Anda di halaman 1dari 74

ASUHAN KEPERAWATAN

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN


TASIKMALAYA
RAWAT INAP BEDAH
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
½

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
AMPUTASI

Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes


NIP. 196808292002122003
Definisi Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian
tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh
klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa
sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat
menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

Etiologi Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi


Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat
diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota
tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
6. Deformitas organ.

Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta
terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma
dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah
memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2. amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana
dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi,
menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan
intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang
mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan
keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Manajemen Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam
Keperawatan
tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan
pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan
pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien
dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan
dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan
kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

Pengkajian Riwayat Kesehatan


Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu
yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan
seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga
mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum
kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya
tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan
tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan
darurat.

Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :


SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk
Kulit secara umum. meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami
keradangan akut atau kondisi
semakin buruk, perdarahan atau
kerusakan progesif. Kaji kondisi
jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return.
Sistem Mengkaji tingkat aktivitas harian yang
Cardiovaskuler : dapat dilakukan pada klien sebelum
Cardiac reserve operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan
atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen
dengan menilai adanya sianosis,
riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ
urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan,
khususnya sistem motorik dan
sensorik daerah yang akan
diamputasi.
Sistem Mengkaji kemampuan otot
Mukuloskeletal kontralateral.
Manifestasi Klinik Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian
pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya
kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian
klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien
pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji
juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu
juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai
gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien
terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien
terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan
gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan
secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan
pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum
seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan
sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien
benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu
sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk
berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya,
sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan
tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum
pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien
preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah
ini.

Pemeriksaan Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian


Penunjang secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang
lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan
dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru,
fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.

ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa
keperawatan yang dapat timbul antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan Secara psikologis
bantuan secara fisik meningkatkan rasa aman dan
dan psikologis, meningkatkan rasa saling
memberikan
percaya.
dukungan moral.
Menerangkan
Meningkatkan/memperbaiki
prosedur operasi
pengetahuan/ persepsi klien.
dengan sebaik-
baiknya.

Meningkatkan rasa aman dan


Mengatur waktu
memungkinkan klien melakukan
khusus dengan klien
komunikasi secara lebih terbuka
untuk berdiskusi
dan lebih akurat.
tentang kecemasan
klien.

2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan


dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan
dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya
hidup yangbaru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk Mengurangi rasa tertekan
mengekspresikan perasaan dalam diri klien,
tentang dampak menghindarkan depresi,
pembedahan pada gaya meningkatkan dukungan
hidup. mental.

Berikan informasi yang Membantu klien


adekuat dan rasional tentang mengapai penerimaan
alasan pemilihan tindakan terhadap kondisinya
pemilihan amputasi.
melalui teknik
rasionalisasi.
Berikan informasi bahwa
Meningkatkan dukungan
amputasi merupakan
mental.
tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan
langkah awal untuk
menghindari
ketidakmampuan atau
kondisi yang lebih parah.
Strategi untuk
meningkatkan adaptasi
Fasilitasi untuk bertemu
terhadap perubahan citra
dengan orang dengan
diri.
amputasi yang telah berhasil
dalam penerimaan terhadap
situasi amputasi.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan


keperawatan preoperatif antara lain :
 Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik
dalam mengatsi nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi
nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan
“merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu
lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan
kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki
protese.

 Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif


- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi
sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah
kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki
( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan
untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu
ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan
kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan
fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
 Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan
dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat
bantu ( karena tidak semua klien yang mengalami
operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada
penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan
penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik
dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk,
nafas dalam.

b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan
kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan)
perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal
klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi
cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan
kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan
dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan
luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang
dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan
drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya
dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi,
khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien
belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan
jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi
kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah,
terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup.
Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan
perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan
mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar
klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau
mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta
mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang
lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien
seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah
nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi.
Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena
membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena
merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah
ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan
menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain
adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi
bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
-
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari Sensasi panthom limb
sensasi panthom limb atau memerlukan waktu yang lama
dari luka insisi. Bila terjadi untuk sembuh daripada nyeri
nyeri panthom limb akibat insisi.
Klien sering bingung
membedakan nyeri insisi
dengan nyeri panthom limb.
Beri analgesik
( kolaboratif ). Untuk menghilangkan nyeri

Ajarkan klien memberikan Mengurangi nyeri akibat nyeri


tekanan lembut dengan panthom limb
menempatkan puntung
pada handuk dan menarik
handuk dengan berlahan.
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra
tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi
yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami Meninjau
klien. perkembangan klien.

Libatkan klien dalam melakukan Mendorong


perawatan diri yang langsung antisipasi
menggunakan putung : meningkatkan
- Perawatan luka. adaptasi pada
- Mandi. perubahan citra
- Menggunakan pakaian. tubuh.

Berikan dukungan moral. Meningkatkan status


mental klien.
Hadirkan orang yang pernah
amputasi yang telah menerima Memfasilitasi
diri. penerimaan
terhadap diri.

3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi,


kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau
emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli
lemak.
INTERVENSI RASIONAL

Infeksi
Lakukan perawatan luka Mencegah terjadinya infeksi.
adekuat.

Perdarahan
Menghindari resiko
Pantau :
kehilangan cairan dan resiko
-Masukan dan
terjadinya perdarahan pada
pengeluaran cairan. daerah amputasi.
- Tanda-tanda vital
tiap 4 jam. Sebagai monitor status
- Kondisi balutan tiap 4-8 hemodinamik
jam.

Indikator adanya perdaraham


masif

Emboli lemak
Memantau tanda emboli
Monitor pernafasan.
lemak sedini mungkin
Untuk mempercepat tindakan
bila sewaktu-waktu dperlukan
untuk tindakan yang cepat.
Persiapkan oksigen
Pertahankan posisi
Mengurangi kebutuhan
flower atau tetap tirah
oksigen jaringan atau
baring selama beberapa
memudahkan pernafasan.
waktu

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :


 Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan
hingga protese yang digunakan telah tepat dengan
kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
 Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas
dengan kondisi saat ini.
 Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif
pada daerah amputasi segera setelah pembatasan
gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang
diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan
untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya
kontraktur.
 Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik,
ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas
protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari
bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan
selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit
akibat penggunaan protese.

Referensi Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal –


Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing
Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts,
Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal –
Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing
Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts,
Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP BEDAH


TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

APENDISITIS
Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada
appendiks yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling
sering terjadi.

Etiologi Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid

2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks


3. Tumor appendiks

4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan


rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan
apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga
timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman flora pada kolon.

Patofisiologi
Manifestasi Klinis Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan
lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
mungkin akan dijumpai.

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau
diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila
appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa
di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya
dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat
terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran
bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih
menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien
memburuk.
Komplikasi Apendisitis

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat


berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105
sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.

Penatalaksanaan Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan
yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain
diperut kanan bawah.

a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik


dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk
tirah baring dan dipuasakan
b. Tindakan operatif ; appendiktomi

c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan
lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat,
klien pulang.

Pengkajian Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat Keperawatan

1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan
leukosit.

2. Riwayat kesehatan masa lalu

3. pemeriksaan fisik

a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada


tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.

b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan


leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan
splenomegali.

c. Sistem urogenital :Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan


sakit pinggang.

d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan


dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau
tidak.

e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran


kelenjar getah bening.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan


leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca


pembedahan.

Diagnosa a. Pre operasi


Keperawatan

1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus


oleh inflamasi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

b. Post operasi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post


operasi apendektomi.

2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan


dengan anorexia, mual.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang


pengetahuan tentang perawatan dan penyakit berhubungan dengan
kurang informasi.

1. Persiapan umum operasi


Rencana
Keperawatan
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat
sebelum operasi :

a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah


sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi
lingkungan).

b. Mengukur tanda-tanda vital.

c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.

d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa,


Urinalisa).

e. Wawancara.

2. Persiapan klien malam sebelum operasi

Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit

kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit.


Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko
terjadinya ifeksi.

Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa


mengganggu prosedur operasi.

b. Persiapan saluran cerna

persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :

1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.

2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.

3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.

Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :

1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.

2. Pemberian enema jika perlu.

3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.

4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum


selama 8 - 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang
gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi
untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.

c. Persiapan untuk anastesi

Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi
untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal
ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.

d. Meningkatkan istirahat dan tidur

Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada
gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam


sebelum obat-obatan pre operasi :

1. Mencatat tanda-tanda vital


2. Cek gelang identitas klien

3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik

4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus

5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir

6. Anjurkan klien untuk buang air kecil

7. Perawatan mulut jika perlu

8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala

9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia


lebih mudah.

4. Interpesi pre operasi

1. Obsevasi tanda-tanda vital

2. Kaji intake dan output cairan

3. Auskultasi bising usus

4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik

5. Ajarkan tehnik relaksasi

6. Beri cairan intervena

7. kaji tingkat ansietas

8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5. Intervensi post operasi

1. Observasi tanda-tanda vital

2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi

3. Kaji keadaan luka

4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan


duduk.

5. Kaji status nutrisi


6. Auskultasi bising usus

7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

Evaluasi

a. Gangguan rasa nyaman teratasi

b. Tidak terjadi infeksi

c. Gangguan nutrisi teratasi

d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya

e. Tidak terjadi penurunan berat badan

f. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Referensi

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


BENIGNA Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
PROSTAT
HIPERTROPI
(BPH) Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah
RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun )
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang


belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :

1). Dihydrotestosteron
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
3). Interaksi stroma - epitel
4). Berkurangnya sel yang mati
5). Teori sel stem

Manifestasi Klinis & Gejala Benigne Prostat Hyperplasia


Pengkajian
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia
disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi
menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :


Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir
kencing.
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan
terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara


antara lain

1). Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary


Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah,
intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,
frekuensi serta disuria.

2) Pemeriksaan Fisik

 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan


darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan
kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada
retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan
tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi
akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien
akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya residual urin.
 Penis dan uretra untuk mendeteksi
kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra,
karsinoma maupun fimosis.
 Pemeriksaan skrotum untuk menentukan
adanya epididimitis
 Rectal touch / pemeriksaan colok dubur
bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit
vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat
diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a). Derajat I = beratnya  20 gram.


b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III = beratnya  40 gram.

Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium


Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal,
serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.
 Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
 PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting
diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin.
Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan
uroflowmeter dengan penilaian :
a). Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan
metastase pada tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa
konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli –
buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan
secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
.

Penatalaksanaan Modalitas terapi BPH adalah :

1). Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan


kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien

2). Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,


sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.

3). Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :


a). Klien yang mengalami retensi urin akut
atau pernah retensi urin akut.
b). Klien dengan residual urin  100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat  90 -


95 % )
b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi,


Terapi Ultrasonik .

Diagnosa Pre Operasi :


Keperawatan 1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan
ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara
adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca
obstruksi diuresis..
4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

Post Operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan


spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera:
perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi
seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan:
tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur
berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

Rencana 1. Sebelum
Keperawatan
Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan


obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot
destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi
kandung kemih
4) Rencana tindakan dan
rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-
4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan
pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina perhatian
ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah
setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari
dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi
ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai indikasi
( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan
mempercepat penyembuhan

b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi


mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol,
menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan
berkemih / masase urin sekitar kateter
menunjukkan spasme buli-buli, yang
cenderung lebih berat pada pendekatan TURP
( biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi kateter
dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas
dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase
sistem, menurunkan resiko distensi / spasme
buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan
terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn
kembali perhatian dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu
penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan
edema serta meningkatkan penyembuhan
( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan


pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan:
tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba,
pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan
keluaran urin tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume
total karena ketidakl cukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal.
b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan
penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan
nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah,
diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi

R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan


hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan
koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah /
kebutuhan penggantian. Serta dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya
penurunan faktor pembekuan darah,

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status


kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi,
menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan
dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dampingi klien dan bina hubungan saling
percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk
membantu
b). Memberikan informasi tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari
suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk
menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep
solusi pemecahan masalah

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi
1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng
perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dorong pasien menyatakan rasa takut
persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan informasi terapi.

II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih


dan insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala
dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung
kemih.
2. Pemantauan klien pada interval
yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala –
gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat –
obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas
dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya
temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar
tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak
duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap
aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada
kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada
selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandung kemih dengan
peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif:


alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada
tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahanka
n sistem kateter steril, berikan perawatan kateter
dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan
intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi
ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahanka
n posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat
memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4. Observasi
tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan
demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi
urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi
dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses
penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan
pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah
pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui
tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran
kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran
kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter,
menyebabkan peregangan dan perdarahan
kandung kemih
3. Sediakan
diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa
prostatik yang akan mengendapkan
perdarahan .
4. Mencegah
pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal
atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu
minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang
dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan
pengembangan balon ke sisi fosa prostatik,
menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6
jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan
dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan
intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan
yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan


ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan
menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan
tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi
seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air
kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas
dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat
di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan
akses kepada penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan


kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta
kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
-Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan
kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4
minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB
selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk
laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja
bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu
BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000
ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah
penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek


pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang
cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk
menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau
kooperatif dalam tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung,
suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri
( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan
cukup .

Referensi Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan


Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi.


Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr.
Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga


University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta


RSUD ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP BEDAH
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


LUKA BAKAR Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
(COMBUSTIO
)
Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi 1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)


a. Gas
b. Cairan

c. Bahan padat (Solid)


2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Manifestasi Klinis Klasifikasi Luka Bakar


A. Kedalaman luka bakar

Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan


Ketebalan Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri
partial sinar ultra gelembung. merah.
superfisial violet Oedem minimal
(tingkat I) (terbakar atau tidak ada.
oleh Pucat bila
matahari). ditekan dengan
ujung jari, berisi
kembali bila
tekanan dilepas.

Lebih dalam dari Kontak Blister besar dan Berbintik- Sangat


ketebalan partial dengan lembab yang bintik yang nyeri
(tingkat II) bahan air ukurannya kurang
- Superfisial atau bahan bertambah jelas,
- Dalam padat. besar. putih,
Jilatan api Pucat bial coklat,
kepada ditekan dengan pink,
pakaian. ujung jari, bila daerah
Jilatan tekanan dilepas merah
langsung berisi kembali. coklat.
kimiawi.
Sinar ultra
violet.
Ketebalan Kontak Kering disertai Putih, Tidak
sepenuhnya dengan kulit kering, sakit,
(tingkat III) bahan cair mengelupas. hitam, sedikit
atau padat. Pembuluh darah coklat tua. sakit.
Nyala api. seperti arang Hitam. Rambut
Kimia. terlihat dibawah Merah. mudah
Kontak kulit yang lepas bila
dengan arus mengelupas. dicabut.
listrik. Gelembung
jarang,
dindingnya
sangat tipis, tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.

A. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%

Pemeriksaan a) Pemeriksaan diagnostik:


Penunjang
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.

Pengkajian 1. Pengkajian

b) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
c) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

d) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.

e) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

f) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

g) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).

h) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.

i) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

j) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-
5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan


variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di


bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

Diagnosa 1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Keperawatan
obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka
bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau
keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak
adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan;
pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen
luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi
aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka
bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan
krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan
nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak
mengenal sumber informasi.

Rencana
Keperawatan Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
Resiko bersihan Bersihan jalan nafas Kaji refleks gangguan/menelan;
jalan nafas tidak tetap efektif. perhatikan pengaliran air liur,
efektif berhubungan Kriteria Hasil : Bunyi ketidakmampuan menelan, serak,
dengan obstruksi nafas vesikuler, RR batuk mengi.
trakheobronkhial; dalam batas normal, Awasi frekuensi, irama, kedalaman
oedema mukosa; bebas pernafasan ; perhatikan adanya
kompressi jalan dispnoe/cyanosis. pucat/sianosis dan sputum
nafas . mengandung karbon atau merah
muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi
nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna


buah ceri merah pada kulit yang
cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari
penggunaan bantal di bawah kepala,
sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan
perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan
ekstrem, pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji
kemampuan untuk bicara dan/atau
menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental
contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan,


perhatikan variasi/perubahan.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara
yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi
dada/spirometri intensif.

Siapkan/bantu intubasi atau


trakeostomi sesuai indikasi.

Resiko tinggi Pasien dapat Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan


kekurangan volume mendemostrasikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
cairan berhubungan status cairan dan
dengan Kehilangan biokimia membaik. Awasi pengeluaran urine dan berat
cairan melalui rute Kriteria evaluasi: tak jenisnya. Observasi warna urine dan
abnormal. ada manifestasi hemates sesuai indikasi.
Peningkatan dehidrasi, resolusi Perkirakan drainase luka dan
kebutuhan : status oedema, elektrolit kehilangan yang tampak
hypermetabolik, serum dalam batas Timbang berat badan setiap hari
ketidak cukupan normal, haluaran Ukur lingkar ekstremitas yang
pemasukan. urine di atas 30 terbakar tiap hari sesuai indikasi
Kehilangan ml/jam. Selidiki perubahan mental
perdarahan. Observasi distensi
abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces
secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter
IV.
Berikan penggantian cairan IV yang
dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium
( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :


- Diuretika contohnya Manitol
(Osmitrol)

- Kalium
- Antasida
Pantau:
- Tanda-tanda vital setiap jam
selama periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode
rehabilitasi.
- Warna urine.
- Masukan dan haluaran setiap
jam selama periode darurat,
setiap 4 jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi.
- Hasil-hasil JDL dan laporan
elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP (tekanan vena sentral)
setiap jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam.

Resiko kerusakan Pasien dapat Pantau laporan GDA dan kadar karbon
pertukaran gas mendemonstrasikan monoksida serum.
berhubungan oksigenasi adekuat.
dengan cedera Kriteroia evaluasi:
inhalasi asap atau RR 12-24 x/mnt, Beriakan suplemen oksigen pada
sindrom warna kulit normal, tingkat yang ditentukan. Pasang atau
kompartemen GDA dalam renatng bantu dengan selang endotrakeal dan
torakal sekunder normal, bunyi nafas temaptkan pasien pada ventilator
terhadap luka bakar bersih, tak ada mekanis sesuai pesanan bila terjadi
sirkumfisial dari kesulitan bernafas. insufisiensi pernafasan (dibuktikan
dada atau leher. dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales,
takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan
penggunaan spirometri insentif setiap
2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila
hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal,


beritahu dokter bila terjadi dispnea
disertai dengan takipnea. Siapkan
pasien untuk pembedahan eskarotomi
sesuai pesanan.

Resiko tinggi infeksi Pasien bebas dari Pantau:


berhubungan infeksi. - Penampilan luka bakar (area
dengan Pertahanan Kriteria evaluasi: tak luka bakar, sisi donor dan status
primer tidak ada demam, balutan di atas sisi tandur bial
adekuat; kerusakan pembentukan tandur kulit dilakukan) setiap 8
perlinduingan kulit; jaringan granulasi jam.
jaringan traumatik. baik. - Suhu setiap 4 jam.
Pertahanan - Jumlah makanan yang
sekunder tidak dikonsumsi setiap kali makan.
adekuat; penurunan Bersihkan area luka bakar setiap hari
Hb, penekanan dan lepaskan jarinagn nekrotik
respons inflamasi (debridemen) sesuai pesanan. yang
dapat ditutup dengan balutan vaseline
atau op site.

Tempatkan pasien pada ruangan


khusus dan lakukan kewaspadaan
untuk luka bakar luas yang mengenai
area luas tubuh...
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn
protein tinggi, diet tinggi kalori.
Nyeri berhubungan Pasien dapat Berikan anlgesik narkotik yang
dengan Kerusakan mendemonstrasikan diresepkan prn dan sedikitnya 30
kulit/jaringan; hilang dari menit sebelum prosedur perawatan
pembentukan ketidaknyamanan. luka. Evaluasi keefektifannya.
edema. Manipulasi Kriteria evaluasi: Anjurkan analgesik IV bila luka bakar
jaringan cidera menyangkal nyeri, luas.
contoh debridemen melaporkan Pertahankan pintu kamar tertutup,
luka. perasaan nyaman, tingkatkan suhu ruangan dan berikan
ekspresi wajah dan selimut ekstra untuk memberikan
postur tubuh rileks. kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur
bila diperlukan.
Bantu dengan pengubahan posisi
setiap 2 jam bila diperlukan.
Resiko tinggi Pasien Untuk luka bakar yang mengitari
kerusakan perfusi menunjukkan ekstermitas atau luka bakar listrik,
jaringan, sirkulasi tetap pantau status neurovaskular dari
perubahan/disfungsi adekuat. ekstermitas setaip 2 jam.
neurovaskuler Kriteria evaluasi: Pertahankan ekstermitas bengkak
perifer berhubungan warna kulit normal, ditinggikan.
dengan menyangkal kebas
Penurunan/interupsi dan kesemutan, Beritahu dokter dengan segera bila
aliran darah nadi perifer dapat terjadi nadi berkurang, pengisian
arterial/vena, diraba. kapiler buruk, atau penurunan
contoh luka bakar sensasi. Siapkan untuk pembedahan
seputar ekstremitas eskarotomi sesuai pesanan.
dengan edema.
Kerusakan integritas Memumjukkan Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman
kulit b/d kerusakan regenerasi jaringan luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
permukaan kulit Kriteria hasil: kondisi sekitar luka.
sekunder destruksi Mencapai
lapisan kulit. penyembuhan tepat Lakukan perawatan luka bakar yang
waktu pada area tepat dan tindakan kontrol infeksi.
luka bakar. Pertahankan penutupan luka sesuai
indikasi.
Tinggikan area graft bila
mungkin/tepat. Pertahankan posisi
yang diinginkan dan imobilisasi area
bila diindikasikan.
Pertahankan balutan diatas area graft
baru dan/atau sisi donor sesuai
indikasi.
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci,
dan minyaki dengan krim, beberapa
waktu dalam sehari, setelah balutan
dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur
bedah/balutan biologis.
Referensi Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott
Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press.


Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A


Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia.
Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume


2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I.


Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).


Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP BEDAH


TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

HERNIA
Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi Hernia adalah suatu benjolan isi perut dari rongga yang
normal melalui lubang kongenital atau di dapat. Hernia
abdominalis adalah suatu defek pada fasia dan
muskoloaponeurotik dindidng perut, baik secara congenital
atau di dapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat
tubuh selain yang bisa melalui dinding tersebut. Lubang itu
dapat timbul karena lubang embrional yang tidak menutup
atau melebar akibat tekanan rongga perut yang meninggi.

Hernia terdiri atas 3 hal yaitu:

– Kantong hernia
– Isi hernia
– Cincin hernia

Etiologi Hernia dapat terjadi pada semua umur, baik tua maupun
muda. Pada anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh
kurang sempurnanya procesus vaginalis menutup seiring dengan
turunnya testis (buah zakar). Biasanya yang sering terkena
adalah bayi/anak laki-laki. Pada orang dewasa, hernia terjadi
karena adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut dan
kelemahan otot dinding perut karena faktor usia.

Tekanan dalam perut meningkat dapat disebabkan oleh


batuk yang kronik (lama), susah buang air besar sehingga harus
mengejan, adanya pembesaran prostat pada pria dan asites.
Selain itu penderita yang rawan adalah seseorang yang sering
melakukan angkat-angkat barang berat.

Manifestasi Klinis A. GEJALA AWAL


 Keluhan benjolan di lipat paha
 Benjolan timbul bila berdiri, bersin, mengejan atau
mengangkat benda berat
 Tidak ada keluhan nyeri

B. GEJALA KHUSUS
 Reponible
 Irreponible
 Incarcerata
 Strangulata

C. MACAM HERNIA
1. Hernia Inguinalis
 Lateralis
 Medialis
2. Hernia Umbilikus
3. Hernia Abdominalis
4. Hernia Femoralis
5. Hernia Epigastrik

1. HERNIA INGUINALIS LATERALIS


 Adalah hernia yang melalui annulus inguinalis internus yang
terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior,
menyusuri kanalis inguinalis dan keluar kerongga perut
melalui annulus inguinalis eksternus.
 Pada pria normal kanalis inguinalis berisi : fesikulus
spermatikus, vasa spermatika, nervus spermatikus, muskulus
spermater prosessus vaginalis peritonei dan ligamentum
rotundum.sedangkan pada wanita, kanalis ini hanya berisi
ligamentum rotundum

Gejala klinis
 Adanya turun berok
 Mual
 Muntah
 Nyeri pada benjolan

Pemeriksaan fisik
 Bila ada hernia maka akan nampak benjolan. Bila benjolan
sejak permulaan sudah nampak, maka harus di buktikan
bahwa benjolan itu dapat di masukkan kembali
 Pemeriksaan cincin hernia

2. HERNIA INGUINALIS MEDIALIS


 adalah hernia yang melalui dinding inguinal posteromedialis
dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga
hasselbach
 disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen
kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach

 Hernia ini disebut direkta, karena dia langsung menuju


annulus inguinalis eksterna, sehingga annulus inguinalis
interna di tekan, bila penderita mengejan atau berdiri tetap
akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skortum,
maka akan sampai ke bagian atas skortum. Pada penderita
kadang-kadang di temukan gejala mudah kencing Karena
buli-buli iktu membentuk dinding medial hernia

3. MASSA SKROTUM
a. Pengertian :
 Massa Skrotum adalah suatu benjolan atau
pembengkakan yang bisa dirasakan di dalam skrotum
(kantung zakar).
b. Penyebab :
 Penyebab dari pembentukan massa skrotum bisa
berupa:
- Peradangan maupun infeksi (misalnya epididimitis)
- Cedera fisik pada skrotum
- Herniasi (hernia inguinalis)
- Tumor.
c. Gejala
 Benjolan/pembengkakan di dalam skrotum, dengan
ataupun tanpa rasa nyeri
 Bisa terjadi kemandulan
 Skrotum membesar.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Jika menemukan pembesaran massa skrotum yang
besar, hal ini adalah kemungkinan adanya hernia,
maka anjurkan pasien untuk tidur terlentang.
Dengan posisi tersebut diharapkan massa akan
kembali sendiri ke dalam abdomen. Jika massa
tersebut masuk, maka massa tersebut adalah suatu
hernia.
2. Palpasi
 Masukkan jari di atas massa di dalam scrotum, jika
jari dapat masuk berarti suspek hidrokel
3. Auskultasi
 Dengarkan massa dengan stetoskop, jika terdengar
bunyi usus berarti suatu hernia, tetapi jika terdengar
bising usus berarti suatu hidrokel
4. HERNIA UMBILIKUS
 Pada bayi laki-laki dan perempuan hernia umbilikus terjadi
bila penutupan umbilikus (bekas tali pusar) tidak sempurna.
Seharusnya, bila penutupan membuat umbilikalis tetap
terbuka. Bila hal ini terjadi, tentu akan menyisakan lubang
sehingga usus bisa keluar masuk ke daerah tersebut.

5. HERNIA ABDOMINALIS
 adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui
suatu defek pada fasia dan muskuloaponeurotik dinding
perut,baik secara kongenital atau didapat,yang memberi
jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui
dinding tersebut.

6. HERNIA FEMORALIS
 Pada umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian
pada wanita kira-kira 4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa
benjolan di lipat paha. Sering penderita datang ke dokter
atau rumah sakit dengan hernia strangulata. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di lipat paha di bawah
ligamentum inguinale, di medial vena femoralis dan lateral
tuberkulum pubikum.
Diagnosa 1. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
Keperawatan berhubungan dengan penurunan masukan sekunder
& terhadap anoreksia dan peningkatan kebutuhan terhadap
Intervensi kalori dan protein untuk penyembuhan luka
Intervensi:
 mengkaji pola makan sebelum dan sesudah sakit
 mengkaji adanya mual dan muntah
 menganjurkan untuk makan dalam keadaan hangat dan
sedikit tapi sering
 kolaborasi pemberian obat dengan tim medis lain
2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan adanya media
untuk masuknya microorganisme sekunder terhadap luka
post operasi, terpasang infus dan terpasang kateter.
Intervensi:
 kaji tanda-tanda infeksi dengan membuka luka
 melakukan perawatan luka setiap hari
 menganjurkan pasien makan tinggi protein dan makan
buah yang banyak mengandung vitamin c
 ajarkan mencuci tangan dengan benar
 kolaborasi pemberian obat dengan tim medis lain
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot.
Intervensi:
 mengkaji skala nyeri
 kaji lama nya nyeri muncul
 menjelaskan sebab-sebab nyeri
 distraksi nyeri
 jelaskan faktor-faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 kolaborasi pemberian obat dengan tim medis lain

Referensi - Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan,
Yogyakarta.

- Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat


Sukses menghadapi Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.

- Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral


RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.

- Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu


Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta

- Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC,
Jakarta

- Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi


OPTEK, Airlangga University Press, Surabaya.

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP BEDAH


TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

Kanker
Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar
kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total
sel) dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-
sel.

Penyebab mutasi genom berubah dari satu atau lebih gen atau
mutasi dari segmen besar dari untai DNA yang mengandung
banyak gen atau kehilangan segmen kromosom besar (Guyton,
1981).

Kanker bukanlah penyakit tunggal dengan satu penyebab,


melainkan merupakan grup penyakit berbeda dengan
penyebab yang berbeda, manifestasi, perawatan dan prognosis
(Brunner).

Etiologi Epidemiologi Kanker

 Jumlah pasien kanker meningkat di Amerika, Eropa, Asia


 Kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
 Vegetarian lebih sedikit dari non vegetarian
 Faktor penyebab utama : Lingkungan, sosial

Fisik : radiasi, perlukaan/lecet

Kimia : makanan, industri, farmasi, rokok

Genetik : payudara, uterus

Virus : umumnya pada binatang

Manifestasi Klinis Jenis/Lokasi Kanker

1.      Payudara

2.      Kolon rektum

Kanker Paru

3.      Laring

4.      Paru

5.      Leukemia

6.      Pankreas
7.      Prostat

8.      Gaster

9.      Uterus

10.  Serviks

11.  Lain : Hodgkin’s, Thyroid dll

Penamaan Kanker

Dinamakan bedasarkan jaringan asalnya. Sarcoma berasal dari


jaringan mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang,
kartilage, lemak, otot dan pembuluh darah. Osteosarcoma
menunjukan kanker tulang. Carcinoma menunjukan tumor
yang berasal dari jaringan epitel seperti membran mukosa dan
kelenjar (termasuk didalamnya kanker payudara, ovarium, dan
paru). Kanker sumsum tulang disebut dengan myeloma.
Sementara kanker darah atau hemopoietik dikenal sebagai
balstoma dan tumor dapat meliputi kanker lympe, eritrosit, dan
sel mieloid. Leukemias menjelaskan tentang kanker yang
berasal dari sel darah putih yang dapat di golongkan menjadi
myeloid, lymphatik atau monositik

Peran Perawat

Promotif sampai dengan rehabilitatif

1.      Memberi dukungan  klien terhadap prosedur diagnostik

2.      Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual

3.      Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien

4.      Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan


anti kanker/terhadap keganasan

5.      Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi

6.      Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan

7.      Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi


kanker
Diagnostik Kanker

1.      Riwayat keperawatan & penyakit, sosial, pemeriksaan fisik

2.      Biopsi  patologis

3.      Pemeriksaan darah, darah lengkap, thrombosit, kimia


darah: elektrolit & LFT & BUN & chreatinin

4.      Imaging : foto toraks, scan-nuklir, CT-scan, MRI.

Manajemen : Pendekatan Multi Disiplin

Tindakan pengobatan : pembedahan, kemotherapi, radiasi,


imunotherapi, atau kombinasi

Jenis Pembedahan :

1.      Biopsi

2.      Rekontruksi

3.      Paliatif

4.      Adjuvant

5.      Pembedahan primer otak

6.      Reseksi metastasis

7.      Profilaksis : polip

8.      Kuratif

Kemotherapi

Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel


kanker

Indikasi dan prinsip :

1.      Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal


mungkin mengganggu sel normal

2.      Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian,


paliatif
3.      Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar
dari manfaatnya

4.      Obat kemotherapi umumnya sangat toksik Þ teliti/cermat


evaluasi kondisi pasien

Komplikasi Kemotherapi

1.  Efek samping :

-          nausea, vomiting

-          alopecia

-          rasa (pengecap) menurun

-          mucositis

2.  toksik

-          hematologik : depresi sumsum tulang, anemia

-          ginjal, hepar

Radiotherapy

1. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals


(radionuclides)
2. Pada X-ray therapy, radiasi diberikan secara lokal untuk
menghindari kerusakan jaringan sehat lainnya.

Pengkajian Pengkajian Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker

A.    Sistem Integumen

1.      Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus

2.      Inspeksi kemerahan & gatal, eritema

3.      Perhatikan pigmentasi kulit


4.      Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah

B.     Sistem Gastrointestinal

1.      Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual &


muntah setelah pemberian kemotherapi

2.      Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit

3.      Kaji diare & konstipasi

4.      Kaji anoreksia

5.      Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan

C.     Sistem Hematopoetik

1.      Kaji Netropenia

a.  Kaji tanda infeksi

b.  Auskultasi paru

c.  Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe

d.  Kaji suhu

2.      Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 - menengah, <


20.000/m3 - berat

3.      Kaji Anemia

a.  Warna kulit, capilarry refill

b.  Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo

D.    Sistem Respiratorik & Kardiovaskular

1.      Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering,


batuk non produktif - terutama bleomisin

2.      Kaji tanda CHF

3.      Lakukan pemeriksaan EKG

E.     Sistem Neuromuskular


1.      Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik

2.      Perhatikan adanya parestesia

3.      Evaluasi refleks

4.      Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki

5.      Kaji gangguan pendengaran

6.      Diskusikan ADL

F.      Sistem Genitourinari

1.      Kaji frekwensi BAK

2.      Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine

3.      Kaji : hematuria, oliguria, anuria

4.      Monitor BUN, kreatinin

Diagnosa Diagnosa Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker


Keperawatan
& 1.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia
Rencana
Keperawatan 2.      Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia

3.      Resiko gangguan Perfusi Jaringan

4.      Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan

5.      Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut

6.      Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis

7.      Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut

8.      Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare

9.      Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia

10.  Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi


Intervensi Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker

Diagnosa 1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan


netropenia

1. Kaji resiko yang dapat terjadi akibat depresi sistem imun:


2. Jenis, dosis, cara pemberian kemoterapi
3. Stressor yang sedang dialami klien dan kemampuan koping
yang dimiliki
4. Kebiasaan kebersihan diri
5. Riwayat & pemeriksaan fisik
6. Tanda-tanda infeksi: demam, adanya nyeri menelan, nyeri
saat eliminasi, adanya exudat
7. Tanda perdarahan: pusing, adanya perdarahan
8. Tanda anemia: pucat, lemah, sesak nafas saat aktifitas
9. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
10. Lindungi klien dari terpaparnya bakteri
11. Tempatkan klien di ruang isolasi

Diagnosa 2. Resiko perlukaan berhubungan dengan


trombositopenia

1. Lakukan tindakan khusus jika trombosit menurun /


meningkat
2. Cegah klien dari trauma dan resiko perdarahan
3. Pasang tanda “Dilarang”  injeksi per IM dan pemberian obat
aspirin
4. Minimalkan penusukan vena atau tekan bekas penusukan
minimal 5 menit
5. Ajarkan cara sikat gigi dengan sikat gigi lembut, hindari
penggunaan dental floss
6. Pasang pembatas tempat tidur
7. Cegah konstipasi dengan pemberian cairan minimal 3 L/hari

Monitor terjadinya perdarahan

1. Kaji tanda infeksi dini: petekie, ekimosis, epistaksis, darah di


feses, urin, dan muntahan
2. Perubahan tekanan darah ortostatik >10 mmHg atau nadi
>100/mnt
3. Monitor hematokrit & trombosit

Lapor dokter jika ada tanda perdarahan

Diskusikan tanda & gejala infeksi yang terjadi ke dokter yang


bertanggung jawab, kolaborasi perlu tidaknya dilakukan
pemeriksaan kultur, pemberian antipiretik & antibiotik
Diagnosa 3. Resiko gangguan Perfusi Jaringan

1. Kaji tanda dan gejala anemia


2. Hematokrit: 31-37% (anemia ringan), 25-30% (anemia
sedang), <25%>
3. Tanda anemia ringan: pucat, lemah, sesak ringan, palpitasi,
berkeringat dingin; anemia sedang: meningkat tingkat
keparahan tanda dari anemia ringan; tanda anemia berat:
sakit kepala, pusing, nyeri dada, sesak saat istirahat, dan
takikardi)
4. Anjurkan klien untuk merubah posisi secara bertahap, dari
tidur ke duduk, dari duduk ke berdiri.
5. Anjurkan latihan nafas dalam selama perubahan posisi.
6. Kaji respon pemberian transfusi, menjadi lebih baik atau
tetap.
7. Kaji pula perubahan hematokrit setelah transfusi
8. Kaji adanya ketidak mampuan melakukan aktifitas, dan
kebutuhan klien akan Oksigen
9. Kolaborasikan ke gizi & anjurkan klien untuk mendapatkan
diet tinggi Fe (zat besi)
10. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Ketidakmampuan
melakukan aktifitas akibat anemia
11. Anjurkan klien untuk meningkatkan frekuensi & kualitas
istirahat & buatkan daftar aktifitas-istirahat
12. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet tinggi zat besi
seperti hati, telur, daging, wortel dan kismis

Diagnosa 4. Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan

1. Anjurkan klien untuk minum 3L/hari


2. Monitor intake-output tiap 4 jam
3. Kaji frekuensi, konsistensi & volume diare/muntah
4. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa
5. Beri obat antidiare/antimuntah sesuai program
6. Rawat area kulit perineum dengan salep betametasone atau
Zinc
7. Beri cairan rehidrasi (cairan fisiologis) per-infus sesuai
program

Diagnosa  5. Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut

1. Kaji & catat kondisi mukosa mulut (lidah, bibir, dinding &
langit-langit mulut) & kaji adanya stomatitis tiap shift.
Ajarkan pada klien cara mendeteksi dini adanya stomatitis
2. Kaji kenyamanan & kemampuan untuk makan & minum
3. Kaji status nutrisi klien
4. Anjurkan & ajarkan klien membersihkan mulut (kumur-
kumur) tiap 2 jam
5. Gunakan cairan fisiologis, atau campuran cairan fisiologis dan
BicNat (1 sdt dicampur 800 cc air) tiap 4 jam atau,
6. Gunakan larutan H2O2 dg perbandingan 1 : 4, atau
7. Obat kumur Listerine
8. Anjurkan & ajarkan sikat gigi dan menggunakan dental floss,
& tidak dilakukan jika leukosit <1500/mm3>
9. Anjurkan & jelaskan klien untuk melepas gigi palsu saat
kumur-kumur & saat sedang iritasi mukosa
10. Anjurkan & ajarkan klien untuk melembabkan mulut dengan
cara banyak minum dan menggunakan pelembab bibir
11. Hindarkan makanan yang merangsang (pedas, panas & asam)
& jelaskan pada klien

Diagnosa 6. Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis

1. Berikan (kolaborasi) obat kumur yang mengandung xylocain


2% 10-15 cc per kumur dilakukan tiap 3 jam
2. Kolaborasikan perlunya pemberian analgesic sedang-kuat per
parenteral (mis. Morphin)

Diagnosa 7. Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri


di mulut

1. Kaji kemampuan komunikasi klien


2. Kaji adanya sekret yang kental yang sulit untuk dikeluarkan,
anjurkan minum hangat
3. Sediakan alat komunikasi yang lain seperti papan tulis atau
buku jika klien tidak dapat berkomunikasi verbal
4. Responsif terhadap bel panggilan dari klien

Diagnosa 8. Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat


diare

1. Kaji area kulit perineum


2. Anjurkan untuk membersihkan menggunakan sabun lembut
saat membilas sesudah bab
3. Oleskan anastetik topikal K/P
4. Gunakan pampers untuk menjaga keringnya area perineum
5. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Terjadi Nefrotoksik
akibat Kemoterapi
6. Hidrasi dengan cairan fisiologis 100-150cc/jam atau sampai
cairan urin bening
7. Diuresis dengan furosemid sesuai dg program
8. Ukur pH urin (pH > 7)
9. Cegah dehidrasi dan muntah yang masif
10. Hidrasi pasca kemoterapi minimal 3L/hari
11. Monitor hasil lab ureum, creatinin

Diagnosa 9. Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia


1. Kaji resiko terjadi alopesia, obat kemoterapi yang digunakan
2. Jelaskan penyebab dari alopesia dan dampak yang terjadi,
yaitu alopesia terjadi sejenak, dapat tumbuh rambut yang
baru
3. Anjurkan klien menceritakan perasaannya
4. Anjurakan klien mencukur rambutnya yang panjang
5. Anjurkan klien mencoba memakai kerudung, wig, topi atau
selendang
6. Ikutkan klien pada kegiatan pasien alopesia di RS
7. Ajarkan cara perawatan kulit kepala dengan menggunakan
sampoo baby, “sun cream”, dll
8. Jika terjadi kerontokan alis & bulu mata, gunakan kacamata
hitam & topi jika bepergian

Diagnosa 10. Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi

1. Bina rasa saling percaya


2. Kaji pengetahuan klien tentang efek penyakit dan
pengobatannya pa da fungsi seksual
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendiskusikan
masalah klien
4. Mendiskusikan strategi menghadapi disfungsi seksual
5. Alternatif pengekspresian seksual
6. Alternatif posisi yang meminimalkan nyeri
7. Melakukan aktifitas seksual saat kondisi tubuh fit
8. Membantu mengetahui perasaan seksual dirinya dan
pasangannya
9. Penjelasan dampak kemoterapi pada fungsi seksual
10. Mendiskusikan alternatif pola dalam keluarga
11. Mengajak orangtua klien untuk merawat anaknya
12. Menganjurkan klien yang sulit punya anak untuk adopsi

RSUD KABUPATEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP BEDAH


TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2
Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :
Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

TUMOR
Hj. Eli Hendalia, dr, MHKes
NIP. 196808292002122003
Definisi Tumor_ merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi
berasal dari bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah

Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan


biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut Brooker, 2001
pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant)
atau jinak (benign).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor
jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak
jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai
(serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak
mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).

Etiologi • Kelainan kongenital


Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir,
benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau
timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia
dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di
leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di
tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa
cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang
sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista
branchial , kista ductus thyroglosus.

• Genetic
• Gender / jenis kelamin
• Usia
• Rangsangan fisik berulang
• Hormon
• Infeksi
• Gaya hidup
• karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)

Manifestasi Klinis Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih
lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1) Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau
gangguan.
2) Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3) Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4) Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5) Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin
besar dan gatal.
6) Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7) Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.

Klasifikasi Tumor
Berdasarkan asal jaringan, tumor dapat dibagi menjadi:
1) Tumor yang berasal dari epithelial

Squamous epithelium : squamous cell papilloma, squamous cell


carcinoma

Transitional epithelium : transitional cell papilloma, transitional cell


carcinoma.

Basal cell (hanya di kulit): basal cell carcinoma.

Glandular epithelium: adenoma, cystadenoma, adenocarcinoma.

Tubules epithelium (ginjal): renal tubular adenoma, renal cell


carcinoma (Grawitz tumor).

Hepatocytes: hepatocellular adenoma, hepatocellular carcinoma

Bile ducts epithelium: cholangiocellular adenoma, cholangiocellular


carcinoma.

Melanocytes: melanocytic nevus, malignant melanoma.


2) Tumor yang berasal dari mesenchymal

Jaringan yang berhubungan

fibroma, fibrosarcoma
myxoma, myxosarcoma
chondroma, chondrosarcoma
osteoma, osteosarcoma (osteogenic sarcoma)
lipoma, liposarcoma

Otot:

leiomyoma, leiomyosarcoma
rhabdomyoma, rhabdomyosarcoma

Endothelium:

Hemangioma (capillary h., cavernous h.), glomus tumor,


hemangiosarcoma, Kaposi sarcoma
Lymphangiosarcoma

Tumor sel darah:

Hematopoetic cells: leukemia


Lymphoid cells: non-Hodgkin lymphoma, Hodgkin lymphoma

Tumor sel germ:

Teratoma (mature teratoma, immature teratoma)


Tumor epithelial dianggap ganas apabila telah menembus lamina
basalis dan dianggap jinak bila tidak menembus lamina basalis.

Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang


Penunjang
1) Skrining
2) Laboratorium
3) Teknik Pencitraan (Imaging)
4) Pemeriksaan Rontgen Konvensional
5) Radiografi Digital
6) Tomografi Komputer (CT Scan)
7) Ekhografi
8 ) Resonansi magnetik nuklear
9) Skintigrafi
Penatalaksanaan Pengobatan kanker pada dasarnya sama, yaitu salah satu atau
Medis kombinasi dari beberapa prosedur berikut :
1) Pembedahan (Operasi)
2) Penyinaran (Radioterapi)
3) Pemakaian obat-obatan pembunuh sel kanker
( sitostatika/khemoterapi)
4) Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi)
5) Pengobatan dengan hormone
Pengkajian Manajemen Keperawatan Tumor
1. Pengkajian

Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :

Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah GJK, edema pulmonal, penyakit vascular


perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).

Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, factor-faktor stress multiple,


misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang
; stimulasi simpatis.

Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas (predisposisi untuk


hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).

Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan


; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek
dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic,


antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).

Diagnosa 1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,


Keperawatan
ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap
pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis
maturasi.
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek
samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh
pada perubahan penampilan.
3) Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan
penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi,
diagnosis kanker.
4) Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang
kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain
terhadap perubahan penampilan.
5) Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis
(misalnya kanker), ketidakberdayaan.
6) Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan
rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

Rencana Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif.


Keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap
pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis
maturasi.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil : - klien mampu merencanakan strategi koping untuk
situasi-situasi yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi


ansietas di masa lalu.

Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk


mengungkapkan pikiran dan perasaan.

Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

Sediakan informasi faktual (nyata dan benar) kepada pasien dan


keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.

Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek


samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh
pada perubahan penampilan.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan
dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan
dan fungsi tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami
gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.

 Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal


pasien tentang tubuhnya.
 Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
 Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui
realitas adanya perhatian terhadap perawatan,
kemajuan dan prognosis.
 Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi,
jaga privasi dan martabat pasien.

3)
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas
untuk mengisi waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat
mengembangkan koping yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya


dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan.

Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran


yang realitas.

Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.

Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan


dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.

4)
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan
dalam peran keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.

Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.

Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin


menghambat pengobatan.

Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan


koping yang digunakan.

Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-


anak yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak
mampu.

5)
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.

Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.

Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku


yang dapat menurunkan atau mengurangi takut.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.

Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

6)
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.


4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan


peralatan.

Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor


adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan
fungsi tubuh.
3) Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4) Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam
peran keluarga.
5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Referensi Daftar Pustaka

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.


Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. Jakarta :
EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.
Tjakra, Ahmad. 1991. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7.
EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai