Anda di halaman 1dari 24

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks

dimana berbagai mediator, sitokin, dan sel yang berbeda-beda saling

mempengaruhi satu sama lain (MacKay & Miller, 2003). Penyembuhan

luka secara garis besar dibagi menjadi 2 proses yaitu penyembuhan primer

dan penyembuhan sekunder. Proses penyembuhan primer adalah proses

penyembuhan luka dimana luka akan ditutup oleh jaringan paremkim

yang sama dengan jaringan awal. Penyembuhan primer ini biasanya

terjadi pada luka yang hanya menyebabkan robekan pada membran basalis

dan sedikit kematian jaringan ikat maupun sel epitel. Proses penyembuhan

sekunder adalah proses penyembuhan dimana luka yang terjadi cukup

besar sehingga fase inflamasi akan lebih hebat, jaringan granulasi lebih

tebal, matriks ekstra sel lebih padat, dan menyebabkan pembentukan

fibrosis untuk menutup luka lebih dominan. Kedua proses ini sebenarnya

terjadi melalui jalur yang serupa yaitu homeostasis, inflamasi, proliferasi,

dan maturasi (Kumar et al, 2007; Man et al, 2011).

commit5to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika terjadi perlukaan pada suatu jaringan, maka akan terjadi fase

inflamasi untuk merespon antigen yang masuk. Setelah itu, zat vasoaktif

(zat yang mengatur peredaran darah) dan faktor kemotaktik akan

dilepaskan untuk meningkatkan aliran darah ke pusat luka. Pelepasan zat

vasoaktif dan faktor kemotaktik ini mengawali fase homeostasis dan

membuat permeabilitas kapiler meningkat, memungkinkan lebih banyak

fluida dapat menembus kapiler untuk membentuk bekuan darah, serta

memicu pengeluaran fibroblas, neutrofil, dan monosit (Kuby et al, 2006).

Dalam waktu 24 jam pertama setelah terjadi perlukaan (fase

inflamasi), neutrofil akan berkumpul di sekitar luka dan bergerak menuju

bekuan darah yang terbentuk, segera setelah perlukaan terjadi (fase

homeostasis). Pada saat yang bersamaan, sel-sel epidermis mulai

bermitosis dan sel epitel ditepi luka juga mulai bermigrasi sekaligus

berproliferasi sepanjang dermis. Pada kondisi ini, fase proliferasi telah

dimulai.

Pada hari ke-3 setelah perlukaan, tugas neutrofil akan digantikan

oleh monosit (makrofag) dan jaringan granulasi mulai mengisi luka.

Jaringan granulasi adalah jaringan yang tersusun atas fibroblas yang

berproliferasi dan kapiler baru yang berada di matriks ekstra sel longgar.

Jaringan granulasi ini berfungsi mengumpulkan matriks jaringan ikat dan

memfasilitasi angiogenesis pada luka.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Matriks ekstra sel adalah suatu kompleks makromolekul yang

mengalami remodeling secara dinamis dan konstan. Komponen matriks

ekstra sel antara lain protein struktural fibrosa (kolagen, elastin, hialin,

integrin, fibronektin, dan laminin), gel yang terhidrasi, dan glikoprotein.

Fungsi dari matriks ekstra sel ini secara umum adalah untuk memberi

turgor pada jaringan lokal, melekatkan sel, menimbulkan kontraksi luka,

dan mengatur pertumbuhan, pergerakan, serta deferensiasi sel yang ada di

dalamnya.

Secara histologis, matriks ekstra sel dibagi menjadi 2 yaitu matriks

interstisial dan membrana basalis. Matriks interstisial tersusun oleh

kolagen, baik fibril maupun nonfibril, unsur proteoglikan, dan

glikoprotein. Membrana basalis berada di bawah lapisan epitel dan

disintesis oleh lapisan epitel yang berada di atas membrana basalis dan

jaringan mesenkim yang berada di bawah membrana basalis.

Pada hari ke-5, serabut kolagen nampak jelas dan epidermis telah

berdeferensiasi secara normal (Kumar et al, 2007). Pada akhir minggu

pertama hingga bertahun-tahun kemudian merupakan fase maturasi dan

remodeling agar terbentuk bekas luka yang menyerupai jaringan awal

yang tidak terluka. Pada saat ini proses pembentukan dan degradasi

kolagen berjalan seimbang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1. Proses Penyembuhan Luka (Kumar et al, 2007)

Tabel 2.1. Fase-Fase Penyembuhan Luka

Fase Hari Keterangan


Homeostasis Awal luka – 3 hari Pembekuan darah dimulai, growth factor
dan inflamasi mulai dihasilkan, pengeluaran mediator
inflamasi, neutrofil dan fibroblas mulai
tampak.
Proliferasi 1 hari – 5 hari Epidermis bermitosis, sel-sel epitel bermigrasi
sepanjang dermis, makrofag menggantikan
neutrofil, jaringan granulasi terbentuk, ECM
terbentuk.
Maturasi 5 hari - seterusnya Maturasi penutupan luka, epidermis telah
menjadi normal, kolagen nampak jelas,
pembentukan dan degradasi kolagen berjalan
seimbang,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Derajat kedalaman luka dapat digolongkan sebagai stadium I,

stadium II, stadium III, dan stadium IV. Stadium I adalah jika terjadi

perubahan suhu kulit, konsistensi jaringan, atau sensasi pada bagian

yang terluka namun lapisan luar kulit masih utuh. Stadium II adalah jika

terjadi kerusakan kulit yang menyebabkan hilangnya epidermis dan/atau

dermis. Stadium III adalah jika ketebalan kulit diikuti adanya kerusakan

atau nekrosis jaringan subkutan namun tidak sampai menembus fasia.

Stadium IV adalah jika terjadi nekrosis jaringan, kerusakan otot,

kerusakan tulang, maupun kerusakan jaringan penyokong seperti tendon

dan bantalan sendi (National Pressure Ulcer Advisory Panel, 2012).

2. Sel Fibroblas

Sel fibroblas adalah salah satu sel yang sangat berperan dalam

proses penyembuhan luka. Fibroblas banyak ditemukan di jaringan ikat

padat maupun longgar dan akan datang ke tempat luka pada hari ketiga

untuk berproliferasi dan menyintesis kolagen. Fibroblas memiliki fungsi

utama menyintesis kolagen yang merupakan salah satu komponen penting

pada matriks ekstra sel. Bersama limfosit dan makrofag, fibroblas

menghasilkan sitokin-sitokin yang memicu sintesis dan pematangan

matriks ekstra sel seperti TNF (Tumor Necrotic Factor)-α dan interleukin-

1 (Prabakti, 2005).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

Proliferasi fibroblas dipengaruhi oleh beberapa faktor

pertumbuhan seperti Platelet Derivate Growth Factor (PDGF), Basic

Fibroblast Growth Factor (bFGF), dan Transforming Growth Factor-β

(TGF-β). Faktor-faktor pertumbuhan ini diproduksi oleh platelet,

makrofag, dan neutrofil (Diegelmann & Evans, 2004). Faktor-faktor

pertumbuhan ini akan berikatan dengan reseptor yang berada di dinding

sel fibroblas dan akan merangsang fibroblas untuk berproliferasi. Semakin

banyak faktor-faktor pertumbuhan yang berikatan dengan reseptor yang

sesuai, maka pertumbuhan fibroblas akan meningkat. Meski demikian,

jika ikatan faktor pertumbuhan dengan reseptor sudah terlalu banyak,

maka proliferasi fibroblas akan dihambat untuk menghindari proliferasi

yang berlebihan. Sifat reseptor yang dapat memacu atau menghambat

aktivasi sel sesuai dosis rangsang yang didapat disebut sifat bifasik

(Kanzaki et al, 1998).

Untuk dapat berproliferasi dengan optimal, fibroblas

membutuhkan faktor-faktor pertumbuhan yang cukup dan lingkungan

yang sesuai. Faktor-faktor pertumbuhan seperti PDGF, bFGF, dan TGF-β

dapat dioptimalkan dengan memacu makrofag dan platelet. Lingkungan

yang baik untuk mendukung proliferasi fibroblas adalah lingkungan yang

cukup lembab dan cukup kolagen. kolagen dibuat sendiri oleh fibroblas

dan dirusak oleh protease-protease yang berada di lingkungan luka.

Protease-protease ini (elastase, xantin oksidase, kolagenase, dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

hyaluronidase ) berfungsi untuk mendestruksi kolagen pada fase maturasi

proses penyembuhan luka. Namun, pada awal proses penyembuhan luka,

keberadaan protease-protease akan merusak kolagen yang baru terbentuk

dan berjumlah sedikit, dan membuat lingkungan luka menjadi kering.

Kondisi ini pada akhirnya akan menghambat proliferasi fibroblas pada

awal fase proliferasi proses penyembuhan luka (Shrivastava, 2011 )

3. Faktor-Faktor yang Mengganggu Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka ini dapat terhambat jika terdapat

gangguan-gangguan ketika penyembuhan luka ini berlangsung. Faktor-

faktor yang dapat mengganggu penyembuhan luka dapat dibagi menjadi

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh

dalam penyembuhan luka adalah faktor-faktor lokal yang merugikan

ditempat luka dan kondisi medis tertentu yang berhubungan dengan

buruknya proses penyembuhan luka. Faktor-faktor lokal yang merugikan

ditempat luka antara lain adanya hipoksia, dehidrasi, eksudat yang

berlebihan, jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, benda asing, dan

trauma berulang. Kondisi medis tertentu yang yang berhubungan dengan

buruknya proses penyembuhan luka adalah malnutrisi dan penurunan daya

tahan terhadap infeksi. Faktor-faktor ekstrinsik yang berpengaruh dalam

penyembuhan luka antara lain penatalaksanaan luka yang kurang tepat dan

pengaruh terapi lain yang merugikan. Penatalaksanaan luka yang kurang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

baik adalah kesalahan-kesalahan melakukan penanganan pada luka,

sedangkan terapi lain yang dapat merugikan proses penyembuhan luka

antara lain penggunaan obat-obat sitotoksik, terapi steroid jangka panjang,

dan radio terapi.

Adanya hipoksia pada luka menunjukkan suplai darah yang tidak

adekuat pada luka. Mengingat darah banyak membawa faktor-faktor

penting yang dapat memacu penyembuhan luka, keadaan hipoksia yang

berlebihan dapat menghambat penyembuhan luka karena faktor-faktor

tersebut tidak dapat sampai ke tempat luka (Clarke et al, 2000).

Sel dapat berproliferasi dan bermigrasi hanya dalam suasana yang

lembab. Oleh karena itu, dehidrasi dapat menyebabkan gangguan

penyembuhan luka pada fase ini. Dehidrasi yang berlebihan juga dapat

menyebabkan timbulnya fibrosis (Morison, 2004).

Eksudat adalah suatu faktor pengganggu yang sering ada pada luka

dan membuat jaringan terangsang untuk membuang eksudat tersebut.

Semakin banyak eksudat yang tertimbun menyebabkan jaringan semakin

kuat dalam berupaya mengeluarkan eksudat tersebut. Usaha yang berlebih

ini dapat membuat jaringan-jaringan baru pada luka ikut terkelupas dan

fase inflamasi menjadi memanjang (Morison, 2004).

Jaringan nekrotik, krusta yang berlebih, dan benda asing dalam

luka dapat menjadi sumber infeksi. Infeksi sendiri dapat menganggu

proses penyembuhan luka.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Trauma berulang pada luka dapat merusak pembuluh darah baru

yang terbentuk. Rusaknya pembuluh darah baru ini membuat proses

penyembuhan luka kembali ke fase inflamasi dan oleh sebab itu akan

membuat proses penyembuhan menjadi memanjang.

Malnutrisi dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada

proses penyembuhan luka memang diperlukan berbagai zat gizi, seperti

protein dan vitamin, agar penyembuhan luka dapat berjalan dengan baik.

Kebutuhan protein dan kalori pada orang denga luka lebih tinggi dari pada

orang yang sehat. Hal ini disebabkan asupan protein yang cukup sangat

diperlukan untuk membentuk protein-protein struktural seperti kolagen

dan menjaga fungsi imunitas tubuh. Kurangnya protein juga akan

membuat luka sembuh dengan daya regang yang kecil sehingga luka

tersebut akan mudah untuk terbuka kembali oleh trauma-trauma kecil

yang seharusnya tidak menyebabkan luka (Harris & Fraser, 2004).

Penurunan daya tahan terhadap infeksi seperti pada pasien-pasien

dengan penyakit diabetes, imunodefisiensi, maupun infeksi kronis dapat

memperlambat penyembuhan luka karena membuat kerja sistem imun

menjadi tidak efisien. Adanya infeksi dalam luka menyebabkan

katabolisme protein-protein yang berguna dalam proses penyembuhan

luka dan memicu timbulnya infeksi endogen pada luka (Morison, 2004).

Luka yang diterapi dengan baik dapat sembuh dengan cepat dan

baik. Namun, penatalaksanaan luka yang tidak tepat malah akan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

menghambat penyembuhan luka dan bahkan menimbulkan komplikasi.

Penatalaksanaan yang tidak tepat ini antara lain kegagalan dalam mengkaji

luka secara adekuat, kekurangcermatan dalam pembalutan luka, pemilihan

produk perawatan yang kurang sesuai, dan kegagalan dalam mengevaluasi

efektivitas program pengobatan (Morison, 2004).

Terapi-terapi lain yang djalani pasien dapat juga mengganggu

proses penyembuhan luka. Terapi-terapi ini antara lain penggunaan obat-

obat sitotoksik, terapi steroid jangka panjang, dan radio terapi.

Penggunaan obat-obat sitotoksik dapat mengganggu proliferasi sel.

Pemberian terapi steroid jangka panjang dapat menekan fungsi fibroblas

dan kolagen. Sedangkan radio terapi dapat menyebabkan kelemahan yang

berkepanjangan dalam jaringan dan menghambat angiogenesis (Morison,

2004).

4. Binahong

a. Taksonomi

Klasifikasi Binahong adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Subkelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Familia : Basellaceae

Genus : Anredera

Species : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

(United States Department of Agriculture, 2012)

b. Tata Nama

Anredera cordifolia secara umum banyak tumbuh di Amerika

Serikat yang beriklim tropis, daerah Karibia, dan Asia Tenggara.

Amerika Serikat mengenal tanaman ini sebagai Heartleaf

Madeiravine. Di Indonesia, tanaman ini disebut sebagai Binahong dan

berasal dari Cina. Ditempat asalnya, tanaman ini disebut sebagai Deng

San Chi.

c. Morfologi

Anredera cordifolia merupakan tumbuhan menjalar, berumur

panjang (perenial), bisa mencapai panjang kurang lebih 5 m. Akar

berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling

membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus,

kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun

dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna

hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm,

helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk

(emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga

majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak

daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai

tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5 - 1 cm, berbau harum.

Perbanyaan secara generatif (biji), namun lebih sering berkembang

atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya

(Smith et al, 2007).

Gambar 2.2. Tanaman Binahong (Lane Cove council, 2012)

d. Khasiat dan Penggunaan

Manfaat Anredera cordifolia sangat besar dalam dunia

pengobatan, secara empiris binahong dapat menyembuhkan berbagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

jenis penyakit. Bagian tanaman yang dapat digunakan untuk

pengobatan berasal dari akar, batang, daun, bunga maupun umbi yang

menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dipercaya memiliki

kandungan antioksidan tinggi dan antivirus. Selain itu, tanaman ini

masih diteliti meski dalam lingkup terbatas. Percobaan pada tikus yang

disuntik dengan bahan ekstrak dari binahong dapat meningkatkan daya

tahan tubuh, agresivitas dan membuat tikus tidak mudah sakit.

Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan

tanaman ini menurut bukti empiris adalah: kerusakan ginjal (Sukandar

et al, 2011), diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus,

stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca

melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitan, radang

usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah,

sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut,

menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat,

keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan

tubuh (Manoi, 2009).

e. Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terkandung dalam Anredera cordifolia

antrara lain :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

1) Flavonoid

Luka yang terinfeksi akan sembuh lebih cepat jika diobati

dengan flavonoid. Aplikasi topikal atau oral pada hewan coba,

menunjukkan bahwa flavonoid dapat secara efektif mempercepat

penyembuhan luka tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

flavonoid mungkin memiliki sifat antibakteri. Selain itu, flavonoid

membantu mengatur mikrosirkulasi di sekitar luka sehingga

mencegah darah dan cairan getah bening terkumpul di daerah yang

luka. Flavonoid juga dianggap memiliki sifat antiinflamasi dan

mampu mengatur drainase aliran limfatik. Sifat-sifat ini membuat

pembengkakan di sekitar luka akan berkurang dan memastikan

tersedianya sel darah merah dan putih yang segar ke daerah yang

rusak (Hasanoglu et al, 2001).

Prostaglandin, biosintesis oksida nitrat yang terlibat dalam

peradangan, isoforms of Inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS),

dan siklooksigenase-2 (COX-2) bertanggung jawab untuk produksi

sebagian besar mediator inflamasi. Pada tingkat molekuler,

flavonoid dapat menghambat sintesis prostaglandin yang

memberikan kontribusi sebagai antiinflamasi (Hasanoglu et al,

2001; Zeid et al, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

2) Saponin

Saponin merupakan suatu senyawa yang memiliki berbagai

fungsi seperti antitumor, menurunkan kolesterol, meningkatkan

imunitas, antioksidan, dan membantu proses penyembuhan luka

(Astuti et al, 2011). Selain itu, saponin juga berfungsi

meningkatkan sintesis fibronektin yang dihasilkan oleh fibroblas

dan memodifikasi ekspresi gen TGF-β. TGF-β sendiri berfungsi

mengontrol pembenbentukan matriks ekstra seluler yang berperan

penting dalam penyembuhan luka.

Fibronektin yang nampak pada pemberian saponin berubah

sesuai dengan dosis yang diberikan. Jumlah fibronektin yang

nampak, meningkat dengan pemberian saponin sebanyak 1-10

µg/ml namun menurun dengan pemberian saponin sebanyak 100-

500 µg/ml.

Terdapat beberapa teori tentang efek saponin pada jalur

pengaktifan TGF-β. Teori-teori ini menyatakan bahwa saponin

merangsang pembentukan, sekresi, dan aktivasi TGF-β1 pada

fibroblas, merubah ekspresi reseptor TGF-β, dan merubah sistem

transduksi sinyal post-receptor (Kanzaki et al, 1998).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

3) Terpenoid

Terpenoid memiliki sifat astringent dan antibakteri. Sifat

astringent ini bertanggung jawab terhadap peningkatan kontraksi

luka dan epitelisasi, sedangkan sifat antibakteri bertanggung jawab

menjaga sterilitas luka agar proses penyembuhan luka tidak

terhambat.

Kontraksi luka adalah suatu fase dalam penyembuhan luka

yang timbul dari gerakan sentripetal jaringan di sekitar luka.

Kontraksi luka ini dipicu oleh myofibroblas. Peningkatan kontraksi

luka akan membuat penyembuhan luka menjadi lebih cepat dan

lebih baik. Proses ini akan terhambat oleh keberadaan

mikroorganisme beserta metabolit-metabolitnya (Sashidaran et al,

2010).

4) Alkaloid

Alkaloid adalah suatu zat aktif yang berperan dalam

penyembuhan luka. Terdapat banyak sekali turunan dari zat ini dan

masing-masing turunan memiliki efek terhadap penyembuhan luka

yang berbeda-beda. Efek alkaloid terhadap proses penyembuhan

luka antara lain adalah sebagai antimikroba, meningkatkan daya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

regang luka, dan meningkatkan rangsang kemotaktik sel-sel

inflamasi.

Turunan dari alkaloid yang memiliki sifat antimikroba

adalah indo quinoline. Indo quinoline ini dapat menghambat

perkembangan dari bakteri negatif Gram dan yeast. Selain itu, indo

quinoline juga bersifat antimikroba terhadap kuman-kuman

patogen saluran pencernaan seperti E. coli dan Staphylococcus

maupun jamur seperti Candida. Dengan adanya sifat antimikroba

ini, sterilitas luka dapat terjaga sehingga proses penyembuhan luka

dapat berjalan dengan baik (Iwu et al, 1999).

Sifat peningkatan daya regang dan daya kemotaktik

fibroblas dibawa oleh turunan alkaloid yaitu taspine. Pemberian

taspine pada luka meningkatkan daya regang hingga 30% pada

hari ke 5-7 setelah terjadinya luka. Melalui pengecekan secara

histologis, didapati bahwa pemberian taspine mengundang lebih

banyak sel-sel inflamasi, terutama fibroblas, ke daerah luka

(Porras-Reyes et al, 2008).

5) Tanin

Tanin adalah suatu zat fitokimia yang memiliki efek

terhadap proses penyembuhan luka. Efek-efek ini antara lain

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

sebagai antibakteri, memacu pertumbuhan fibroblas, memacu

pembentukan pembuluh darah baru, dan meningkatkan kontraksi

luka.

Tanin memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococus

aureus dan Klebsiela pneumonia. Staphylococus aureus dan

Klebsiela pneumonia merupakan 2 bakteri yang menghambat

penyembuhan luka dan resisten terhadap banyak antibiotik karena

adanya penggunaan antibiotik yang kurang tepat. Meskipun

demikian, tannin dapat merusak dinding sel dari kedua bakteri

tersebut sehingga pertumbuhan kedua bakteri tersebut dapat

dihambat (Li et al, 2011).

Tanin dapat memicu pertumbuhan fibroblas dengan

mempertahankan lingkungan yang mendukung proliferasi

fibroblas dengan menghambat kerja enzim proteolitik. Proliferasi

fibroblas dapat berjalan dengan baik bila terdapat faktor-faktor

pertumbuhan yang adekuat dan berada dalam lingkungan yang

cukup kolagen. Kolagen dihasilkan sendiri oleh fibroblas dan

menciptakan lingkungan yang sesuai untuk proliferasi fibroblas.

Pada daerah luka, banyak terdapat enzim-enzim proteolitik

(elastase, xantin oksidase, kolagenase, dan hyaluronidase) yang

berperan besar pada fase remodeling. Namun, enzim proteolitik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

menjadi enzim pengganggu pada fase proliferasi karena merusak

kolagen yang baru terbentuk. Oleh karena tanin menghambat

fungsi enzim proteolitik maka kolagen tidak dirusak dan proliferasi

fibroblas dapat berjalan dengan optimal (Shrivastava, 2011).

Tanin juga dapat meningkatkan kontraksi luka. Seperti

pada terpenoid, adanya peningkatan kontraksi luka akan membuat

proses penyembuhan menjadi lebih cepat (Li et al, 2011).

Tabel 2.2. Daftar Metabolit Sekunder pada Daun Binahong yang Dimungkinkan

Berkhasiat Sebagai Obat dalam Penyembuhan Luka

No Zat Aktif Manfaat

1 Flavonoid Antibakteri, Antiinflamasi

2 Saponin Memacu pengeluaran fibronektin, memodifikasi

ekspresi TGF-β

3 Terpenoid Astringent, antibakteri

4 Alkaloid Antibakteri, meningkatkan daya regang luka,

meningkatkan rangsang kemotaktik sel-sel inflamasi

5 Tanin Antibakteri, berperan dalam peningkatan proliferasi

fibroblas, bersifat memicu angiogenesis,

meningkatkan kontraksi luka

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

5. Anatomi Kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang memiliki

berat 16% dari barat tubuh dan memiliki luas permukaan pada orang

dewasa antara 1,2 hingga 2,3 m2. Kulit terdiri dari lapisan epidermis

dengan epitel pipih berlapis pada bagian terluar, lapisan dermis yang

terdiri dari jaringan pengikat dan lapisan subkutan yang terdiri dari

jaringan adiposa.

a. Epidermis

Lapisan ini memilik ketebalan 75 sampai 100 mikrometer pada

kulit tipis dan 400 hingga 600 mikrometer pada kulit tebal. Lapisan

epidermis terdiri dari beberapa lapisan keratinosit yang jika diurutkan

dari yang terluar adalah stratum korneum, stratum lusidum, stratum

granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis. Tiap-tiap lapisan

memiliki fungsi dan karakteristiknya masing-masing. Secara umum,

lapisan epidermis mudah terkelupas dan mudah berganti sehingga

berfungsi sebagai pelindung lapisan-lapisan di bawahnya dari iritasi

mekanis maupun kimia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

b. Dermis

Bagian dermis dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Stratum papilare dermis

Stratum papilare dermis secara mikroskopis berbentuk

papil-papil yang menjorok ke arah epidermis. Penyusun utama

lapisan ini adalah jaringan ikat longgar ireguler. Pada bagian ini

ditemukan reseptor taktil corpusculum meisner. Perlekatan pada

epidermis di perkuat oleh adanya anchoring fiber.

2) Stratum retikulare

Lapisan di bawah stratum papilare tersusun oleh jaringan

ikat padat yang lebih tebal daripada stratum papilare. Jumlah sel

yang terdapat pada lapisan ini lebih sedikit. Kolagen yang tersusun

sebagai matriks ekstraseluler adalah kolagen tipe 1. Tidak ada

batas yang jelas antara stratum papilare dan stratum retikulare.

Pada bagian bawah dari stratum ini akan menyatu dengan lapisan

subkutis (Eroschenko, 2010).

c. Hipodermis

Hipodermis terdiri dari jaringan ikat longgar yang secara

longgar mengikat kulit ke organ di bawahnya. Secara histologis,

hipodermis susun atas fasia superfisialis dan panikulus adiposus yang

lebih tebal. Pada panikulus adiposus ini terdapat sel-sel adiposa yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

jumlah dan ukuran selnya berbeda-beda tergantung lokasi dan status

gizi tubuh (Junqueira & Carneiro, 2007).

Gambar 2.3. Penampang Histologi Kulit (The University of Western

Australia, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

B. Kerangka Berpikir
Luka sayat Ekstrak
Binahong

Fase Inflamasi Bakteri Flafonoid


dan Homeostasis

Pembekuan darah
Awal luka Pelepasan mediator-
- 3 hari mediator inflamasi

Neutrophil, makrofag,
dan fibroblas datang
ke tempat luka
Enzim
Proteolitik Tanin
Fase Proliferasi

Fibroblas Reseptor
3 Hari – TGF-β di
berproliferasi Saponin
5 hari
(jumlah fibroblas ↑↑) fibroblas

Sekresi Kolagen
Terjadi angiogenesis Angiotensin Tanin
n
Fase Maturasi
Terpenoid
5 hari - Epitelisasi lengkap
seterusnya
Penutupan luka Bersifat Alkaloid
astringent
Pembentukan dan Keterangan :
degradasi kolagen
seimbang Memacu
Menghambat
Perbaikan Jaringan *Kedua tanin dalam skema
adalah zat yang sama

Gambar 2.4. Skema Kerangka Berpikir

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

C. Hipotesis

Pemberian topikal ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

Steenis) dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas pada penyembuhan luka

sayat pada kulit tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai