BAB V
PERENCANAAN PRODUKSI
V-1
V-2
2. Level Strategy
Level Strategy merupakan suatu startegi yang ditempuh dengan cara
menjaga tingkat output, produksi, tenaga kerja yang konstan. Ciri-ciri
Level Strategy adalah sebagai berikut.
a. Memfluktuasikan tingkat persediaan, order backlogs dan lost sales.
b. Mempertahankan tingkat produksi yang tetap.
3. Subcontract Cost
Subcontract cost atau ongkos subkontrak merupakan suatu strategi pada
saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya
perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa
ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari
kebijaksanaan ini ialah timbulnya ongkos subkontrak, dimana biasanya
ongkos mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi
sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari
kontraktor.
4. JIP atau MPS digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan yang
lebih rinci (kebutuhan material, kebutuhan kapasitas dan kemudian
jadwal operasi).
(56,5/60)(35068 0)
TK
(245x7)
= 19 Orang (Pembulatan kebawah)
= 20 Orang (Pembulatan keatas)
Hasil perhitungan tenaga kerja kemudian dilakukan pembulatan ke
atas dan pembulatan ke bawah. Tenaga kerja a adalah pembulatan ke bawah.
Tenaga kerja a adalah pembulatan ke bawah yakni 19 orang. Berikut ini
adalah total ongkos produksi untuk tenaga kerja a.
(axJKx HK)
Total Produksi RT =
WB
(19x7x245)
=
0,94167
= 34603,42 unit 34603
Kekurangan Produksi = ∑Demand – Inventori - Total Produksi RT
= 35068 - 0 – 34603 = 465 unit
Ongkos regular time = Total Produksi RT x Ongkos RT per unit
= 34603 x 2000
= 69206000 rupiah
Ongkos over time = Kekurangan produksi x Ongkos OT per unit
= 465 x 3000
= 139500 rupiah
Total ongkos = Ongkos OT + Ongkos RT
= 1395000 + 69206000
= 70601000 rupiah
Total produksi yang dihasilkan dengan menggunakan 19 orang tenaga
kerja sebesar 34603 unit. Kekurangan produksi didapatkan dari jumlah
permintaan dikurangi dengan persediaan dan dikurangi dengan total
produksi RT hasilnya sebesar 465 unit. Tenaga kerja dengan pembulatan
kebawah mengakibatkan terjadinya kekurangan produksi karena
permintaan yang tidak terpenuhi disebabkan oleh tidak tersedianya
persediaan. Hal tersebut dapat mengakibatkan perusahaan mengalami
kerugian. Ongkos regular time yakni biaya yang dikeluarkan berdasarkan
waktu normal yang dipengaruhi oleh total produksi regular time dan ongkos
regular time per unit sehingga hasilnya sebesar Rp. 69.206.000,-. Ongkos
over time merupakan biaya yang dikeluarkan berdasarkan waktu lembur.
Ongkos ini salah satu faktor dari tenaga kerja pembulatan kebawah karena
semakin berkurangnya tenaga kerja maka semakin besar biaya waktu
lembur yang dikeluarkan oleh perusahaan. Ongkos over time yang
dikeluarkan per unit berdasarkan kekurangan produksi dikalikan dengan
Ongkos OT per unit sehingga hasilnya sebesar Rp. 139.500,-. Jadi, total
persediaan yang ada dengan ongkos inventori per unit sehingga hasilnya
sebesar Rp. 271.200,-. Semakin besar banyaknya persediaan semakin besar
juga biaya yang dikelurkan untuk persediaan per unit. Jadi, total ongkos yang
dihasilkan dari penjumlahan ongkos OT dan ongkos RT sebesar Rp.
70.407.200,- .
Tabel 5.6 Perbandingan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Total Ongkos
19 70601000 Rupiah
20 70407200 Rupiah
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat tenaga kerja sebanyak 20 orang dipilih
karena menghasilkan total ongkos dengan biaya terkecil sebanyak Rp.
70.407.200,- . Biaya produksi akan lebih murah apabila menggunakan tenaga
kerja dengan jumlah sebanyak 20 orang. Hal tersebut dikarenakan dengan 20
orang tenaga kerja dapat memproduksi barang lebih banyak serta apabila
terdapat permintaan yang banyak perusahaan tidak perlu menambah tenaga
kerja.
Berdasarkan data tenaga kerja yang diperlukan maka diketahui
perencanaan agregat kapasitas. Berikut adalah perencanan agregat kapasitas
untuk jumlah tenaga kerja yang terpilih.
Contoh Perhitungan :
Periode 1
1. Unit RT
(20x7x20)
= 2973
(0,94167)
2. Unit OT
20% x 2973 = 594
Unit RT =
unit berdasarkan waktu lembur. Unit over time diperoleh 20% dari unit
regular time.
Contoh perhitungan :
Periode 1
Persediaan :
2920 – 2973 = 53
Penyesuaian persediaan :
53 + 98 = 151
Biaya persediaan :
151 x 200 = Rp. 30.200
Biaya Produksi :
2973 x 2000 = Rp. 5.946.000
Total biaya :
30.200 + 5.946.000 = Rp. 5.976.200
Tabel 5.8 Perencanaan Agregat Level Strategy
Ket :
Permintaan = Data peramalan dari Tabel 5.4
Tingkat Produksi = Unit RT dari Tabel 5.7
Persediaan = Permintaan – Tingkat Produksi
Penyesuaian Persediaan = untuk bulan pertama kolom persediaan
(2822x0,94167)
(20x7) = 18,981
TK Terpakai :
18,981 ≈ 19
Tingkat produksi :
(19x20x7)
(0,94167) = 2824
Persediaan akhir :
(2824-2822)x200 = 400
Biaya Tingkat Produksi :
(2824x2000) = Rp.5.648.000
Total Biaya :
400+5.648.000+0 = Rp. 5.648.400
Tabel 5.9 Perencanaan Agregat Chase Strategy
Ket :
Hari kerja = Data penunjang Tabel 5.2
Keb. Produksi = Data kebutuhan produksi Tabel 5.5
(Keb.Produksi x Wb terbesar)
TK Diperlukan =
(HK x JK)
TK Terpakai = Pembulatan ke atas TK diperlukan
(TK terpakai x HK x JK)
Tingkat Produksi =
(Wb)
Hiring = Hiring cost dari data penunjang
Layoff = Layoff dari data penunjang
Ket:
Persentase Agregat = Persentase agregat modul OPC, APC, BOM dan SP
Tingkat Produksi = Tingkat Produksi
Unit Agregat = Presentasi Agregat x Tingkat Produksi
Waktu Baku = Didapat dari Tabel 5.3
Unit Produksi = Unit Agregat / Waktu baku