Anda di halaman 1dari 20

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016

BAB V
PERENCANAAN PRODUKSI

5.1. Landasan Teori


Landasan teori merupakan studi literatur sebagai penunjang dalam
pembuatan laporan akhir. Landasan teori berisikan teori-teori serta rumus-
rumus dalam perhitungan.

5.1.1 Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC)


Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas
bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan
tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara
nyata). Sistem komputer barangkali merupakan analogi yang tepat untuk
sistem produksi. Proses produksi adalah perangkat kerasnya dan PPC adalah
perangkat lunaknya. Fungsi atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh
departemen PPC secara umum adalah sebagai berikut (Baroto, 2002).
1. Mengelola pesanan dari pelanggan
2. Meramalkan permintaan
3. Mengelola persediaan
4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas)
5. Membuat jadwal induk produksi (JIP).
6. Merencanakan kebutuhan
7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.
8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas
produksi.
9. Evaluasi skenario pembenan dan kapasitas.

5.1.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat merupakan suatu perencanaan yang meliputi
tidak saja output produksi tetapi juga sumberdaya dan persediaan yang akan

V-1
V-2

mempengaruhi tingkat penawaran perusahaan maupun tingkat permintaan


pelanggan. Sehingga perencanaan aggregate akan menyangkut semua fungsi
yang ada di perusahaan seperti fungsi pemasaran, keuangan, operasi,
persoalia dan fungsi pengawasan (Sumayang, 2003).
Tujuan utama dari perencanaan agregat ialah memperkecil biaya
perioda perencanaan. Tujuan tersebut dapat memperlancar tingkat
ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan dan memenuhi tingkat
pelayanan yang lebih tinggi. Berikut beberapa tujuan dari perencanaan
agregat antara lain (Kusuma, 2004).
1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi.
2. Sebagai masukan perencanaan sumber daya.
3. Stabilitas produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.

5.1.3 Metode Perencanaan Agregat


Tujuan utama dari metode perencanaan produksi agregat ialah untuk
mengembangkan suatu rencana produksi secara keseluruhan yang fleksibel
dan optimal. Fleksibel merupakan dapat memenuhi permintaan pasar dan
sesuai dengan kapasitas yang ada. Optimal merupakan menggunakan sumber
daya yang efektif dan mengeluarkan biaya seminimal mungkin. Perencanaan
agregat memiliki tiga metode atau strategi yang digunakan, yaitu sebagai
berikut (Ma’arif, 2003).
1. Chase Strategy
Chase Strategy merupakan suatu strategi yang dapat ditempuh dengan
cara menetapkan produksi sama dengan forecast. Ciri-ciri chase strategy
adalah sebagai berikut.
a. Jumlah tenaga kerja tetap, tetapi jam kerja tidak tetap.
b. Menambah atau mengurangi tenaga kerja sesuai dengan tingkat
permintaan.
c. Memadankan tingkat produksi dengan tingkat permintaan.

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-3

2. Level Strategy
Level Strategy merupakan suatu startegi yang ditempuh dengan cara
menjaga tingkat output, produksi, tenaga kerja yang konstan. Ciri-ciri
Level Strategy adalah sebagai berikut.
a. Memfluktuasikan tingkat persediaan, order backlogs dan lost sales.
b. Mempertahankan tingkat produksi yang tetap.
3. Subcontract Cost
Subcontract cost atau ongkos subkontrak merupakan suatu strategi pada
saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya
perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa
ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari
kebijaksanaan ini ialah timbulnya ongkos subkontrak, dimana biasanya
ongkos mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi
sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari
kontraktor.

5.1.4 Proses Disagregasi


Proses disagregasi merupakan suatu proses penyamaan (generalisasi)
dari satuan agregat kedalam satuan end item berdasarkan faktor konversi,
hasil disagregasi ini berupa jadwal induk produksi (JIP). Tujuan proses
disagregat ini ialah untuk menyusun jadwal induk produksi (JIP) setelah
diketahui jadwal produksi agregatnya. Beberapa karakteristik disagregasi,
yaitu sebagai berikut (Bedworth, 2002).
1. Perencanaan produksi agregat dilanjutkan dengan proses disagregasi.
2. Proses disagregasi mengembalikan rencana produksi dalam bentuk end
item.
3. Hasil dari proses ini adalah sebuah Jadwal Induk Produksi (JIP) atau
Master Production Schedule (MPS)

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-4

4. JIP atau MPS digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan yang
lebih rinci (kebutuhan material, kebutuhan kapasitas dan kemudian
jadwal operasi).

5.1.5 Jadwal Induk Produksi (JIP)


Jadwal induk produksi (master production schedule) merupakan
suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku
cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan
memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu.
Aktivitas Master Production Scheduling (MPS) pada dasarnya berkaitan
dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk
(master production schedule), memproses transaksi dari MPS, dan
memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk
keperluan umpan balik dan tinjauan ulang (Gasperz, 2002).
Penjadwalan produksi induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning
(RCCP) merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada
hierarki level taktikal (level 2). MPS menguraikan rencana produksi untuk
menunjukkan kuantitas produk akhir yang akan diproduksi untuk setiap
periode waktu (biasanya mingguan apabila menggunakan sistem MRP II atau
harian apabila menggunakan sistem JIT sepanjang horizon perencanaan
taktis (biasanya satu tahun). Apabila rencana produksi menunjukkan tingkat
produksi untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas spesifik dari
produk akhir dalam periode waktu spesifik (Gasperz, 2002).
Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan apakah sumber
daya yang direncanakan adalah cukup untuk melaksanakan MPS. RCCP
menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai profil
produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resource, atau
bills of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang di
jadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode
waktu untuk setiap pusat kerja (work place) (Gasperz, 2002).

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-5

5.2. Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan ditujukan untuk mencari perencanaan dengan
strategi yang berbeda-berbeda. Perhitungan perencanaan agregat dan
disagregasi membutuhkan beberapa data penunjang dimana data tersebut
berkaitan dengan modul peramalan.

5.2.1 Data Penunjang


Sebelum melakukan perhitungan, diperlukan beberapa data
penunjang. Data penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut. Hasil
peramalan metode terpilih berdasarkan metode regresi pada modul
sebelumnya yakni peramalan. Metode regresi linier dipilih karena
menghasilkan Mean Absolute Deviation (MAD) terkecil diantara metode
lainnya. Berikut tabel peramalan metode terpilih.
Tabel 5.1 Peramalan Metode Terpilih
Bulan Periode Hasil
Januari 1 2920
Februari 2 2922
Maret 3 2924
April 4 2926
Mei 5 2928
Juni 6 2930
Juli 7 2931
Agustus 8 2933
September 9 2935
Oktober 10 2937
November 11 2939
Desember 12 2941
Berdasarkan tabel 5.1 terdapat 12 periode yakni dari bulan januari
hingga bulan desember. Tiap periode disertai hasil permalan dari metode
terpilih.
Biaya-biaya dibawah merupakan biaya penunjang dimana akan
digunakan untuk mencari perencanaan agregat dengan strategi yang
berbeda. Biaya layoff dan hiring didapat berdasarkan UMR tenaga kerja di
daeraah Cianjur. Jam kerja optimum pada dasarnya sebesar 8 jam/hari
tetapi perusahaan menerapkan 7 jam/hari. Hal tersebut dikarenakan 7 jam

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-6

merupakan waktu yang efektif untuk bekerja sedangkan 1 jam sisanya


merupakan waktu untuk istirahat.
Jam kerja/Hari : 7 Jam/Hari
Reguler Time Cost : Rp. 2000/Unit
Over Time Cost : Rp. 3000/Unit
Subcontract Cost : Rp. 8500/Unit
Lay Off Cost : Rp. 1.800.000/Unit
Hiring Cost : Rp. 1.800.000/Unit
Persediaan Cost : Rp. 200/Unit
Safety Stock : 0%
Persediaan : 50 Unit
Selain biaya diatas, terdapat ketentuan hari kerja pada tahun 2016
dengan 12 periode. Setiap periodenya memiliki hari herja yang berbeda.
Berikut tabel ketentuan hari kerja tahun 2016.
Tabel 5.2 Ketentuan Hari Kerja Tahun 2016
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
HK 20 20 19 20 20 21 20 22 20 21 22 20 245
Selain hari kerja, terdapat tabel 5.3 yakni berisikan item, waktu baku,
persediaan, faktor konversi dan unit agregat. Berdasarkan tabel 5.3 terdapat
item yakni produk yang akan disagregasi. Waktu baku berdasarkan OPC
pembuatan produk. Faktor konversi didapatkan dari modul peramalan serta
persediaan berasal dari data penunjang. Unit agregat merupakan satu satuan
produk yang dipengaruhi oleh persediaan dan faktor konversi. Berikut
dibawah ini tabel perhitungan agregat.
Tabel 5.3 Perhitungan Perencanaan Agregat Persediaan
Waktu Baku Persediaan Faktor Unit
Family Item
(menit) (pcs) Konversi Agregat
Miniatur Dengan Warna 56.5 50 1 50
Rumah Tanpa Warna 53.5 50 0.947 47.35
Total 98
Ket :
Item = Produk yang akan disagregasi
Waktu Baku = Berasal dari OPC pembuatan Produk
Faktor Konversi = Berasal dari modul ke-3

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-7

Persediaan = Berasal dari data penunjang diatas.


Family = Nama Produk yang dibuat
Unit Agregat = Persediaan x faktor konversi
Berdasarkan tabel dibawah ini pada persediaan awal di periode
pertama diperoleh dari data total unit inventory agregat pada tabel 5.3.
Tabel 5.4 Rencana Kebutuhan Produksi Agregat
Inventory Safety Kebutuhan Inventory
Bulan Peramalan
Awal Stock Produksi Akhir
1 98 2920 0 2822 0
2 0 2922 0 2922 0
3 0 2924 0 2924 0
4 0 2926 0 2926 0
5 0 2928 0 2928 0
6 0 2930 0 2930 0
7 0 2931 0 2931 0
8 0 2933 0 2933 0
9 0 2935 0 2935 0
10 0 2937 0 2937 0
11 0 2939 0 2939 0
12 0 2941 0 2941 0
Total 98 35166 0 35068 0
Ket :
Persediaan Awal = Untuk periode pertama diperoleh dari data
total unit inventory agregat pada tabel
sebelumnya
Peramalan = Data peramalan metode terpilih
Safety Stock = Berasal dari data penunjang diatas
Kebutuhan Produksi = Permintaan + safety stock – persediaan awal
Persediaan Akhir = Inventory awal + kebutuhan produksi –
peramalan.
Peramalan diperoleh dari data peramalan metode terpilih seperti
pada tabel 5.1. Safety Stock yakni berasal dari data penunjang diatas.
Kebutuhan Produksi berdasarkan dari permintaan ditambah dengan safety
stock kemudian dikurangi dengan persediaan awal. Terakhir persediaan
akhir yakni didapatkan dari inventory awal ditambahkan dengan kebutuhan
produksi dan dikurangi dengan peramalan. Lanjutan dari perhitungan

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-8

agregat yakni menghasilkan persentase agregat berdasarkan tipe dengan


warna dan tanpa warna. Berikut persentase agregat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.5 Persentase Agregat
Miniatur Rumah
Periode
Dengan Warna Tanpa Warna
1 45,704% 54,296%
2 46,35% 53,65%
3 46,24% 53,76%
4 46,18% 53,82%
5 46,08% 53,92%
6 46,06% 53,94%
7 46,143% 53,857%
8 46,112% 53,888%
9 46,109% 53,891%
10 46,059% 53,941%
11 46,094% 53,906%
12 46,120% 53,88%

5.2.2 Perencanaan Agregat Level Strategy


Level strategy adalah metode perubahan jumlah persediaan (atau
produksi atau rata-rata, leveled production) pada strategi ini digunakan
tingkat tenaga kerja tetap, jika suatu permintaan melebihi produksi maka
diambil dari persediaan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
dengan menghitung jumlah tenaga kerja yang menghasilkan biaya minimum
dalam penggunaannya.
(WBterbesar/60menit)( kebutuhan_produksi  inventory_awal)
 TK 
( HKxJK)

(56,5/60)(35068 0)
 TK 
(245x7)
= 19 Orang (Pembulatan kebawah)
= 20 Orang (Pembulatan keatas)
Hasil perhitungan tenaga kerja kemudian dilakukan pembulatan ke
atas dan pembulatan ke bawah. Tenaga kerja a adalah pembulatan ke bawah.
Tenaga kerja a adalah pembulatan ke bawah yakni 19 orang. Berikut ini
adalah total ongkos produksi untuk tenaga kerja a.
(axJKx  HK)
Total Produksi RT =
WB

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-9

(19x7x245)
=
0,94167
= 34603,42 unit 34603
Kekurangan Produksi = ∑Demand – Inventori - Total Produksi RT
= 35068 - 0 – 34603 = 465 unit
Ongkos regular time = Total Produksi RT x Ongkos RT per unit
= 34603 x 2000
= 69206000 rupiah
Ongkos over time = Kekurangan produksi x Ongkos OT per unit
= 465 x 3000
= 139500 rupiah
Total ongkos = Ongkos OT + Ongkos RT
= 1395000 + 69206000
= 70601000 rupiah
Total produksi yang dihasilkan dengan menggunakan 19 orang tenaga
kerja sebesar 34603 unit. Kekurangan produksi didapatkan dari jumlah
permintaan dikurangi dengan persediaan dan dikurangi dengan total
produksi RT hasilnya sebesar 465 unit. Tenaga kerja dengan pembulatan
kebawah mengakibatkan terjadinya kekurangan produksi karena
permintaan yang tidak terpenuhi disebabkan oleh tidak tersedianya
persediaan. Hal tersebut dapat mengakibatkan perusahaan mengalami
kerugian. Ongkos regular time yakni biaya yang dikeluarkan berdasarkan
waktu normal yang dipengaruhi oleh total produksi regular time dan ongkos
regular time per unit sehingga hasilnya sebesar Rp. 69.206.000,-. Ongkos
over time merupakan biaya yang dikeluarkan berdasarkan waktu lembur.
Ongkos ini salah satu faktor dari tenaga kerja pembulatan kebawah karena
semakin berkurangnya tenaga kerja maka semakin besar biaya waktu
lembur yang dikeluarkan oleh perusahaan. Ongkos over time yang
dikeluarkan per unit berdasarkan kekurangan produksi dikalikan dengan
Ongkos OT per unit sehingga hasilnya sebesar Rp. 139.500,-. Jadi, total

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-10

ongkos yang dihasilkan dari penjumlahan ongkos OT dan ongkos RT sebesar


Rp. 706.010.000,- .
Selanjutnya perhitungan untuk tenaga kerja sebesar 20 orang. Tenaga
kerja b adalah pembulatan ke atas yakni 20 orang. Berikut ini adalah total
ongkos produksi untuk tenaga kerja b.
(bxJKx  HK)
Total Produksi RT =
WB
(20x7x245)
=
0,94167
= 36424,649 unit 36424
Inventori = Total Produksi RT – (∑Demand – Inventori Awal)
= 36424 – ( 35068 – 0)
= 1356 unit
Ongkos regular time = (∑Demand–Inventori Awal)x Ongkos RT per unit
= (35068 – 0) x 2000
= 70136000 rupiah
Ongkos Inventori = Inventori x Ongkos Inventori per unit
= 1356 x 200
= 271200 Rupiah
Total ongkos = Ongkos RT + Ongkos Inventori
= 70136000 + 271200 = 70407200 Rupiah
Total produksi yang dihasilkan dengan menggunakan 20 orang tenaga
kerja sebesar 34624 unit. Inventori merupakan jumlah persediaan dalam
satuan unit berdasarkan total produksi regular time, jumlah permintaan dan
persediaan awal hasilnya sebesar 1356 unit. Inventori merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi dalam pembulatan keatas karena semakin
banyak tenaga kerja dalam produksi barang semakin banyak juga persediaan
barangnya. Ongkos regular time yakni biaya yang dikeluarkan berdasarkan
waktu normal yang dipengaruhi oleh total produksi regular time dan ongkos
regular time per unit sehingga hasilnya sebesar Rp. 70.136.000,-. Ongkos
over time Ongkos inventory adalah biaya yang dikeluarkan berdasarkan
Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016
V-11

persediaan yang ada dengan ongkos inventori per unit sehingga hasilnya
sebesar Rp. 271.200,-. Semakin besar banyaknya persediaan semakin besar
juga biaya yang dikelurkan untuk persediaan per unit. Jadi, total ongkos yang
dihasilkan dari penjumlahan ongkos OT dan ongkos RT sebesar Rp.
70.407.200,- .
Tabel 5.6 Perbandingan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Total Ongkos
19 70601000 Rupiah
20 70407200 Rupiah
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat tenaga kerja sebanyak 20 orang dipilih
karena menghasilkan total ongkos dengan biaya terkecil sebanyak Rp.
70.407.200,- . Biaya produksi akan lebih murah apabila menggunakan tenaga
kerja dengan jumlah sebanyak 20 orang. Hal tersebut dikarenakan dengan 20
orang tenaga kerja dapat memproduksi barang lebih banyak serta apabila
terdapat permintaan yang banyak perusahaan tidak perlu menambah tenaga
kerja.
Berdasarkan data tenaga kerja yang diperlukan maka diketahui
perencanaan agregat kapasitas. Berikut adalah perencanan agregat kapasitas
untuk jumlah tenaga kerja yang terpilih.
Contoh Perhitungan :
Periode 1
1. Unit RT
(20x7x20)
= 2973
(0,94167)
2. Unit OT
20% x 2973 = 594

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-12

Tabel 5.7 Perencanaan Kapasitas Agregat


Hari Jam Wb Unit Unit
Periode TK
Kerja Kerja/hari terbesar RT OT
1 20 7 0,94167 20 2973 594
2 20 7 0,94167 20 2973 594
3 19 7 0,94167 20 2824 564
4 20 7 0,94167 20 2973 594
5 20 7 0,94167 20 2973 594
6 21 7 0,94167 20 3122 624
7 20 7 0,94167 20 2973 594
8 22 7 0,94167 20 3270 654
9 20 7 0,94167 20 2973 594
10 21 7 0,94167 20 3122 624
11 22 7 0,94167 20 3270 654
12 20 7 0,94167 20 2973 594
Total 245 - 36419 7278
Ket :
Hari Kerja = berasal dari data penunjang
Jam Kerja = berasal dari data penunjang
Wb = berasal dari Wb terbesar produk yang dibuat
TK = Jumlah tenaga kerja yang digunakan

Unit RT =

Unit OT = 20% x Unit RT


Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa hari kerja diperoleh dari hari
kerja pada tahun 2016 tiap 12 periode. Jam kerja/hari diperoleh dari jam
kerja efektif sehingga sisa satu jam digunakan untuk pekerja beristirahat.
Tiap periode memiliki jam kerja yang sama yakni 7 jam kerja/hari. Waktu
baku merupakan waktu yang dihasilkan dalam satu siklus dalam membuat
produk. Waktu baku yang digunakan berdasarkan waktu baku terbesar pada
tabel 5.3 sebesar 0,94167. Jumlah tenaga kerja tiap periodenya berdasarkan
tenaga kerja dengan biaya terkecil yakni sebesar 20 orang. Unit regular time
merupakan satu satuan produk dalam satuan unit berdasarkan waktu
normal. Unit regular time yang diperoleh menghasilkan unit yang berbeda
tiap unitnya. Hal tersebut dikarenakan hari kerja tahun 2016 tiap periode
berbeda. Sedangkan Unit over time yakni satu satuan produk dalam satuan

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-13

unit berdasarkan waktu lembur. Unit over time diperoleh 20% dari unit
regular time.
Contoh perhitungan :
Periode 1
Persediaan :
2920 – 2973 = 53
Penyesuaian persediaan :
53 + 98 = 151
Biaya persediaan :
151 x 200 = Rp. 30.200
Biaya Produksi :
2973 x 2000 = Rp. 5.946.000
Total biaya :
30.200 + 5.946.000 = Rp. 5.976.200
Tabel 5.8 Perencanaan Agregat Level Strategy

Ket :
Permintaan = Data peramalan dari Tabel 5.4
Tingkat Produksi = Unit RT dari Tabel 5.7
Persediaan = Permintaan – Tingkat Produksi
Penyesuaian Persediaan = untuk bulan pertama kolom persediaan

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-14

ditambah dengan total persediaan agregat


pada Tabel 5.3. Untuk bulan berikutnya
merupakan kumulatif dari kolom persedian
Biaya Persediaan = Penyesuaian Persediaan x Biaya Persediaan
Biaya Produksi = Tingkat Produksi x Regular Time Cost (Data
Penunjang)
Total Biaya = Biaya Persediaan + Biaya Produksi
Berdasarkan tabel 5.8 merupakan perhitungan perencanaan agregat
dengan menggunakan level strategy. Terlihat permintaan yang diporeleh tiap
periode berdasarkan data peramalan metode terpilih modul sebelumnya.
Tingkat produksi yang digunakan berdasarkan unit regular time dari tabel
5.7. Persediaan pada strategi ini diperoleh dari selisih antara permintaan
dengan tingkat produksi. Kemudian penyesuaian persediaan pada bulan
pertama ditambahkan dengan total persediaan sedangkan untuk bulan
berikutnya berdasarkan kumulatif dari persediaan bulan sebelumnya.
Kemudian biaya persediaan didapatkan dari penyesuaian persediaan
dikalikan dengan biaya persediaan yang telah diketahui. Berbeda dengan
biaya produksi, diperoleh dari tingkat produksi dikalikan dengan biaya
regular time. Terakhir total biaya untuk level strategy diperoleh dari
penjumlahan antara biaya persediaan dengan biaya produksi tiap periodenya
kemudian dijumlahkan seluruh periodenya sebesar Rp. 74.205.600,-

5.2.3 Perencanaan Agregat Chase Strategy


Chase Strategy adalah melakukan perubahan jumlah tenaga kerja
untuk memenuhi target produksi per periode. Berikut adalah perhitungan
dari perencanaan agregat metode chase strategy.
Contoh perhitungan :
Periode 1
TK diperlukan :

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-15

(2822x0,94167)
(20x7) = 18,981
TK Terpakai :
18,981 ≈ 19
Tingkat produksi :
(19x20x7)
(0,94167) = 2824
Persediaan akhir :
(2824-2822)x200 = 400
Biaya Tingkat Produksi :
(2824x2000) = Rp.5.648.000
Total Biaya :
400+5.648.000+0 = Rp. 5.648.400
Tabel 5.9 Perencanaan Agregat Chase Strategy

Ket :
Hari kerja = Data penunjang Tabel 5.2
Keb. Produksi = Data kebutuhan produksi Tabel 5.5
(Keb.Produksi x Wb terbesar)
TK Diperlukan =
(HK x JK)
TK Terpakai = Pembulatan ke atas TK diperlukan
(TK terpakai x HK x JK)
Tingkat Produksi =
(Wb)
Hiring = Hiring cost dari data penunjang
Layoff = Layoff dari data penunjang

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-16

Persediaan akhir = (Tingkat prod-Keb.produksi)x ongkos unit agregat


persediaan
Biaya tingkat prod = tingkat produksi x cost regular time (data penunjang)
Total biaya = biaya persediaan + biaya tingkat prod + hiring +
layoff
Berdasarkan tabel 5.9 diatas terdapat 12 periode hari kerja tahun
2016 dan kebutuhan produksi yang diperoleh dari data penunjang.
Kemudian tenaga kerja yang diperlukan diperoleh berdasarkan kebutuhan
produksi, waktu baku terbesar, hari kerja dan jam kerja. Tenaga kerja yang
terpakai merupakan hasil pembulatan keatas dari tenaga kerja yang
diperlukan. Hal tersebut dilakukan karena tenaga kerja merupakan satuan
manusia atau angka mutlak. Tingkat produksi berdasarkan dari tenaga kerja
yang terpakai, hari kerja, waktu baku dan jam kerja. Hiring merupakan
penambahan tenaga kerja pada periode tertentu berdasarkan periode
sebelumnya. Hiring dapat diperoleh dari biaya hiring pada data penunjang.
Layoff merupakan pengurangan tenaga kerja pada periode tertentu
berdasarkan periode sebelumnya. Layoff dapat diperoleh dari biaya layoff
pada data penunjang. Persediaan akhir produk dapat diperoleh dari hasil
pengurangan dari tingkat produk dan kebutuhan produksi kemudian
dikalikan dengan ongkos unit agregat persediaan. Biaya tingkat produksi
yakni biaya yang dilihat dari tingkat produksinya yang telah dikalikan
dengan biaya regular time. Terakhir mencari total biaya per periode dangan
menjumlahkan biaya persediaan, biaya tingkat produksi, hiring serta layoff
kemudian total biaya tiap periode dijumlahkan sehingga menghasilkan biaya
sebesar Rp. 94.367.600,-. Terlihat bahwa total biaya pada chase strategy
lebih besar dari level strategy.

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-17

5.2.4 Perencanaan Agregat Subcontract


Metode subkontrak adalah metode yang dalam pemenuhan
kebutuhan produksi dengan membeli atau memproduksi di perusahaan lain.
Berikut dibawah ini merupakan perhitungannya.
Contoh Perhitungan :
Periode 2
Subcontract :
2822-2822 = 100
Total biaya subcontract :
100 x 8500 = Rp. 850.000
Biaya Tingkat Produksi :
2822 x 2000 = Rp. 5.644.000
Total Biaya :
850.000 + 5.644.000 = Rp. 6.494.000
Tabel 5.10 Perencanaan Agregat Subcontract
Biaya
Tingkat Total Biaya
Periode Permintaan Subcontract Tingkat Total Biaya
Produksi Subcontract
Produksi
1 2822 2822 0 0 5.644.000 5.644.000
2 2922 2822 100 850.000 5.644.000 6.494.000
3 2924 2822 102 867.000 5.644.000 6.511.000
4 2926 2822 104 884.000 5.644.000 6.528.000
5 2928 2822 106 901.000 5.644.000 6.545.000
6 2930 2822 108 918.000 5.644.000 6.562.000
7 2931 2822 109 926.500 5.644.000 6.570.500
8 2933 2822 111 943.500 5.644.000 6.587.500
9 2935 2822 113 960.500 5.644.000 6.604.500
10 2937 2822 115 977.500 5.644.000 6.621.500
11 2939 2822 117 994.500 5.644.000 6.638.500
12 2941 2822 119 1.011.500 5.644.000 6.655.500
Total 35068 33864 1204 10.234.000 67.728.000 77.962.000
Ket :
Permintaan = Data kebutuhan produksi Tabel 5.4
Tingkat Produksi = Berasal dari demand terkecil
Subcontract = Permintaan – Tingkat Produksi
Total Biaya Subcontract = subcontract x cost subcontract (data penunjang)
Biaya Tingkat Produksi = Tingkat Produksi x cost regular time (data
penunjang)

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-18

Total Biaya = Total Biaya Subcontract + Biaya Tingkat


Produksi
Berdasarkan dari tabel 5.10 diatas terdapat permintaan tiap
periodenya dari data kebutuhan produksi pada tabel 5.4. Tingkat produksi
diperoleh dari permintaan yang paling kecil. Hal tersebut dikarenakan
perusahaan belum mengetahui dengan pasti berapa kapasitas produksi yang
akan dihasilkan baik dari luas pabrik, mesin, dsb. Subcontract merupakan
pemenuhan kebutunhan produksi dengan membeli atau memproduksi
diperusahaan lain. Subcontract dapat diperoleh dari pengurangan
permintaan dengan tingkat produksi tiap periode. Total biaya subcontract
yakni biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi subcontract itu sendiri
dengan mengalikan biaya subcontract. Biaya tingkat produksi yakni biaya
yang dikeluarkan berdasarkan tingkat produksinya yang dikalikan dengan
biaya regular time atau biaya yang dikeluarkan pada waktu normal. Terakhir
total biaya per periode diperoleh dari total biaya subcontract ditambahkan
dengan biaya tingkat produksi sehingga jika dijumlahkan total biaya pada12
periodenya sebesar Rp. 77.962.000,-. Terlihat bahwa subcontract lebih besar
dari level strategy.

5.2.5 Perencanaan Disagregasi


Perencanaan agregat yang digunakan adalah level strategy, chase
strategy dan subkontrak. Berikut merupakan perbandingan hasil dari ketiga
strategi tersebut.
Tabel 5.11 Perbandingan Biaya Metode Perencanaan Agregat
Metode Perencanaan
No. Total Production Cost (Rp)
Agregat
1 Level Strategy Rp. 74.205.600,00-
2 Chase Strategy Rp. 94.367.600,00-
3 Subcontract Rp. 77.962.000,00-
Berdasarkan ketiga strategi pada tabel 5.11, bahwa strategi yang
terpilih sebagai strategi terbaik berdasarkan biaya terkecil yakni level
strategy dengan total biaya produksi sebesar Rp. 74.205.6000,-. Tingkat
produksi pada level strategy akan digunakan sebagai lanjutan pada proses

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-19

disagregasi. Disagregasi merupakan proses penerjamahan perencanaan


agregat menjadi rencana persediaan dan penjadwalan terperinci. Metode
yang digunakan adalah metode cut and fit.
Berdasarkan jadwal produksi agregat, selanjutnya akan dilakukan
proses disagregasi berdasarkan presentase dan faktor konversi. Hasil akhir
dari proses disagregasi adalah Jadwal Induk Produksi (JIP) untuk masing-
masing item produk. JIP adalah rencana tertulis yang menunjukkan apa dan
berapa banyak produk yang akan dibuat dalam setiap periode untuk
beberapa periode yang akan datang.
Contoh Perhitungan :
Periode 2
Unit Agregat (dengan warna) :
2973 x 0,4635 = 1378
JIP (dengan warna) :
1378/0,94167 = 1464
Tabel 5.12 Proses Disagregasi

Ket:
Persentase Agregat = Persentase agregat modul OPC, APC, BOM dan SP
Tingkat Produksi = Tingkat Produksi
Unit Agregat = Presentasi Agregat x Tingkat Produksi
Waktu Baku = Didapat dari Tabel 5.3
Unit Produksi = Unit Agregat / Waktu baku

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016


V-20

Berdasarkan tabel 5.12 diatas terdapat persentase tiap periode


dengan warna dan tanpa warna. Persentase tersebut merupakan hasil dari
persentase agregat pada modul OPC, APC, BOM, dan SP. Tingkat produksi
diperoleh dari metode agregat terpilih. Unit agregat diperoleh dari
persentase agregat dikalikan dengan tingkat produksi disesuaikan
berdasarkan tipe dengan warna dan tipe tanpa warna per periode. Waktu
baku diperoleh dari tabel 5.3 disesuaikan berdasarkan dengan warna dan
tanpa warna. Terakhir jadwal induk produksi dapat diperoleh dari
pembagian antara unit agregat dengan waktu baku disesuaikan juga
berdasarkan dengan warna dan tanpa warna.

5.2.6 Jadwal Induk Produksi (JIP)


JIP adalah rencana tertulis yang menunjukkan apa dan berapa banyak
produk yang akan dibuat dalam setiap periode untuk beberapa periode yang
akan datang. Berdasarkan proses disagregasi diatas dapat diperoleh JIP
sebagai berikut.
Tabel 5.13 Jadwal Induk Produksi (JIP)
JIP
Periode
Dengan Warna Tanpa Warna
1 1450 1805
2 1464 1790
3 1387 1704
4 1459 1796
5 1455 1799
6 1528 1890
7 1457 1797
8 1602 1978
9 1456 1798
10 1528 1890
11 1602 1978
12 1457 1797
Berdasarkan tabel 5.13 diatas terlihat bahwa JIP dengan warna dan
tanpa warna memiliki angka yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan
perhitungan JIP dipengaruhi oleh persentase, unit agregat, dan waktu baku
yang berbeda-beda.

Praktikum Perencanaan Teknik Industri 3 ATA 2015/2016

Anda mungkin juga menyukai