Anda di halaman 1dari 37

PL IV

PENUANGAN DAN INSPEKSI

4.1 Tujuan
a. Praktikan dapat mengetahui dan memahami definisi serta macam-macam pengecoran
logam.
b. Praktikan dapat mengetahui macam cacat coran beserta penyebab dan pencegahannnya.
c. Praktikan mampu menganalisis hasil coran beserta solusi pada cacat coran.

4.2 Dasar Teori


4.2.1 Pengecoran logam
Pengecoran logam adalah suatu proses manufaktur produk dimana di dalamnya terdapat
rangkaian proses peleburan atau pencairan logam di dalam tungku peleburan kemudian
setelah logam mencair dilanjutkan oleh proses penuangan logam ke dalam cetakan dimana
proses ini tergantung pada fluiditas logam, setelah logam cair mengalir dan mengisi celah
celah cetakan maka proses selanjutnya adalah solidifikasi.
Beberapa kelebihan menggunakan proses pengecoran logam antara lain:
1. Dapat menghasilkan bentuk yang sulit baik eksternal maupun internal, sehingga proses
permesinan seperti pengelasan dan penempaan dapat dikurangi atau dihilangkan.
2. Karena sifat metalurginya, beberapa logam hanya bisa dibentuk dengan proses
pengecoran.
3. Konstruksinya lebih mudah, hasil coran hanya memiliki satu bagian, sementara metode
lain membutuhkan beberapa bagian dan harus di assembly terlebih dahulu.
4. Pengecoran logam sangat cocok digunakan untuk produksi masal. Karena produk dapat
dihasilkan dengan cepat dan jumlah yang banyak.
5. Pengecoran logam bisa digunakan jika ingin membuat objek yang sangat besar dan berat
yang tidak mungkin di produksi karena segi ekonomi. Contohnya rumah pompa, katup,
dan pembangkit hydroelectric yang beratnya bisa mencapai 200 ton.
6. Beberapa sifat mekanik yang lebih baik didapatkan pada pengecoran logam
7. Keuntungan segi ekonomi dapat diraih dengan cara melakukan kombinasi antara poin
1-6 Harga dan penjualan adalah faktor dominan yang membatasi keuntungan
(Heine;1976,p.2)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Sand Mold Casting
Sumber : Kalpakjian, (2006,p.300)

A. Macam-macam Pengecoran
Berdasarkan cetakannya, proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam
yaitu expendable mold dan permanent mold. (Kalpakjian, 1989, p.298)
a. Expendable Mold
Expendable mold terbuat dari pasir, plester, keramik, dan bahan sejenis, dimana
pada umumnya dicampur dengan berbagai pengikat. Bahan ini refractories, yaitu
memiliki kemampuan menahan suhu tinggi logam cair. Setelah hasil coran mengalami
proses solidifikasi cetakan pada proses ini dirusak untuk melepas hasil coran. Macam-
macam expendable mold casting adalah:
1. Sand Casting
Sand casting adalah proses pengecoran logam dengan menggunakan cetakan
yang terbuat dari campuran pasir, pengikat dan air. Pembuatan cetakan dengan sand
casting dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
a. Desain gambar permesinan pada bagian pola. Perkiraan seperti penyusutan dan
permesinan pada desain pola harus dimasukkan kedalam perhitungan.
b. Pola yang sudah dibuat dan dilengkapi dengan pin lalu dipasang pada plat.
Jangan lupakan jika dibutuhkan inti dalam desain pola wajib dibuat.
c. Cetakan inti membentuk setengah bagian dari inti, yang nantinya akan disatukan.
Inti nantinya akan digunakan dalam pembuatan rongga dalam, yang ditunjukkan
pada gambar (a).

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
d. Di dalam cetakan cope akan ditempatkan pola dengan cara menggunakan papan
alas untuk cetakan cope, penempatan pola dalam cetakan cope terhadap papan
alas nanti harus menyesuaikan penggunaan pin untuk pemasangan pola antar
cetakan yang berbeda; nanti cetakan cope didalamnya akan dipasang pola
saluran sprue dan risers.
e. Cetakan cope nanti akan dipadatkan dengan pasir dan nantinya pola dari benda
kerja, sprue dan risers serta papan alas akan dilepas.
f. Untuk pembuatan cetakan drag nantinya menggunakan proses kerja yang sama
dengan langkah (d), papan alas diletakkan dibawah cetakan drag dan nantinya
disesuaikan dengan letak pin; disini akan dibuat berhadapan dengan lubang pin.
g. Nantinya akan dipadatkan dengan pasir, dan pola akan dilepas dari cetakan drag,
meninggalkan rongga cetakan.
h. Inti diletakkan pada rongga cetakan.
i. Cetakan drag dan cope dijadikan satu dengan posisi drag di bawah dan rongga
cetakan drag berhadapan dengan rongga cetakan cope diatasnya, dan dipasang
pin antara cetakan cope dan drag, untuk mengamankan dari tekanan yang berasal
dari logam cair akibat gaya buoyancy dari logam cair yang bias membuat cetakan
cope terangkat.
j. Setelah logam cair tersolidifikasi, benda kerja coran dilepaskan dari cetakan
pasir.
k. Saluran sprue dan risers dipotong dari benda kerja coran dan nantinya dilebur
ulang dengan logam cair agar bisa digunakan ulang, lalu dilakukan finishing dan
inspeksi.
Untuk tahapan membuat cetakan pasair bisa dilihat pada gambar 4.2

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.2 Tahapan Membuat Cetakan Pasir
Sumber : Kalpakjian(1989,p.309)

2. Investment Casting
Cara ini merupakan cara pengecoran khusus dimana pola benda kerja dibuat dari
lilin. Setelah itu dipanaskan agar lilin meleleh sehingga meninggalkan rongga hingga
diisi dengan logam cair.beberapa kelebihan investment casting:
 Dapat membuat coran dalam bentuk yang rumit
 Ketelitian dimensi sangat baik (Toleransi kurang lebih 0,076 mm)
 Permukaan hasil coran sangat baik
 Lilin dapat didaur ulang
 Tidak diperlukan pemesin
Untuk lebih jelasnya, coran dengan pola lilin dapat dilihat pada gambar 4.3
Tahapan investment casting:
1. Menginjeksikan lilin ke cetakan sehingga menjadi pola
2. Pengambilan pola lilin dari cetakan
3. Pola lilin dan sistem saluran disusun
4. Susunan tersebut dilapisi
5. Susunan pola yang dilapisi ditutup dengan campuran investment
6. Menghilangkan lilin dengan pemanasan dengan suhu 100 – 110oC
7. Cetakan dibakar dengan temperatur 800 – 1100oC

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
8. Logam cair dituangkan pada cetakan bertemperatur tinggi
9. Pekerjaan penyelesaian dilakukan

Gambar 4.3 Tahapan investment casting


Sumber : Kalpakjian (1989,p.317)

3. Evaporative Pattern Casting (Lost foam process)


Evaporative Pattern Casting menggunakan pola polistiren, yang menguap pada
kontak dengan logam cair untuk membentuk rongga coran. Proses ini relatif
sederhana karena tidak ada garis pemisah atau inti. Polistiren ini murah, dapat dengan
mudah diolah menjadi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membuat
coran yang kompleks dari berbagai ukuran yang ekonomis. Pengaplikasiannya pada
kepala silinder, poros engkol, komponen rem, dan basis mesin.
Tahapan Evaporative casting ialah:
1. Pembuatan cetakan untuk pengecoran.
2. Pembuatan pola dan sistem saluran dari busa.
3. Pola busa langsung disusun pada cetakan dan diberi pasir.
4. Logam cair dituang pada suhu tinggi sehingga mengakibatkan pola busa
menguap.
5. Pekerjaan penyelesaian dilakukan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.4 Evaporative Casting
Sumber: Kalpakjian (2009;p.271)

b. Permanent Mold Casting


Permanent mold casting dapat digunakan berulang kali dan didesain sedemikian
hingga hasil coran dapat dilepas dengan mudah dan cetakan digunakan untuk
pengecoran selanjutnya. Cetakan ini terbuat dari logam yang dapat mempertahankan
kekuatannya dari suhu tinggi sehingga dapat digunakan berulang kali. Karena cetakan
logam adalah kondutor panas yang lebih baik dari expendable mold, proses solidifikasi
hasil coran memiliki pendinginan yang lebih tinggi, sehingga mempengaruhi struktur
mikro dan ukuran butir pada hasil coran.
Macam macam permanent mold casting adalah:
1. Pengecoran Sentrifugal
Dalam pengecoran ini logam cair dituangkan ke dalam cetakan yang berputar
untuk menghasilkan benda cor. Logam cair dituang saat cetakan berputar,
kecepatan putar yang sangat tinggi menghasilkan gaya sentrifugal sehinga logam
terbentuk sesuai dengan bentuk dinding cetakan. Terdapat tiga jenis centrifugal
casting, antara lain:
a. True Centrifugal Casting
True Centrifugal Casting merupakan salah satu proses pengecoran yang
menghasilkan produk cor berbentuk tabular, cairan logam dituang ke cetakan
yang berputar, sumbu putaran biasanya horizontal tapi bisa juga vertikal untuk
benda kerja pendek. Cetakannya terbuat dari besi, baja atau grafit dan bisa
dilapisi dengan lapisan tahan panas untuk memperpanjang umur cetakan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.4 Proses Pengecoran True Centrifugal
Sumber : Kalpakjian (1989,p.327)

b. Semicentrifugal Casting
Dalam semicentrifugal casting, gaya sentrifugal digunakan untuk
menghasilkan hasil coran solid, daripada bentuk tabular. Kecepatan rotasi
biasanya lebih pelan dari true centrifugal casting, densitas logam pada hasil
akhir lebih besar pada bagian luar daripada bagian tengah rotasi. Contoh hasil
coran semicentrifugal casting adalah pulley.

Gambar 4.5 Proses Pengecoran Semicentrifugal


Sumber : Kalpakjian (1989,p.328)

c. Centrifuging
Dalam pengecoran centrifuging, rongga cetakan ditempatkan pada jarak
tertentu dari sumbu putaran. Cairan logam dituang dari pusat cetakan dan
didorong ke cetakan oleh gaya sentrifugal. Sifat-sifat hasil coran bisa berbeda
berdasarkan jarak dari sumbu putaran.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.6 Proses Pengecoran Centrifuge
Sumber : Kalpakjian (1989,p.328)

2. Die Casting
Pengecoran cetak tekan termasuk proses pengecoran cetakan permanen dengan
cara menginjeksikan logam cair ke dalam rongga cetakan dengan tekanan tinggi (1
- 30 MPa). Tekanan tetap dipertahankan selama proses pembekuan. Terdapat dua
jenis cetak tekan, yaitu:
a. Hot Chamber (Mesin Cetak Ruang Panas)
Pada mesin cetak ruang panas , tungku peleburan terdapat pada mesin dan
silinder injeksi terendam dalam logam cair. Tekanan injeksi rata-rata 15 MPa.
Mesin ini digunakan untuk logam cor dengan titik lebur rendah seperti Sn , Pb
,dan Zn. Dalam mesin pengecoran cetak panas logam dilebur di dalam dapur
tungku yang menjadi 1 dengan mesin cetaknya, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.8 untuk proses hot chamber. Biasanya digunakan untuk pengecoran
logam ferrous.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.7 Proses Hot chamber
Sumber : Groover (2007,p.230)

b. Cold Chamber (Mesin Cetak Ruang Dingin)


Pada mesin cetak ruang dingin, tungku peleburannya terpisah dan silinder
infeksi diisi logam cair secara manual atau mekanis. Tekanan injeksinya
berkisar antara 20 - 70 MPa digunakan untuk logam cor dengan titik lebur lebih
tinggi, dan biasanya digunakan untuk pengecoran logam non-ferrous. Dapat
dilihat cold chamber pada gambar 4.9

Gambar 4.8 Proses cold chamber


Sumber : Groover (2007,p.231)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3. Squeeze Casting
Squeeze casting sering disebut dengan liquid metal forging, merupakan suatu
istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu proses dimana logam cair
didinginkan didalam cetakan tertutup sambil diberi tekanan luar yang biasanya
berasal dari tenaga hidrolik. Terjadinya kontak antara logam cair dengan punch dan
die pada saat penekanan kemungkinan terjadinya perpindahan panas yang cukup
cepat. Ini akan menghasilkan struktur mikro yang lebih homogen serta perbaikan
sifat mekanik. Untuk proses squeeze casting dapat dilihat pada gambar 4.10

Gambar 4.9 Proses squeeze casting


Sumber : Kalpakjian (2009,p.283)

4.2.2 Peleburan
Peleburan atau pencairan (fusi) adalah proses yang menghasilkan perubahan fase
zat dari padat ke cair. Energi internal zat padat meningkat (biasanya karena panas)
mencapai temperatur tertentu (titik leleh) saat zat ini berubah cair. Peleburan logam
merupakan aspek terpenting dalam operasi pengecoran karena berpengaruh langsung
pada kualitas produk cor. Hal-hal lain yang perlu diketahui adalah superheating dan
hydro solubility. Superheating adalah pemanasan logam cair hingga melebihi suhu titik
didihnya namun tetap dalam fasa cair, yaitu dengan tujuan untuk memperbaiki sifat
mampu alir logam cair. Sedangkan hydro solubility adalah kelarutan gas hidrogen yang
terkandung dalam logam cair, dimana semakin tinggi suhu logam cair gas hidrogen yang
ditimbulkan semakin banyak. Jika logam dipanaskan melebihi suhu superheating maka
hidrogen akan ikut terlarut, sehingga hidrogen terjebak menyebabkan terjadinya cacat
pinhole.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kelarutan Hidrogen dalam Alumunium
Sumber : Beeley (2001,p.256)

Pada proses peleburan, mula-mula muatan yang terdiri dari logam, unsur unsur paduan
dan material lainnya serta unsur pembentuk terak dimasukkan ke dalam tungku. Tungku
peleburan yang biasa dipakai antara lain:
a. Tungku/dapur busur listrik (Electric Arc Furnace)
Tungku ini merupakan jenis tungku dimana bahan baku dilebur dengan panas
yang dihasilkan dari suatu busur listrik. Biasanya tungku ini menggunakan 2 atau 3
elektroda dan biasanya digunakan untuk pengecoran baja. Material logam dapat
mencair karena adanya elektroda yang dihubungkan dengan rangkaian listrik
(electrical circuit) yang akan membentuk suatu busur api yang akan mencairkan
logam. Electric Arc Furnace menggunakan 3 elektroda sesuai jumlah fase yang
digunakan, arus bolak – balik 3 fase. Tungku ini memiliki lapisan baja berbentuk
silinder dengan landasan berbentuk lengkung atau datar yang ditopang rol penahan
yang memungkinkan tanur untuk dimiringkan.

Gambar 4.11 Tanur sumbu listrik


Sumber : Surdia dan Chijiwa, 1980: 164

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
b. Tungku/dapur induksi (Induction Furnace)
Tungku induksi menggunakan arus bolak-balik yang melewati kumparan (coil)
untuk menciptakan medan magnet pada logam, sehingga arus yang diinduksi
menyebabkan panas yang cepat dan melebur logam.
Jenis tungku ini biasanya digunakan untuk peleburan aluminium atau jenis logam-
logam non-ferrous lainnya menggunakan frekuensi tinggi, hal ini karena tungku ini
menggunakan komponen medan magnet. Energi listrik yang dibutuhkan untuk
menyuplai kumparan berkisar antara 5 sampai 1.000 kW untuk frekuensi 10.000 Hz
sedangkan untuk tipe induction furnace dengan frekuensi rendah energi listrik yang
dibutuhkan berkisar antara 50-500 kWh dengan frekuensi 1.000 Hz dengan kapasitas
200 sampai 5.000 lb aluminium atau paduan aluminium dengan kapasitas rata-rata 5
sampai 7 lb per jam per kWh.

Gambar 4.12 Tanur Induksi


Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.146)

4.2.3 Solidifikasi
Solidifikasi adalah proses transformasi logam/paduan cair kembali ke bentuk padatnya.
Solidifikasi diawali dengan pembentukan inti yang stabil karena temperatur pada setiap
bagian logam tidak sama. Setelah terbentuk inti dengan logam yang masih dalam fase cair,
terbentuklah butir. Logam cair sedikit demi sedikit berubah menjadi fase solid mulai dari
terbentuk kristal hingga akhirnya menjadi benar-benar padat. Ilustrasi untuk urutan proses
solidifikasi pada gambar 4.16.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.13 Proses pembekuan logam dari logam cair hingga membeku
Sumber : Beeley (2001,p.62)

a. Tahapan solidifikasi
1. Proses Nucleation ( Pembentukan Inti Stabil)
Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat dalam logam cair.
- Pengintian homogen
Pengintian dalam suatu logam cair terjadi saat logam menyediakan atom-
atom untuk membentuk inti. .Pengintian homogen ini terjadi pada logam murni,
contohnya saat logam murni cair didinginkan dibawah suhu pembekuannya
beberapa derajat, inti-inti homogen sangat banyak terbentuk karena atom-atom
yang bergerak lambat membuat inti bersama. Pengintian homogen biasanya
membutuhkan suhu undercooling sekitar beberapa ratus derajat untuk beberapa
logam. Undercoooling adalah proses menurunkan suhu cairan dibawah titik
bekunya tanpa berubah menjadi padat, hal ini dapat terjadi pada cairan yang
murni dan tidak mengandung benih kristal yang dapat memicu kristalisasi.
Karena tidak memiliki inti semacam itu, fasa cair dapat dipertahankan sampai
ke suhu dimana nukleasi kristal homogen terjadi.

Gambar 4.14 Tabel nilai dari suatu pembekuan (suhu cair, panas fusi, energi permukaan
maksimum, dan suhu undercooling maksimum untuk logam)
Sumber : Chaimer (1964, p.107)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
- Pengintian heterogen
Proses pengintian yang sama dengan proses pengintian homogen, hanya saja
pengintian terjadi dalam logam cair yang berada pada permukaan cetakan atau
logam cair yang tidak murni seperti logam paduan. Pengintian heterogen ini
banyak terjadi pada proses industri pengecoran yang mana tidak ada
undercooling yang besar dan biasanya berkisar antara 1.0 hingga 10ºC terhadap
titik cair. Untuk lebih jelas lihat gambar 4.16.

Gambar 4.15 Diagram Pengintian Heterogen


Sumber : After J.H. Brophy, (1968:p.11)

Pengintian heterogen dari sebuah padatan pada agen penginti


(nucleating agent) berupa wadah, cetakan, atau ketidakmurnian logam. ɵ adalah
sudut kontak antara fasa padat dan cair

2. Proses Kristalisasi
Setelah inti yang stabil terbentuk pada logam yang sedang memadat,
kemudian inti tumbuh menjadi kristal. Pada setiap kristal atom berjajar beraturan,
sedangkan arah barisan berbeda antara satu kristal dengan yang lainnya. Saat
pembekuan total terjadi, antara kristal saling bertemu membentuk batas butir
(grain boundaries) dan butiran (grains).

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
b. Grafik Solidifikasi

2 3

Gambar 4.16 Solidifikasi Logam Murni


Sumber : Groover (2007,p.17)

Gambar 4.16 menjelaskan grafik perubahan fase suatu logam dari fase padat
menjadi fase cair. Penjelasan tiap titik akan dijelaskan sebagai berikut :
 Titik 1 ke 2
Terjadi penurunan suhu akibat perbedaan temperatur logam cair disebut kalor
sensibel karena hanya penurunan suhu saja sampai titik 2 tanpa terjadi perubahan
fase dalam hal ini fasenya tetap logam cair.
 Titik 2 ke 3
Pada titik 2 dimulainya proses perubahan fase dari liquid ke solid sampai
mencapai titik 3 tetapi tanpa penurunan temperatur (kalor laten). Pada titik 3
keseluruhan logam cair telah menjadi solid dan ini adalah titik akhir pembekuan.
 Titik 3 ke 4
Terjadi penurunan suhu dari titik 3 hingga titik 4. Logam sudah berbentuk
padat (solid) dari titik 3. Pada titik 4 suhu logam padat sudah sama dengan suhu
lingkungan luarnya. Kalor yang terjadi adalah kalor sensibel.
c. Macam- Macam Solidifikasi
1. Solidifikasi logam murni
Jika cairan logam murni perlahan-lahan didinginkan, maka pembekuan terjadi
pada temperatur yang konstan.
Beberapa istilah waktu dalam proses solidifikasi logam murni:
- Waktu solidifikasi lokal : waktu pembekuan sebenarnya.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
- Waktu solidifikasi total : waktu antara penuangan sampai proses pembekuan
berakhir setelah pembekuan berakhir temperatur turun hingga temperatur
kamar.
2. Solidifikasi logam paduan (alloy)
Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperature tertentu seperti
ditunjukkan dalam gambar 4.17.

Gambar 4.17 Solidifikasi Logam Paduan


Sumber : Groover (2007,p.18)

Garis awal terjadinya pembekuan disebut garis liquidus dan garis akhir
pembekuan disebut garis solidus. Suatu paduan dengan komposisi tertentu bila
didinginkan dalam waktu yang sangat lambat, maka pembekuan akan mulai terjadi
pada saat temperatur mencapai garis liquidus, dan pembekuan berakhir bila telah
mencapai garis solidus, setelah itu pendinginan akan berjalan terus hingga
mencapai temperatur kamar.
d. Daerah Pembentukan
Berikut gambar Chill Zone, Column Zone, dan Equiaxed Zone yang ditunjukkan
pada gambar 4.18.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.18 Chill, Columnar, dan Equiaxed Zone
Sumber : Irawan (2002,p.107)

1. Chill zone
Selama proses penuangan logam cair ke dalam cetakan, logam cair yang
berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami pendinginan yang
cepat di bawah temperatur liquid-nya. Akibatnya pada dinding cetakan tersebut
timbul banyak inti padat dan selanjutnya tumbuh ke arah cairan logam.
2. Columnar zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan menurun
dan kristal pada daerah chill tumbuh memanjang dalam arah perpindahan panas
yang disebut dengan dendrite. Setiap kristal dendrite mengandung banyak lengan -
lengan dendrite sekunder dan tersier akan timbul dari lengan dendrite primer.
Daerah yang terbentuk antara ujung dendrite dan titik dimana sisa cairan terakhir
akan membeku disebut sebagai nushy zone atau party zone.
3. Equiaxed zone
Daerah ini terjadi dari butir-butir equiaxed yang tumbuh secara acak di tengah
- tengah coran. Pada daerah ini perbedaan temperatur yang ada tidak menyebabkan
terjadinya pertumbuhan butir memanjang.

4.2.4 Fluiditas
Fluiditas adalah kemampuan suatu logam cair untuk mengalir masuk kedalam cetakan
sebelum membeku. Fluiditas yang rendah akan menyebabkan cacat pada produk. Untuk
menghasilkan coran yang lebih baik, hendaknya kecepatan penuangan harus konstan.
a) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluiditas:
1. Viskositas
Viskositas adalah sebuah ukuran kapasitas sebuah cairan untuk
mentransmisikan sebuah tegangan geser dinamis. Pada saat logam cair mengalir

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
pada sebuah saluran tertutup, viskositas akan menentukan alirannya, di mana drag
atau hambatan yang ditimbulkan dinding saluran ditransmisikan ke logam cair,
sehingga mempengaruhi kecepatan aliran logam pada cetakan. Jadi semakin tinggi
viskositas maka fluiditasnya menurun dan sebaliknya jika viskositasnya rendah
fluiditasnya meningkat.
2. Temperatur Penuangan
Temperatur penuangan secara teoritis sama atau diatas garis liquidus. Jika lebih
rendah, kemungkinan besar terjadi solidifikasi dalam sistem rongga.
 Superheating pada proses peleburan
Fluiditas dari logam paduan berhubungan dengan superheat (pemanasan
di atas temperatur cair namun tetap dalam fasa cair). Superheating menentukan
kuantitas panas untuk diserap sebelum pembekuan terjadi. Untuk grafik
superheating dapat dilihat pada gambar 4.19.
Tujuan dari superheating adalah sebagai berikut:
- Untuk memperbaiki fluiditas logam cair.
- Agar tidak terjadi solidifikasi dini pada proses pengecoran (tapping, pouring,
casting).

Gambar 4.19 Grafik Superheating


Sumber : Beeley (2001,p.54)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3. Komposisi Paduan
Fluiditas yang tinggi umumnya terdapat pada logam cair murni dengan
komposisi eutectoid, dan yang memiliki fluiditas rendah adalah logam paduan,
dikarenakan adanya kristal bebas dalam logam cair pada ujung dari aliran logam
cair yang dapat mengakibatkan terhentinya aliran.
4. Mode Pembekuan
a. Plane Interface Mode
Pada metode ini, pembekuan pada logam cair yang seragam terjadi
dengan baik dan butiran besar, serta ikatan antar butir besar menjadikan
logam kuat. Lebih jelasnya ditunjukkan pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 Plane Interface Mode


Sumber : Beeley (2001,p.21)

 Cairan memasuki saluran, terjadi pembentukan butir-butir kolom dengan


bentuk cairan-padatan yang halus.
 Butir kolom terus tumbuh kearah hulu.
 Penyumbatan mulai terjadi.
 Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan butir yang cepat dan
pembentukan penyusutan pipa.
b. Jagged Interface Mode
Pada metode ini paduan yang membeku menjadi 2 jenis, ada kristal dan
butir besar sehingga memiliki kekuatan bagus dipinggir dan keras serta rapuh
di bagian dalam. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 4.21.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.21 Jagged Interface Mode
Sumber : Beeley (2001,p.21)

 Cairan memasuki saluran, terjadi pembentukan butir-butir kolom dengan


bentuk cairan-padatan yang kasar.
 Butir-butir kolom terus tumbuh dan pembentukan nukleus diujung.
 Penyumbatan terjadi dipintu masuk aliran, meski penampang tidak terlalu
padat.
 Sisa pengecoran membeku dan pembentukan rongga penyusutan terjadi di
ujung.
c. Independent Crystallitation Mode
Pada pembekuan ini menghasilkan butir kristal yang banyak serta merata
sehingga hasilnya akan memiliki banyak ikatan, namun rapuh dan bersifat
keras. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 4.22.

Gambar 4.22 Independent Crystallitation Mode


Sumber : Beeley (2001,p.21)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
 Cairan memasuki saluran, terjadi pembentukan butir-butir kolom dan juga
butiran nukleus.
 Butiran nukleus tumbuh pesat saat proses pengaliran.
 Aliran terhenti saat konsentrasi kritis dan butiran nukleus terjadi diujung.
 Sisa pengecoran membeku dan penyusutan kecil terdistribusi.
5. Thermal Properties
Merupakan salah satu faktor yang disebabkan oleh cetakan dan karakteristik
heat transfer (konduktifitas) dari logam cair. Karena kecepatan pendinginan hingga
suhu akhir aliran logam tersebut terhenti ditentukan oleh heat diffusifity material
cetakan sesuai persamaan berikut:
D = (k.c.ρ)1/2................................................................................(4-1)
Dimana:
D = Difusifity thermal
p = density
- Difusifity thermal (D) adalah kemampuan suatu material mentransfer (kalor)
secara difusi yang disebabkan terdapat perbedaan temperatur.
- Konduktifitas thermal (k) adalah karakteristik suatu bahan untuk memindahkan
suatu aliran kalor dari temperatur tinggi ke temperatur rendah.
- Panas spesifik (Cp) adalah karakteristik panas yang tergantung pada material
yang menyatakan seberapa besar energi yang terkandung pada suatu material
berupa energi panas.
- Density adalah kerapatan massa jenis dari suatu zat.

b) Cara Pengujian Fluiditas


Fluiditas tidak dapat diukur dari sifat fisik individual, sehingga pengujian empiris
dilakukan untuk mengukur semua karakteristik dari fluiditas logam cair. Ada beberapa
macam cara pengujian fluiditas, diantaranya:
1. Spiral Mold Test
Pengujian fluiditas cetakan berbentuk spiral bertujuan untuk menguji mampu
alir cairan logam dengan menggunakan cetakan sekecil mungkin dan dapat
memperkecil kesalahan sensitivitas aliran terhadap beda ketinggian.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengalirkan logam cair kecetakan spiral,
semakin banyak bagian cetakan yang terisi, maka semakin besar nilai fluiditasnya.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.23 Spiral Mold Test
Sumber : Beeley (2001,p.17)

2. Vacuum Fluidity Test


Pengujian vakum bertujuan untuk mengamati panjang aliran logam yang
mengalir melalui saluran sempit saat dihisap oleh pompa vakum dari dapur
krubikel.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengalirkan logam cair melalui tabung
gelas halus dibawah pengaruh hisapan dari kondisi vakum sebagian. Pressure head
diketahui dengan akurat dan faktor manusia dalam penuangan dapat dihilangkan.

Gambar 4.24 Vacuum Fluidity Test


Sumber : Beeley (2001,p.18)

3. Multiple Channel Fluidity Test Casting


Pengujian tersebut digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat
melalui saluran lebih dari satu dan dengan luas penampang yang berbeda yang
mana banyak terdapat pada saluran cetakan pengecoran yang sebenarnya seperti

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
pada gambar 4.25. Logam cair mengalir pertama sekali ke luas penampang yang
lebih besar, sesuai dengan hukum Bernoulli :
ṁ =ρAV ..................................................................................................(4-2)
𝑃
ṁ = 𝑔 ℎ A V.............................................................................................(4-3)
1 AV
ṁ= .................................................................................................(4-4)
P gh

Dimana
ṁ : Massa aliran
ρ : Massa jenis
A : Luas Penampang
V : Volume aliran

Gambar 4.25 Pengujian Multiple Channel Fluidity Test Casting


Sumber : Beeley (2001,p.23)

4.2.5 Cacat Coran


1. Porositas
Disebabkan karena terbentuknya gas dan penyerapan gas oleh logam selama
penuangan, logam menyebarkan beberapa gas atau udara ke dalam cetakan atau inti.
Gas-gas terbebas sampai logam mengalami pendinginan, sehingga meninggalkan
porositas di dalam cetakan. Porositas ada dua macam, yaitu:
a. Interdendrite shrinkage
Merupakan cacat yang terjadi jika ada rongga udara terperangkap diantara
cabang dendrit yang merupakan substruktur dari pembekuan logam coran.
(Wright, 2010,p.349)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Penyebab :
 Gas terbawa logam cair selama penuangan
 Permeabilitas rendah.
Cara pencegahannya :
 Menempatkan riser ditempat yang bertemperatur tinggi.

Gambar 4.26 Interdendrite shrinkage


Sumber : Wright (2010,p.349)

b. Gas porosity
Terperangkapnya gas dalam logam cair pada waktu proses pengecoran. Jika
cetakan inti ukurannya tidak memadai maka udara tidak bisa terlepas cetakannya
sehingga meninggalkan bekas. (Jain, 1995,p.197).
Penyebab:
 Gas terbawa pada logam cair selama penuangan
 Terdapat kotoran
 Pemadatan yang kurang
 Pasir yang terlalu lembap
Cara pencegahannya:
 Pembuatan pasir cetak harus memiliki permeabilitas yang baik.
 Mengatur jumlah gas yang dihasilkan material pada cetakan pasir

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.27 Gas Porosity
Sumber : Surdia dan Chijiwa (2013,p.214)

2. Gas Deffect
Lubang pada hasil cor dalam bentuk bulat akibat terperangkapnya gas pada logam
cair sewaktu proses pembekuan. Hal ini dikarenakan fenomena difusi dan juga karena
temperatur kelarutan logam cair yang tinggi. Contohnya pada kondisi melt aluminium
dan paduannya sangat mudah menyerap hidrogen karena temperatur kelarutannya yang
tinggi, dari situ tingkat kelarutan sangat mempengaruhi hasil coran. (Jain, 1995, p.197)
a. Pin Hole
Merupakan cacat terjadi pada permukaan benda coran berupa lubang-lubang
kecil yang memiliki diameter berkisar kurang dari 2 mm. (Jain, 1995,p.197)
Penyebab :
 Absorbsi dari gas hidrogen atau karbon monoksida ketika logam cair di tuang
menyentuh cetakan yang basah
Solusi :
 Memberi pasir yang memilliki kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai
 Memilih nilai solidifikasi yang tinggi pada logam cair, sehingga gas dapat
keluar dari rongga cetakan dengan sempurna.
 Penerapan titik lebur yang sesuai, jika logam dipanaskan melebihi suhu
superheating maka hidrogen akan ikut terlarut menyebabkan cacat pin hole.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.28 Pin Hole
Sumber : Jain (1995,p.199)

b. Blow Hole
Merupakan cacat terjadi pada permukaan benda coran berupa lubang bulat dan
halus yang memiliki diameter berkisar 3 mm atau kurang. (Jain, 1995,p.197)
Penyebab :
 Pemadatan yang terlalu padat.
 Gas terbawa dalam logam cari selama pencairan.
Solusi :
 Memberi pasir yang memilliki kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai.
 Melakukan pemadatan yang sesuai sehingga tidak terlalu padat.

Gambar 4.29 Blow Hole


Sumber : Jain (1995,p.199)

3. Dirt and Sand Inclution


Dirt itu biasanya berupa partikel asing seperti terak atau bahan bukan logam yang
terinklusi ke dalam benda coran akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
pembekuan, sedangkan cacat inclution adalah terinklusinya pasir kedalam logam cair
atau adanya pasir yang terkikis selama penuangan logam cair. (Jain, 1995, p.198)
Penyebab:
 Adanya pasir yang terkikis selama penuangan logam cair
 Adanya kotoran pada cetakan
Cara pencegahannya:
 Melakukan pemadatan pasir dengan baik.
 Pemberian saringan pada saluran penuangan sehingga kotoran tidak ikut masuk ke
dalam cetakan

Gambar 4.30 Dirt and Sand Inclution


Sumber : Surdia dan Chijiwa (2013,p.214)

4. Shift (Pergeseran)
Merupakan hasil dari ketidakcocokan bagian coran tidak cocok satu sama lain pada
permukaan pisahnya. Contoh dari pergeseran inti yang terjadi karena ketidaklurusan
inti. (Surdia dan Chijiwa, 2013, p.225)
Penyebab:
 Rangka cetak yang tidak sesuai
 Pergeseran titik tengah dan inti
 Ukurang dimensi cetakan yang tidak sesuai setelah pemasangan
Cara pencegahannya:
 Perencanaan dasar yang harus lebih teliti dan sesuai dengan toleransi.
 Memberikan pin atau pengunci agar tidak terjadi pergeseran

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.31 Cacat shift
Sumber : Surdia dan Chijiwa (2013,p.214)

5. Fin (Cacat Sirip)


Merupakan cacat yang terjadi akibat penetrasi logam cair pada bagian rongga
cetakan dan core. Apabila cetakan tidak tepat maka logam yang dicairkan akan mengisi
celah celah cetakan dan menimbulkan cacat seperti sirip. (Jain, 1995,p.196)
Penyebab:
 Penempatan core yang tidak tepat
 Penetrasi logam yang berlebihan
Cara pencegahannya:
 Membuat permukaan cetakan yang halus dan rata.
 Pemasangan core yang tepat

Gambar 4.32 Cacat Fin


Sumber : Jain (1995,p.199)

6. Hot Tear (Retakan)


Cacat yang dapat terjadi karena tegangan tarik terlalu besar pada coran yang
dikarenakan oleh temperatur terlalu tinggi, sehingga terjadi keretakan pada coran. (Jain,
1995,p.199)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Penyebab:
 Kontraksi akibat beda waktu penyusutan
 Penempatan gate dan riser yang tidak tepat
 Kekuatan cetakan rendah
Cara pencegahannya:
 Perancangan cetakan, inti, dan perhitungan sistem saluran harus tepat

Gambar 4.33 Cacat Hot Tear


Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.213)

7. Shrinkage (Penyusutan dalam)


Merupakan cacat yang terjadi saat pembekuan. Pembekuan yang tidak seragam
pada bagian coran menghasilkan perbedaan ketebalan dan luas permukaan yang cukup
besar. (Surdia dan Chijiwa, 2013, p.218)
Penyebab :
 Pembekuan yang tidak seragam karena perbedaan unsur logam paduan
 Letak riser yang kurang tepat
 Adanya temperatur penuangan yang rendah
Cara pencegahannya :
 Penyeragaman pada saat proses pembekuan
 Meletakkan riser pada posisi yang tepat
 Gunakan suhu yang tinggi agar saat penurunan temperatur tidak terjadi penyusutan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.34 Cacat Shrinkage
Sumber : Jain (1995,p.195)

8. Swell (Pembengkakan)
Swell adalah cacat pada permukaan vertikal yang ditandai dengan adanya
pembangkakan pada coran, dapat dilihat gambar 4.35. (Jain, 1995,p.196)
Penyebab:
 Erosi pada pasir karena pasir cetak mengalami deformasi akibat tekanan hidrostatik.
 Pemadatan cetakan pasir terutama pada bagian drag yang kurang baik.
Cara pencegahannya:
 Saat penuangan cairan logam harus perlahan dan pada kecepatan yang konstan.
 Pemadatan cetakan pasir harus baik.

Gambar 4.35 Cacat Swell


Sumber : Surdia dan Chijiwa (2013,p.215)

9. Misrun
Misrun timbul karena terjadinya kegagalan logam dalam mengisi keseluruhan
rongga cetakan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Penyebab:
 Temperature logam cair yang terlalu rendah
 Penuangan logam cair terlalu lambat
Cara pencegahannya:
 Temperature logam cair saat penuangan harus tinggi
 Penuangan logam cair ke dalam cetakan dipercepat

Gambar 4.36 Misrun


Sumber: Kalpakjian (2009,p.250)

10. Cold Shut


Cold shut terjadi karena tidak sempurnanya dua aliran logam cair yang masuk ke
dalam rongga cetakan, yang akan membentuk belahan baru.
Penyebab:
 Gating system yang salah
 Pola cetakan yang rusak
Cara pencegahannya:
 Memperhitungkan gating system lebih teliti
 Pembuatan rongga pasir cetak yang baik

Gambar 4.37 Cold Shut


Sumber: Kalpakjian (2009,p.250)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
4.2.6 Inspeksi
Inspeksi atau pemeriksaan cacat adalah pemeriksaan terhadap produk coran untuk
mengetahui ada tidaknya cacat pada produk coran tersebut. Karena potensi terjadinya cacat
pada coran cukup tinggi, maka inspeksi terhadap produk coran perlu dilakukan. Macam-
macam metode pengujian yang sering dilakukan yaitu:
1. Uji Piknometri
Uji porositas dengan uji piknometri dengan komposisi. Dalam pengujian komposisi
ketidak teraturan diteliti demikian juga komponen struktur mikro dan sifat mekanik.
Pemeriksaan porositas dapat dilakukan baik dengan perlakuan tekanan maupun dari foto
mikrostruktur dari coran. Untuk mencari presentase dari porositas yang terdapat dalam
satu coran, digunakan perbandingan 2 buah densitas, yaitu :
a. True Density
Kepadatan dari suatu benda padat tanpa porositas yang dapat didefinisikan
sebagai perbandingan massa terhadap volume tekanan. Dalam true density
dianggap tidak terjadi cacat yang menghasilkan rongga seperti cacat porositas, dirt
and sand inclution
b. Apparent Density
Berat disetiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat dalam uji
material (gr/cm3).
Pengukuran densitas menggunakan metode piknometri, yaitu sebuah proses
membandingkan densitas relatif dari seluruh padatan dan cairan jika densitas dari
cairan diketahui maka densitas dari padatan dapat dihitung. Proses dapat
digambarkan secara sistematik dalam rumus berikut ini.
Untuk memperoleh nilai true density dapat dicari dengan menggunakan
persamaan yang ada pada standart ASTM-E 252-84, yaitu :
Dimana:
100
ρth = .......................................(4-5)
[(%Al⁄ρAl)+(%Cu⁄ρCu)+(%Fe⁄ρFe)+Etc.]

ρ th = True Density (gr/cm3)


ρ Al, ρ Cu, ρ Fe, ρ etc = Densitor Unsur (gr/cm3)
%Al, %Cu, %Fe, %etc = Prosentase Berat Unsur (%)

Dengan perhitungan apparent density menggunakan persamaan sesuai standart


ASTM-B 311-93, yaitu:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Dimana:
Ws
ρs = ρw (W ....................................................................(4-6)
s −(Wsb −Wb ))

ρs = Apparent Density (gr/cm3)


ρw = Densitas Air (gr/cm3)
Ws = Berat Sampel di Udara (gr)
Wsb = Berat Sampel di Keranjang di dalam Air (gr)
Wb = Berat Keranjang di dalam Air (gr)

Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan


membandingkan densitas sampel atau apparent density dengan truedensity:
Dimana:
ρ
%ρ = (ρ s ) x 100%.........................................................................(4-7)
th

% ρ = Prosentase Density (%)


ρs = Apparent Density (gr/cm3)
ρ th = True Density (gr/cm3)

2. Liquid Penetrant Test


Metode liquid penetrant test merupakan metode NDT (non destructive test). Yang
paling sederhana metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka
dari komponen solid baik logam maupun non logam.
Melalui metode ini cacat pada permukaan material akan terlihat jelas. Caranya
adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi.
Cairan ini harus memiliki daya penetrant yang baik dan viskositas yang rendah agar
dapat masuk pada cacat dipermukaan material yang diberikan. Cacat akan nampak jelas
jika perbedaan warna penetran yang tertinggal dibersihkan dengan penetran developer,
dapat dilihat gambar 4.38.
Keuntungan:
 Mudah diaplikasikan
 Murah
 Tidak dipengaruhi oleh sifat kemagnetan material dan komposisi kimia
 Jangkauan permukaan cukup luas
Kekurangan:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
 Tidak dapat dilakukan pada benda dengan permukaan kasar dan berpori.

Gambar 4.38 Liquid Penetrant Test


Sumber : De Garmo’s (2008,p.247)

3. Magnetic Particle Inspection


Dengan menggunakan metode ini, cacat pada permukaan atau sedikit dibawah
permukaan (subsurface) pada benda yang bersifat ferromagnetic dapat diketahui.
Prinsipnya adalah dengan memanfaatkan bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang
tegak lurus arah medan magnet akan mengakibatkan kebocoran medan magnet.
Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang
digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran medan magnet dengan menabur partikel
magnetik dipermukaan. Partikel-pertikel tersebut akan mengumpul pada daerah
kebocoran medan magnet, dapat dilihat gambar 4.39.
Keuntungan:
 Mudah
 Tidak memerlukan keahlian khusus untuk mengoperasikan
Kekurangan:
 Penggunaan terbatas pada material ferromagnetic
 Adanya kemungkinan cacat tidak terdeteksi akibat orientasi cacat searah medan
magnet.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.39 Magnetic Particle Inspection
Sumber : De Garmo’s (2008,p.248)

4. Ultrasonic Test
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang
dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan
kembali. Gelombang ultrasonik yang digunakan memiliki frekuensi 0,5-20 Mhz.
Gelombang suara akan berpengauh jika ada retakan atau cacat pada material.
Gelombang ultrasonik dibangkitkan oleh transduser dari bahan piezoelektrik yang dapat
merubah energi listrik menjadi getaran mekanis kemudian menjadi energi listrik lagi,
dapat dilihat gambar 4.40.
Keuntungan:
 Cukup teliti dan akurat
 Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan
 Indikasi dapat langsung diamati
Kekurangan:
 Memerlukan pelaksana yang terlatih dan berpengalaman
 Benda uji dengan permukaan kasar, tidak beraturan, sangat kecil sangat sulit diuji.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.40 Ultrasonic Test
Sumber : De Garmo’s (2008,p.251)

5. Radiographic Inspection
Metode ini menggunakan sinar X dan sinar Gamma. Prisnipnya sinar dipancarkan
menembus material. Sebagian sinar akan diserap dan sebagian akan diteruskan dan
ditangkap film. Cacat akan diketahui dari hasil rekam film, dapat dilihat gambar 4.41.
(Surdia dan Chijiwa, 2013, p.202)
Kelebihan:
 Faktor ketebalan tidak berpengaruh
 Mampu menggambarkan bentuk cacat dengan baik
Kekurangan:
 Pengontrolan energi radiasi susah
 Efek radiasi sinar gamma berbahaya

Gambar 4.41 Radiographic inspection


Sumber : De Garmo’s (1984,p.278)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
6. Eddy Current Test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektomagnetik. Prinsipnya, arus listrik dialirkan
pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet
dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, akan terbangkit arus Eddy,
kemudian diinspeksi, dapat dilihat gambar 4.42.
Kelebihan:
 Hasil pengujian dapat langsung diketahui;
 Pengujian Eddy aman dan tidak ada bahaya radiasi.
Kekurangan:
 Hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau;
 Hanya diterapkan pada bahan logam saja.

Gambar 4.42 Eddy current test


Sumber : De Garmo’s (1984,p.278)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai