Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN KE-14

STRUKTURISASI DALAM PERENCANAAN


TESTING

14.1 TUJUAN PEMBELAJARAN :


Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut:
14.1. Testing Terstruktur vs Tidak Terstruktur
14.2. Spesifikasi Tes Tingkat Tinggi vs Tingkat Detil
14.3. Kecukupan Tes
14.4. Sekuensialisasi Tes

14.2 URAIAN MATERI


Tujuan Pembelajaran 14.1:
Testing Terstruktur vs Tidak Terstruktur

Suatu tes yang terstruktur adalah yang direncanakan, didefinisikan, dan


didokumentasikan. Testing yang terstruktur menggunakan suatu strategi yang
dapat diharapkan berdasar pada analisa rasional dari sistem, lingkungan, kegunaan
dan resiko. Suatu tes yang tidak terstruktur tidak direncanakan sebelumnya,
dilakukan berdasarkan spontanitas dan kreatifitas.
Testing tidak dapat 100% terstruktur ataupun 100% tidak terstruktur.
Testing selalu berada diantaranya. Karena testing yang hanya menggunakan
metode terstruktur membutuhkan usaha yang amat keras dalam pembuatan
rencana tes. Sedangkan untuk testing yang tidak terstruktur, cakupan tes tidak
dapat diketahui dan tidak diulang secara konsisten. Idealnya perbandingan bobot
antara terstruktur dan tidak terstruktur adalah 75% dan 25%.

Tujuan Pembelajaran 14.2:


Spesifikasi Tes Tingkat Tinggi vs Tingkat Detil
Tingkat kedetilan dari suatu spesifikasi tes tergantung pada beberapa faktor,
antara lain:
1. Tingkat kekomplitan dan stabilitas spesifikasi sistem. Jika spesifikasi
belum komplit, spesifikasi tes tingkat tinggi dibuat.
2. Tingkat resiko internal produk atau fitur yang dites.
3. Kredibilitas, kemampuan, dan pengalaman dari orang yang akan
melakukan tes.
4. Tingkat stabilitas vs pergantian tester (semakin tinggi pergantian,
rencana tes dan dokumentasi yang lebih baik semakin dibutuhkan).
5. Back-up dan pergantian sumber daya. Walaupun pergantian staf
tidak diantisipasi, namun selalu saja terdapat kemungkinan dari tester
kunci untuk berhalangan hadir di waktu kritis. Untuk itu diperlukan
adanya dokumentasi yang detil dan jelas, agar dapat digantikan oleh
orang lain, walaupun bersifat sementara waktu.
6. Tingkat otomatisasi. Sistem manual lebih sedikit memerlukan arahan
yang presisi daripada sistem otomatis.
7. Ekstensi tes yang harus diulangi (misal untuk versi selanjutnya).
Test cases harus didisain untuk dapat diulangi, dan untuk keperluan
tersebut dibutuhkan dokumentasi yang cukup detil untuk dapat
menjalankannya kembali secara konsisten.

Tujuan Pembelajaran 14.3:


Kecukupan Tes

Merupakan pertanyaan yang penting, sebagai bagian dari identifikasi


obyektifitas dan strategi. Penentuan berapa banyak tes dianggap mencukupi
tergantung pada situasi tertentu yang dihadapi. Faktor-faktor yang yang
membantu untuk menentukan berapa banyak tes dinyatakan cukup, antara lain:
1. Cakupan fungsional yang diinginkan.
2. Tingkat kualitas, reliabilitas atau kejelasan batasan yang dibutuhkan dari
produk yang diserahkan.
3. Jangkauan tipe tes yang dibutuhkan untuk dicakup, misal kegunaan,
performansi, keamanan dan kendali, kompatibilitas/konfigurasi.
4. Tingkat antisipasi kualitas yang telah ada di dalam sistem, bilamana
diserahkan untuk dilakukan system testing.
5. Resiko dan konsekuensi dari defects yang tersembunyi dalam fitur-fitur
atau aspek-aspek dari sistem tertentu.
6. Kemampuan untuk memenuhi standar audit yang telah ditetapkan,
kriteria pemenuhan tes dan tujuan akhir kualitas sistem.
7. Hambatan usaha tes, seperti waktu dan sumber daya yang ada
untuk testing, dan fisibilitas, kesulitan dan biaya testing.

Salah satu metode untuk menentukan jumlah tes yang dibutuhkan adalah
justifikasi inkremental, yaitu dengan mendefinisikan dan mengakumulasikan
spesifikasi tes dalam suatu rangkaian siklus iteratif. Tes diprioritaskan dengan
penilaian tingkat kritis atau kepentingan, dimana tiap iterasi, seiring dengan
bertambahnya waktu dan biaya dari tes yang baru ditambahkan harus dijustifikasi,
hingga terjadi dimana iterasi dari penambahan tes berikutnya tidak lagi dapat
dijustifikasi, maka sekumpulan tes yang ada dapat dinyatakan telah mencukupi.
1. Pada dasarnya terdapat tiga faktor utama yang harus diseimbangkan
dalam membuat suatu rencana tes, yaitu:
2. Tingkat kedetilan (seperti waktu dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
membuat dan merawat rencana tes).
3. Tingkat organisasi dan kendali tes yang dibutuhkan.
4. Kebutuhan tester dalam pengarahan tugas, otonomi dan kreatifitas.

Tujuan Pembelajaran 14.4:


Sekuensialisasi Tes

Pertanyaan penting lainnya dalam perencanaan tes secara detil adalah


bagaimana aliran kerja yang seharusnya berjalan? Jawaban untuk pertanyaan ini
tergantung pada situasi tes. Faktor-faktor yang dapat membantu dalam
menentukan sekuensial terbaik bagi aliran kerja tes, antara lain:
1. Kepentingan relatif dari tes
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada perkiraan beban tanggung
jawab, dari yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Keberadaan produk testing
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada produk testing mana yang
dapat dihasilkan terlebih dahulu dalam kaitannya dengan kerja bagian
lainnya (misal pengembangan – development).
3. Interdependensi natural dari tes
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada hubungan depedensi antara test
cases. Mana yang lebih dahulu dari yang lain ditentukan dari kebutuhan
dari tiap test case terhadap pemenuhan pelaksanaan test case lainnya.
Test case yang paling sedikit membutuhkan pemenuhan pelaksanaan test
case lainnya dilaksanakan terlebih dahulu.
4. Keberadaan sumber daya testing
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada sumber daya testing mana
yang paling mencukupi terlebih dahulu.
5. Keberadaan sumber daya debugging dan perbaikan
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada sumber daya debugging dan
perbaikan mana yang paling mencukupi terlebih dahulu.
6. Defect masking
Defect masking terjadi bila defect tertentu tidak dapat dilihat di awal,
karena efeknya ditutupi oleh defect lainnya. Oleh karena itu defect ini
hanya akan dapat dideteksi setelah defect yang menutupinya telah
ditemukan dan dihilangkan. Idealnya, urutan eksekusi tes berawal dari
tempat dimana terdapat kemungkinan tertinggi akan ditemukannya defect
yang sulit dibenahi dalam proses testing.
7. Pola aliran kerja
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada logika atau pengalaman kerja
tes, misal tes akan dilakukan dari unit test terlebih dahulu ke arah
integration test, atau mana yang lebih mudah melakukan positive test
atau negative test terlebih dahulu.
8. Kesulitan dalam pengulangan kerja
Aliran kerja tes ditinjau berdasarkan pada bagian sistem yang paling sulit
untuk dilakukan perbaikan bilamana terjadi defect.
9. Pengalaman tes
Dari banyak metode di atas, penetapan sekuensial aliran kerja
berdasarkan pada pengalaman tes adalah yang paling banyak berhasil.

14.3 LATIHAN SOAL/TUGAS

1. Kenapa perlu dilakukan pengujian tidak terstruktur?


2. Kapan pengujian dianggap selesai?

14.4 DAFTAR PUSTAKA


1. Chemuturi, M. (2011). Mastering Software Quality Assurance. Best
Practices, Tools And Techniques For Software Developers. J. Ross
Publishing
2. Lewis, E. W. (2009). Software Testing and Continuous Quality
Improvement. CRC Press
3. Naik, K. & Tripathy, P. (2008). Software Testing and Quality Assurance.
Theory and Practice. John Wiley & Sons

Anda mungkin juga menyukai