PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pembelajaran
A.1 Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa inggris instruction, yang berarti
proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang belajar, atau memanipulasi
(merekayasa) lingkungan sehingga memberikan kemudahan bagi orang yang belajar (Depdiknas, 2008:
5). Erman Suherman, dkk (2003: 8) mengemukakan bahwa pembelajaran dalam arti sempit adalah
proses pendidikan dalam lingkup persekolahan. Proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu
siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa. Interaksi
antara guru dan siswa memungkinkan keterlibatan mental siswa secara optimal dalam merealisasikan
pengalaman belajar.
Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat
belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Dimana karakteristik dari pembelajaran adalah :
1. Ada interaksi antara guru dan siswa sebagai salah satu sumber belajar.
2. Kegiatan belajar dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran
3. Pembelajaran memusatkan pada bagaimana membelajarkan siswa dan bukan pada apa yang
dipelajari siswa.
Berikut ini berbagai karakteristik dalam berbagai model-model pembelajaran :
1. Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan
yang sama dan adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam pembelajaran kolaboratif
pebelajar dapat mengembangkan pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu.
Karakteristik dari pembelajaran ini adalah :
a. Dalam mencapai tujuan siswa bekerja sama dengan teman untuk menentukan strategi
pemecahan masalah yang ditugaskan oleh guru.
b. Setiap anggota kelompok hanya dapat berhasil mencapai tujuan apabila seluruh anggota
bekerja sama., dimana ketergantungan individu sangat tinggi.
2. Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang
menyenangkan karena guru mengubah segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga
pebelajar bergairah belajar.
Karakteristik pembelajaran ini adalah :
a. Menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan, santai dan bebas
b. Siswa mempelajari pelajaran melalui pengalaman atau dapat memanfaatkan segala sesuatu
untuk memahami pelajaran
c. Siswa diberi kebebasan untuk belajar dengan gaya belajarnya masing-masing
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran dengan cara belajara bekerja sama, namun
para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama. Antarpebelajara yang saling bentu
hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya.
Karakteristik pembelajaran ini adalah :
a. Memiliki beragam model pembelajaran dan teknik pembelajaran
b. Mengaktifkan semua anggota kelompok untuk berperan sera dalam penyelesaian tugas
tertentu
c. Belajar kooperatif menggalang potensi sosialisasi di antara anggotanya.
4. Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi
berdasarkan suatu tema sebagai kerangka isi. Dengan demikian , pebelajar diharapkan
memahami hubungan antarbidang studi secara terpadu.
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru
lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata
(konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan
dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut
secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari
satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Siswa diberikan kesempatan bermain untuk menerjemahkan pengalaman kedalam pengertian.
A.2 Pembelajaran Matematika SMA/MA
Salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa di Sekolah adalah matematika. Matematika
adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (KBBI). Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang wajib yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat SD,
SMP, SMA/SMK, bahkan di perguruan tinggi.
Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 68) pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa
terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang
diajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran
matematika disekolah. Menurut Shimada (Erman Suherman, 2003: 124) dalam pembelajaran
matematika, rangkaian dari pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada
siswa biasanya melalui langkah demi langkah. Tentu rangkaian yang diajarkan ini tidak saling
terpisah, tetapi suatu rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan sikap dari setiap siswa,
sehingga akan terjadi pengorganisasian intelektual yang optimal.
Dari beberapa definisi pembelajaran dan matematika di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran
matematika merupakan suatu proses belajar matematika yang dilakukan sengaja oleh seseorang untuk
memperoleh dan memproses ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika. Pembelajaran
matematika juga bertujuan untuk membangun terbentuknya kemampuan berfikir kritis, logis dan
sistematis melalui nilai-nilai yang ada di dalam matematika.
Karakteristik Siswa SMA Rata-rata usia siswa SMA adalah antara 15 sampai 18 tahun. Menurut
Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14), tahap perkembangan intelektual dibagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu:
a. sensorimotorik (0-2 tahun),
b. praoperasional (2-7 tahun),
c. operasional konkrit (7-11 tahun),
d. operasional formal (11 tahun - ke atas).
Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa siswa SMA tergolong ke dalam tahapan operasional
formal. Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14) menambahkan bahwa pada tahapan operasional
formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 133) mengungkapkan bahwa bila dilihat dari implikasi tahapan
operasional formal Piaget pada remaja, maka individu remaja telah memiliki:
a. kemampuan introspeksi (berfikir tentang dirinya),
b. berfikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan),
c. berfikir berdasarkan hipotesis (adanya pengujian hipotesis),
d. menggunakan simbol-simbol,
e. dan berfikir fleksibel berdasarkan kepentingan.
Herman Hudojo (1988: 47) menambahkan bahwa dalam periode tahapan operasional formal ini
disebut juga periode hipotesis-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual.
Pada tahapan ini anak mampu menggunakan prosedur seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur
hipotesis-deduktif. Namun, kenyataannya meski anak yang baru berumur 14 tahun ke atas pada umumnya
telah matang untuk belajar ilmu pasti seperti matematika, tetapi tidak semua anak pandai ilmu pasti
tersebut (Ngalim Purwanto, 2007: 103).
Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 68) pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa
terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar.
Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika
disekolah. Menurut Shimada (Erman Suherman, 2003: 124) dalam pembelajaran matematika, rangkaian
dari pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada siswa biasanya melalui
langkah demi langkah. Tentu rangkaian yang diajarkan ini tidak saling terpisah, tetapi suatu rangkaian
yang terintegrasi dengan kemampuan sikap dari setiap siswa, sehingga akan terjadi pengorganisasian
intelektual yang optimal.
Dari beberapa definisi pembelajaran dan matematika di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran
matematika merupakan suatu proses belajar matematika yang dilakukan sengaja oleh seseorang untuk
memperoleh dan memproses ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika. Pembelajaran matematika
juga bertujuan untuk membangun terbentuknya kemampuan berfikir kritis, logis dan sistematis melalui
nilai-nilai yang ada di dalam matematika.
Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi
khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu
atau lebih elemen yang diketahui. Semesta dari elemen-elemen yang dioperasikan
dengan elemen yang diperoleh dari operasi tersebut bisa sama bisa pula berbeda.
Elemen yang dihasilkan dari suatu operasi disebut hasil operasi.
Dalam matematika dikenal bermacam-macam operasi, yaitu operasi “unair”
bila melibatkan hanya satu elemen yang diketahui, operasi “biner” bila melibatkan
tepat dua elemen yang diketahui, operasi “terner” bila melibatkan tepat tiga
elemen yang diketahui.
(contoh jenis operasi)
Operasi “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan” termasuk contoh
operasi biner, sementara operasi “pangkat dua”, “tambah lima”, “komplemen”
termasuk contoh-contoh operasi unair.
2n 2n 2n .... 2n 2n 2n 2S
sebanyak n suku
1 n. 2n 2S
sehingga S = .n. 2n n2 .
2
4. Konsisten dalam Sistemnya
Dalam matematika terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari
beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang
berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan
lainnya. Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang
lepas satu dengan lainnya. Di dalam sistem aljabar terdapat pula beberapa
sistem lain yang lebih “kecil” yang berkaitan satu dengan lainnya. Demikian
pula di dalam sistem geometri.
(contoh sistem aksioma)
Di dalam aljabar terdapat sistem aksioma dalam grup, sistem aksioma dalam
ring, sistem aksioma dalam lapangan (field), dan lain-lain. Di dalam geometri
terdapat sistem geometri netral, sistem geometri insidensi, sistem geometri
Euclides, sistem geometri Lobachevski, dan lain-lain.
Di dalam masing-masing sistem berlaku ketaatazasan atau konsistensi.
Artinya bahwa dalam setiap sistem tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu
teorema atau pun definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam
hal nilai kebenarannya.
Antara sistem atau struktur yang satu dengan sistem atau struktur yang lain
tidak mustahil terdapat pernyataan yang saling kontradiksi.
(contoh dua sistem yang memiliki pernyataan yang berbeda)
Contoh berikut sangat terkenal dalam matematika. Di dalam sistem geometri
Euclid (geometri “datar”, yaitu geometri yang biasa dipelajari di sekolah)
dikenal teorema berikut ini. “Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah
seratus delapan puluh derajat”. Sementara di dalam sistem geometri Riemann
(geometri “lengkung bola”, salah satu sistem geometri non-euclides), salah satu
teorema berbunyi. “Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga lebih (besar) dari
seratus delapan puluh derajad”.
A B C 180o
C
A B C 180o
A B
B
A