) penatalaksanaan pada pasien SJS
dengan :
1. Kortikosteroid
Bila keadaan baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednison 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid
merupakan tindakan life-saving dan digunakan deksametason intravena
dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa krisis diatasi dalam beberapa hari. Pasien SJS
berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6x5 mg intravena.
Setelah masa krisi teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi
baru, dan lesi lama mengalami involusi, dosis segera diturunkan secara
cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari,
deksametason diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednison,
yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari; sehari
10

kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut


dihentikan. Total lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Sehingga setelah dimulai pemberian kortikosteroid dilakukan
pemeriksaan elektrolit (K, Na, dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCl 3x500 mg/hari per oral
dan diet rendah garam bila terjadi hipernatremia. Untuk mengatasi efek
katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein atau anabolik
seperti nandroloks dekanoat dan nandrolon fenilpropionat dengan dosis
25-50 mg untuk dewasa (dosis obat untuk anak tergantung berat badan).
2. Antibiotika
Untuk mencegah terjadinya infeksi, misalnya bronkopneumonia
yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberikan antibiotik yang jarang
menyebabkan alergi, bersprektum luas, dan bersifat bakterisidal misalnya
gentamisin engan dosis 2x80 mg.
3. Infus dan Tranfusi Darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting
karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan
tenggorok serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus,
misalnya berupa glukosa 5% dan larutan Darrow. Bila terapi tidak
memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah
sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut; khususnya apada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat
pula ditambahkan vitamin C 500 mgatau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.
4. Topikal
Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orbase.
Untuk lesi dikulit yang erosif dapat diberikan sofratulle atau krim
sulfadiazin perak.
11

F. Pathway

Reaksi alergi Terbentuknya Aktivasi sistem


tipe III dan IV komplek antigen- komplemen
antibodi
Sensitivitas
Limfosit T Akumulasi
neutrofil
Peningkatan
respon radang Kerusakan jaringan
pada organ sasaran
Kerusakan
integritas jaringan Trias gangguan pada kulit, mukosa, dan mata

Respon lokal: eritema, Respon inflamasi Respon


vesikel dan bula sistemik psikologis

Gangguan Kondisi
Kerusakan Port de gastrointestinal kerusakan
saraf entree jaringan
perifer kulit
Demam Malaise
Nyeri Leukositopenia Gangguan
Citra
Ketidakseimbang
Tubuh
an nutrisi kurang
Infeksi
dari kebutuhan
Kecemasan
tubuh
Ketidaknya Kelemah
manan fisik an Fisik Resiko
Defisit Perdarahan
perawatan
Insomnia diri Intoleransi
Aktivitas

(Mutttaqin, 2011)
12

G. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
1) Identitas klien meliputi nama, umur, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
2) Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
3) Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungan dengan klien, dan status kesehatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk
rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit
yang diderita oleh pasien dari mulai timbulnya keluhan yang
dirasakan sampai pasien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya
dan data yang didapatkan saat pengkajian.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
integumen sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerjaan yang
berhubungan dengan adanya riwayat penyakit integumen, penggunaan
obat-obatan, kosmetik dan sebagainya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,
misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama.
13

f. Riwayat Alergi
Disebutkan nama benda yang pernah membuat pasien alergi.
Yang perlu ditanyakan adalah “ apakah pasien alergi terhadap obat,
makanan, kosmetik, dan lain-lain. “
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi Terhadap Kesehatan dan Tata Laksana Hidup Sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan
kesehatan.
2) Pola Nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah, dan makanan kesukaan.
3) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemihm
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan
penggunaan kateter.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap
energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur,
dan insomnia.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu
senggang, dan rekreasi; termasuk aktivitas dan kehidupan sehari-
hari, tipe dan kualitas olahraga, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola aktivitas.
Kemampuan perawatan diri (diisi sebelum dan setelah
masuk rumah sakit).
14

Tabel 2.1 ADL pasien :


Keterangan :
SMRS MRS
Aktivitas
0 : Mandiri 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi
1 : Alat Bantu
Berpakaian/Berdandan
Eliminasi/Toiletting
2 : Dibantu Orang Lain
Mobilisasi di tempat tidur
3 : Dibantu Oramg lain dan Alat
Berpindah
4 : Tergantung/Tidak Mampu
Berjalan
Naik Tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan Rumah

6) Pola Hubungan dan Peran


Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
pasien terhadap anggota keluarga pasien dan masyarakat tempat
tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah keuangan.
7) Pola Sensori dan Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori merupakan pengkajian penglihatan, pendengaran,
perasaan, dan pembau.
8) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan
gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai
sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kulturan-spiritual,
kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Menggambarkan kepuasan dan masalah seksualitas.
10) Pola Mekanisme/penanggulangan stress dan koping
15

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.


11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan
termasuk spiritual.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan turgor kulit.
b. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
tidak adekuat repons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa
mulut.
c. Infeksi b.d leukositopenia.
d. Resiko perdarahan b.d trombositopenia.
e. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.
f. Insomnia b.d ketidaknyamanan fisik.
g. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik.
h. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum.
i. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur kulit.
j. Kecemasan b.d kondisi penyakit, penurunan kesembuhan

3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan turgor kulit.
Tujuan : Dalam 3x24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria Hasil :
- Pertumbuhan jaringan membaik
- Lesi berkurang

Intervensi :
1) Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien.
Rasional : Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
intervensi perawatan yang akan digunakan.
2) Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan.
16

Rasional : Perawatan lokal kulit merupakan penatalaksanaan


keperawatan yang penting. Jika diperlukan berikan kompres
hangat, tetapi harus dilaksanakan dengan hati-hati sekali pada
daerah yang erosif atau terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan
membuat higine oral dipelihara.
3) Lakukan oral higine.
Rasional : Tindakan oral higine perlu dilakukan untuk menjaga
agar mulut selalu bersih. Obat kumur larutan anestesi atau agen
gentian violet dapat digunakan dengan sering untuk membersihkan
mulut dari debris, mengurangi rasa nyeri pada daerah ulserasi dan
mengendalikan bau mulut harus diinspeksi beberapa kali sehari dan
setiap perubahan harus dicatat, serta dilaporkan. Vaselin (atau
salep yang diresepkan dokter) dioleskan pada bibir.
4) Tingkatkan asupan nutrisi.
Rasional : Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan asupan dari
kebutuhan pertumbuhan jaringan.
5) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan
jaringan.
Rasional : Apabila masih belum mencapai dari kriteria evaluasi
3x24 jam, maka perlu dikaji ulang faktor-faktor menghambat
pertumbuhan dan perbaikan lesi.
6) Lakukan intervensi untuk mencegah komplikasi.
Rasional : Perawatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi,
Monitor dan evaluasi adanya tanda dan gejala komlikasi.
7) Kolaborasi untuk pemberian kortikosteroid.
Rasional : Kolaborasi pemberian glukokortikoid misalnya metil
predinisolon 80-120 mg peroral (1,5-2 mg/KgBB/hari) atau
pemberian deksametasone injeksi (0,15-0,2 mg/KgBB/hari).
8) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Pemberian antibiotik untuk infeksi dengan catatan
menghindari pemberian sulfonamide dan antibiotik yang sering
17

juga sebagai penyebab SJS misalnya penisilin, cephalosporin.


Sebaiknya antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil kultur kulit,
mukosa, dan sputum. Dapat dipakai injeksi gentamisin 2-3 x 80 mg
IV (1-1,5 mg/KgBB/kali[setiap pemberian).

b. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake


tidak adekuat efek sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan asupan nutrisi pasien
terpenuhi.
- Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mempertahankan status asupan anutrisi yang
adekurat.
- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Penurunan berat badan selama 5 x 24 jam tidak melebihi dari 0,5
kg

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, badan dan derajat penurunan
berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, serta
riwayat mual/muntah.

Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk


menetapkan pilihan intervensi yang tepat, berat badan pasien
ditimbang setiap hari (jika perlu gunakan timbangan tempat tidur),
lesi oral dapat mengakibatkan disfagia sehingga memerlukan
pemberian makanan melalui sonde atau terapi nutrisi parenteral
total, formula enteral atau suplemen enteral yang diprogramkan
diberikan melalui sonde sampai pemberian peroral dapat
ditoleransi, penghitungan jumlah kalori per hari dan pencatatan
semua intake, serta output yang akurat sangat penting.

2) Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.


18

Rasional : Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap


beberapa penyakit lain, seperti diabetes melitus, hipertensi, gout,
dan lainnya yang memberikan manifestasi terhadap persiapan
komposisi makanan yang akan diberikan.
3) Fasilitas pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai
indikasi).
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki asupan nutrisi.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan, serta sebelum dan sesudah intervensi / pemeriksaan
peroral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan atau bau
obat yang dapat merangsang pusat muntah.
5) Fasilitas pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan
menghindari asupan dari agen iritan.
Rasional : Asupan minuman mengandung kafein dihindari karena
kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang mengikatkan
aktivitas lambang dan sekresi pepsin.
6) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi / gangguan dari luar.
7) Anjurkan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemenuhan nutrisi.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan
nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi individu.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang
adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori
sehubungan dengan status hipermetabolik pasien.
19

c. Infeksi b.d leukositopenia.


Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria Hasil :
- Lesi akan menutup pada hari ke-7.
- Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah adanya
order khusu dari tim dokter dalam melakukan perawatan luka.
Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan.
2) Buat kondisi balutan dalam kondisi bersih dan kering.
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindari
kontaminasi komensal, serta akan menyebabkan respons inflamasi
lokal dan akan memperlambat penyembuhan luka.
3) Lakukan perawatan luka steril setiap hari.
Rasional : Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari untuk
membersihkan debris dan menurunkan kontak kuman masuk
kedalam lesi. Intervensi dilakukan dalam kondisi steril sehingga
mencegah kontaminasi kuman ke lesi.
4) Kolaborasi penggunaan antibiotik.
Rasional : Antibiotik injeksi diberikan untuk mencegah aktivasi
kuman yang bisa masuk. Peran perawat mengkaji adanya reaksi
dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai
pesanan dokter.

d. Resiko perdarahan b.d trombositopenia


Tujuan : Dalam 3x24 jam tidak terjadi perdarahan
Kriteria Hasil :
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
20

- Hb, Ht dan trombosit dalam batas normal


Intervensi :
1) Monitor TTV dan tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan.
2) Berikan penjelasan pada keluarga untuk segera melaporkan jika
ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Anjurkan pasien banyak istirahat.
3) Anjurkan pas ien banyak istirahat.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
4) Kolaborasi pemberian suplemen tambah darah
Rasional : Membantu mempercepat peningkatan Hb, Ht, dan
trombosit.

e. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.


Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri/hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil :
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri. Mampu mengenali nyeri
- Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.


Rasional : Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlakukan dan sebagai evaluasi keberhasilan
dari intervensi manajemen nyeri keperawatan.
2) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonformakologi dan noninvasif.
21

Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan


nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
3) Atur posisi fisiologi.
Rasional : Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami peradangan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan dengan letak dari lesi. Bagian
tubuh yang mengalami inflamasi lokal dilakukan imobilisasi untuk
menurunkan respons peradangan dan meningkatkan kesembuhan.
4) Istirahatkan klien.
Rasional : Istirahat diperlukan selama pase akut. Kondisi ini akan
meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami
peradangan.
5) Bila perlu premedikasi sebelum melakukan perawatan luka.
Rasional : Kompres yang basah dan sejuk atau terapi rendaman
merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi rasa nyeri.
Pasien dengan lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan
premedikasi dahulu dengan preparat analgesik sebelum perawatan
kulitnya mulai dilakukan.
6) Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjungyang berbeda di ruangan.
7) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam.
Rasional : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari peradangan.
8) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi
22

endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk


tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri.
9) Lakukan manajemen sentuhan.
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensai
nyeri.
10) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

f. Insomnia b.d ketidaknyamanan fisik


Tujuan : Dalam 3x24 jam insomnia teratasi
Kriteria Hasil :
- Jam tidur bertambah
- Pola tidur teratur
- Kualitas tidur meningkat
- Perasaan segar setelah tidur
Intervensi :
1) Monitor pola tidur pasien.
Rasional : Menjadi data dasar untuk memberikan intervensi
keperawatan kepada pasien.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung.
Rasional : Membantu memudahkan pasien tidur.
3) Singkirkan selimut untuk meningkatkan kenyamanan terhadap
suhu.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pasien.
23

4) Tawarkan bantuan untuk meningkatkan tidur (musik).


Rasional : Membuat pasien relaks.

g. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik


Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam toleransi aktivitas pasien meningkat.
Kriteria Hasil :
- Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
- Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam
pemenuhan aktivitas.
2) Bantu pasien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki pasien.
Rasional : Energi yang dikeluarkan lebih optimal.
3) Anjurkan keluarga terlibat dalam pemenuhan aktivitas pasien.
Rasional : Pasien mendapat dukungan psikologi dari keluarga.
4) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
Rasional : Mempercepat kesembuhan pasien
h. Defisit perawat diri b.d kelemahan fisik secara umum
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kemampuan perawatan diri klien
meningkat.
Kriteria Hasil :
- Pasien mampu mempertahankan kebersihan dirinya meskipun
dibantu oleh keluarga
- Pasien terbebas dari bau badan

Intervensi :

1) Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.


24

Rasional : Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat


kesadaran.
2) Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati, cegah gerakan
yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi
leher.
Rasional : Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
3) Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk
untuk BAB (jangan enema), anjurkan pasien untuk
menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat
tidur, cegah posisi fleksi pada lutut.
Rasional : Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
menimbulkan risiko peningkatan stimulasi nikotinik-muskarinik
pada sistem saraf pusat.
4) Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat
waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan
yang tidak perlu.
Rasional : Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang
sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
5) Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada pasien.
Rasional : Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi
persepsi sensori yang terganggu.
i. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur kulit
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam citra diri pasien meningkat.
Kriteria Hasil :
- Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi,
mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.

Intervensi :

1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan


derajat ketidakmampuan.
25

Rasional : Menentukan bantuan individual dalam menyusun


rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.
Rasional : Beberapa pasien dapat menerima secara efektif kondisi
perubahan fungsi yang dialaminya, sedangkan yang lain
mempunyai kesulitan dalam menerima perubahan fungsi yang
dialaminya, sehingga memberikan dampak pada kondisi koping
maladaptif.
3) Bina hubungan terapeutik.
Rasional : Hubungan terapeutik antara profesional pelayanan
kesehatan dan penderita SJS merupakan hubungan yang mencakup
pendidikan, serta dukungan. Setelah hubungan tersebut diciptakan,
pasien harus lebih memiliki keyakinan diri dan pemberdayaan
dalam melaksanakan program terapi, serta menggunakan strategi
koping yang membantu mengatasi perubahan pada konsep diri dan
citra tubuh yang ditimbulkan oleh penyakit SJS tersebut.
4) Bantu pasien untuk mendapatkan mekanisme koping yang efektif.
Rasional : Pengenalan terhadap strategi koping yang berhasil
dijalankan oleh penderita SJS lainnya dan saran-saran untuk
mengurangi atau menghadapi situasi penuh stres dirumah, sekolah,
atau tempat kerja akan memfasilitasi ekspektasi pasien yang lebih
positif dan kesediannya untuk memahami sifat penyakit yang
kronik.
5) Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan pasien melakukan
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Rasional : Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
6) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
26

Rasional : Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan


pengertian tentang peran individu masa mendatang.
7) Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, dan
latergi.
Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya depresi yang
umumnya terjadi sebagai pengaruh dari sroke di mana memerlukan
intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
8) Kolaborasi untuk pemberian regimen MDT.
Rasional : Muli Drug Therapy (MDT) diberikan selama 6-9 bulan
dan diminum di depan petugas.

j. Kecemasan b.d kondisi penyakit, penurunan kesembuhan


Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kecemasan pasien berkurang.

Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan kecemasan berkurang.
- Pasien mengenal perasaannya dan dapat mengidentifikasi
penyebab atau faktor yang memengaruhinya.
- Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.

Intervensi :

1) Kaji tanda verbal dan nonverbal dari kecemasan, dampingi pasien


dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
Rasional : Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa
agitasi, marah, dan gelisah.
2) Hindari konfrontasi.
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
27

3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri


lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4) Bina hubungan saling percaya.
Rasional : Perhatian kepada kebutuhan psikologis pasien menuntut
kehadiran perawat saat diperlukan, pemberian pelayanan
keperawatan yang profesional dan pelaksanaan penyuluhan bagi
pasien beserta keluarganya.
5) Orientasikan pasien terhadap prosedure rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
Rasional : Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
6) Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
ansietasnya.
Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
7) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Rasional : Memberikan waktu untuk mengekspresikan perasaan,
dapat menghilangkan cemas dan perilaku adaptif.
8) Kolaborasi : Berikan anticemas sesuai indikasi contohnya
diazepam.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai