NIM : 2030901174
Kata ‘Indonesia’,pertama kali dilontarkan oleh salah seorang tokoh kebangsaan Inggris
bernama George Samuel Earl, dengan menyebut kata ‘Indunesia’ pertama kali untuk
menamai gugusan pulau di Lautan Hindia .Namun, para ilmuan berkebangsaan Eropa
lebih sering menyebut dengan kata ‘Melayunesia’. Sejarah dunia mencatat, bahwa dalam
majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Volume IV, P. 254, tahun
1850),seorang tokoh Inggris bernama J. R. Logan, menyebut gugusan pulau di Lautan
Hindia dengan kata ‘Indonesian’. Kemudian, seiring berjalannya waktu, oleh tokoh
berkebangsaan Jerman yang bernama Adolf Bastian, dandalam bukunya yang berjudul
Indonesian Order die Inseln des Malaysichen Archipel, ia menyebut kata ‘Indonesia’ untuk
menamai gugusan pulau yang bertebaran di Lautan Hindia. Dan, kata ‘Indonesia’ inilah
yang kemudian dipakai sebagai nama negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, yang
berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa (Abdullah,Asep. 2020)
Bahasa Melayu Sebagai Sumber (Akar) Sejarah Bahasa Indonesia. Sejarah Bahasa
Indonesia, pastinya kita juga akan membicarakan bahasa Melayu sebagai sumber (akar)
sejarah bahasa Indonesia. Sudah menjadi catatan sejarah nasional, bahwa bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dulu sudah dipakai
sebagai bahasa penghubung ( lingua franca) di hamper seluruh kawasan Asia Tenggara.
Sejarah Indonesia mencatat bahwa berbagai batu tertulis (prasasti) kunoyang ditemukan,
seperti , Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 Prasasti Talang Tuo di
Palembang, tahun 684 Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 dan Prasasti
Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688, yang bertulis Pra-Nagari dan
bahasanya Melayu Kuno, memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam
bentuk Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
(Abdullah,Asep. 2020)
Bahasa Melayu diresmikan sebagai bahasa Indonesia. Ada beberapa factor yang menjadi
penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu sudah
merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari, karena bahasa Melayu dikenal tingkatan
bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (adangoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan
halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes) Suku-suku di Indonesia sangat menerima
dengan sukarela bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa negara Indonesia (sebagai
bahasanasional). Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang lebih luas. (Abdullah,Asep. 2020)
Bahasa Indonesia diikrarkan sebagai bahasa persatuan oleh para pemuda yang mengikuti
Kongres Pemuda ke-II di Batavia (kini Jakarta) pada tanggal 27—28 Oktober AKSIS Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi1928. Saat itu, para pemuda dari berbagai organisasi
daerah mengucapkan ikrar bernama Sumpah Pemuda . Kami poetra dan poetri Indonesia
mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami poetra dan poetry Indonesia
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,bahasa Indonesia. Butir ketiga menjadi dasar pijakan
atas pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dari segi pemaknaan, bahasa
persatuan menjadi wahana pemersatu seluruh elemen bangsa. Artinya, bangsa Indonesia
mempersatukan diri berdasarkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sementara itu, dari segi ejaan, teks Sumpah Pemuda masih menggunakan ejaan van
Ophuijsen. Salah satu ciri bunyi bahasa ejaan van Ophuijsen, yaitu huruf u ditulis oe. Jadi,
teks ikrar butir ketiga jika ditulis ulang dengan ejaan saat ini menjadi “... Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” ,( Sudaryanto. 2018)
Berkat ikrar Sumpah Pemuda , keberadaan atau eksistensi bahasa Indonesia telah diterima
di masyarakat Indonesia pada saat itu. Menurut Kridalaksana (1991: 2). Sepuluh tahun
kemudian, atau tepatnya tanggal 25—28 Juni 1938,diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia (KBI) I di Solo. KBI I diselenggarakan atas prakarsa perseorangan, jadi spontanitas
sangat menandai suasananya. Dalam suratnya kepada redaksi Majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia pada tanggal 12 Oktober 1983,Mr. Soemanang mengatakan, pencetus KBI ialah
Raden Mas Soedardjo Tjokrosisworo, seorang wartawan harian Soeara Oemoem Surabaya,
yang pada waktu itu rajin sekali menciptakan istilah-istilah baru, dan sangat tidak puas
dengan pemakaian bahasa dalam surat-surat kabar Cina (Kridalaksana, 1991) . ( Sudaryanto.
2018)
Hasil nyata ialah bahwa setelah selesai KBI I ini fraksi nasional dalam Volksraad yang
dipimpin oleh M. Hoesni Thamrin memutuskan untuk memakai bahasa Indonesia dalam
pandangan umum dewan tersebut suatu hal yang menimbulkan reaksi negatif dari penjajah
(Belanda). Surat kabar Kebangoenan yang dipimpin oleh Sanoesi Pane dalam terbitannya
pada tanggal 22 Juni 1938 menyatakan bahwa penyelenggaraan KBI menandai bahwa “...
Bahasa Indonesia soedah sadar akan persatoeannja, boekan sadja dalam artian politik, akan
tetapi dalam artian keboedajaan jang seloeasloeasnja.” Topik-topik KBI I, seperti
pengindonesiaan kata asing, penyusunan tata bahasa, pembaruan ejaan, pemakaian bahasa
dalam pers, dan pemakaian bahasa dalam undang-undang dipandang sangat relevan dengan
perkembangan bahasa Indonesia saat itu dan masa-masa setelahnya ,( Sudaryanto. 2018)