PL 4
PL 4
PL IV
PENUANGAN LOGAM DAN INSPEKSI
4.1 Tujuan
1. Praktikan mengetahui dan memahami pengecoran logam
2. Praktikan mengetahui dan memahami macam cacat coran dan inspeksi
3. Praktikan mampu melakukan inspeksi dan menganalisis hasil coran
Dalam pengecoran logam, dibagi menjadi dua berdasarkan pada cetakan pengecoran,
yaitu :
1. Expandable Mold Casting
Expandable mold casting adalah teknik pengecoran logam yang cetakannya hanya
dapat digunakan satu kali saja. Cetakan ini biasanya terbuat dari pasir, plaster, keramik,
dan bahan semacamnya yang biasanya dicampur dengan pengikat yang bervariasi.. Cara
pembuatan cetakan ini yaitu dengan menggunakan pola, baik pola permanen atau pola
yang hanya bisa dipakai sekali saja. (Kalpakjian, 2009:259)
Macam – macamnya yaitu:
a. Sand Casting
Pada dasarnya, sand casting terdiri dari penempatan pola pada pasir untuk
mendapatkan jejak, memasukkan gating system, memindahkan pola dan mengisi
rongga dalam cetakan dengan logam cair, membiarkan logam tadi sampai dingin dan
memadat, mengeluarkan cetakan pasirnya, dan memindahkan benda coran.
(Kalpakjian, 2009:262). Cetakan pasir khusus mengandung 90% pasir, 7% pengikat,
dan 3% air. (Kalpakjian, 2009:259)
Kelebihan :
- Dapat dipakai untuk mengecor banyak jenis logam.
- Tidak ada batasan untuk ukuran, bentuk, ataupun berat dari tiap bagian.
- Harga peralatan yang murah
Kekurangan :
- Membutuhkan tahap finishing
- Secara relatif menghasilkan permukaan yang kasar
- Toleransi yang besar (Kalpakjian, 2009:259)
b. Investment Casting
Disebut juga dengan lost-wax process, merupakan cara pengecoran khusus
dimana pola benda kerja dibuat dari lilin. Biasanya digunakan untuk membuat
komponen pada mesin seperti gear, roda gigi searah, katup, dan lain-lain. Langkah
kerjanya adalah sebagai berikut :
Pembuatan pola yang terbuat dari bahan lilin atau plastic seperti polystyrene.
Kemudian cetakan dicelupkan ke dalam material tahan panas yang berbentuk
bubur , seperti silica yang sangat halus dan pengikat, termasuk air, ethyl silicate,
dan asam.
Setelah kering, pola ini dilapisi kembali untuk meningkatkan ketebalannya agar
kekuatannya meningkat.
Kemudian cetakan diisi dengan logam cair dan dibiarkan sampai dingin
Setelah dingin, cetakan keramik akan dihancurkan dan benda coran bisa diambil
(Sumber: Kalpakjian, 2009:273)
Kelebihan :
- Bisa untuk bentuk yang rumit
- Permukaan yang dihasilkan halus dan akurat
Kekurangan :
- Ukuran benda cor yang terbatas
- Harga pola dan cetakan yang mahal
- Butuh tenaga yang profesional
(Sumber: Kalpakjian, 2009:259)
Kelebihan :
- Bisa digunakan untuk material dengan titik lebur tinggi maupun rendah. (lebih
cocok untuk material dengan titik lebur tinggi)
- Produksi masal cepat
Kekurangan :
- Karena fasa solid solution daya yang dibutuhkan besar.
- Material cetakan tidak memiliki porositas, sehingga perlu dibuat lubang
ventilasi.
- Dibutuhkan proses finishing karena adanya logam yang masuk ke dalam lubang
ventilasi.
Tabel 4.1
Perbedaan antara mesin cetak tekan ruang panas dan ruang dingin
Mesin cetak tekan ruang panas Mesin cetak tekan ruang dingin
Tungku peleburan terdapat di Tungku peleburan terpisah,
mesin dan silinder injeksi silinder injeksi di isi logam cair
terendam dalam logam cair. secara manual atau mekanis.
Tekanan injeksi berkisar Tekanan injeksi berkisar antara
antara 15 Mpa. 20-70 Mpa.
Digunakan untuk logam cair Digunakan untuk logam cair
dengan titik lebur rendah dengan titik lebur lebih tinggi
seperti Sn, Pb, Zn. daripada Hot Chamber seperti
Al.
Laju produksi cepat, bisa Laju produksi lebih lambat
mencapai 900 produk/jam. dibanding Hot Chamber.
Titik pemanasan lebih rendah Titik pemanasan lebih tinggi
b. Pengecoran Sentrifugal
Dalam pengecoran ini logam cair dituangkan ke dalam cetakan yang berputar
dengan kecepaan tinggi, sehingga menghasilkan gaya sentrifugal. Gaya tersebut
menyebabkan logam cair menyebarke bagian luar ronga cetakan. (Groove, 2010:242)
Terdapat tiga jenis centrifugal casting, antara lain:
3. Pengecoran Centrifuging
Dalam pengecoran centrifuging, rongga cetakan ditempatkan pada jarak
tertentu dari sumbu putaran. Cairan logam dituang dari pusat cetakan dan didorong
ke cetakan oleh gaya sentrifugal seperti yang terlihat pada gambar 4.8. (Kalpakjian,
2009:283)
Kelebihan :
- Produksi memerlukan waktu yang cukup cepat
- Sangat cocok untuk produksi massal
Kekurangan :
- Kemungkinan rongga cetakan tidak terisi loam cair sangat besar
c. Squeeze Casting
Metode ini melibatkan solidifikasi logam cair pada tekanan tinggi. Produk yang
dibuat yaitu komponen otomotif dan bodi mortir. Mesinnya terdiri dari cetakan,
pendorong, dan pin ejector. Tekanan dari pendorong menjaga gas yang terjebak untuk
tetap berada di larutan, dan kontak dalam tekanan tinggi pada permukaan cetakan
logam mendorong terjadinya perpindahan panas yang cepat, itu menghasilkan
mikrostruktur yang halus dengan sufat mekanik yang bagus. (Kalpakjian, 2009:284)
Kelebihan :
- Kekuatan lebih tinggi dan arah orientasi butir seragam
- Proses pengerjaan cukup cepat
Kekurangan :
- Hanya dapat membuat satu bentuk dan bentuk tidak bisa rumit
- Daya yang dibutuhkan besar
- Tidak cocok untuk produksi massal
4.2.2 Peleburan
Peleburan adalah proses yang menghasilkan perubahan fase zat dari padat ke cair.
Energi internal zat padat meningkat (biasanya karena panas) mencapai temperature tertentu
(disebut titik leleh) saat zat ini berubah cair.
A. Hidrogen Solubility
Hal lain yang mempengaruhi fluiditas logam cair adalah endapan gas, gas sering
mengendap sebagai unsur tunggal yaitu hidrogen yang menunjukkan kelarutan dalam
banyak logam paduan cor. Apabila logam dipanaskan melebihi suhu titik lebur
(superheating), hal ini dapat mengakibatkan semakin banyak hidrogen yang terlarut
dalam logam cair.
Gambar 4.10 Grafik pengaruh suhu terhadap kelarutan hidrogen dalam alumunium
Sumber : Beeley (2001: 256)
B. Tungku Peleburan
Tungku peleburan yang biasanya digunakan dalam industri pengecoran logam
antara lain, dapur kruz, dapur induksi, dan dapur listrik. Karakteristik masing masing
tungku peleburan adalah :
1. Crucible Furnace
Crucible Furnace sudah digunakan dimana-mana sepanjang sejarah, yang
dipanaskan dengan bahan bakar yang bermacam-macam seperti bahan bakar fosil,
bahan bakar minyak, begitu juga dengan energy listrik. Crucible furnace ada yang
stationary (tidak dapat dipindah), posisi miring, atau portable. (Kalpakjian,
2009:288)
Coke-fired Furnace
Tungku yang dipicu kokas biasanya digunakan untuk melelehkan logam non
ferrous, seperti kuningan, perunggu dan aluminium dikarenakan biaya instalasi
yang rendah, biaya bahan yang rendah dan mudah dalam pengoperasiannya.
2. Dapur Induksi
Dapur induksi menggunakan arus bolak-balik yang melewati coil untuk
menciptakan medan magnet pada logam, sehingga arus yang diinduksi
menyebabkan panas yang cepat dan melebur logam.
Karakteristik dapur induksi :
Digunakan untuk pengecoran kecil karena kapasitas peleburan terbatas
Memiliki kemampuan mengatur komposisi peleburan secara kecil
Kalau pencairan dimulai, tanur ini memerlukan ingot yang besar (blok
mula) atau cairan besi. Bagian atas dari tanur ini terbuka lebar sehingga
pengisian mudah di lakukan. Tanur ini cocok untuk mencairkan logam dari
mulai temperatur kamar. (Surdia dan Chijiwa, 1980; 146).
4. Open-Hearth Furnace
Pada tungku jenis ini, prosesnya didasarkan pada prinsip pemanasan
regeneratif dan memperoleh suhu sangat tinggi yang diperlukan untuk
pemanasan dari bahan bakar gas dan udara yang dibawa melalui saluran yang
berada di bawah menuju tempat logam yang ingin dilebur.
5. Air Furnace
Tungku ini bekerja pada prinsip reverberatory. Tungku ini terbentuk dari
refractory bricks di mana pasir cetak menyatu untuk membentuk permukaan
yang keras. Bahan bakar yang umumnya digunakan adalah batu bara bubuk.
Perbedaannya dengan open hearted furnace adalah tungku ini tidak
menggunakan prinsip regeneratif. (utk logam non ferro)
6. Cupola Furnace
Tungku ini terbuat dari lapisan baja vertikal setebal 6-12 mm yang dilapisi
bahan refraktori disepanjangnya. Linning biasanya semakin kebawah semakin
4.2.3 Solidifikasi
Secara umum solidifikasi sebuah logam atau paduan logam dibagi menjadi langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pembentukan inti yang stabil di dalam cairan logam (pengintian)
2. Pertumbuhan inti menjadi kristal dan pembentukan struktur butir.
(Smith, 1993:121)
Tabel 4.2
Nilai dari Suatu Pembekuan (suhu Cair, Panas Fusi, Energi Permukaan Maksimum
Undercooling untuk 7 Logam)
Freezing temp. Heat of Surface Maximum
Metal °C K Fusion Enegy Undercooling,
(J/cm3) (J/cm2) Observed, ΔT
(°C)
Pb 327 600 280 33,3 x 10-7 80
Al 660 933 1066 93 x 10-7 130
Ag 962 1235 1097 126 x 10-7 227
Cu 1083 1356 1826 177 x 10-7 236
Ni 1453 1726 2660 255 x 10-7 319
Fe 1535 1808 2098 204 x 10-7 295
Pt 1772 2045 2160 240 x 10-7 332
Sumber : Smith (1993: p.123)
Proses Solidifikasi:
1. Tahapan dalam Pembekuan Logam (Solidifikasi)
Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat dalam logam cair :
a. Pengintian homogen
Pengintian dalam suatu logam cair terjadi saat logam menyediakan atom-atom
untuk membentuk inti. Pengintian homogen ini terjadi pada logam murni, contohnya
saat logam murni cair didinginkan dibawah suhu pembekuannya beberapa derajat, inti-
inti homogen sangat banyak terbentuk karena atom-atom yang bergerak lambat
membuat inti bersama. Pengintian homogen biasanya membutuhkan suhu
undercooling sekitar beberapa ratus derajat untuk beberapa logam. Suhu undercooling
adalah suhu beberapa derajat dibawah suhu cair. (Smith, 1993:123)
b. Pengintian Heterogen (Heterogeneous Nucleation)
Proses pengintian yang sama dengan proses pengintian homogen, hanya saja
pengintian terjadi dalam logam cair yang berada pada permukaan cetakan atau logam
cair yang tidak murni seperti logam paduan. Pengintian heterogen ini banyak terjadi
pada proses industri pengecoran yang mana tidak ada undercooling yang besar dan
biasanya berkisar 0.1 hingga 10˚C terhadap titik cair. (Smith, 1993:127)
Gambar 4.17 diatas menjelaskan grafik perubahan fase dari suatu logam dari fase
padat menjadi fase cair. Penjelasan tiap titik akan dijelaskan sebagai berikut:
- Titik 1 ke 2
Terjadi penurunan suhu akibat perbedaan temperatur logam cair disebut kalor
sensibel karena hanya terjadi penurunan suhu saja sampai titik 2 tanpa terjadi
perubahan fase dalam hal ini fasenya tetap logam cair.
- Titik 2 ke 3
Pada titik 2 dimulainya proses perubahan fase dari liquid ke solid sampai
mencapai titik 3 tetapi tanpa penurunan temperatur (kalor laten). Pada titik 3
keseluruhan logam cair telah menjadi solid dan ini adalah titik akhir pembekuan.
- Titik 3 ke 4
Terjadi penurunan suhu dari titik 3 hingga titik 4. Logam sudah berbentuk padat
(solid) dari titik 3. Pada titik 4 suhu logam padat sudah sama dengan suhu
lingkungan luarnya. Kalor yang terjadi adalah kalor sensibel.
B. Solidifikasi Logam Paduan
Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperatur tertentu, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.22 dibawah ini.
Garis awal terjadinya pembekuan disebut garis liquidus dan garis akhir
pembekuan disebut garis solidus. Suatu paduan dengan komposisi tertentu bila
didinginkan dalam waktu yang sangat lama, maka pembekuannya akan terjadi saat
mencapai garis liquidus dan pembekuan berakhir pada saat mencapai garis solidus,
setelah itu pendinginan akan berlangsung terus hingga mencapai temperatur ruangan.
4. Daerah Pembekuan
A. Chill Zone
Dapat dilihat pada gambar 4.18. Selama proses penuangan logam cair kedalam
cetakan, logam cair yang berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami
pendinginan yang cepat dibawah temperatur liquid-nya. Akibatnya, pada dinding
cetakan tersebut timbul banyak inti padat dan selanjutnya tumbuh kearah logam cair.
Bila temperatur penuangan rendah maka seluruh bagian logam cair akan membeku
secara cepat dibawah temperatur liquidus. Dan bila temperatur penuangan tinggi
cairan logam yang berada ditengah-tengah logam cair akan tetap berasa diatas
temperatur liquidus untuk jangka waktu yang lama.
B. Columnar Zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan menurun dan
kristal pada daerah chill tumbuh memanjang. Kristal-kristal tersebut tumbuh
memanjang berlawanan dengan arah perpindahan panas (panas bergerak dari cairan
logam ke arah dinding cetakan yang temperaturnya lebih rendah) yang disebut dengan
dendrit. Setiap kristal dendrit mengandung banyak logam-logam dendrit (primary
dendrit). Jika fraksi volume padatan (dendrit) meningkat dengan meningkatnya
panjang dendrit dan jika struktur yang terbentuk berfase tunggal, maka lengan-lengan
dendrit sekunder dan tertier akan timbul dari lengan dendrit primer.
C. Equiaxed Zone
Daerah ini terdiri dari butir-butir equiaxial yang tumbuh secara acak ditengah-
tengah logam cair. Pada daerah ini perbedaan temperatur yang ada tidak menyebabkan
terjadinya pertumbuhan butir memanjang.
4.2.4 Fluiditas
a. Definisi Fluiditas
Fluiditas adalah kemampuan suatu logam cair untuk mengalir masuk ke dalam
rongga cetakan sebelum membeku. Fluiditas yang rendah akan menyebabkan cacat pada
produk. Untuk menghasilkan coran yang lebih baik, hendaknya kecepatan penuangan
harus konstan. Prinsip-prinsip ini mungkin dapat digunakan untuk memperkirakan
kecepatan aliran. Faktor-Faktor yang mempengaruhi fluiditas :
1. Viskositas
Viskositas adalah sebuah ukuran kapasitas cairan untuk mentransmisikan
tegangan geser dinamis (viskositas dinamis). Viskositas juga dapat didefinisikan
sebagai gaya yang diperlukan untuk memindahkan sebuah permukaan paralel pada
unit jarak. Jadi, semakin tinggi viskositasnya maka fluiditas akan menurun dan
sebaliknya bila viskositas rendah maka fluiditas akan meningkat.
2. Temperatur Penuangan
Temperatur penuangan secara teoritis sama atau diatas garis liquidus. Jika
lebih rendah, kemungkinan besar terjadi solidifikasi dalam sistem rongga.
3. Komposisi logam
Yang memiliki fluiditas paling tinggi adalah logam murni, dan yang memiliki
fluiditas rendah adlah logam paduan, dikarenakan adanya kristal bebas dalam logam
cair pada ujung dari aliran logam cair yang dapat mengakibatkan terhentinya aliran
permukaan cetakan
Semakin kasar permukaan dari cetakan maka fluiditasnya juga akan menurun.
Begitu juga sebaliknya, semakin halus permukaan dari cetakan maka fluditasnya
juga akan meningkat.
4. Permukaan Cetakan
Semakin kasar permukaan dari cetakan maka fluiditasnya juga akan menurun.
Begitu juga sebaliknya, semakin halus permukaan dari cetakan maka fluiditasnya
juga akan meningkat
5. Superheating
Superheating adalah pemanasan lanjut atau penambahan temperatur di atas
temperatur cair suatu logam tanpa merubah fase dari suatu logam cair tersebut.
Semakin besar penambahan temperatur maka fluiditas semakin memingkat, karena
waktu yang dibutuhkan untuk kemabli ke fase padat semakin lambat.
Perpindahan fase dapat dilihat pada gambar 4.24 di bawah ini.
6. Mode Pembekuan
A. Mode Pembekuan Plane Interface Mode
Cairan memasuki saluran dan pembentukan butir-butir kolom dengan aliran halus
dimulai.
a. Butir kolom terus tumbuh ke arah hulu.
b. Penyumbatan mulai terjadi.
c. Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan butir yang cepat.
B. Mode Pembekuan Jagged Interface Mode
7. Thermal Properties
Salah satu faktor yang disebabkan oleh cetakan dan karakteristik heat transfer dari
logam cair. Kecepatan pendinginan hingga suhu akhir aliran logam terhenti ditentukan
oleh heat diffusifity sesuai persamaan berikut:
Dimana:
D = Difusifity thermal adalah kemampuan suatu material mentransfer (kalor) secara
difusi yang disebabkan terdapat perbedaan temperatur (cm2/s).
K = Konduktifitas thermal adalah karakteristik suatu bahan untuk memindahkan
suatu kalor dari temperatur tinggi ke temperatur rendah (W/cm.K).
Cp = Energi yang dibutuhkan untuk menaikkan satu derajat temperature pada
tekanan konstan (J/gr.K)
Ρ = Density adalah kerapatan massa jenis dari suatu zat yang pasti berbeda-beda
tergantung pada massa dan volume (gr/cm3)
Semakin kecil diffusifitas thermal suatu zat maka waktu yang dibutuhkan untuk
logam cair berubah fase ke solid lebih lama.
Tabel 4.3
Sifat-sifat Mekanik Aluminium
Sifat-sifat Kemurnian Al (%)
99,996 ˃99,0
Massa Jenis (200°C) 2,6989 2,71
Titik Cair 660,2 653-657
Panas Jenis (cal/g. 0°C)(1000°C) 0,2226 0,2297
Hantaran Listrik (%) 64,94 59 (dianil)
Tahanan Listrik Koefisien Temperature (10°C) 0,00429 0,0115
Koefisien Pemuaian (200°C - 1000°C) 23,86 x 10-6 23,5 x 10-6
Jenis Kristal, Konstanta Kisi fcc, a = 4,013 kX fcc, a = 4,04 kX
Sumber : Sundari (2011:167)
Pengujian fluiditas cetakan berbentuk spiral bertujuan untuk menguji mampu alir
cairan logam dengan menggunakan cetakan sekecil mungkin dan dapat memperkecil
kesalahan sensitivitas aliran terhadap beda ketinggian.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengalirkan logam cair ke cetakan spiral
seperti pada gambar 4.28 semakin banyak bagian cetakan yang terisi, maka semakin
besar nilai fluiditasnya.
Keterangan :
a. Wadah logam
b. Tungku tahan listrik
c. Pipa bertekanan
d. Tahanan Reservoir
e. Manometer
f. Kartesia Manostat
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat melalui
saluran lebih dari satu dan dengan luas penampang sama sempitnya yang mana banyak
terdapat pada saluran cetakan pengecoran yang sebenarnya seperti pada gambar 4.30.
Solusi:
Menempatkan riser ditempat yang bertemperatur tinggi
Laju pendinginan cepat
b. Gas Porosity
Gas Porosity merupakan cacat ini biasa terjadi karena kelebihan hidrogen yang
tidak dapat dimasukkan dalam struktur logam atau paduan kristal padat sehingga
membentuk gelembung yang mungkin terperangkap dalam logam padat dan akhirnya
menghasilkan porositas gas. Ilustrasi Gas Porosity dapat dilihat pada gambar 4.32
Penyebab :
Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan
Gas terserap dalam logam cair dari cetakan
Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama
Solusi :
Mengontrol jumlah gas yang dihasilkan material pada cetakan pasir
2. Shift (Pergeseran)
Shift merupakan cacat yang terjadi akibat dari ketidak cocokan masing-masing bagian
dari coran. Biasanya terjadi di bagian pola belahan. Ilustrasi Shift dapat dilihat pada
gambar 4.33 di bawah ini.
Penyebab :
Pergeseran titik tengah pola
Rangka cetak yang kurang tepat
Ukuran dimensi cetakan yang salah
Solusi :
Memperbaiki desain cetakan sesuai dimensi dan ukuran yang tepat
Memberikan pin atau pengunci agar tidak terjadi pergeseran
Solusi :
Melakukan penuangan secara perlahan-lahan.
Pemberian saringan pada saluran penuangan sehingga kotoran tidak ikut masuk ke
dalam cetakan
Melakukan pemeriksaan dan pembersihan di bagian rongga cetakan.
Pemberian kadar bentonit harus sesuai atau optimal
4. Fin (Sirip)
Merupakan cacat yang terjadi akibat penetrasi logam cair pada bagian cetakan cope
dan drag. Apabila cetakan tidak tepat maka logam yang dicairkan akan mengisi celah-
celah cetakan dan menimbulkan cacat seperti sirip. Ilustrasi cacat sirip pada gambar 4.35.
Penyebab :
Penempatan cetakan cope dan drag yang tidak tepat
Adanya penetrasi logam cair yang berlebihan
Dimensi core tidak tepat dengan dudukan
Solusi :
Membuat permukaan cetakan yang halus dan rata
Pemasangan cope dan drag harus tepat
Membuat dimensi core dengan tepat
5. Shringkage (Penyusutan)
Merupakan cacat yang terjadi saat pembekuan. Pembekuan yang tidak seragam pada
bagian coran menghasilkan perbedaan ketebalan dan luas permukaan yang cukup besar.
Ilustrasi cacat penyusutan dapat dilihat pada gambar 4.36 di bawah ini :
Penyebab :
Pembekuan yang tidak seragam
Ukuran gating system yang tidak sesuai
Letak riser yang kurang tepat
Adanya temperatur penuangan yang salah
Solusi :
Penyeragaman pada saat proses pembekuan
Meletakkan riser pada posisi yang tepat
Gunakan suhu yang tinggi agar saat penurunan temperatur tidak terjadi penyusutan
6. Hot Tears
Cacat yang dapat terjadi karena tegangan terlalu besar pada coran yang ditimbulkan
oleh temperatur terlalu tinggi. Ilustrasi hot tears dapat dilihat pada gambar 4.37.
Penyebab:
Kontraksi akibat panas
Kekuatan tarik terlalu besar
Terjadi pressure drop pada logam cair
Penguapan yang berlebih
Solusi :
Perancangan cetakan, inti, dan perhitungan sistem saluran harus tepat
7. Gas Defect
Gas defect atau cacat gas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Pin Holes
Pin Holes merupakan lubang banyak yang memiliki diameter kecil, biasanya
kurang dari 2 mm, terlihat pada permukaan casting. (Jain: 1976, p.197)
Penyebab:
Riser kurang memadai
Absorbsi dari gas hidrogen atau karbon monoksida ketika logam cair di tuang
menyentuh cetakan yang basah
Aliran logam cair turbulen
Solusi:
Riser dibuat lebih memadai
Memberi pasir yang memiliki kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai
Memilih nilai solidifikasi yang tinggi pada logam cair
Penerapan nilai titik lebur yang sesuai
b. Blow Holes
Blow Holes adalah lubang halus melingkar yang jelas kelihatan pada permukaan
casting. Mereka memilki jumlah banyak dan berbentuk seperti lubang kecil yang
memiliki diameter sekitar 3 mm atau kurang dan dalam bentuk satu depresi besar dan
halus. (Jain: 1976, p.197)
Penyebab:
Permeabilitas yang rendah
Banyaknya jumlah udara yang dihasilkan pasir cetak
Air yang tidak tercampur merata ketika mengolah pasir cetak
Aliran logam cair turbulen
Solusi:
Lebih cermat ketika mengolah pasir cetak
Menyesuaikan kadar air dengan kadar pengikat dan berat pasir yang digunakan
Mengatur waktu penuangan
8. Metal Penetration
Cacat ini terlihat pada permukaan yang kasar dan tidak rata dari benda coran. Yang
diakibatkan oleh pasir yang memiliki permeabilitas yang tinggi, butiran yang besar, dan
kekuatan yang rendah. Dapat dilihat pada gambar 4.40.
Penyebab :
Pasir cetak memiliki permeabilitas yang tinggi
Pemadatan pasir yang kurang
Solusi :
Pemadatan pasir harus cukup
Memilih pasir dengan permeabilitas yang sesuai
9. Swell
Swell merupakan pembesaran rongga cetakan yang di akibatkan oleh tekanan dari
logam cair, yang menghasilkan pembengkakan. Dapat dilihat pada gambar 4.41.
Penyebab :
Kekuatan tekan pasir cetak rendah
Pemadatan pasir cetak tidak seragam
Solusi :
Meningkatkan kekuatan tekan pasir cetak
Pemadatan pasir cetak dibuat seragam
10. Cold Shut dan Misrun
Menurut Narayana (2010, p.71), cold shut merupakan cacat dimana diskontinuitas
terjadi karena penggabungan yang tidak sempurna dari dua aliran logam di rongga
cetakan. Cacat ini tampak retak atau jahitan pada permukaan yang halus. Misrun
merupakan cacat yang diakibatkan oleh kegagalan logam untuk mengisi rongga cetakan
secara menyeluruh. cacat ini terjadi saat logam tidak dapat mengisi cetakan secara utuh
akibat adanya halangan akibat logam cair yang sudah menyusut lebih awal atau gas hasil
reaksi antara core dan logam cair yang terjebak sehingga membuat rongga pada hasil
coran seperti pada gambar 4.42.
Penyebab :
Pembekuan logam yang premature sebelum cetakan pasir terisi penuh
Temperatur penuangan yang rendah
Viskositas logam cair terlalu tinggi
Sistem saluran yang kurang sempurna
Solusi :
Perencanaan sistem saluran yang baik
Suhu penuangan logam cair harus tepat
4.2.6 Inspeksi
Inspeksi atau pemeriksaan cacat adalah pemeriksaan terhadap produk coran untuk
mengetahui ada tidaknya cacat pada produk coran tersebut. Macam-macam metode
pengujian yang sering dilakukan yaitu:
1. Liquid Penetrant Test
Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT (Non Destructive Test).
Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid
baik logam maupun non logam.
Melalui metode ini cacat pada permukaan material akan terlihat jelas. Caranya adalah
dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi. Cairan ini
harus memiliki daya penetrant yang baik dan viskositas yang rendah agar dapat masuk
pada cacat dipermukaan material yang diberikan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan
warna penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penetrant developer. Macam-macam
hasil tesnya dapat dilihat di gambar 4.43 di bawah ini.
Keuntungan :
Mudah diaplikasikan
Murah
Tidak dipengaruhi oleh sifat kemagnetan material dan komposisi kimia
Jangkauan permukaan cukup luas
Kekurangan :
Tidak dapat dilakukan pada benda dengan permukaan kasar dan berpori.
Hanya dapat digunakan untuk mengetahui cacat pada permukaan.
lurus arah medan magnet akan mengakibatkan kebocoran medan magnet. Kebocoran
medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk
mendeteksi adanya kebocoran medan magnet. Dengan menabur partikel magnetik
dipermukaan. Partikel-pertikel tersebut akan mengumpul pada daerah kebocoran medan
magnet.
Keuntungan :
Mudah
Tidak memerlukan keahlian khusus untuk mengoperasikan
Dapat mendeteksi cacat di bawah permukaan
Kekurangan :
Penggunaan terbatas pada material ferromagnetic
Adanya kemungkinan cacat tidak terdeteksi akibat orientasi cacat searah medan
magnet
3. Ultrasonic Test
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang
dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali.
Gelombang ultrasonik yang digunakan memiliki frekuensi 0,5-20 MHz. Gelombang suara
akan berpengaruh jika ada retakan atau cacat pada material. Gelombang ultrasonik
dibangkitkan oleh transduser dari bahan piezoelektrik yang dapat merubah energi listrik
menjadi getaran mekanis kemudian menjadi energi listrik lagi.
Keuntungan :
Cukup teliti dan akurat
Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan
5. Radiographic Inspection
Metode ini untuk menetapkan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan
sinar Gamma. Prinsipnya sinar dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat
menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitas berkurang. Intensitas
akhir kemudian direkam dalam film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka
intensitas yang terekam pada film ini akan memperlihatkan bagian material yang
mengalami cacat.
Keuntungan :
Faktor ketebalan benda tidak mempengaruhi. Hal ini mengingat daya tembus sinar
gamma yang besar
Mampu menggambarkan bentuk cacat dengan benar
Kekurangan :
Memerlukan operator yang berpengalaman
Efek radiasi sinar gamma berbahaya
6. Uji Piknometri
Dalam pengujian ini, ketidakteraturan bahan diteliti dan juga komponen, struktur
mikro dan sifat-sifat mekanik. Dengan demikian pemeriksaan porositas dapat dilakukan
dengan baik dengan perlakuan tekanan yang berasal dari foto mikrostruktur dari coran.
Untuk mencari persentase porositas yang terdapat dalam suatu coran digunakan
perbandingan 2 buah densitas, yaitu :
a. True Density
Kepadatan dari suatu benda padat tanpa porositas yang terdapat didalam
didefinisikan sebagai perbandingan massa terhadap volume tekanan. Untuk
memperoleh nilai true density dapat dicari dengan menggunakan persamaan yang ada
pada standar ASTME 252-84, yaitu :
100
𝜌𝑡ℎ = % 𝐴𝑙 % 𝐶𝑢 % 𝐹𝑒
........................................................................ (4-2)
[( )+ ( )+( )+𝑒𝑡𝑐]
𝜌𝐴𝑙 𝜌𝐶𝑢 𝜌𝐹𝑒
Dengan :
b. Apparent Density
Berat disetiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat dalam uji
material (gr/cm3). Sedangkan untuk perhitungan apparent density, menggunakan
persamaan sesuai karakter struktur ASTMB3H-93 sebagai berikut :
𝜌𝑠 = 𝜌𝑤 𝑤𝑠 ..........................................................................................(4-3)
(𝑤𝑠 −(𝑤𝑠𝑏 − 𝑤𝑏 ))
Dengan :
𝜌𝑠
% P = (1 − ) × 100% ..................................................................................(4-4)
𝜌𝑡ℎ
Dimana :
%P : Persentase porositas
(%) ρs : Apparent density (gr/cm3)
ρth : True density (gr/cm3)
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pembahasan Pengecoran
A. Pembahasan Pengecoran Sebelum Finishing
Tabel 4.4
Ketepatan Ukuran Hasil Coran
Bagian Ukuran Pola (mm) Ukuran Hasil Coran (mm) Keterangan
A 87 86 Kekurangan 1 mm
B 54 54 Sesuai
C 39 39 Sesuai
D 27 26 Kekurangan 1 mm
E 44 45 Kelebihan 1 mm
F 108 109 Kelebihan 1 mm
G 24 24,80 Kelebihan 0,8 mm
H 52 53,60 Kelebihan 1,6 mm
I 11 12 Kelebihan 1 mm
J 76 74 Kekurangan 2 mm
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa terdapat perbedaan dimensi dari pola dan
hasil coran. Pada bagian E, F, G, H dan I lebih besar dari dimensi dikarenakan
pelapisan pola berpengaruh pada menambahnya dimensi dari nilai seharusnya. Pada
bagian A, D dan J lebih kecil dari dimensi desain, hal itu dikarenakan penyusutan dari
logam cair melebihi perhitungan toleransi sehingga dimensi tidak sesuai.
b) Analisis Cacat Hasil Coran Sebelum Finishing
Ciri - ciri :
Adanya cekungan pada permukaan benda kerja.
Penyebab :
Pembekuan tidak merata
Letak riser yang terlalu dekat jaraknya
Superheating tidak sesuai
Permeabilitas terlalu tinggi sehingga udara panas terperangkap dan tidak bisa
keluar
Solusi :
Komposisi pasir cetak harus tepat
Meletakkan riser pada posisi yang tepat
Superheating harus sesuai
Ciri Ciri:
Terdapat lubang besar (blow holes) pada permukaan hasil coran.
Terdapat lubang kecil (pin holes) pada permukaan hasil coran.
Bentuk lubang menyerupai gelembung udara.
Penyebab :
Riser tidak tepat.
Permeabilitas terlalu rendah.
Superheating tidak sesuai.
Solusi :
Komposisi cetakan harus tepat
Superheating harus tepat
Penentuan Riser harus tepat
3. Swell
Ciri – ciri :
Permukaan produk coran yang kasar akibat adanya penetrasi logam cair pada
pasir cetak.
Penyebab :
Permeabilitas pasir cetak yang terlalu tinggi.
Kurangnya penambahan pelapis pada pasir cetak.
Kekuatan tekan pasir lebih rendah daripada kekuatan tekan logam cair
Pemadatan pasir cetak kurang.
Solusi :
Memilih permeabilitas pasir cetak yang sesuai
Peningkatan kekuatan tekan pasir cetak
Penambahan dan perataan pelapis yang cocok
4. Fin
Ciri-ciri :
Terjadi penambahan bentuk dan dimensi pada hasil coran.
Terdapat logam berlebih pada bagian tepi dari hasil coran yang menyerupai sirip.
Penyebab :
Terdapat celah diantara cope dan drag.
Pemadatan yang tidak sesuai.
Penempatan cope dan drag yang tida sesuai.
Lempung yang diberikan antara cope dan drag kurang tebal.
Pasir cetak rontok ketika pencabutan pola.
Solusi :
Pemasangan cope dan drag harus tepat
Pemadatan pasir coran pada cope dan drag harus tepat.
Lempung yang diberikan antara cope dan drag harus ditebalkan.
Pemberian pelapis lebih tebal.
Memberikan silika halus.
5. Sand Inclusion
Ciri – ciri :
Bentuk lubang menyerupai gelembung udara. Adanya lubang kecil berisi
pasir pada permukaan hasil coran
Penyebab :
Adanya pasir yang terkikis selama penuangan logam cair sehingga pasir
terkikis ikut dalam logam cair
Bagian rongga cetakan kurang bersih
Kurangnya kadar bentonit pada pasir cetak
Kurang optimalnya kekuatan geser dan tarik pada pasir cetak.
Solusi :
Melakukan penuangan logam secara perlahan-lahan
Melakukan pemeriksaan dan pembersihan pada bagian rongga cetakan
Pemberian kadar bentonit harus sesuai atau optimal
Peningkatan kekuatan geser pasir cetak
Tabel 4.5
Ketepatan Ukuran Hasil Finishing
Bagian Ukuran Pola (mm) Ukuran Hasil Coran (mm) Keterangan
A 80,14 80,15 Kelebihan 0,01 mm
B 50,14 52 Kelebihan 1,86 mm
C 35,36 35 Kekurangan 0,36 mm
D 25 26 Kelebihan 1 mm
E 40 43 Kelebihan 3 mm
F 100 100,15 Kelebihan 0,15 mm
G 24 25,75 Kelebihan 1,75 mm
H 48 48 Sesuai
I 10 11 Kelebihan 1 mm
J 70 70,15 Kelebihan 0,15 mm
Berdasarkan tabel 4.5 terjadi perbedaan dari dimensi pada hasil coran sesudah
finishing. Pada bagian A, B, D, E, F, G, I, dan J lebih besar dari dimensi coran
dikarenakan kesalahan pada proses finishing. Pada bagian C lebih kecil dari dimensi
coran dikarenakan penyusutan dari logam cair melebihi perhitungan toleransi atau
kesalahan pada saat proses finishing sehingga dimensi tidak sesuai.
b) Analisis Cacat Hasil Coran Setelah Finishing
1. Porositas
Ciri – ciri :
Terdapat rongga pada benda hasil coran setelah dilakukan permesinan
Penyebab :
Permeabilitas rendah sehingga gas terperangkap dalam rongga
Kekuatan tekan pasir cetak terlalu tinggi sehingga menimbulkan turbulent
Temperatur superheating tidak sesuai sifat mekanik logam paduan
Solusi :
Permeabilitas harus tepat
Kekuatan tekan jangan terlalu tinggi
Komposisi cetakan harus sesuai agar gas yang ditimbulkan sedikit
Superheating harus tepat
2. Cacat Permesinan
Ciri – ciri :
Terdapat kerusakan atau hasil kasar pada benda kerja akibat finishing
Hasil tebal benda yang tidak sama
Penyebab :
Finishing yang kurang berhati-hati, dan kurang cermat
Solusi :
Lebih berhati-hati saat finishing benda kerja
Ciri – ciri :
Terdapat lubang besar (blow holes) pada permukaan hasil coran
Bentuk lubang menyerupai gelembung udara
Penyebab :
Riser tidak tepat
Superheating tidak sesuai
Gas dari cetakan terlalu banyak
Solusi :
Komposisi cetakan harus tepat
Superheating harus tepat
Penempatan riser harus tepat
4. Cacat Inklusi Pasir
Ciri – ciri :
Bentuk lubang menyerupai gelembung udara. Adanya lubang kecil berisi
pasir pada permukaan hasil coran
Penyebab :
Adanya pasir yang terkikis selama penuangan logam cair sehingga pasir
terkikis ikut dalam logam cair
Bagian rongga cetakan kurang bersih
Kurangnya kadar bentonit pada pasir cetak
Kekuatan geser pasir lebih rendah daripada kekuatan geser logam cair
Solusi :
Melakukan penuangan logam secara perlahan-lahan
Melakukan pemeriksaan dan pembersihan pada bagian rongga cetakan
Pemberian kadar bentonit harus sesuai atau optimal
Peningkatan kekuatan geser pasir cetak
5. Cacat Shrinkage
Ciri - ciri :
Adanya cekungan pada permukaan benda kerja
Penyebab :
Pembekuan tidak merata
Letak riser yang terlalu dekat jaraknya
Superheating tidak sesuai
Permeabilitas terlalu tinggi sehingga udara panas terperangkap dan tidak
bisa keluar
Solusi :
Komposisi pasir cetak harus tepat
Meletakkan riser pada posisi yang tepat
Superheating harus sesuai
c) Perhitungan
1. Perhitungan True Density (𝜌𝑡ℎ )
Tabel 4.6
Kandungan Unsur Benda Coran
Massa Jenis
No Unsur Kadar (%) Metode
(gr/cm3)
1 Al 62 2,7
2 Si 15,5 2,329
3 P 0,49 1,823
4 Ca 0,983 1,55
5 Ti 0,058 4,506
6 Cr 0,28 7,19
7 Mn 0,29 7,21
XRF
8 Fe 4,86 7,874
9 Ni 0,525 8,908
10 Cu 2,28 8,94
11 Zn 12,3 7,14
12 Yb 0,1 6,9
13 Eu 0,0 5,264
14 Pb 0,27 11,34
Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin FT-UB (2020)
100
𝜌𝑡ℎ =
% 𝐴𝑙 % 𝑆𝑖 %𝑃 % 𝐶𝑎 % 𝑇𝑖 % 𝐶𝑟 % 𝑀𝑛 % 𝐹𝑒
( )+ ( )+( )+( )+( )+( )+( )+( )
𝜌𝐴𝑙 𝜌𝑆𝑖 𝜌𝑃 𝜌𝐶𝑎 𝜌𝑇𝑖 𝜌𝐶𝑟 𝜌𝑀𝑛 𝜌𝐹𝑒
[ ]
% 𝑁𝑖 % 𝐶𝑢 % 𝑍𝑛 % 𝑌𝑏 % 𝐸𝑢 % 𝑃𝑏
+( )+( )+( )+( )+( )+( )
𝜌𝑁𝑖 𝜌𝐶𝑢 𝜌𝑍𝑛 𝜌𝑌𝑏 𝜌𝐸𝑢 𝜌𝑃𝑏
100
𝜌𝑡ℎ =
62 15,5 0,49 0,983 0,058 0,28 0,29 4,86
( )+ ( )+( )+( )+( )+( )+( )+( )
2.7 2.329 1.823 1.55 4.506 7.19 7.21 7.874
[ ]
0,525 2,28 12,3 0,1 0,0 0,27
+( )+( )+( )+( )+( )+( )
8.908 8.94 7.14 6.9 5.264 11,34
3
𝜌 𝑡ℎ = 3,002518 gr/cm
3953
𝜌𝑠 = 1 (3953
−(2450,72−0))
𝜌𝑠 = 2,631333706 gr/cm3
3. Perhitungan Porositas
𝜌𝑠
% P = (1 − ) × 100%
𝜌𝑡ℎ
2,63133706
% P = (1 − ) × 100%
3,002518
% P = 12,36243205 %
Dari perhitungan apparent density diperoleh nilai 𝜌𝑠 = 2,631333706 gr/cm3
sedangkan dari perhitungan true density 𝜌𝑡ℎ = 3,002518 gr/cm3 dan didapatkan besar
Solusi :
Permeabilitas harus tepat
Kekuatan tekan jangan terlalu tinggi
Komposisi cetakan harus sesuai agar gas yang ditimbulkan sedikit
Superheating harus tepat
B. Pembahasan Pengecoran Antar Kelompok
a) Analisis Cacat Coran Sebelum Finishing
Tabel 4.7
Perbandingan Cacat Pengecoran Antar Kelompok Sebelum Finishing
No Cacat Kelompok 04 Kelompok 07
1 Fin Ada Ada
1. Fin (Sirip)
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat sirip dialami oleh kedua kelompok
yang ditandai dengan adanya penambahan bentuk dan dimensi pada hasil
coran serta terdapat logam berlebih pada bagian tepi dari hasil coran yang
menyerupai sirip. Menurut kelompok 04 dan kelompok 07 hal ini
disebabkan oleh adanya celah di antara cope dan drag serta ukuran core dan
2. Sand Inclusion
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat sand inclusion dialami oleh kedua
kelompok yang ditandai dengan adanya lubang yang disebabkan oleh pasir
cetak yang melekat pada benda coran, sehingga saat dibersihkan akan
meninggalkan lubang. Pada kelompok 04, hal itu disebabkan oleh pasir yang
terkikis pada saat penuangan logam akibat ikatan antar butir pasir yang
kurang kuat, pemadatan pasir cetak yang kurang baik, adanya pasir yang
rontok akibat pencabutan pola yang kurang hati-hati. Solusi dari cacat ini
adalah melakukan pemadatan pasir cetak harus optimal, penggunaan
komposisi pasir cetak yang sesuai dan pencabutan pola dengan hati-hati.
Sedangkan pada kelompok 07 sama, dengan tambahan pencabutan pola
harus teliti.
3. Porositas
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat porositas dialami oleh kelompok
07 yang ditandai dengan adanya lubang di dalam produk hasil coran. Hal itu
disebabkan oleh adanya udara yang terjebak pada saat penuangan
diakibatkan penuangan yang terlalu cepat (kelompok 07 menggunakan
saluran pisah) dan permeabilitas pasir cetak yang kurang. Pada saat
penuangan logam cair yang terlalu cepat sehingga terjadi aliran logam cair
yang turbulent. Solusi dari cacat ini adalah waktu penuangan logam cair ke
dalam cetakan pasir yang tepat dan memilih permeabilitas pasir cetak yang
sesuai.
4. Gas Defect
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat gas defect dialami oleh kelompok
04 yang ditandai dengan adanya lubang-lubang kecil pada permukaan hasil
coran. Hal itu disebabkan oleh permeabilitas dari pasir cetak yang terlalu
rendah, adanya udara yang ikut larut pada saat proses peleburan dan
penuangan, serta riser yang kurang memadai. Solusi dari cacat ini adalah
dengan memilih permeabilitas dari pasir cetak yang tepat, mengatur suhu
peleburan yang tepat sehingga dapat meminimalisir udara yang ikut terlarut
pada logam cair, dan perancangan riser yang tepat
5. Shift (Pergeseran)
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat shift (pergeseran) dialami oleh
kedua kelompok yang ditandai dengan adanya pergeseran bentuk hasil
coran. Pada kelompok 08 hal itu disebabkan oleh cope dan drag tidak center,
pemadatan dan penekanan pasir cetak yang kurang, permukaan pisah
bergeser ketika melakukan pemadatan pasir. Solusi dari kelompok 07 yaitu
menguatkan cekam saat pembuatan cetakan pasir, penumbukan cetakan
pasir harus sesuai, agar lebih berhati-hati saat penumbukan cetakan pasir.
6. Metal Penetration
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat metal penetration dialami oleh
kedua kelompok yang ditandai dengan permukaan produk coran yang kasar
akibat penetrasi logam cair terhadap pasir cetak.Kelompok 04 dan kelompok
08 sepakat bahwa hal itu disebabkan oleh permeabilitas terlalu besar, celah
antar butir pasir cetak terlalu besar dan kurangnya penambahan pelapis.
Solusi dari cacat ini adalah memilih permeabilitas pasir cetak yang sesuai,
mengoptimalkan pemadatan pasir cetak, serta penambahan dan perataan
pelapis yang cocok.
7. Shrinkage
Dari tabel dapat dilihat bahwa kedua kelompok mengalami cacat
shrinkage. Hal itu ditandai dengan adanya cekungan pada permukaan bernda
kerja. Penyebab cacat ini dikarenakan adanya gas yang terperangkap,
membuat logam cair mendingin lebih lama yang menyebabkan cekungan.
Lalu letak riser yang terlalu berdekatan serta permeabilitas yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan udara terperangkap sehingga menghasilkan
cekungan. Solusi dari Kelompok 04 dan kelompok 08 ialah komposisi pasir
cetak harus sesuai serta peletakkan riser harus tepat.
Tabel 4.8
Perbandingan Cacat Pengecoran Antar Kelompok Setelah Finishing
No Cacat Kelompok 04 Kelompok 07
1 Porositas Ada Ada
2 Permesinan Ada Ada
5 Shrinkage Ada -
1. Porositas
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat porositas dialami oleh kelompok
04 dan kelompok 07 yang ditandai dengan adanya lubang di dalam produk
hasil coran. Menurut kelompok 04 dan kelompok 07, hal itu disebabkan oleh
adanya udara yang terjebak pada saat penuangan diakibatkan penuangan
yang terlalu cepat sehingga logam cair mengalami turbulensi. Selain itu,
permeabilitas yang kurang juga merupakan salah satu penyebab porositas.
2. Cacat Permesinan
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat permesinan dialami oleh kelompok
04 dan kelompok 08 yang ditandai dengan adanya kerusakan atau hasil kasar
pada benda kerja setelah dilakukan permesinan dan hasil tebal benda tidak
sama. Menurut kelompok 04 dan kelompok 07, hal itu disebabkan oleh
proses permesinan yang kurang hati-hati dan kurang cermat. Solusi dari
cacat ini adalah lebih berhati-hati dalam melakukan permesinan.
3. Sand Inclusion
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat sand inclusion dialami oleh
kelompok 04 dan kelompok 07 yang ditandai dengan adanya lubang kecil
yang disebabkan oleh pasir cetak yang melekat pada benda coran, sehingga
saat dibersihkan akan meninggalkan lubang. Menurut kelompok 04 dan
kelompok 07, hal itu disebabkan oleh adanya pasir yang terkikis selama
penuangan logam cair akibat ikatan antar butir pasir yang kurang kuat. Solusi
dari cacat ini adalah pemadatan pasir cetak harus optimal, menggunakan
komposisi pasir cetak yang sesuai, dan mencabut pola dengan hati-hati.
5. Shrinkage
Dari tabel dapat dilihat bahwa cacat shrinkage dialami oleh kelompok
04 yang ditandai dengan adanya cekungan pada permukaan benda kerja.
Menurut kelompok 04, hal itu disebabkan pembekuan tidak merata, letak
riser yang terlalu dekat jaraknya, superheating tidak sesuai, dan
permeabilitas terlalu tinggi sehingga udara panas terperangkap dan tidak
bisa keluar. Solusi dari cacat ini adalah komposisi cetakan harus tepat,
superheating harus tepat, dan penempatan riser harus tepat.
39353
𝜌𝑠 = 1[ ]
39353 − (2450,72 − 0)
𝜌𝑠 = 2,63133706 gr/cm3
Porositas
𝜌
%P = (1 − 𝜌 𝑠 ) × 100%
𝑡ℎ
2,63133706
= (1 − ) × 100%
3,002518
= 12,3623219 %
2. Saluran Pisah
True Density = 3,002518 gr/cm3
Perhitungan Apparent Density
Diketahui:
- Massa benda di udara (ws) = 3953 gram
- Massa benda dan keranjang dalam air (wsb) = 2450,72 gram
- Massa keranjang dalam air (wb) = 0 gram
𝑤𝑠
𝜌𝑠 = 𝜌𝑤
𝑤𝑠 − (𝑤𝑠𝑏 − 𝑤𝑏 )
3800
𝜌𝑠 = 1[ ]
3800 − (2344 − 0)
𝜌𝑠 = 2,631334 gr/cm3
Porositas
𝜌
%P = (1 − 𝜌 𝑠 ) × 100%
𝑡ℎ
2,60989
= (1 − 3,002518 ) × 100%
= 12,36243205 %
Dari hasil diatas didapat nilai porositas saluran bawah yaitu = 12,3623219 %
lebih kecil dibandingkan dengan saluran pisah yang porositasnya sebesar
12,36243205 %. Hal ini dikarenakan sistem saluran yang berbeda. Pada saliran
pisah dibutuhkan temperatus dan kecepatan tuang yang tepat agar tidak terjadi
porositas, sehingga lebih mudah suatu gas atau udara terjebak saat pembekuan
4.4.2 Saran
1. Untuk Laboratorium Pengecoran Logam FT-UB sebaiknya dapat memperbarui alat-
alat di laboratorium dengan yang lebih teliti dan baru sehingga hasil pengujian dapat
lebih akurat.
2. Untuk praktikum sudah berjalan baik. Namun, untuk deadline mati diperjelas
waktunya.
3. Untuk asisten kinerjanya sudah baik dipertahankan profesionalismemya.
4. Untuk praktikan sebaiknya belajar sebelum asistensi dan praktikum.