Oleh:
1. Pendahuluan
Sebuah pertanyaan penting mengawali pembahasan ini adalah apakah istilah
“tematik” dan “terpadu” itu sama, mengingat kita sering mendengar kedua istilah ini
digunakan secara bersamaan bahkan tumpang tindih? Agar arah pembahasan ini focus dan
tidak timbul kebingungan, ada baiknya kita kaji sepintas tentang kedua istilah tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, tematik diartikan sebagai “
berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).”[1]
Sebagai contoh, tema sandiwara ini ialah yang keji dan jahat pasti akan kalah oleh yang baik
dan mulia.
Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik
diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan
terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
Dari uraian tersebut, sekilas sudah tergambar bahwa istilah tematik dan terpadu,
meskipun tampak beda tetapi sesungguhnya intinya sama, yaitu sama-sama berorientasi pada
proses penyatuan. Kalau tematik pada hakikatnya berorientasi pada satu wujud melalui
penyesuaian dengan satu tema (objek) tertentu, maka terpadu adalah membuat wujud baru
yang satu dengan cara meleburkan berbagai wujud asal yang berbeda-beda.
Oleh karena itu dalam konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran
tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang
taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan 3)
yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.[4] Sementara
itu, contoh untuk pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan adalah pemaduan mata
pelajaran IPA dan IPS di SMP atau Mts. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan
peleburan dari mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi; sedangkan mata pelajaran IPS
peleburan dari mata pelajaran geografi, ekonomi dan sosiologi.[5] Pendekatan tematik
dirancang agar proses pembelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diampu guru kelas
yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS yang dipelajari peserta didik
menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran tematik diharapkan pembelajaran lebih
berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri. Sementara untuk ketiga mata pelajaran (Agama,
Olahraga dan mulok) dibelajarkan secara mandiri oleh guru mata pelajaran yang
bersangkutan.
Untuk menyatukan persepsi, dalam makalah ini akan menggunakan istilah tematik terpadu,
hal ini sejalan dengan semangat kurikulum 2013 yakni kurikulum tematik integratif. Dimana
pembahasannya menyangkut hakikat, tujuan, teori yang mendasari, prinsip-prinsip
pengembangannya, dasar-dasar pertimbangan, jenis strategi dan metode yang relevan serta
prosedur penerapannya.
Selain itu, sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik
memiliki karakteristik tersendiri, yakni:[7]
Jadi dalam menerapkan model pembelajaran tematik terpadu ini, kita haruslah melakukannya
dengan cara yang bersahabat, menyenangkan, dan bermakna bagi anak. Sedangkan dalam
menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, anak tidak harus di-drill, tetapi ia
belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan
pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.
Menurut Ahmad Fawzan Rohman, Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) yang dalam
bahasa Inggris disebut sebagai integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan mula-
mula di awal tahun 1970-an. Pendekatan pembelajaran tematik integratif ini sebelumnya telah
dikembangkan khusus untuk anak-anak berbakat dan bertalenta (gifted and talented), anak-
anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. Akhir-
akhir ini Pembelajaran Tematik Terpadu (PTP) dianggap sebagai salah satu model
pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model). Keefektifan model pembelajaran
tematik terpadu dapat dilihat dari kemampuannya dalam mewadahi serta menyentuh secara
terpadu ranah-ranah emosi (emotional), fisik (physical), dan akademik (academic) di dalam
kelas atau di lingkungan sekolah.[9]
Sementara itu, konsep pembelajaran tematik terpadu sendiri pada dasarnya telah lama
dikemukakan oleh Jhon Dewey sebagai upaya mengintegrasikan perkembangan dan
pertumbuhan siswa serta kemampuan pengetahuannya. Ia memberikan pengertian bahwa
pembelajaran tematik terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa
dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan
pengalaman kehidupannya. Hal ini membantu siswa untuk belajar menghubungkan hal yang
telah dan sedang dipelajarinya. Dengan kata lain, model pembelajaran tematik terpadu
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual ataupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara
holistik, bermakna dan autentik.[10]
Secara kualitatif terdapat perbedaan antara model pembelajaran tematik terpadu bila
dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu dalam hal sifatnya yang akan
memandu siswa agar dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of
thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple
thinking skills), sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.[11]
Menurut Uukurniawati, model pembelajaran tematik ini berdasarkan dari teori Gestalt,
dimana teori ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang
menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya
program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran
tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori
pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan
pengetahuan dan struktur intelektual anak.[12]
Sementara itu, Pendekatan model pembelajaran tematik terpadu menekankan pada
keterkaitan (linkages) dan keterhubungan (relationship) antar berbagai disiplin. Model
Pembelajaran Tematik Terpadu itu sendiri setidaknya ada sepuluh macam model, yaitu:
Dalam Model Tematik Terpadu, hanya ada tiga model yang dikembangkan atau dikenalkan
di sekolah maupun lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK) di Indonesia. Ketiga model
tersebut adalah (1) model keterhubungan (connected), (2) model jaring laba-laba (webbed)
dan (3) model kerpaduan (integrated).
a) Pengertian
Pembelajaran model Webbed adalah pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan
menentukan tema tertentu yang menjadi tema sentral bagi keterhubungan berbagai bidang
studi.
1). Penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar
2). lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman
5). memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide
berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki, model Webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara
lain:
Pada model pembelajaran tematik jaring laba-laba guru menyajikan pembelajaran dengan
tema yang menghubungkan antar mata pelajaran. Model jaring laba-laba adalah pembelajaran
yang mengintegrasikan materi pengajaran dan pengalaman belajar melalui keterpaduan tema.
Tema menjadi pengikat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
• IPA
• Bahasa Indonesia
• Matematika
– Membandingkan dua kumpulan benda melalui istilah lebih banyak, lebih sedikit, atau
sama banyak.
• IPS
Setelah menjabarkan KD ke dalam indikator guru menentukan tema sentral dan memetakan
keterhubungan antar mata pelajaran dengan tema sentral. Berikut ini adalah jaring-jaring
tema dengan tema sentral keluargaku. tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata
pelajaran dengan tema sentral.
a. Pengertian
b. Kelebihan
– Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dan kemampuan/indikator yang
digabungkan; dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa
memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu
aspek tertentu.
– menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk
mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus
menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan
masalah.
– Kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada indikator;
– Siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan
dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan
mengasimilasi gagasan secara bertahap.
c. Kekurangan
– Model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan
bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
– Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit
antara mata pelajaran (interdisiplin).
– Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja
terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi,
– Memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan
keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan
– Model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah dilaksanakan secara
mandiri;
– Bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan konsep yang
terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau karena terfokus pada
keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.
Model ini digunakan sebagai permulaan kurikulum terpadu. Guru merasa percaya diri
mencari keterhubungan dalam mata pelajaran mereka (jika guru bidang studi). Mereka
menjadi mau mengadaptasikan hubungan ide-ide dalam mata pelajaran yang menyeberang.
Pembuatan keterhubungan juga diselesaikan secara kolaborasi dalam pertemuan guru
(departement meeting) dalam hal ini dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang
dapat terjadi lebih famillier. Guru dapat memulai model ini sebelum memasuki keterpaduan
yang lebih kompleks.
3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)
a. Pengertian
Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan
dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA dan
Bahasa. Selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap yang memiliki
keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran.
b. Kelebihan
1). Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dari kemampuan yang
dikembangkan dari berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2). Memberikan kegiatan yang lebih terarah pada tiap bidang pengembangan untuk mencapai
kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3). Siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik antar
berbagai disiplin ilmu;
c. Kekurangan
1). Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru yang berkemampuan tinggi dan
yakin dengan konsep dan kemampuan yang akan dikembangkan di setiap bidang
pengembangan;
3). Sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, juga
mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait;
4). Dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari
keterkaitan dan mencari tema.
Dari ketiga model tersebut dapat disimpulkan bahwa, Model keterhubungan, pada
prinsipnya mengupayakan dengan sengaja adanya keterhubungan konsep, keterampilan,
topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada model ini, siswa tidak terlatih untuk
melihat suatu fakta dari berbagai sudut pandang, karena pada model ini keterkaitan materi
hanya terbatas pada satu bidang studi saja.
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan
tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam
model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema
ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan
mata pebelajaran yang dipadukan.
Menurut Ratna Dahar, Piaget menyatakan bahwa, setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem
konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi
(proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses
tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan
baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka
perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar
terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.[15]
Piaget juga menyatakan, usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada
rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
(1).Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara
operasional,
(3). Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
(5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.[16]
Tema hendaknya tidak terlalau luas, namun dengan mudah digunakan untuk
memadukan banyak mata pelajaran.
Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa-siswi untuk belajar selanjutnya.
Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak
Tema harus mewadahi sebagian besar minat anak
Tema hendaknya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam
rentang waktu belajar
Tema hendaknya sesuai dengan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat
(asas relevansi)
Tema hendaknya sesuai dengan ketersediaan dengan sumber belajar.
Guru tidak menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses
belajar-mengajar.
Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang
menuntut adanya kerjasama kelompok. Dan
Guru harus mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.
3.Prinsip Evaluasi
4.Prinsip Reaksi
Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa-siswi dalam semua peristiwa serta tidak
mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan
bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya
menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui
dampak pengiring tersebut.
1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk
memadukan mata pelajaran.
2. Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji harus memberikan
bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3. Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa.
4. Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebagian minat siswa.
5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi
didalam rentang waktu belajar.
6. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta
harapan masyarakat.
7. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
[18]
Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
memberikan peluang untuk menggunakan berbagai strategi dan metode pembelajaran agar
siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan mampu mengembangkan berbagai potensi dan keterampilan
dalam diri siswa termasuk keterampilan untuk berpikir kritis. Model pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran tematik yang dimodifikasi
dengan strategi dan metode yang ditujukan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis
bagi siswa Sekolah Dasar.
Selaras dengan karateristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan
perlu dipersiapkan bervariasi kegiatan dengan menggunakan multimetode, misalnya metode
eksperimen, metode bermain perran, metode diskusi, metode demonstrasi maupun metode
dialog.[19]
1. Prosedur Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Pembelajaran
PAI[20]
A. Kompetensi inti
Bahasa Indonesia
1.1. Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui
sebagai bahasa persatuan yang kokoh dan sarana belajar untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
2.4. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya alam melalui pemanfaatan
bahasa Indonesia
3.4. Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya
alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih
dan memilah kosakata baku: Menggali informasi tentang unsur-unsur cerita dari teks cerita
4.4. Menyajikan teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara
mandiri dalam teks bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata
baku dengan rasa percaya diri: Menceritakan pengalaman dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur ceritanya.
IPA
2.1. Memiliki kepedulian terhadap gaya, gerak, energi panas, bunyi, cahaya, dan energi
alternatif melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.3. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi melalui pengamatan, serta
mendeskripsikan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari: Mengidentifikasi tentang gaya
gravitasi dalam aktivitas sehari-hari
4.3. Menyajikan laporan hasil percobaan gaya dan gerak menggunakan tabel dan grafik
dengan: Mengisi tabel hasil percobaan gaya gravitasi
IPS
2.3. Memiliki perilaku santun dan jujur tentang jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi
melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.5. Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam,sosial, budaya,
dan ekonomi: Mengidentifikasi sikap yang harus dimiliki ketika berinteraksi dengan orang
lain
4.5. Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial,
budaya, dan ekonomi : Menjelaskan cara berinteraksi dengan orang lain di sekolah
SBdP
1.2. Mengakui dan mensyukuri anugerah Tuhan yang Maha Esa atas keberadaan lingkungan
dan sumber daya alam, alat teknologi modern dan tradisional, perkembangan teknologi,
energi, serta permasalahan sosial
3.5. Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media karya kreatif : Mengamati alur cara
membuat parasut
4.14. Membuat karya kreatif yang diperlukan untuk melengkapi proses pembelajaran dengan
memanfaatkan bahan di lingkungan: Membuat parasut untuk menunjukkan pengaruh gaya
gravitasi dalam kehidupan sehari-hari
C. TUJUAN
– Setelah bermain parasut, siswa dapat menceritakan kembali kegiatan bermain mereka
dengan memperhatikan unsur-unsur cerita dalam sebuah karangan.
– Dengan membuat refleksi sikap, siswa dapat menuliskan cara berinteraksi yang baik
dengan orang lain.
D. MATERI
IPA
Membuat parasut
BAHASA INDONESIA
Unsur-unsur Cerita
Menceritakan pengalaman
IPS
Pendekatan : Scientific
Model pembelajaran: Cooperatif Learning tipe STAD
Metode: 1. Eksperimen; 2. Diskusi; 3. Tanya jawab; 4. Penugasan
Karakter yang dikembangkan: Rasa ingin tahu, peduli, percaya diri, santun, disiplin,
sopan
F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pendahuluan
4. Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu tentang “Selalu berhemat energi”
dan sub tema yaitu “Gaya dan Gerak”;
2. Inti
3. Siswa melakukan percobaan untuk mengetahui gaya gravitasi bersama dengan teman
sekelompoknya;
5. Siswa berdiskusi untuk mengambil kesimpulan dari tabel yang dibuatnya, yang belum
mengerti diberikan penjelasan oleh temannya;
4. Siswa yang sudah mengerti dengan rasa peduli memberikan penjelasan kepada siswa yang
belum mengerti sampai semua anggota dalam kelompok mengerti;
5. Siswa menceritakan pengalamannya dengan rasa percaya diri bermain parasut dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur
ceritanya;
6. Siswa juga menjelaskan tentang sikap yang harus ditunjukan saat bermain parasut dan
manfaat yang diperoleh dari mempraktikkan sikap itu.
3. Penutup
1. Guru memberikan evaluasi berbentuk kuis (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi);
3. Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing (untuk
menutup kegiatan pembelajaran) 15 menit
1. Buku Guru Tematik kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian
Pendidikan Nasional, Jakarta
2. Buku Siswa Tematik kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian
Pendidikan Nasional, Jakarta
3. Tutup stoples
4. Paku
5. Spidol
6. Gunting
7. Kantong plastik/kresek
8. Benang
9. Boneka kecil
11. Pulpen
12. Kelereng
H. PENILAIAN
1. Prosedur Penilaian :
– Penilaian Proses: Menggunakan format yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejak
dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir
– Penilaian hasil
2. Instrumen Penilaian :
– Penilaian Kinerja :
Kemampuan siswa menggali informasi dari teks Siswa mampu menemukan 3 unsur cerita
(tema, latar, tokoh) dari teks yang dibacanya (5) Siswa menemukan 2 unsur cerita dari teks
yang dibacanya; (4) Siswa menemukan 1 unsur cerita dari teks yang dibacanya; (3) Siswa
belum mampu menemukan unsur-unsur cerita dalam teks yang dibacanya ; (1) Kemampuan
mengidentifikasi gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari Siswa mampu menjelaskan
konsep gaya gravitasi dan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda serta memberi
contoh beberapa gaya gravitasi; (5)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi dan hal
yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (4)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya
gravitasi atau menjelaskan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (3)Siswa belum
mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda.
Nilai maksimal : 10
Nilai Minimal : 2
Mengetahui,
_______________________ _______________________
NIP. NIP.
1. Kesimpulan
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan
sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang
pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman
belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran
lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema,
sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan
penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai
dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistik).
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan
tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam
model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema
ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan
mata pebelajaran yang dipadukan.
Daftar Pustaka
Darmawan, Hendro, dkk. Kamus Ilmiah Populer Lengkap dengan EYD dan Pembentukan
Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2011.
http://rhayukarmla.blogspot.com/2012/12/model-model-pembelajaran-terpadu.html, di akses
tanggal 14 Februari 2014.
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi anak Usia Dini TK/RA dan
Anak Usia Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
Tim Penyusun Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
[1] Tim Penyusun Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.1429.
[2] Hendro Darmawan dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap dengan EYD dan Pembentukan
Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2011), h. 710.
[4] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi anak Usia Dini TK/RA dan
Anak Usia Awal SD/MI, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. v.
[5] Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik Panduan Lengkap Aplikatif,
(Yogyakarta: DIVA Press, 2013), h. 123.
[7] Kunandar, Guru Profesional: Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 335-336.
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Rapikatul Husna 36 12 3 134 PGMI 2 VII Lunas
2 Sakinaturridah 36 12 3 136 PGMI 2 VII Lunas
3 Nelli Astriani 36 12 3 131 PGMI 2 VII Lunas
4 Reni Arvina Dani 36 12 3 135 PGMI 2 VII Lunas
5 Irma Permata Sari 36 12 3 121 PGMI 2 VII Lunas
6 Nila Syahfitri 36 12 3 132 PGMI 2 VII Lunas
7 Fitriana Sari Daulay 36 12 3 115 PGMI 2 VII Lunas
8 Asri Damayanti 36 12 3 107 PGMI 2 VII Lunas
9 Munawarah 36 12 3 192 PGMI 4 VII Lunas
10 Jihan Astari 36 12 3 187 PGMI 4 VII Lunas
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Wahdini Nur Fadilah 36 12 3 209 PGMI 4 VII Lunas
2 Zuyyina Rahma Harahap 36 12 3 212 PGMI 4 VII Lunas
3 Mukhlina Fathni Lubis 36 12 3 391 PGMI 4 VII Lunas
4 Aisyah Ani Ritonga 36 12 3 178 PGMI 4 VII Lunas
5 Purnama Damayati Siregar 36 12 3 199 PGMI 4 VII Lunas
6 Khairunnisa 36 12 3 189 PGMI 4 VII Lunas
7 Nurasyiah 36 12 3 168 PGMI 3 VII Lunas
8 Sri Nandani 36 12 3 176 PGMI 3 VII Lunas
9 Fitri Anggrani 36 12 3 185 PGMI 4 VII Lunas
10 Nurhasana Laili 36 12 3 183 PGMI 3 VII Lunas
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Siti Khairunnisa Lubis 36 12 3 174 PGMI 3 VII Lunas
2 Ade Khairani 36 12 3 143 PGMI 3 VII Lunas
3 Luthfiyah Munawarah 36 12 3 161 PGMI 3 VII Lunas
4 Diah Hafizatul Husna 36 12 3 149 PGMI 3 VII Lunas
5 Rika Andriani 36 12 3 173 PGMI 3 VII Lunas
6 Halimatusyadiah 36 12 3 173 PGMI 1 VII Lunas
7 Ummu Habibah Batubara 36 12 3 105 PGMI 1 VII Lunas
8 Fadillah Fatwandarai 36 12 4 079 PGMI 1 VII Lunas
9 Rabiatul Adawiyah 36 12 2 098 PGMI 1 VII Lunas
10 Adelina Nst 36 12 2 071 PGMI 1 VII Lunas
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Ayu Anita 36.12.1.075 PGMI 1 VII LUNAS
2 Siti Khadijah 36 12 1 101 PGMI 1 VII LUNAS
3 Siti Aminah 36 12 4 100 PGMI 1 VII LUNAS
4 Siti Aisyah Sagala 36 12 1 099 PGMI 1 VII LUNAS
5 Siti Syahra 36 12 1 102 PGMI 1 VII LUNAS
6 Damayanti 36 12 3 183 PGMI 4 VII LUNAS
7 Nurhasanah Hasibuan 36 12 3 195 PGMI 4 VII LUNAS
8 Tri Agustini 36 12 4 207 PGMI 4 VII LUNAS
9 Sumi Kalsum 36 12 4 204 PGMI 4 VII LUNAS
10 Evida Yanti Pohan 36 12 1 078 PGMI 1 VII LUNAS
10 Dwi Enli Limbong 36 12 1 077 PGMI 1 VII LUNAS
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Mutiara Putri 36 12 1 098 PGMI 1 VII LUNAS
2 Fadilah Arwana 36 12 1 080 PGMI 1 VII LUNAS
3 Masyitah 36 12 1 090 PGMI 1 VII LUNAS
4 Havy Samaria 36 12 1 083 PGMI 1 VII LUNAS
5 Indah 36 12 3 085 PGMI 1 VII LUNAS
6 Ira Setiawati 36 12 1 087 PGMI 1 VII LUNAS
7 Sundari Sumatra 36 12 1 104 PGMI 1 VII LUNAS
8 Retno Puspita Rani 36 12 1 098 PGMI 1 VII LUNAS
9 Yuli Ismaya 36 12 4 210 PGMI 4 VII LUNAS
10 Khairun Nisa 36 12 3 088 PGMI 1 VII LUNAS
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Indah Jahara 36 12 3 086 PGMI 1 VII LUNAS
2 Nurhabibah 36 11 4 024 PGMI 1 VII LUNAS
3 Maratun Hasanah 36 12 3 089 PGMI 1 VII LUNAS
4 Sri Rahayu Lubis 36 12 4 103 PGMI 1 VII LUNAS
5 Ayu Septriani 36 12 1 076 PGMI 1 VII LUNAS
6 Qori Fahlevi 36 12 1 096 PGMI 1 VII LUNAS
7 Andina Halin Syah Rambe 36 12 1 073 PGMI 1 VII LUNAS
8 Nurweni 36 12 1 095 PGMI 1 VII LUNAS
9 As Ahi Oramahi Dongoran 36 12 1 074 PGMI 1 VII LUNAS
10 Fiqi Alaniyah 36 12 3 184 PGMI 4 VII LUNAS
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Khairul Bariah 36 12 3 184 PGMI 4 VII LUNAS
2 Amelia Putri 36 12 3 188 PGMI 4 VII LUNAS
3 Ami Nafriani 36 12 4 181 PGMI 4 VII LUNAS
4 Rina Astuti 36 12 3 201 PGMI 4 VII LUNAS
5 Artika Irmayana 36 12 3 108 PGMI 2 VII LUNAS
6 Atika Nuradiza 36 12 3 109 PGMI 2 VII LUNAS
7 Agung Evansiyus Saragih 36 12 3 145 PGMI 3 VII LUNAS
8 Issyadiah Nur 36 12 3 153 PGMI 3 VII LUNAS
9 Reviva Syafitri 36 12 4 170 PGMI 3 VII LUNAS
10 Khairina Hafiza 36 12 3 158 PGMI 3 VII LUNAS
N
O NAMA NIM KELAS SEMESTER KETERANGAN
1 Endang Suryati 36 12 3 150 PGMI 3 VII LUNAS
2 Iwulanni 36 12 3 155 PGMI 3 VII LUNAS
3 Kusdariyanti 36 12 4 159 PGMI 3 VII LUNAS
4 Rianti Nasari Hrp 36 12 4 171 PGMI 3 VII LUNAS
5 Humairah Binti Nurdin 36 12 3 152 PGMI 3 VII LUNAS
6 Musiah 36 12 4 165 PGMI 3 VII LUNAS
7
8
9
10
Analisis Ayat
Dengan memperhatikan tabel di atas, maka susunan kosa kata yang bermakna pendidik
(guru) dari yang pertama sampai yang terakhir di dalam al-Quran adalah: ahl al-zikr,
mubassyir wa nazir, ‘ulama, al-muwaiz, uli al-nuha, mu’allim, al-muzakki, murabbi, al-
rasikhuna fi al-‘ilm, ulul albab, faqih, da’i dan uli al-absar .
Kosa kata yang secara eksplisit mengandung makna melakukan tugas mendidik adalah
mubasysyir wa nazir, muwaiz, mu’allim, murabbi, muzakki, dan da’i. Sementara kosa kata
lainnya yang mengandung makna keunggulan atau kualitas personal atau kompetensi yang
dimiliki seorang pendidik adalah ahl al-zikr, ‘ulama, uli al-nuha, al-rasikhuna fi al-‘ilm, ulul
albab, faqih, dan ulil al-absar..
Berdasarkan penelitian terhadap ayat-ayat yang memiliki makna yang jelas (sarīh) tentang
pekerjaan mendidik adalah mubasysyir wa nazir, al-muwa’iz, mu’allim, murabbi, muzakki,
dan da’i. Jika ayat-ayat yang mengandung kosa kata tersebut dilihat dalam konteks
pendidikan, maka seorang pendidik adalah orang yang mendidik dan mengajar orang lain
untuk memanusiakan manusia (mensucikannya) dengan menginternalisasikan nilai-nilai
kepada kepribadian peserta didik terutama nilai-nilai tauhid, akhlak, ibadah dan mengajarkan
pengetahuan tentang berbagai hal. Sehingga dengan ilmu pengetahuan seperti itu peserta
didik akan terbimbing kepada jalan Tuhan. Bimbingan tersebut dilaksanakan dengan hikmah,
mauizah dan jidal al-ahsan.[25] Sementara pengetahuan yang dibimbingkan itu jika
dikelompokkan dapat berbentuk pengetahuan tentang ayat-ayat tanzili dan pengetahuan
tentang ayat-ayat kauni.[26]
An-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, berdasarkan al-Baqarah/2 ayat 129 yang
berisi kosa kata muzakki, menjelaskan bahwa seorang pendidik mempunyai tugas pokok
yaitu: (1) Tugas Pensucian, yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik
agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan, dan
menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya. (2) Tugas pengajaran, yakni menyampaikan
berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam
tingkah laku dan kehidupannya.[27]
Perlu juga disebutkan, bahwa berdasarkan pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut, subjek
yang melakukan pendidikan adalah Allah, malaikat, rasul dan manusia biasa. Tiga serangkai
ini bersifat struktur vertikal, yakni Allah sebagai pendidik utama, malaikat adalah
penyambung, rasul adalah orang yang diberi tugas khusus oleh Allah mendidik manusia, dan
manusia (‘ulama) sebagai pewaris (penerus) risalah (baca: misi pendidikan) untuk
mendewasakan manusia dan membangun masyarakat etik (masyarakat berakhlak mulia).
Dalam salah satu surat kelompok Madaniyah yakni ar-Rahman/55 ayat 1-4 secara eksplisit
disebutkan bahwa Ar-Rahman (Allah SWT) sebagai pendidik utama, yang telah mengajarkan
al-Quran dan kepandaian berbicara kepada Muhammad SAW. Dalam al-Qur`an disebutkan:
(Allah) Yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan al-Qur`an. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya pandai berbicara.[28]
Kosa kata lainnya yakni ahl al-zikr, ‘ulama, uli al-nuha, al-rasikhuna fi al ‘ilmi, ulul albab
dan al-faqih. Ayat-ayat al-Quran yang mengandung kosa kata yang disebut terakhir
menginplisitkan berbagai kualitas atau kecerdasan yang dimiliki pendidik. Kualitas-kualitas
dimaksud seperti pengetahuan yang dalam tentang agama,[29] pengetahuan tentang ilmu-
ilmu sosial-humaniora dan pengetahuan kealaman.[30] Sebutan-sebutan berupa penamaan
kualitatif tersebut sekaligus menunjukkan perbedaan khas mereka dengan ilmuan lain pada
umumnya. Kekhasan mereka terletak pada kesepaduan ilmu yang dimilikinya, yakni integrasi
antara ilmu kewahyuan dan sains dalam bangunan zikir dan pikir mereka. Secara aksiologis,
proses pekerjaan ilmiah mereka berada dalam arah yang jelas yakni ma’rifatullah. Itulah
sebabnya dalam surat Fathir/35 ayat 28 disebut bahwa manusia yang takut (khasyyah) kepada
Allah hanyalah ulama (mereka yang berilmu). Dalam al-Qur`an disebutkan:
Hasan al-Turabi, menurut Ahmad Syafi’i Ma’arif, membuat pengertian ulama yang sangat
menarik. Ma’arif menejelaskan:
Dalam artikelnya yang dimuat dalam John L. Esposito (ed.) Voice Resurgent Islam (1983)
pada halaman 245, ia menulis: “Apa yang saya maksudkan dengan ulama? Secara histories,
perkataan ini bermakna mereka yang punya kepakaran dalam hal warisan ilmu agama. Akan
tetapi, ilmu (‘ilm) tidak hanya bermakna itu. Ia bermakna siapapun yang mengetahui secara
dalam tentang sesuatu yang dikaitkan dengan Tuhan. Karena semua ilmu adalah bercorak
ilahiah dan agamis. Seorang ahli kimia, insinyur, ekonom, atau seorang yuris, semuanya
adalah ulama. Maka ulama dalam pengertian yang luas ini, apakah mereka ilmuan sosial atau
ilmuan kealaman, pemimpin pendapat umum, atau filosof haruslah mencerahkan
masyarakat.” Tegasnya, dapat kita katakan bahwa seorang alim adalah seorang yang punya
bekal ilmu yang cukup untuk mencerahkan masyarakat, agar masyarakat menjadi kritis dan
kreatif untuk merealisasikan pesan-pesan kemanusiaan Islam.[32]
Apa yang dijelaskan oleh Ma’arif dengan mengutip al-Turabi di atas menurut hemat penulis
terinspirasi dari ayat al-Quran surat Fatir/35 ayat 28.
Dalam ayat, terlebih dahulu Allah menjelaskan penomena kealaman (manusia, makhluk
bergerak yang bernyawa dan bintang-binatang ternak yang bermacam-macam warnanya),
yang juga menjadi objek pengetahuan manusia, baru kemudian Allah memberi penegasan
bahwa hanya ulama (orang-orang yang berilmu) yang takut kepada Allah.
Pendapat yang mengatakan bahwa istilah ulama pada Fatir/35: 28 di atas adalah “yang
berpengetahuan agama”, bila ditinjau dari segi penggunaan bahasa Arab, menurut Quraish
Shihab tidaklah mutlak demikian. Siapapun yang memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin
apapun pengetahuan itu, maka ia dapat dinamai ‘alim. Dari konteks ayat ini pun, diperoleh
kesan bahwa ilmu yang disandang oleh ulama adalah ilmu yang berkaitan dengan penomena
alam.[33]
Ulul albab dan uli al-nuha[34] juga memiliki muatan keilmuan yang sama dengan ulama.
Isyaratnya cukup jelas dalam al-Quran bahwa ulul albab dan uli al-nuha juga menjadikan
alam (khalq as-samawati wa al-ard), makhluk hewani dan sejarah kebinasaan umat
terdahulu[35] sebagai objek pengetahuan. Karakter ulul albab adalah senantiasa zikr Allah
(dapat dibaca: pengetahuan ilahiyah) dan tafakkar (menggali pengetahuan) kealaman. Zikir
dan pikir, adalah dua aktifitas yang menyatu pada diri seorang muslim. Pengetahuan yang
diperoleh daru dua aktifitas ini akan mengantarkan ulul albab kepada kesadaran akan
kebesaran Allah dan ketauhidan yang tinggi serta ketakutan kepada azab neraka.[36] Dalam
surat Ali Imran/3: 190-191 disebutkan:
Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan Kami, tidaklah Engkau menciptakan
semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
Pada surah al-Mulk/67 (Makkiyah) ayat 1-4 yang secara kronologis lebih duluan diturunkan
dari surat Ali Imran (Madaniyah) disebutkan bahwa:
x8t»t6s? Ï%©!$# ÍnÏuÎ/ à7ù=ßJø9$# uqèdur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« íÏs% ÇÊÈ Ï
%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3r& ß`|¡ômr& WxuKtã 4
uqèdur âÍyèø9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ Ï%©!$# t,n=y{ yìö7y ;Nºuq»yJy $]%$t7ÏÛ
( $¨B 3ts? Îû È,ù=yz Ç`»uH÷q§9$# `ÏB ;Nâq»xÿs? ( ÆìÅ_ö$$sù u|Çt7ø9$# ö@yd
3ts? `ÏB 9qäÜèù ÇÌÈ §NèO ÆìÅ_ö$# u|Çt7ø9$# Èû÷üs?§x. ó=Î=s)Zt y7øs9Î) ç|
Çt7ø9$# $Y¥Å%s{ uqèdur ×Å¡ym ÇÍÈ
1. Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu, 2. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, 3. Yang Telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan
yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? 4. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.
Dengan demikian, pengetahuan tentang alam (ayat-ayat kauniyah) yang juga menjadi objek
pengetahuan mengantarkan manusia kepada puncak pencarian ilmu yaitu Allah Swt
(ma’rifatullah).
Ahl al-zikr dan al-rasikhuna fi al-‘ilm dalam al-Quran sesungguhnya juga memiliki
kandungan makna yang sama dengan ‘ulama dan ulul alba dan uli al-nuha. Namun secara
khusus, ahl al-zikr disebutkan dalam konteks pengetahuan kewahyuan, yakni tidak saja
pengetahuan material wahyu, tetapi juga pengetahuan kesejarahan tentang pewahyuan
(informasi tentang Nabi dan Rasul).[37] Jadi yang disebut terakhir memiliki karakteristik
ilmu yang khusus yang membedakannya dengan ‘ulama, ulul alba dan uli al-nuha, yaitu
kedalaman pengetahuan atau ilmu keilahian (baca: spiritualitas).[38] Dalam surat an-Nahl/16
ayat 43 disebutkan:
Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Untuk memperkuat argumen ini, frase zikr Allah (mengingat Allah) muncul dalam banyak
tempat di al-Quran, misalnya pada al-Ahzab/33: 21, al-A’la/87: 15, Ali Imran/3: 135, asy-
Syu’ara`/26: 227, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam kaitan ini, Allah menjadi objek pengetahuan kognitif (karena Ia
disebut-sebut/ zukira Allah kasira) dan sekaligus pengetahuan spiritual (yakni penyebutan
Allah dengan menghadirkan qalb).
Sedangkan al-rasikhuna fi al-‘ilm secara khusus disebutkan sebagai orang-orang yang yang
sangat mendalam ilmunya. Ke dalaman ilmu yang disebut terakhir adalah kapasitas mereka
yang bahkan mampu menangkap isyarat-isyarat mutasyabihat dalam al-Quran. Dalam surat
Ali Imran/3 ayat 7, al-rasikhuna fi al-‘ilm disepadankan dengan ulul albab. Ayat tersebut
sebagai berikut:
Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur`an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-
ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur`an) dan yang lain mutasyabihat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti yang
mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata,
“Kami beriman kepadanya (Al-Qur`an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.[39]
Perlu ditegaskan kembali bahwa ulul albab disebut oleh Allah sebagai orang yang memiliki
kesadaran ilahiyah yang tinggi sebagai perwujudan dari zikir yang tidak pernah lekang dan
fikir yang terus-menerus. Al-rasikhuna fi al-‘ilm adalah mereka yang memiliki karakteristik
khusus sebagai puncak usaha yang sepadu antara zikir dan fikir.
Berdasarkan penelusuran terhadap ayat-ayat al-Quran yang mengandung kosa kata sebagai
pendidik dapat disimpulkan bahwa kosa kata ahl al-zikr, ‘ulama, al-muwaiz al-waizin, uli al-
nuha, mu’allim, al-muzakki, murabbi, al-rasikhuna fi al-‘ilm, ulul albab dan ulu al-absar
sesungguhnya memiliki makna yang saling kait atau berjalin kelindan. Sebagaimana
ditunjukkan di atas, terdapat beberapa kosa kata yang memiliki makna hampir sama, tetapi
ada pula kosa kata dengan penekanan makna yang khusus. Dengan demikian, kosa kata yang
beragam tersebut tidak mungkin diperlakukan sendiri-sendiri atau parsial. Perlakuan yang
seperti ini akan menyebabkan makna yang dikandung oleh berbagai kosa kata tersebut tidak
akan terpahami secara utuh.
Secara garis besar, ayat-ayat yang berisi beragam kosa kata tersebut menegaskan bahwa
seorang pendidik memerlukan berbagai kualitas dan dengan kualitas itu ia bekerja melakukan
misi mendidik. Misi ini berasal dari Allah sebagai pendidik utama, yang oleh Allah
menugaskan kepada para Rasul untuk merealisasikannya, dan para pendidik muslim lainnya
berperan sebagai pewaris Nabi untuk melanjutkan tugas pendidikan manusia sehingga
tercipta individu dan masyarakat yang berakhlak mulia.[40]
Dalam analisis terhadap ayat-ayat di atas, meskipun masih berserakan sesungguhnya telah
tergambarkan juga profil pendidik (guru) menurut al-Quran. Namun untuk memudahkan
pemahaman bagi pembaca, maka pada bagian ini penulis mencoba lebih sistematis
menjelaskan profil guru perspektif al-Quran.
Di bagian awal tulisan ini dijelaskan bahwa secara sederhana profil guru dapat dilihat dari
tiga aspek, yaitu aspek pola sikap, pola pikir dan pola laku pendidik. Dalam istilah lain adalah
aspek akhlak/moral, aspek intelektual dan aspek skill/keterampilan pendidik. Dalam bahasa
pendidikan modern adalah aspek kompetensi pribadi (personal), kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional (paedagogik ).[41]
Menurut al-Quran, secara personal seorang pendidik adalah orang yang memiliki kecerdasan
spiritual, karena ia senantiasa zikir (mengingat) Allah dalam keadaan apapun. Sebagai ahl al-
zikr, ia memiliki pengetahuan sejarah para Nabi (sirah) dan sejarah social umat terdahulu.
Selain itu, seorang pendidik adalah juga seorang ulama[42], yakni orang yang kapabilitas
keilmuannya bersepadu antara ilmu-ilmu ukhrawi dan duniawai. Ilmunya utuh. Ia tidak
mengenal dualisme keilmuan. Pengetahuannya tentang kealaman, baik mikro atau makro
kosmos disinari oleh pengetahuan keilahiannya. Sebagai uli al-nuha ia memiliki spektrum
pengetahuan yang luas. Tidak hanya kealaman tetapi juga sejarah dan sosial. Penamaan
lainnya seperti al-muzakki, al-rasikhuna fi al-‘ilm, ulul albab, dan ulil al-absar juga
menegaskan kompetensi personal, juga kapasitas dan kapabilitas serta misi propetis
(nubuwwah) seorang pendidik.[43]
Secara khusus penulis perlu menyebutkan bahwa, berdasarkan inspirasi dari penjelasan
Hamka bahwa sebagai muzakki, seorang pendidik adalah orang yang bersih dari kebodohan
dan kerusakan akhlak, kotoran kepercayaan dan kemusyrikan. Dengan kualitas seperti ini
menurut Hamka, seorang muzakki diberi gelar sebagai umat yang menempuh jalan tengah
(moderat, pen.) di tengah umat-umat lain yang misinya mengajarkan kepada manusia Kitab
dan Hikmah, dan juga hal-hal (perkara-perkara) yang selama ini tidak diketahui.[44]
Seorang pendidik yang juga dalam al-Quran diberi gelar rasikh fi al-‘ilm, senantiasa
memperdalam pengetahuannya dan berkonsistensi mengamalkannya.[45] Hamka
menjelaskan bahwa seorang yang rasikh dalam ilmu semakin hari akan semakin mengetahui
hakikat ilmu, karena ia juga senantiasa membersihkan dirinya dengan beribadah.[46] Secara
khusus, Hamka menjelaskan bahwa al-rasikhuna fi al-‘ilm adalah:
… orang yang telah rasikh ilmunya, artinya telah dalam, telah berurat, telah dianugerahi
Tuhan segala kunci-kunci ilmu. Maka menurut kebiasaannya, apabila orang yang telah amat
mendalam ilmunya, mengakuilah dia akan kekurangannya. Sebagaimana Imam Syafi’i yang
termasuk barisan orang rasikh, pernah berkata: Kullamā zādanī ‘ilman zādanī fahman
bijahlī. “Tiap-tiap Tuhan menambah ilmuku, bertambahlah aku faham akan kejahilanku.”[47]
Al-Quran yang juga sumber ilmu, menurut Hamka merupakan jamuan yang secara
metodologis dalam memahaminya memerlukan kekuatan dan ketekunan intelektual yang
dalam dan pemikiran yang bersungguh-sungguh. Dengan cara demikian, seorang ulama’ akan
dapat menjadi warasat al-anbiyā`.[48]
Berdasarkan penelusuran terhadap makna ayat yang mengandung kosa kata al-muwaiz al-
waizin, mu’allim, dan murabbi, maka dapat dirumuskan bahwa guru harus memiliki
kompetensi paedagogik yang:
a. Mendidik dan mengembangkan kecerdasan iman dan takwa (spiritual) peserta didik.
c. Mendidik dan mengembangkan sikap ihsan (kecerdasan sosial) peserta didik.
e. Mendidik dan mengembangkan prilaku hidup sehat dan bersih (kecerdasan kinestetis)
peserta didik.
f. Menjaga peserta didik dari berbagai hal yang destruktif yang mengundang murka Allah
SWT.
D. Penutup
Secara umum, profil seorang pendidik muslim dapat dilihat dari dua dimensi utama manusia,
yakni dimensi ruhaniah dan dimensi jasadiah. Dimensi ruhaniah berupa aspek-aspek akal-
budi manusia, yakni intelek, kemauan dan perasaan. Sedangkan dimensi jasadiah berupa
aspek perbuatan dan tingkah laku.
Berdasarkan kerangka dasar seperti itu, maka dapat disimpulkan bahwa profil pendidik
muslim adalah:
a. Benar-benar manusia tauhid, yakni beriman dan berakidah murni (mukhlisina lahu ad-
din).
c. Gemar membaca atau mencari ilmu pengetahuan (ilmu duniawi dan ukhrawi).
d. Memiliki bangunan keilmuan yang utuh antara ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dengan ilmu keagamaan.
e. Gemar melakukan karya-karya konstruktif (amal saleh) sebagai manifestasi tugas
kekhalifahan, terutama pada tugas-tugas profesinya sebagai pendidik.
f. Tidak berpuas diri dalam ilmu (rasikh fi al-‘ilm) dan berorientasi keunggulan (fastabiq
al-khairat).
g. Senantiasa mencari keridaan Allah dalam tugas-tugas profesi dan di luar tugas profesi,
yang dibuktikan dengan tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi sebagai pendidik.
h. Memandang profesi pendidik sebagai bagian dari tugas kerisalahan dalam mengajak
manusia (da’wah) kepada jalan Allah (Islam).
i. Senantiasa meneladani Rasulullah dan berupaya menjadikan dirinya sebagai teladan
bagi anak didiknya.
j. Memiliki pikiran yang luas dan lapang dada menerima kritik.
Wallahu a’lam.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Afnibar, Memahami Profesi dan Kinerja Guru, (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2005
Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib. Konsep Pendidikan Islam. Cet. Ke-4. Bandung:
Mizan, 1992.
Al-Gazali. Ihya` ‘Ulum ad-Din.Terj. Maisir Thaib dan A. Thaher Hamidy. Medan: Pustaka
Indonesia, 1966.
As-Sajastani, Sulaiman bin al-Asy’ats Syidad bin ‘Umaru al-Azdiy Abu Daud. Sunan Abi
Daud,Juz 11. India: Mathba’ Naul Kisywar, 1305 H.
Dep. Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya. Cet. ke-5. Bandung: CV Diponegoro, 2007.
Echols, John M dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Cet. XX. Jakarta: PT
Gramedia, 1992.
——-. Tafsir al-Azhar, Juz IV, Cet. 3. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002.
Ma’arif, Ahmad Syafii. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesi.Bandung: Mizan, 1993.
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Cet. Ke-9. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Cet. 7. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Praja, Juhaya S. “Paradigma Pengembangan Universitas Islam Negeri (Harapan dan Masa
Depan UIN Malang),” dalam A. Malik Fadjar, dkk., Horizon BaruPengembangan
Pendidikan Islam Upaya Merespon Dinamika Masyarakat Global. Malang: UIN Malang
Press, 2004.
Siddik, Dja’far. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Cita Pustaka Media, 2006.
Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan. Cet. 4. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
*Makalah telah dipresentasekan pada seminar mata kuliah Dasar-dasar Pendidikan dalam
al-Quran pada program doktor (S.3) Prodi Pendidikan Islam PPs IAIN Imam Bonjol Padang
dibawah bimbingan Prof.Dr. H.M. Quraish Shihab, M.A., dan Prof. Dr. H. Rusydi AM, Lc.,
M.A., pada tanggal 09 Oktober 2010.
[1]Adalah Rousseau yang berpendapat bahwa keberadaan orang lain (termasuk dalam hal ini
guru) di sisi perserta didik dapat berpotensi menghambat perkembangan bakat-bakat alamiah
anak. Ia berpendapat bahwa alamlah yang berhak memberikan pendidikan kepada anak
secara bebas dan alamiah. Pendapat ini dikemukakannya karena ia menekankan tujuan
pendidikan untuk membentuk manusia bebas dan merdeka dari tekanan maupun ikatan serta
tidak untuk tujuan tertentu, apakah itu menjadikan peserta didik menjadi orang beragama atau
menjadikan warga masyarakat dan warga negara yang baik, juga tidak untuk suatu jabatan,
melainkan menjadi seorang individu yang bebas. Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu
Pendidikan Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2006), h. 39.
[3]E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Cet. Ke-9 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), h. 3.
[6]Ibid.
[8]Lihat surat an-Nahl/16: 43 dan al-Anbiya`/21: 7. Ibid., h. 272 dan 322.
[9]Sulaiman bin al-Asy’ats Syidad bin ‘Amru al-Azdiy Abu Daud al-Sajastaniy, Sunan Abi
Daud,Juz 11 (India: Mathba’ Naul Kisywar, 1305 H), h. 34.
[12]Mulyasa, h. 36.
[15]Mulyasa, h. 190.
[21]Kemampuan ini meliputi 1) kemampuan bekerja dan bertindak secara mandiri untuk
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan, 2) kemampuan berprakarsa, kreatif, dan
inovatif, dalam mengemukakan gagasan baru, dan mempelajari, serta melaksanakan hal-hal
baru, 3) kemampuan meningkatkan kualitas diri melalui kegiatan membaca, menulis,
seminar, lokakarya, melanjutkan pendidikan, studi banding, dan berperan serta dalam
organisasi profesi. Mulyasa, h. 192.
[22]Mulyasa, h. 192.
[25]Kata al-mau’izah terambil dari kata wa’aza, yang berarti nasihat. Mau’izah adalah uraian
yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Sedangkan kata jidal bermakna
diskusi atau bukti-bukti yang dapat mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan
menjadikannya tidak dapat bertahan. Didapati bahwa mau’izah hendaknya disampaikan
dengan baik/hasanah, sedangkan jidal disampaikan dengan ahsan/yang terbaik. Lihat M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Volume 7, h. 387.
[26]Al-Kindi menyebutnya pengetahuan ilahi dan insani (‘ilm ilahi dan ‘ilm insani). Al-
Gazali menyebut ilmu dengan kategori farui ‘ain dan fardu kifayah. Lihat Harun Nasution,
Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,Cet. 7 (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 15; Al-
Gazali, Ihya` ‘Ulum ad-Din,Terj. Maisir Thaib dan A. Thaher Hamidy (Medan: Pustaka
Indonesia, 1966), h. 50-56.
[29]Sebagai penguat argumentasi ini, berikut dipaparkan dengan singkat penjelasan Quraish
Shihab tentang ahl al-zikr. Ia mengatakan bahwa oleh banyak ulama frase ahl al-zikr
dipahami sebagai para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang
dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul. Ada juga yang memahami istilah
ini dalam arti sejarawan, baik muslim maupun non muslim. M. Quraish Shihab, Tafsir al-
Misbah, Volume 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 236-237.
[30]Ayat al-Qur`an surat Taha/20: 53-54 yang mengandung kosa kata uli al-nuha
mengisyaratkan dengan kuat bahwa uli al-nuha memiliki pengetahuan tentang ilmu
kealaman terutama tentang astronomi, pertanian, dan peternakan. Baca Quraish Shihab,
Volume 8, h. 315-316.
[32]Ahmad Syafii Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,
1993), h. 124-125.
[34]As-Suyuti mengartikan istilah uli al-nuha dengan ashab al-‘uqul wa al-basa`ir, yaitu
seseorang yang memiliki akal dan kemampuan memandang dengan mata batin terhadap
berbagai fenomena alam dan social. As-Suyuti, Safwah al-Bayan li al-Ma’ani al-Qur`an, h.
315.
[35]Dalam surat Thaha/20 ayat 54 dan 128 disebutkan: 54. Makanlah dan gembalakanlah
hewan-hewanmu. Sungguh pada yang demikian itu , terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang berakal (uli al-nuha). 128. Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-
orang musyrik) berapa banyak (generasi) sebelum mereka yang telah Kami binasakan,
padahal mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (umat-umat itu)? Sungguh,
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
berakal (uli al-nuha).
[36]Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz IV, Cet. 3 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 196-197.
[37]Hamka menjelaskan bahwa ahl al-zikr secara bahasa orang yang ahli peringatan, atau
orang yang lebih tahu, atau juga orang yang kuat ingatannya. Kebanyakan ahli tafsir
menyebutnya sebagai ahlul kitab yang terdahulu dari kalangan yahudi dan Nasrani. Tetapi
Sufyan bin Uyainah berpendapat bahwa sebutan ahl al-zikr ialah karena mereka ingat akan
kabar berita Nabi-Nabi yang terdahulu. Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 17 (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2001), h. 16.
[38]Al-Qur`an dan Terjemahnya yang dikeluarkan oleh Dep. Agama RI mengartikan ahl al-
nuha sebagai orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan Kitab-kitab. Dep.
Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Al-Qur`an, tth), h. 272.
[40]Sebagai pewaris Nabi, maka pendidik tentu harus mewarisi apa yang ada pada Beliau,
termasuk tugas-tugas yang diembannya, yakni memelihara keselamatan dan menjadi rahmat
di muka bumi. Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai pewaris (warisat al-anbiya`), para
pendidik hendaklah bertolak pada amar ma’rif nahi munkar, dalam arti menjadikan tauhid
sebagai pusat penyebaran misi iman, islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang
dikembangkan oleh pendidik yakni individualitas, sosialitas, dan moralitas (nilai-nilai agama
dan moral). Ramayulis, h. 97.
[43]Juhaya S. Praja menyebutnya sebagai kompetensi manusia tarbiyah ulul albab, yaitu: 1)
bertauhid, 2) mengedepankan zikir, pikir dan amal saleh, 3) memiliki ilmu yang luas,
pandangan mata yang tajam, otak yang cerdas, hati yang lembut dan semangat serta jiwa
pejuang, 4) melaksanakan fungsi kepemimpinan sebagai khalifah, 5) berorientasi hidup
mencapai rida Allah, 6) sehat jasmani dan rohani, 7) berbuat ihsan, 8) terbebas dari berbagai
penyakit ruhani, 9) mendekatkan diri kepada Allah. Juhaya S. Praja, “Paradigma
Pengembangan Universitas Islam Negeri (Harapan dan Masa Depan UIN Malang),” dalam A.
Malik Fadjar, dkk., Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam Upaya Merespon
Dinamika Masyarakat Global, (Malang: UIN Malang Press, 2004), h. 80.
[46]Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz III (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 111.
[47]Ibid., h. 110.
[48]Ibid., h. 111.