Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa, dan komponen lainnya
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran adalah suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik.

Pembelajaran Tematik tidak cukup banyak diketahui dan diterapkan oleh guru di
sekolah. Padahal pembelajaran ini sangat membantu dalam memberi pengetahuan
yang utuh terhadap peserta didik. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru
kepada peserta didik, oleh sebab itu dibutuhkan langkah-langkah yang sebaiknya dilalui guru.

Pada masa ini ada istilah pembelajaran tematik atau bisa juga disebut dengan
pembelajaran terpadu, yaitu pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan
antara beberapa isi matapelajaran dengan pengalaman kehidupan sehari-hari peserta didik
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi mereka. Di mana biasanya
pembelajaran tematik itu sendiri digunakan pada kelas bawah yakni kelas 1, 2, dan 3 SD/MI.
Sejauh ini masih banyak kalangan yang kurang bahkan belum tahu bagaimana sebenarnya latar
belakang munculnya pendidikan tematik di jenjang sekolah dasar.

Pembelajaran Tematik Peserta didik yang masih berada pada sekolah dasar atau
madrasah ibtidaiyah yakni khususnya pada kelas bawah, kelas 1, 2 dan 3 adalah berada pada
rentangan usia dini. Di mana pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasannya
seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Umumnya tingkat
perkembangan masih memendang bahwa segala sesuatu itu sebagai keutuhan (holistik) serta
mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajarannya masih
bergantung pada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami peserta didik secara
langsung.

1
Sampai saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di MI untuk setiap mata pelajaran
dilakukan secara terpisah. Misalnya, Agama Islam 2 jam pelajaran, BHS Indonesia 2 jam
pelajaran, IPS 2 jam pelajaran begitu pula dengan pelajaran yang lainnya. Dalam penyampaian
materinya pun masih monoton tanpa dikaitkan dengan materi pelajaran yang lain. Padahal pada
usia tersebut pemikiran peserta didik masih bersifat holistik, sehingga pembelajaran terpisah
malah menyulitkan mereka. Hal tersebut banyak menyebabkan tingginya angka peserta didik
mengulang kelas bahkan putus sekolah.data tahun 1999/2000 menyebutkan bahwa angka
mengulang kelas 1 (11,6%), kelas 2 (7,5%), kelas 3 (6,13%), kelas 4 (4,64%), kelas 5 (3,1%),
dan kelas 6 (0,37%). Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas 1 (4,22%), masih jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas 2 yakni (0,83%), kelas 3 (2,27%), kelas 4 (2,71%),
kelas 5 (3,79%), dan kelas 6 (1,78%).

Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional maupun data
statistik nasional menunjukkan bahwa pendidikan dasar di Indonesia belum menunjukkan hasil
yang memuaskan. Direktorat Pendidikan TK dan SD tahun 2000/2001 juga menunjukkan
bahwa rata-rata daya serap kurikulum secara nasional juga masih rendah yaitu 5,1 untuk lima
mata pelajaran. Kondisi yang memprihatinkan tersebut juga disebabkan oleh kurangnya
pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-kanak di daerah terpencil. Padahal pendidikan
prasekolah sangat membantu kesiapan peserta didik untuk melanjutkan proses pendidikan ke
jenjang berikutnya yakni SD/MI. Atas dasar pertimbangan tersebut dan dalam rangka
implementasi standar isi atau (SI) yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan,
pelaksanaan pembelajaran pada kelas bawah yakni kelas 1, 2, dan 3 MI akan lebih tepat jika
dikelola dengan pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik untuk semua
mata pelajaran.

Pembelajaran model tematik diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan


proses pembelajaran di kelas serta meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran. Oleh karena itu, makalah ini ditulis untuk menjelaskan bagaimana latar belakang
pendidikan tematik.

2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Tematik?
2. Bagaimana Konsep Pembelajaran Tematik?
3. Apa Saja Model-Model Pembelajaran Tematik?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan Memahami tentang Pembelajaran Tematik.
2. Mengetahui dan Memahami Konsep Pembelajaran Tematik.
3. Mengetahui dan Memahami Model Pembelajaran Tematik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBELAJARAN TEMATIK

“Pembelajaran berbasis kurikulum tematik (pendekatan tematik) adalah


pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan (mengintegrasikan
dan memadukan) beberapa mata pelajaran sehingga melahirkan pengalaman yang
sangat berharga bagi para peserta didik”. (Panduan Lengkap Kurikulum Tematik, 2013:
7).
Pembelajaran tematik menuntut penggunaan pancaindra, melakukan tindakan
nyata, dan observasi faktual dari peserta didik. Hal ini juga memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk bertanya seputar pelajaran yang telah disampaikan.
Penerapan pembelajaran tematik ini mengangkat sisi penasaran dan intelektualitas
peserta didik dengan mendorong nalar, bereksperimen, dan mengkomunikasikan kepada
orang lain.
B. KONSEP PEMBELAJARAN TEMATIK

Konsep pembelajaran tematik berusaha untuk memenuhi beberapa hal dalam


mengembangkan pengetahuan peserta didik sebagai berikut.

1)      Berpusat pada peserta didik.

2)      Memberikan pengalaman langsung.

3)      Tidak terjadi pemisahan materi pembelajaran secara jelas.

  4)      Menyajikan konsep dari berbagai materi pembelajaran.

5)      Bersifat fleksibel.

6)      Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

7)      Mengmbangkan kemampuan metakognisi peserta didik.

8)      Lebih menekankan proses dari pada hasil.

 Konsep pembelajaran tematik berjangka

4
Konsep pembelajaran tematik sifatnya berjangka (seminggu, dua minggu,
tiga minggu, dan seterusnya). Konsep ini hampir mirip dengan istilah RPP
(Rencana Pelaksanaan pembelajaran) dalam kurikulum nontematik. Dalam hal ini,
guru tidak hanya dituntut merancang konsep pembelajaran, tapi juga dituntut peka
dalam menentukan alokasi waktu terhadap pembelajaran tema-tema tertentu.
Konsep pengetahuan yang diajarkan saling berhubungan dan merupakan satu
kesatuan. Tema-tema yang dirancang dan akan dicapai harus dibuat berkaitan.
Salah satu contoh penentuan tema yang dapat saling berkaitan dan sebagai
pengikat keterpauduan sebagai berikut.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, pembelajaran tematik menuntut


penjabaran yang tuntas. Artinya pembelajaran dapat menyeluruh atau menyentuh
keseluruhan dari keterampilan berbahasa. Keterampilan-keterampilan berbahasa
tersebut antara lain; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Jadi,
pembelajaran tematik dilakukan secara bertahap karena untuk mengaitkan
keempatnya membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

5
C. JENIS PEMBELAJARAN TEMATIK

Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit


tematisnya, menurut seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991)
mengemukakan bahwa terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan
pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1) fragmented,
(2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6) webbed, (7) threaded, (8)
integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Secara singkat kesepuluh cara atau
model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Model Penggalan (Fragmented)
Model fragmented ditandai oleh ciri pemaduan yang hanya terbatas pada
satu mata pelajaran saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,
materi pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat
dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa.

6
2. Model Keterhubungan (Connected)
Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran
dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir- butir
pembelajaran seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya,
dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penguasaan butir-butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam
membentuk kemampuan berbahasa dan bersastra. Hanya saja pembentukan
pemahaman, keterampilan, dan pengalaman secara utuh tersebut tidak
berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir
pembelajaran dan proses pembelajarannya secara terpadu.
3. Model Sarang (Nested)
Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep
keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada jam-jam
tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman
tentang bentuk kata, makna kata, dan ungkapan dengan saran pembuahan
keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir logis,
menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan
dan menulis puisi. Pembelajaran berbagai bentuk penguasaan konsep dan
keterampilan tersebut keseluruhannya tidak harus dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran. Keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi dan
berpikir logis dalam hal ini disikapi sebagai bentuk keterampilan yang
tergarap saat siswa memakai kata-kata, membuat ungkapan dan mengarang
puisi. Untuk mengetahui telah dikuasainya keterampilan tersebut ditunjukkan
oleh kemampuan mereka dalam membuat ungkapan dan mengarang puisi.

7
4. Model Urutan/Rangkaian (Sequenced)
Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik
antarmata pelajaran yang berbeda secara paralel. Isi cerita dalam roman
sejarah, misalnya; topik pembahasannya secara paralel atau dalam jam
yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal sejarah perjuangan bangsa,
karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu
maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata. Topik-topik
tersebut dapat dipadukan pembelajarannya pada alokasi jam yang
sama.

5. Model Bagian (Shared)


Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat
adanya overlapping konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
Butir-butir pembelajaran tentang kewarganegaraan dalam PPKn
misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam
Tata Negara, PSPB, dan sebagainya.
6. Model Jaring Laba-laba (Webbed)
Selanjutnya, model yang paling populer adalah model webbed. Model
ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan
pembelajaran. Dalam hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan
pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata
pelajaran.

8
7. Model Galur (Threaded)
Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan, misalnya;
melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-
kejadian, antisipasi terhadap cerita dalam novel, dan sebagainya. Bentuk threaded
ini berfokus pada apa yang disebut meta-curriculum.

8. Model Keterpaduan (Integrated)


Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran
yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi
yang semula terdapat dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia,
Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial, agar tidak membuat muatan
kurikulum berlebihan, cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya
Pengetahuan Alam. Contoh lain, dalam teks membaca yang merupakan bagian
mata pelajaran Bahasa Indonesia, dapat dimasukkan butir pembelajaran yang
dapat dihubungkan dengan Matematika, Pengetahuan Alam, dan sebagainya.
Dalam hal ini diperlukan penataan area isi bacaan yang lengkap sehingga dapat
dimanfaatkan untuk menyampaikan berbagai butir pembelajaran dari berbagai
mata pelajaran yang berbeda tersebut. Ditinjau dari penerapannya, model ini
sangat baik dikembangkan di SD.

9. Model Celupan (Immersed)


Model immersed dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan
memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan
pemakaiannya. Dalam hal ini tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman
sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
a.  Model Pembelajaran Jaringan (Networked)

Model networked ini merupakan pemaduan pembelajaran yang


mengandaikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah,
maupun tuntutan bentuk ketrampilanbaru setelah siswa mengadakan studi

9
lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda. Belajar
disikapi sebagai proses yang berlangsung secara terus menerus karena adanya
hubungan timbal balik antara pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa.

Catatan:

Selain pandangan Robin Fogarty di atas, Jacobs (1989) mengemukakan


lima pilihan bentuk keterpaduan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: (a)
discipline based, (b) parallel, (c) multidisciplinary, (d) interdisciplinary, dan (e)
integrated. Secara ringkas kelima model tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Bentuk discipline based adalah bentuk keterpaduan yang bertolak
dari mata pelajaran tertentu. Sebuah topik ekonomi misalnya dapat
dihubungkan dengan masalah sosial politik dan ilmiah.
2. Bentuk parallel memadukan tema-tema yang sama dalam beberapa
mata pelajaran. Bentuk ini mengkondisikan tingkat keterpaduan
yang kurang mendalam.
3. Bentuk multidisciplinary adalah bentuk pembelajaran sejumlah
mata pelajaran secara terpisah melalui sebuah tema.
4. Bentuk interdisciplinary adalah bentuk pembelajaran yang
menggabungkan sejumlah mata pelajaran dalam sebuah tema.
Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam waktu yang bersamaan.
5. Bentuk integrated merupakan bentuk pembelajaran yang
memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata pelajaran melalui
hubungan tujuan- tujuan, isi, keterampilan, aktivitas, dan sikap.

10
 b. Model Pembelajaran Peta Laba-laba atau Model Pembelajaran Jaring Laba-
Laba (Webbed Model)

Model pembelajaran jaring laba-laba merupakan pembelajaran yang


pengembangannya dimulai dengan menentukan tema sentral yang menjadi
pengikat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
Guru menentukan tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata
pelajaran berdasarkan KD. Langkah persiapan pembelajaran tematik meliputi
pemetaan kompetensi dasar pada tema, menentukan tema sentral, pemetaan pokok
bahasan, penentuan alokasi waktu, perumusan tujuan pembelajaran, penentuan
alat dan media pembelajaran, dan perencanaan evaluasi. Perhatikan contoh
berikut. Contoh terdapat pada gambar berikut.

Kelebihan dari model jaring laba-laba (Webbed) antara lain: 


1)    penyeleksian tema sesuai minat akan memotivasi anak untuk belajar; 
2)    memudahkan guru yang belum berpengalaman sebab memudahkan dalam
perencanaan,dan 
3)    memberikan kemudahan peserta didik dalam mengaitkan kegiatan-kegiatan
dan ide-ide yang berbeda.

Kekurangan dari model jaring laba-laba (Webbed) antara lain: 


1)      kesulitan dalam menyeleksi tema-tema; 

2)      cenderung merumuskan tema yang dangkal; dan 

11
3)      guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan
konsep. 

c.   Model Pembelajaran Keterhubungan (Connected)

Model pembelajaran keterhubungan didasari pada anggapan bahwa butir-


butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-
butir pembelajaran seperti kosakata, struktur membaca, dan mengarang misalnya,
dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Model ini
menghubungkan beberapa materi, atau konsep yang saling berkaitan dalam satu
bidang studi. Materi yang terpisah-pisah akan tetapi mempunyai kaitan, dengan
sengaja dihubungkan dan dipadukan dalam sebuah topik tertentu.

Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung


(connected) :

1)     Guru menghubungkan/menggabungkan konsep Bahasa Indonesia tentang


kata dengan  konsep kata dasar, awalan-akhiran, imbuhan, dan lainnya.

2)     Guru menghubungkan/menggabungkan konsep Bahasa Indonesia tentang


puisi dengan konsep diksi, majas, konotasi-denotasi, dan lainnya.

3)    Guru menghubungkan konsep puisi, dan pembentukan puisi, judul, tema, dan
sebagainya.

Kelebihan dari model pembelajaran keterhubungan antara lain: 


1) guru dapat melihat seluruh gambaran dan kemampuan/indikator yang
digabungkan; 

12
2) siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang
terfokus pada suatu aspek tertentu; 

3) sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi,


memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga
memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah
dan terjadinya proses internalisasi menyeluruh menganai konsep pokok; 
4)      kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada
indikator; dan 
5)     siswa memperoleh gambaran lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan
dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan,
memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.

Kekurangan dari model pembelajaran keterhubungan antara lain: 


1)    model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum
menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain; 
2)    masih terlihat jelas terpisahnya antar bidang studi; 
3)    tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran
tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang
studi; 
4)    memadukan ide-ide dalam satu bidang studi membuat usaha untuk
mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan; 
5)    model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah
dilaksanakansecara mandiri
6)    Bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan
konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya
atau karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global
jadi terabaikan.

1. Model Keterpaduan (Integrated)


Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan
antarmata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan mata
pelajaran dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menentukan

13
keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang-tindih di dalam beberapa
mata pelajaran. Berbeda dengan model jaring laba-laba yang menuntut
pemilihan tema dan pengembangannya sebagai langkah awal maka dalam model
keterpaduan tema yang terkait dan bertumpang tindih merupakan hal yang
terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan
program. Pertama guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan dan sikap yang
diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran, selanjutnya dipilih
beberapa konsep, keterampilan dan sikap yang memiliki keterhubungan yang
erat dan tumpang tindih di antara berbagai mata pelajaran.

Kekuatan model keterpaduan antara lain:

a. memudahkan siswa untuk mengarahkan keterkaitan dan


keterhubungan di antara berbagai mata pelajaran;
b. memungkinkan pemahaman antarmata pelajaran dan memberikan
penghargaan terhadap pengetahuan dan keahlian;
c. mampu membangun motivasi.

Kelemahan model keterpaduan antara lain:

a. model ini model yang sangat sulit diterapkan secara penuh;


b. model ini menghendaki guru yang terampil, percaya diri dan
menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang sangat
diprioritaskan;
c. model ini menghendaki tim antarmata pelajaran yang terkadang
sulit dilakukan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis kurikulum tematik (pendekatan tematik) adalah


pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan
(mengintegrasikan dan memadukan) beberapa mata pelajaran sehingga
melahirkan pengalaman yang sangat berharga bagi para peserta didik.

Konsep pembelajaran tematik berusaha untuk memenuhi beberapa hal dalam


mengembangkan pengetahuan peserta didik sebagai berikut.

1)      Berpusat pada peserta didik.

2)      Memberikan pengalaman langsung.

3)      Tidak terjadi pemisahan materi pembelajaran secara jelas.

  4)      Menyajikan konsep dari berbagai materi pembelajaran.

5)      Bersifat fleksibel.

6)      Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

7)      Mengmbangkan kemampuan metakognisi peserta didik.

8)      Lebih menekankan proses dari pada hasil.

Jenis model pembelajaran tematik yaitu sebagai berikut.

1) Model penggalan 6) Model jarring laba-laba

2) Model keterhubungan 7) Model galur

3) Model sarang 8) Model keterpaduan

4) Model urutan/rangkaian 9) Model celupan

5) Model bagian

15

Anda mungkin juga menyukai