27 Tahun 1999
Tentang : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
2. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
3. Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
4. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan;
5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
6. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
7. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;
8. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberikan
keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di
tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur;
10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina
secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
11. Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisis penilai pusat
dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
12. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
14. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur Kepala
Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota Jakarta;
Pasal 2
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi
kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.
2. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan
perencanaan pembangunan wilayah.
3. Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui
pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan
dalam kawasan.
Pasal 3
1. Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup;
i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahan
negara.
2. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri
setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen yang terkait.
(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.
(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan.
(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang
sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan tidak diwajibkan
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.
(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifatnya kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
BAB II
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI
DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 8
(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil
penilaiannya kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan
dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, rencana pemantauan
lingkungan hidup.
(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat
maupun daerah, ditetapkan oleh Menteri , setelah mendengar dan
memperhatikan saran/pendapat Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain
dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
(8) Ketentuan mengenai tata kerja tim teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi Penilai Pusat.
Pasal 9
(1) Komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a terdiri atas unsur-unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan
hidup, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan,
Departemen Dalam Negeri, instansi yang ditugasi bidang kesehatan,
instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan, instansi yang
ditugasi bidang penanaman modal, instansi yang ditugasi bidang
pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu pengetahuan, depatemen
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil
Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, ahli
dibidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan, organisasi
lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang
dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang
dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 10
(1) Komisi peilai daerah sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri
atas unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I,
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi
yang ditugasi bidang penanaman modal daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang pertahanan
keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi
Daerah Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah
yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang
berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, warga
masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang
perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 11
(1) Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi
kriteria :
a. usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut
ketahanan dan keamanan negara;
b. usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu
wilayah propinsi daerah tingkat I;
c. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan
negara lain;
d. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara
kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para
ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.
BAB III
TATA LAKSANA
Bagian Pertama
Kerangka Acuan
Pasal 14
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
Bagian Kedua
Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup
Pasal 17
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
diterimanya
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
Bagian Ketiga
Kadaluwarsa dan batalnya keputusan hasil Analisis Dampak
Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Pasal 24
Pasal 28
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya
rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran,
pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya rencana usaha
dan/atau kegiatan.
(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diajukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab.
(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.
(6) Tata cara dan bentuk pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), serta tatacara penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 34
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 35
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 36
Biaya pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dibebankan :
a. di tingkat pusat : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan;
b. di tingkat daerah ; pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan daerah tingkat I.
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
ada
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan
Peratauran Pemerintah ini.
Pasal 41
Pasal 42
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku efektif 18 (delapan belas) bulan sejak
tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
AKBAR TANDJUNG
Pasal 1
Angka (1)
Cukup jelas
Angka (2)
Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna dari arti
dampak penting.
Angka (3) sampai angka 14
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari aspek teknis
dan aspek ekonomis-finansial. Dengan ayat ini, maka studi kelayakan
bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi komponen analisis teknis,
analisis ekonomis-finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak lingkungan hidup
sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang
bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.
Ayat (2)
Karena analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan
bagian dari studi kelayakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
berlokasi pada ekosistem tertentu, maka hasil analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tersebut sangat penting untuk dijadikan
sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.
Ayat (3)
Usaha dan/atau kegiatan tunggal adalah hanya satu jenis usaha
dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu
instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
Ayat (1)
Usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan
kategori usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan
tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
potensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup. Dengan demikian penyebutan kategori usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak bersifat limitatif dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyebutan
tersebut bersifat alternatif, sebagai contoh seperti usaha dan/atau
kegiatan :
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang. Oleh karena itu,
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, yang mendasarkan diri pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, perlu ditinjau kembali.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi
yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya
tindakan segera yang mengandung resiko terhadap lingkungan hidup
demi kepentingan umum, misalnya pertahanan negara atau
penanggulangan bencana alam. Keadaan darurat ini tidak sama
dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
keadaan darurat.
Ayat (2)
Ayat (1)
Untuk melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan terdapat satu izin
yang bersifat dominan, tanpa izin tersebut seseorang tidak dapat
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud. Misalnya izin
usaha industri di bidang perindustrian, kuasa pertambangan di bidang
pertambangan, izin penambangan daerah di bidang penambangan
bahan galian golongan C, izin hak pengusahaan hutan di bidang
kehutanan, izin hak guna usaha pertanian di bidang pertanian.
Sedangkan keputusan kelayakan lingkungan hidup adalah persyaratan
yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Ayat (2)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari
proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu,
keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah
diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab wajib dilampirkan
pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
hidup di komisi penilai daerah dapat berarti wakil dari instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan wilayah dengan maksud
agar terdapat keterpaduan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup, khususnya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan
kebijaksanaan dan program pengendalian dampak lingkungan hidup
di daerah. Pengangkatan para ahli dari pusat studi lingkungan hidup
perguruan tinggi sebagai anggota komisi penilai daerah adalah untuk
memantapkan kualitas hasil kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dalam penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup. Adanya wakil yang ditunjuk dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, dan instansi yang ditugasi di
bidang pertanahan di daerah dimaksudkan untuk menjamin
keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup secara lintas sektor yang
ada di daerah. Adapun wakil yang ditunjuk dari bidang kesehatan di
daerah dikarenakan pada akhirnya dampak semua kegiatan selalu
berakhir pada aspek kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf (a)
Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau kegiatan yang
menyangkut ketahanan dan keamanan negara misalnya :
pembangkit listrik tenaga nuklir, pembangkit listrik tenaga air,
pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi, eksploitasi minyak dan
gas, kilang minyak, penambangan uranium, industri petrokimia,
industri pesawat terbang, industri kapal, industri senjata, industri
bahan peledak, industri baja, industri alat-alat berat, industri
telekomunikasi, pembangunan bendungan, bandar udara,
pelabuhan dan rencana usaha dan/atau kegiatan lainnya yang
menurut instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
dianggap strategis.
Huruf (c)
Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa
dengan negara lain misalnya : rencana usaha dan/atau kegiatan
yang berlokasi di Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor
Huruf (d)
Cukup jelas
Huruf (e)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup
merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan,
yaitu proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan
dengan dampak besar dan penting, kerangka acuan terutama
memuat komponen-komponen aspek usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
serta komponen-komponen parameter lingkungan hidup yang akan
terkena dampak besar dan penting.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jeias
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen kerangka acuan ke instansi yang
bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis,
konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian
oleh komisi penilai, sampai ditetapkannya keputusan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dari analisis dampak lingkungan hidup dapat diketahui dampak besar
dan penting yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup. Dengan mengetahui dampak besar dan
penting itu dapat ditentukan :
a. cara mengendalikan dampak besar dan penting negatif dan
mengembangkan dampak besar dan penting positif, yang
dicantumkan dalam rencana pengelolaan dampak lingkungan
hidup, dan
b. cara memantau dampak besar dan penting tersebut, yang
dicantumkan dalam rencana pemantauan lingkungan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi
penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat
yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai dengan
diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Sejalan dengan cepatnya pengembangan pembangunan wilayah,
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kemungkinan besar telah terjadi
perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona lingkungan hidup
yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tidak cocok lagi digunakan untuk
memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Perubahan desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau
bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau kegiatan
akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda. Oleh
karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil
penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang
telah diterbitkan menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara mendasar berarti
hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang menjadi
dasar penyusunan analisis dampak lingkungan hidup. Keadaan ini
menimbulkan konsekuensi batalnya keputusan kelayakan lingkungan
hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Pengumuman merupakan hak setiap orang atas informasi lingkungan
hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
Ayat (2)
Pengumuman oleh instansi yang bertanggung jawab dapat dilakukan,
misalnya, melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Sedangkan pengumuman oleh pemrakarsa dapat dilakukan dengan
memasang papan pengumuman di lokasi akan diselenggarakannya
usaha dan/atau kegiatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Saran, pendapat dan tanggapan secara tertulis diperlukan agar
terdokumentasi.
Ayat (5)
Semua saran dan pendapat yang diajukan oleh warga masyarakat
harus tercermin dalam penyusunan kerangka acuan, dikaji dalam
analisis dampak lingkungan hidup dan diberikan alternatif
pemecahannya dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 37
Biaya penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup antara lain mencakup biaya untuk mendatangkan wakil-wakil
masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian mengenai analisis
dampak lingkungan hidup, menjadi tanggungan pemrakarsa.
Cukup jelas
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
-2–
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali
air laut
dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas
air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi
alamiahnya;
4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameterparameter
tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan
bagi
peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan
atau
penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau
kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan
baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi
dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam
air atau
air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk
menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi
cemar;
14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud
cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau
jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang
atau
dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga
Pemerintah
Nondepartemen;
17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan
hukum;
-3–
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan
pengendalian
dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara
terpadu
dengan pendekatan ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap
perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan
sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan
baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
pada :
a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam.
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan di
luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) huruf
c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas
batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di
Kabupaten/Kota.
Pasal 6
-4–
Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun
rencana
pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib
memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat
istiadat
yang hidup dalam masyarakat setempat.
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
potensi
pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau
peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tercantum
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan
lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur
dengan Peraturan Daerah Propinsi.
-5–
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,
Dan Status Mutu Air
Pasal 10
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 11
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau
penambahan
parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air
yang
pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri
dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada :
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota;
-6–
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu
propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-
masing
Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air
yang
merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk
melakukan
pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sekurangkurangnya
6 (enam) bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b,
disampaikan
kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan
Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih
lanjut
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan
Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan
menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan
Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk
melakukan
analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud
dalam ayat (1),
maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang
ditunjuk
Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua
atau lebih
laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri
dengan
menggunakan laboratorium rujukan nasional.
-7–
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas
Propinsi
dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air
yang lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada
sumber air
yang berada pada Kabupaten/Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan
masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air
berwenang :
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi
dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud
dalam Pasal
20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sekali.
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3),
Menteri
menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.
-8–
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung
beban
pencemaran air pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipergunakan
untuk :
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud
dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan
air
limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran
air pada
keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka
penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib
melaporkan
kepada Pejabat yang berwenang.
-9–
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
wajib mencatat :
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya
laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.
(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera
melakukan
verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap
pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah
terjadinya
pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung
jawab
usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air
serta
dampaknya.
Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat
melaksanakan
atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung
jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk
untuk
melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib
menyampaikan
laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai
status
mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan
kualitas air
dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
- 10 –
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3)
b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4
ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi
yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan
informasi
kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan
tentang
penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan
tentang
penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan
sekurangkurangnya
sekali dalam
3 (tiga) bulan kepada
Bupati/Walikota dengan
tembusan
disampaikan
kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi
pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil
kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota
dengan
memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.
10
- 11 –
Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk
aplikasi
pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa
mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh
pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
menunjukkan
bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan,
maka
Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.
(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air
atau
sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.
Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke
air atau
sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib
dicantumkan :
a. kewajiban untuk mengolah limbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media
lingkungan;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan
darurat;
e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak
lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan
atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;
11
- 12 –
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas
kadar
yang dipersyaratkan;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air
limbah yang
mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari
lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran
pada
sumber air.
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) belum
dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan
baku
mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Pasal 40
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau
sumber air
wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil
kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau
sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa
mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh
pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
menunjukkan
bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah
ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.
(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
12
- 13 –
Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau
sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan untuk
meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam
pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya
pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dapat
dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun
sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan
perundangundangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan
yang
tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
pejabat
pengawas lingkungan daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap
penaatan
persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio
visual, dan pengukuran;
13
- 14 –
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24
ayat
(1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan
Pasal
42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal
25,
Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan
lingkungan
hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau
melakukan tindakan tertentu.
14
- 15 –
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah
ditetapkan oleh
daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah,
maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah
ini
wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin
pembuangan air
limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber
air dari Bupati/Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (3)
wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 12
ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.
15
- 16 –
Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya
Peraturan
Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan
dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari
baku mutu
air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air
limbahnya, maka
baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah
mendapat
rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan
yang
berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang
telah ada,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor
24,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
16
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
- 17 –
17
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
UMUM.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu
dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta
makhluk hidup
lainnya.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan
sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
atau
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air
agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.
Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung.
Sedangkan
pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan
upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu air.
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
komponen
lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup
menjadi buruk
sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta
kehidupan
makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil
guna,
produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada
akhirnya akan
menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).
Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus
dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air
untuk
berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan
memperhitungkan
kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar
tersedia
dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi
kehidupan
dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara
ekologis,
guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau
kegiatan
manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi
menimbulkan
dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan
air, daya
guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat
secara
lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan
perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai
ekologik,
dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan
memerlukan
biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial
dari
kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang
cemar
dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang
cemar akan
menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh
air yang cemar.
-2–
2
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
-3–
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan
melestarikan
fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control).
Pelestarian
kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi
alamiahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air
tanah dalam
secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber–sumber air tersebut juga akan
sulit
dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk
pemulihannya.
Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata
air kualitas
airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam
maupun di
luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang
disebut
akuifer.
Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan
geologis
tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Ayat (4)
Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban
pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan
menyebabkan air
menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan
masa yang
akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku
mutu air
dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air.
Ayat (2)
-4–
Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang
tinggi dari
aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural.
Ayat (3)
Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing
uses) dan
potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses).
Pasal 8
Ayat (1)
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air,
dan
kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan
yang terbaik.
Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan
selanjutnya.
Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya
bagi suatu
peruntukan air (designated beneficial water uses).
Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air
minum
dengan pengolahan secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan
dididihkan.
Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari
tiap kelas,
yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air
mempersyaratkan
mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.
Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan
penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat
menggunakan
air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai
keadaan
mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria
kelas yang
diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan
mutu air,
penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin
dicapai.
Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang
bersifat
lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
4
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
-5–
-6–
Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator
dan
toksisitas.
Ayat (2)
Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar
berat, cemar
sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat
baik dan
cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan
suatu
indeks.
Pasal 15
Ayat (1)
Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh
Pemerintah
dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja
pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan.
Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk
dapat
diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja
dalam rangka
pengedalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi
laboratorium di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan
antara lain
untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis
sampel.
Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air
limbah.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf a
-7–
Cukup jelas
Huruf b
Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk
mengetahui sebab
dan faktor yang menyebabkan penurunanan kualitas air.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan
program
kerja pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke
waktu
mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas
air.
Ayat (3)
Cukup jelas
7
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
-8–
Ayat (1)
Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan
(pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau
tumpahan
bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan
operasi,
kecelakaan dan atau bencana alam.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah,
Camat, dan
Polisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan
yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum
rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek
prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
-9–
Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang
dimaksud
dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan
pengelolaan
kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya
memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan
hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun
pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik
dengan cara
mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang
ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam
proses
penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air, pengendalian
pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan
memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan
pengendalian terhadap
sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai
kegiatan yang
akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut
masih
dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air.
Pasal 32
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan
yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum
rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek
prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha
dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan
pengumuman
yang meliputi antara lain:
a. status mutu air;
b. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;
c. sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya;
d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau
e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan
kualitas
air dan atau pengendalian pencemaran air.
9
Pasal 34
Ayat (1)
- 10 –
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan
kualitas
air dan pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk
mengairi areal
pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication),
namun dapat
berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana
usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakannya.
Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik
berkenaan dengan
kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan
diaplikasi,
dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat
mencegah
pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.
Ayat (2)
Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus
dipenuhi. Oleh
karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu
dimungkinkan
untuk ditambahkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
10
- 11 –
11
- 12 –
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air
limbah
yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian
penghargaan.
Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan
air limbah
yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan
mengumumkan kepada
masyarakat riwayat kinerja penaatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan
sendiri,
belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan
prasarana atau
daerah tidak melakukan pengawasan.
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau
kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
12
- 13 –
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan
izin
melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 49
Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran,
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan
penyelamatan,
penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan
atau
kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang
paksa
(dwangsom).
Pasal 50
Ayat (1)
Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup
yang disebut
asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan
atau
perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan
hukum
tertentu, misalnya perintah untuk :
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai
dengan baku
mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau
perusakan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau
tindakan
penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan
mencakup
kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
13
Pasal 55
-Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
- 14 –
14
______________________________________
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2005
TENTANG
PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air
baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan,
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-2–
cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
3. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga
termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-3–
12. Badan usaha milik negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai
Penyelenggara.
13. Badan usaha milik daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah
badan usaha yang pendiriannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah
dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang
dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai Penyelenggara.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-4–
BAB II
SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(2) SPAM dengan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan.
(3) SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan
air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air.
(4) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara baik
dan berkelanjutan.
Pasal 6
(1) Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan
perautran menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-5–
(2) Air minum yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang didistribusikankepada masyarakat.
Bagian Kedua
Unit Air Baku
Pasal 7
(1) Unit air baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dapat
terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan penampungan air,
bangunanan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa
serta perlengkapannya.
(2) Unit air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan sarana
pengambilan dan/atau penyediaan air baku.
Pasal 8
(1) Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk
penyediaan air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Penggunaan air baku untuk keperluan pengusahaan air minum wajib
berdasarkan izin hak guna usaha air sesuai peraturan perundangundangan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-6–
Bagian Ketiga
Unit Produksi
Pasal 9
(1) Unit produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan
prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air air
baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi.
(2) Unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat terdiri dari
bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional,
alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan
penampungan air minum.
(3) Limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka.
Bagian Keempat
Unit Distribusi
Pasal 10
(1) Unit distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri
dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan,
alat ukur dan peralatan pemantauan.
(2) Unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan
kontinuitas pengaliran.
Bagian Kelima
Unit Pelayanan
Pasal 11
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-7–
(1) Unit pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran.
(2) Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan
hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air.
(3) Untuk menjamin keakurasiannya, meter air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), wajib ditera secara berkala oleh instansi yang
berwenang.
Bagian Keenam
Unit Pengelolaan
Pasal 12
(1) Unit pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis.
(2) Pengelolaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air
baku, unit produksi dan unit distribusi.
Pasal 13
Ketentuan teknis mengenai unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
BAB III
PERLINDUNGAN AIR BAKU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14
(1) Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan
pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-8–
(2) Prasarana dan Sarana Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi PS Air Limbah dan PS Persampahan.
Pasal 15
(1) PS Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
dilakukan melalui sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau
terpusat.
(4) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat
dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke
sumber air baku.
(5) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-9–
Pasal 17
(4) Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib
(2) Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk
cairan, wajib memperhatikan faktor keamanan, pengaliran sumber air
baku dan daerah terbuka.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 10 –
Bagian Ketiga
Prasarana dan Sarana Persampahan
Pasal 19
Pasal 20
(1) Lokasi tempat pengumpulan dan pengolahan sampah serta TPA, wajib
memperhatikan:
a. jarak dengan sumber air baku;
b. hasil kajian analisa mengenai dampak lingkungan;
c. rencana tata ruang;
d. daya dukung lingkungan dan kondisi hidrogeologi daerahnya; serta
e. kondisi sosial budaya masyarakat.
(2) Dalam rangka perlindungan air baku, TPA sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) :
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 11 –
Pasal 22
Proses pengolahan air limbah dan sampah wajib dilakukan sesuai dengan
standar teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari menteri terkait.
BAB IV
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pengembangan SPAM harus dilaksanakan secara
terpadu dengan pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi untuk
menjamin keberlanjutan fungsi penyediaan air minum dan
terhindarnya air baku dari pencemaran air limbah dan sampah.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 12 –
Pasal 24
(1) Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun dan
ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 (lima) tahun sekali melalui
konsultasi publik.
Pasal 25
(1) Kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
memuat:
a. tujuan dan sasaran pengembangan;
b. dasar kebijakan;
c. pendekatan penanganan;
d. prioritas pengembangan;
e. konsepsi kebijakan operasional; dan
f. rencana strategis dan program pengembangan SPAM.
Bagian Ketiga
Perencanaan
Pasal 26
(1) Perencanaan pengembangan SPAM meliputi penyusunan rencana
induk, studi kelayakan, dan/atau perancangan teknik terinci.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 13 –
diikuti izin prinsip hak guna air sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan.
Pasal 27
Rencana induk pengembangan SPAM paling sedikit memuat:
a. rencana umum;
b. rencana jaringan;
c. program dan kegiatan pengembangan;
d. kriteria dan standar pelayanan;
e. rencana alokasi air baku;
f. keterpaduan dengan PS Sanitasi;
g. indikasi pembiayaan dan pola investasi; serta
h. rencana pengembangan kelembagaan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 14 –
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
(1) Kegiatan penyusunan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29
dapat dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara atau penyedia jasa
perencanaan konstruksi yang ditunjuk.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 15 –
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Konstruksi
Pasal 31
(1) Pelaksanaan konstruksi SPAM meliputi kegiatan pembangunan
konstruksi fisik dan uji coba.
(2) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan berdasarkan hasil perencanaan teknis yang telah ditetapkan.
(3) Pedoman dan tata cara pelaksanaan konstruksi SPAM sesuai dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 32
(1) Kegiatan pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 dapat dilaksanakan oleh penyelenggara atau penyedia jasa
pelaksanaan konstruksi melalui proses pelelangan.
Pasal 33
(1) Kegiatan pengelolaan SPAM meliputi :
a. pengoperasian dan pemanfaatan;
b. administrasi dan kelembagaan
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
Pasal 34
- 16 –
Pasal 35
(1) Penyelenggaraan SPAM wajib melaksanakan pemeliharaan dan
rehabilitasi.
(4) Pedoman teknis dan tata cara pemeliharaan dan rehabilitasi ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 36
(1) Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan SPAM dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
untuk mendapatkan data kinerja pelayanan air minum.
- 17 –
(4) Pedoman teknis dan tata cara pemantauan dan evaluasi ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
BAB V
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
(1) Pengembangan SPAM menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam
mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di
wilayah pelayanannya, BUMN atau BUMD atas persetujuan dewan
pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi, badan usaha
swasta, dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan di wilayah
pelayanannya.
(4) Dalam hal pelayanan air minum yang dibutuhkan masyarakat tidak
dapat diwujudkan oleh BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat membangun
sebagian atau seluruh PS SPAM yang selanjutnya dioperasikan oleh
BUMN atau BUMD.
Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 38
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM meliputi:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional;
b. menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual;
c. membentuk BUMN penyelenggara SPAM;
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 18 –
d. memfasilitasi penyelesaian masalah dan permasalahan antar provinsi
yang bersifat khusus, strategis, baik yang bersifat nasional maupun
internasional;
e. memberikan bantuan teknis dan melakukan pembinaan, pengendalian,
serta pengawasan atas penyelenggaraan;
f. memberikan izin penyelenggaraan lintas provinsi;
g. penentuan alokasi air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM sesuai
dengan hak guna usaha air yang ditetapkan; dan
h. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan
pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Ketiga
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Provinsi
Pasal 39
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM meliputi:
a. menyusun kebijakan dan strategi pengembangan di wilayahnya
berdasarkan kebijakan dan strategi nasional;
b. memfasilitasi pengembangan SPAM lintas kabupaten/kota;
c. dapat membentuk BUMD provinsi sebagai penyelenggara SPAM;
d. penyelesaian masalah dan permasalahan yang bersifat antar
kabupaten/kota;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi yang bersifat lintas kabupaten/kota;
f. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan
kepada Pemerintah dan Badan Pendukung Pengembangan SPAM;
g. memberikan izin penyelenggaran untuk lintas kabupaten/kota; dan
h. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan
pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Keempat
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota
Pasal 40
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan pengembangan SPAM meliputi:
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 19 –
Bagian Kelima
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Desa
Pasal 41
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa meliputi:
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 20 –
BAB VI
BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SPAM
Bagian Kesatu
Status dan Kedudukan
Pasal 42
Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dibentuk Badan Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum, yang untuk selanjutnya disebut dengan BPP SPAM.
Pasal 43
BPP SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 merupakan badan non
struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri.
Pasal 44
BPP SPAM berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi
Pasal 45
BPP SPAM bertugas mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka
mencapai tujuan pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pasal 46
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, BPP
SPAM mempunyai fungsi:
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 21 –
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas BPP SPAM
ditetapkan oleh Mentari.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi
Pasal 48
Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara
dan unsur masyarakat.
Pasal 49
(1) Susunan keanggotaan BPP SPAM terdiri dari Ketua BPP SPAM yang
merangkap anggota dan beberapa anggota.
(3) Anggota BPP SPAM berjumlah ganjil, paling banyak 5 (lima) orang.
Pasal 50
(1) Dalam hal anggota BPP SPAM berasal dari Pegawai Negeri Sipil maka
Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dari jabatan organiknya
selama menjadi Anggota BPP SPAM tanpa kehilangan statusnya
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat
jenjang pangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 22 –
Pasal 51
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPP SPAM, seorang calon
anggota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota BPP SPAM, setiap calon
anggota yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Menteri.
Pasal 52
Anggota BPP SPAM diberhentikan dalam hal:
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 23 –
Pasal 53
Pasal 54
(1) Untuk membantu pelaksanaan fungsi dan tugas BPP SPAM dibentuk
Sekretariat BPP SPAM yang berada di lingkungan Menteri.
(3) Sekretariat BPP SPAM dipimpin oleh Sekretaris BPP SPAM yang
bertanggung jawab kepada Ketua BPP SPAM.
(4) Sekretaris BPP SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri atas usul Ketua BPP SPAM.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, fungsi dan tugas
Masa kerja anggota BPP SPAM adalah selama 4 (empT) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
Pasal 56
(1) Anggaran untuk pelaksanaan tugas BPP SPAM diperoleh dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Sistem penggajian anggota BPP SPAM disesuaikan dengan beban tugas
dan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
BAB VII
- 24 –
PEMBIAYAAN DAN TARIF
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 57
(2) Sumber dana untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berasal dari:
a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
b. BUMN atau BUMD;
c. koperasi;
d. badan usaha swasta;
e. dana masyarakat; dan/atau
f. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 58
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 25 –
Pasal 59
Pasal 60
(1) Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum dan jasa
pelayanan air limbah yang wajib dibayar oleh pelanggan untuk setiap
pemakaian air minum yang diberikan oleh Penyelenggara.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 26 –
(6) Tarif jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diselenggarakan oleh BUMD ditetapkan oleh Kepala Daerah
berdasarkan usulan direksi, setelah disetujui oleh Dewan Pengawas.
(7) Tarif jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diselenggarakan oleh badan usaha swasta, ditetapkan oleh Kepala
daerah berdasarkan perjanjian penyelenggaraan SPAM.
(8) Pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Pasal 61
(1) Dalam hal jasa pelayanan air limbah dilakukan Pemerintah Daerah,
pelanggan dapat dikenakan pungutan daerah dalam bentuk retribusi.
Pasal 62
(1) Dalam hal jasa pelayanan dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk
kepentingannya sendiri, anggota kelompok masyarakat dapat
dikenakan iuran berdasarkan kesepakatan bersama.
- 27 –
BAB VIII
TUGAS, TANGGUNG JAWAB,
PERAN, HAK, DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Tugas dan Tanggung Jawab BUMN dan BUMD
Pasal 63
Bagian Kedua
Peran Serta Koperasi,
Badan Usaha Swasta, dan Masyarakat
Pasal 64
(1) Koperasi dan/atau badan usaha swasta dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan SPAM pada daerah, wilayah atau
kawasan yang belum terjangkau pelayanan BUMD/BUMN.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 28 –
(4) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mencakup
seluruh atau sebagian tahapan penyelenggaraan pengembangan.
(7) Setelah batas waktu perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
selesai, seluruh aset beserta kelengkapannya diserahkan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam keadaan baik dan dapat
beroperasi.
Pasal 65
(1) Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat
menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 29 –
Pasal 66
Dalam melakukan pengembangan SPAM, koperasi, badan usaha swasta, dan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) wajib:
a. Berpedoman pada tata cara perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
pengelolaan, pemeliharaan, rehabilitasi, dan monitoring evaluasi
mengikuti ketentuan Peraturan Menteri;
b. memberikan informasi dan laporan mengenai penyelenggaraan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
dan
c. dalam keadaan tertentu dapat membantu dan memberikan akses
kepada masyarakat sekitar dalam pemenuhan kebutuhan minimal akan
air.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pelanggan
Pasal 67
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 30 –
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Penyelenggara
Pasal 68
(1) Setiap penyelenggara berhak:
a. memperoleh lahan untuk membangun sarana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. menerima pembayaran jasa pelayanan sesuai dengan
tarif/retribusi jasa pelayanan;
c. menetapkan dan mengenakan denda terhadap keterlambatan
pembayaran tagihan;
d. memperoleh kuantitas air baku secara kontinu sesuai dengan izin
yang telah didapat;
e. memutus sambungan langganan kepada para pemakai/pelanggan
yang tidak memenuhi kewajibannya; dan
f. menggugat masyarakat atau organisasi lainnya yang melakukan
kegiatan dan mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana
pelayanan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 31 –
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 69
(1) Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dalam pengembangan SPAM
dilaksanakan oleh Pemerintah, yang meliputi:
a. koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan air minum;
b. pemberian norma, standar, pedoman, manual;
c. pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, bantuan teknis; dan
d. pendidikan dan pelatihan;
(2) Pembinaan terhadap BUMN atau BUMD, koperasi, badan usaha swasta,
dan kelompok masyarakat yang melaksanakan penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya meliputi:
a. pemberian norma, standar,pedoman, manual;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; dan
c. pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 70
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan
terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 32 –
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.
Pasal 72
(1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak
mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan prasarana dan
sarana penyediaan air minum, untuk kepentingan keberlanjutan fungsi
SPAM.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan
untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan
keberlanjutan fungsi SPAM dan/ atau gugatan membayar biaya atas
pengeluaran nyata.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 33 –
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 73
Pasal 74
(1) BUMN/ BUMD yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (4), (5) dan (6),
Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 63 huruf d, Pasal 68 ayat
(2) huruf a, c dan g, dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.
(1) Koperasi dan badan usaha swasta yang melanggar ketentuan Pasal 10
ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 68 ayat (2)
huruf a, c dan g, dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.
(2) Koperasi dan badan usaha swasta yang tidak mematuhi peringatan
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 34 –
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 35 –
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 79
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Maret 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd.
PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 11 TAHUN 2006
TENTANG
SALINAN
Pasal 1
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini
tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Menteri ini wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Hidup.
Pasal 3
Dalam hal skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada
skala/besaran yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini akan tetapi atas
dasar
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
tipologi ekosistem
setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup, maka Bupati
atau Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut sebagai Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pasal 4
Bupati atau Walikota atau Gubernur dan/atau masyarakat dapat mengajukan usulan
secara tertulis
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang tidak
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini tetapi mempunyai dampak penting
terhadap
lingkungan hidup, untuk ditetapkan sebagai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pasal 5
Menteri Negara Lingkungan Hidup mempertimbangkan penetapan jenis rencana
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup terhadap usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
berdasarkan hasil
penapisan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini setelah
mendengar dan
memperhatikan saran serta pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen yang terkait.
Pasal 7
(1) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat
berkurang dalam hal :
Pasal 8
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat ditinjau
kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 9
Khusus untuk bidang rekayasa genetika, ketentuan tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I huruf M Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan
Presiden yang mengatur Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
Pasal 10
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor
17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2006
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
3
Lampiran I Lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB
DILENGKAPI DENGAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
1. Pendahuluan 1. Pendahuluan
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
NO NO JENIS KEGIATAN JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN
SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS ALASAN ILMIAH KHUSUS
1. Pembangunan Pangkalan
TNI AL
Kelas A dan B Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi
2. Pembangunan Pangkalan
TNI AU
mengubah ekosistem laut dan pantai.
Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair dan sampah padat.
3. Pembangunan Pusat
Latihan Tempur
- Luas
> 10.000 ha
Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung,
termasuk daerah penyangga, tertutup bagi
masyarakat.
Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan akibat ledakan.
B. Bidang Pertanian
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas
air akibat
kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat
beroperasi, serta
perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu
sering pula
muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.
> 2.000 ha
> 5.000 ha
> 3.000 ha
Semua besaran
> 3.000 ha
Semua besaran
C. Bidang Perikanan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang,
ikan adalah
perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan
hutan
mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-
tumbuhan dan
hewan yang berada di kawasan tersebut.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha budidaya perikanan
1.
a. Budidaya tambak
udang/ikan tingkat
teknologi maju dan
madya dengan atau
tanpa unit
pengolahannya
- Luas
> 50 ha
> 2,5 ha
> 500 unit
> 5 ha
> 1.000 unit
D. Bidang Kehutanan
Semua besaran
3. Pembangunan terminal
terpadu Moda dan Fungsi
- Luas
4.
5.
a. Pengerukan perairan
dengan
Capital
Dredging
- Volume
b. Pengerukan perairan
sungai dan/atau laut
dengan
capital dredging
yang memotong
material karang
dan/atau batu
Pembangunan pelabuhan
dengan salah satu fasilitas
berikut:
a. Dermaga dengan
bentuk konstruksi
sheet
pile
atau open pile
- Panjang, atau
- Luas
b. Dermaga dengan
konstruksi masif
c. Penahan gelombang
(talud) dan/atau
pemecah gelombang
(break water)
- Panjang
d. Prasarana pendukung
pelabuhan (terminal,
gudang, peti kemas,
dan lain-lain)
- Luas
e. Single Point Moo ing
Boey
- Untuk kapal
r
> 25 km
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan
pandangan, ekologis dan dampak sosial.
= 2 ha
> 500.000 m
Semua besaran
> 200 m
> 6.000 m
2
Semua besaran
> 200 m
> 5 ha
produktivitas
kawasan
yang
dapat menimbulkan
dampak
sosial.
Kegiatan ini
juga akan menimbulkan
gangguan
terhadap
lalu
lintas
pelayaran
perairan.
6. Reklamasi (pengurugan):
- Luas, atau
- Volume
7. Kegiatan penempatan hasil
keruk
(dumping) di darat:
- Volume, atau
- Luas area
dumping
8. Pembangunan bandar
udara baru beserta
fasilitasnya (untuk
fixed
wing
maupun rotary wing)
9.
10.
> 25 ha
> 500.000 m
> 500.000 m
> 5 ha
3
3
Semua besaran
kelompok bandar
udara (A, B, dan
C) beserta hasil
studi rencana
induk yang telah
disetujui
Pengembangan bandar
udara beserta salah satu
fasilitas berikut:
a. Landasan pacu
- Panjang
b. Terminal penumpang
atau terminal kargo
- Luas
> 200 m
> 2000 m
c. Pengambilan air tanah = 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan 5
sumur dalam satu
area < 10 ha)
> 200 KK
> 100 ha
> 25 ha
> 100.000 m
500.000 m
3
3
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem
geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial,
ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan,
lalu lintas serta mengganggu proses-proses alamiah
di daerah pantai.
3.
Semua besaran
4.
Penggunaan areal:
a. Urban:
- Metropolitan, luas
- Kota besar, luas
- Kota sedang, luas
- Kota kecil, luas
b. Rural/pedesaan, luas
Semua besaran
Kawasan industri
(industrial estate) merupakan
lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis
industri manufaktur yang masih prediktif, sehingga
dalam pengembangannya diperkirakan akan
menimbulkan berbagai dampak penting antara lain
disebabkan:
Kegiatan
grading (pembentukan muka tanah) dan
run off (air larian).
Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat.
Mobilisasi tenaga kerja (90 – 110 TK/ha).
Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial.
Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan
rata-rata 0,55 – 0,75 l/dt/ha.
Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam
kaitan dengan jenis pembangkit ataupun
trace
jaringan (0,1 MW/ha).
Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang
masih prediktif terutama dalam hal cara
pengelolaannya.
Bangkitan lalu lintas.
> 5 ha
> 10 ha
> 15 ha
> 20 ha
> 30 ha
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.
Bendungan/Waduk atau
Jenis Tampungan Air
lainnya:
- Tinggi, atau
- Luas genangan
Daerah Irigasi
a. Pembangunan baru
dengan luas
b. Peningkatan dengan luas
tambahan
c. Pencetakan sawah, luas
(perkelompok)
3. Pengembangan Rawa :
Reklamasi rawa untuk
kepentingan irigasi
> 15 m
> 200 ha
>
2.000 ha
>
1.000 ha
>
500 ha
>
1.000 ha
4. Pembangunan Pengaman
Pantai dan perbaikan muara
sungai:
- Jarak dihitung tegak lurus
pantai
>
500 m
5. Normalisasi Sungai
b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
>
10 km
>
500.000 m
>
15 km
>
500.000 m
Pembangunan dan/atau
peningkatan jalan dengan
pelebaran yang
membutuhkan pengadaan
tanah
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
a. Pembangunan
subway/underpass,
terowongan
/tunnel
3
3
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.
>
5 km
>
5 ha
= 10 km
= 10 ha
= 30 km
= 30 ha
>
2 km
f
r
t
- Kapasitas
d. Pembangunan Instalasi
Pengolahan sampah
terpadu
- Kapasitas
>
10 ha
>
10.000 ton
>
5 ha
>
5.000 ton
>
1.000 ton/hari
= 500 ton/hari
Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,
emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan
kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.
10
11
12.
e. Pengolahan dengan
insinerator
- Kapasitas
f. Composting Plant
- Kapasitas
g. Transportasi sampah
dengan kereta api
- Kapasitas
Pembangunan
Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas
b.Pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) limbah domestik
termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Beban organik
c. Pembangunan sistem
perpipaan air limbah, luas
layanan
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
Pembangunan saluran
drainase (primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. kota besar/metropolitan,
panjang
= 500 ton/hari
= 100 ton/hari
= 500 ton/hari
>
25 ha
> 50 ha
>
100 ha
= 2 ha
= 11 m
3
/hari
= 3 ha
= 2,4 ton/hari
= 500 ha
= 16.000 m
= 5 km
= 10 km
3
/hari
Dampak potensial berupa
fly ash dan bottom ash,
pencemaran udara, emisi biogas (H
2
S, NO
,
CO
, dioxin), air limbah, cooling water, bau dan
gangguan kesehatan
x
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar.
Tingkat kebutuhan air sehari-hari.
Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil
kegiatan perumahan dan pemukiman.
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(mobilisasi material dan manusia).
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan).
13.
Jaringan air bersih di kota
besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan
distribusi
- Luas layanan
b. Pembangunan jaringan
transmisi
- Panjang
14. Pengambilan air dari danau,
sun
gai, mata air permukaan,
atau sumber air permukaan
lainnya
- Debit pengambilan
15.
Pembangunan Pusat
Perkantoran, Pendidikan,
Olahraga, Kesenian, Tempat
Ibadah, Pusat perdagangan/
perbelanjaan relatif
terkonsentrasi
- Luas lahan, atau
- Bangunan
16. Pembangunan kawasan
pemukiman untuk
pemindahan
penduduk/transmigrasi
(Pemukiman Transmigrasi
Baru Pola Tanaman Pangan)
- Luas lahan
>
500 ha
>
10 km
>
250 l/dt
>
5 ha
>
10.000 m
>
2000 ha
2
Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan
persoalan keterbatasan air.
panas bumi
- Luas perizinan (KP),
atau
- Luas daerah terbuka
untuk pertambangan
Tahap eksploitasi:
a. Eksploitasi dan
pengembangan uap
panas bumi dan/atau
Pengembangan panas
bumi
b. Batubara/gambut
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
c. Bijih Primer
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
d. Bijih Sekunder/Endapan
Alluvial
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
= 200 ha
= 50 ha
(kumulatif/tahun)
= 55 MW
= 1.000.000
ton/tahun
= 4.000.000 ton
= 400.000
ton/tahun
= 1.000.000 ton
= 300.000
ton/tahun
= 1.000.000 ton
= 250.000 m
3
/tahun
= 1.000.000 ton
= 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan
5 sumur dalam
satu area < 10
ha)
3. Melakukan penempatan
tailing di bawah laut
(Submarine Tailing
Disposal)
- Lapangan gas
b Di laut
- Lapangan Minyak
- Lapangan Gas
= 15.000 BOPD
= 90 MMSCFD
jumlah total
lapangan semua
sumur
= 100 km
= 16 bar
Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke
rumah
Pemanfaatan lahan yang tumpang tindih
dengan aktifitas nelayan dianggap cukup luas
lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu
aktivitas nelayan.
Pembangunan jaringan
transmisi
2.
Pembangunan
a. PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU
50 MMSCFD
550 MMSCFD
10.000 BOPD
10.000 ton/tahun
> 150 kV
= 100 MW
(dalam satu lokasi)
gangguan terhadap daerah sensitif.
Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan
aktivitas lalu lintas kapal buang sauh,
penambangan pasir.
Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga
berbahaya terhadap kegiatan/aktifitas nelayan,
tambang pasir dan alur pelayaran.
2
Potensi konflik sosial.
Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.
b. Pembangunan PLTP
(pengembangan Panas
Bumi)
c. Pembangunan PLTA
dengan:
- Tinggi bendung, atau
- Luas genangan, atau
- Kapasitas daya (aliran
langsung)
d. Pembangunan
pembangkit listrik dari
jenis lain (antara lain:
OTEC (
Ocean Thermal
Energy Conversion
),
Surya, Angin, Biomassa,
Gambut,dan lain-lain)
J. Bidang Pariwisata
= 55 MW
= 15 m
= 200 ha
= 50 MW
= 10 MW
b. Taman Rekreasi
2. Lapangan golf
(tidak termasuk
driving
range)
Semua besaran
>
100 ha
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak dari
penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air
permukaan
(run off), serta kebutuhan air yang
relatif besar
K. Bidang Pengembangan Nuklir
nuklir
- Produksi
c. Pengolahan dan pemurnian
uranium
- Produksi
d. Pengelolaan limbah
radioaktif
(mencakup penghasil,
penyimpan, dan
pengolahan)
e. Pembangunan Iradiator
(Kategori II s/d IV)
- Aktivitas sumber
>
125 elemen
bakar/tahun
>
100 ton yellow
cake
/tahun
Semua instalasi
>
37.000 TBq
(100.000 Ci)
Keamanan konstruksi.
Berisiko tinggi.
Dampak radiasi pada tahap
decomisioning
(pasca operasi).
Transportasi, penyimpanan, pengelolaan dan
pembuangan bahan bakar bekas dan limbah
bahan radioaktif.
c. Setiap kegiatan
pengolahan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
- Pengolahan dengan
insinerator.
- Pengolahan secara
biologis (
land farming
biopile, compos ing,
bioventing, biosparging,
bioslurping, alternate
electron acceptors,
fitoremediasi).
,
t
e. Setiap kegiatan
penimbunan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
2. Budidaya produk
bioteknologi hasil rekayasa
genetika
m = meter
m
2
= meter persegi
m
3
= meter kubik
km = kilometer
km
2
= kilometer persegi
ha = hektar
l = liter
dt = detik
kW = kilowatt
kWh = kilowatt hour
kV = kilovolt
MW = megawatt
TBq = Terra Becquerel
BOPD =
barrel oil per day = minyak barrel per hari
MMSCFD =
million metric square cubic feet per day = juta metrik persegi kaki kubik per hari
DWT =
dead weight tonnage = bobot mati
KK = kepala keluarga
LPG =
Liquiefied Petroleum Gas = gas minyak bumi yang dicairkan
LNG =
Liquiefied Natural Gas = gas alam yang dicairkan
ROW =
right of way = daerah milik jalan (damija)
BOD =
biological oxygen demand = kebutuhan oksigen biologis
COD =
chemical oxygen demand = kebutuhan oksigen kimiawi
DO =
dissolved oxygen = oksigen terlarut
TSS =
total suspended solid = total padatan tersuspensi
TDS =
total dissolved solid = total padatan terlarut
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
21
Lampiran II
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006
DAFTAR KAWASAN LINDUNG
Kawasan Lindung yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 37 Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, adalah sebagai berikut:
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
22
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 Langkah 1
Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan: Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan:
Langkah 2
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
Jawaban “YA” merupakan indikasi bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Langkah 3
Lakukan penentuan dampak penting untuk setiap jawaban ”YA” dari daftar
pertanyaan pada Langkah
1 dan Langkah 2 menggunakan kriteria penentuan dampak penting berikut:
Langkah 4
penting negatif usaha dan/atau kegiatan dimaksud, baik yang bersifat terintegrasi
dengan proses
produksi maupun terpisah dari proses produksi.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
24
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
25
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11
TAHUN 2006
PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 11 TAHUN 2006
TENTANG
SALINAN
Pasal 1
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini
tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Menteri ini wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Hidup.
Pasal 3
Dalam hal skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada
skala/besaran yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini akan tetapi atas
dasar
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
tipologi ekosistem
setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup, maka Bupati
atau Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut sebagai Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pasal 4
Bupati atau Walikota atau Gubernur dan/atau masyarakat dapat mengajukan usulan
secara tertulis
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang tidak
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini tetapi mempunyai dampak penting
terhadap
lingkungan hidup, untuk ditetapkan sebagai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pasal 5
Menteri Negara Lingkungan Hidup mempertimbangkan penetapan jenis rencana
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup terhadap usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
berdasarkan hasil
penapisan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini setelah
mendengar dan
memperhatikan saran serta pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen yang terkait.
Pasal 7
(1) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat
berkurang dalam hal :
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
2
Pasal 8
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat ditinjau
kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 9
Khusus untuk bidang rekayasa genetika, ketentuan tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I huruf M Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan
Presiden yang mengatur Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
Pasal 10
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor
17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2006
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
3
Lampiran I Lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB
DILENGKAPI DENGAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
1. Pendahuluan 1. Pendahuluan
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
3. Pembangunan Pusat
Latihan Tempur
- Luas
> 10.000 ha
Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung,
termasuk daerah penyangga, tertutup bagi
masyarakat.
Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan akibat ledakan.
B. Bidang Pertanian
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas
air akibat
kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat
beroperasi, serta
perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu
sering pula
muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.
Skala/besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan
potensi dampak
penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran
tersebut
merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan
dengan
mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.
> 2.000 ha
> 5.000 ha
> 3.000 ha
Semua besaran
> 3.000 ha
Semua besaran
Kegiatan akan berdampak terhadap
ekosistem, hidrologi dan bentang alam
C. Bidang Perikanan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang,
ikan adalah
perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan
hutan
mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-
tumbuhan dan
hewan yang berada di kawasan tersebut.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha budidaya perikanan
1.
a. Budidaya tambak
udang/ikan tingkat
teknologi maju dan
madya dengan atau
tanpa unit
pengolahannya
- Luas
> 50 ha
> 2,5 ha
> 500 unit
> 5 ha
> 1.000 unit
D. Bidang Kehutanan
3. Pembangunan terminal
terpadu Moda dan Fungsi
- Luas
4.
5.
a. Pengerukan perairan
dengan
Capital
Dredging
- Volume
b. Pengerukan perairan
sungai dan/atau laut
dengan
capital dredging
yang memotong
material karang
dan/atau batu
Pembangunan pelabuhan
dengan salah satu fasilitas
berikut:
a. Dermaga dengan
bentuk konstruksi
sheet
pile
atau open pile
- Panjang, atau
- Luas
b. Dermaga dengan
konstruksi masif
c. Penahan gelombang
(talud) dan/atau
pemecah gelombang
(break water)
- Panjang
d. Prasarana pendukung
pelabuhan (terminal,
gudang, peti kemas,
dan lain-lain)
- Luas
e. Single Point Moo ing
Boey
- Untuk kapal
r
> 25 km
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan
pandangan, ekologis dan dampak sosial.
= 2 ha
> 500.000 m
Semua besaran
> 200 m
> 6.000 m
2
Semua besaran
> 200 m
> 5 ha
produktivitas
kawasan
yang
dapat menimbulkan
dampak
sosial.
Kegiatan ini
juga akan menimbulkan
gangguan
terhadap
lalu
lintas
pelayaran
perairan.
6. Reklamasi (pengurugan):
- Luas, atau
- Volume
7. Kegiatan penempatan hasil
keruk
(dumping) di darat:
- Volume, atau
- Luas area
dumping
8. Pembangunan bandar
udara baru beserta
fasilitasnya (untuk
fixed
wing
maupun rotary wing)
9.
10.
> 25 ha
> 500.000 m
> 500.000 m
> 5 ha
3
3
Semua besaran
kelompok bandar
udara (A, B, dan
C) beserta hasil
studi rencana
induk yang telah
disetujui
Pengembangan bandar
udara beserta salah satu
fasilitas berikut:
a. Landasan pacu
- Panjang
b. Terminal penumpang
atau terminal kargo
- Luas
> 200 m
> 2000 m
c. Pengambilan air tanah = 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan 5
sumur dalam satu
area < 10 ha)
b. Reklamasi pantai:
- Luas, atau
- Volume urugan
> 200 KK
> 100 ha
> 25 ha
> 100.000 m
500.000 m
3
3
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem
geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial,
ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan,
lalu lintas serta mengganggu proses-proses alamiah
di daerah pantai.
3.
Industri pulp atau industri
kertas yang terintegrasi
den
gan industri pulp, kecuali
pulp dari kertas bekas dan
pulp untuk kertas budaya
Semua besaran
Semua besaran
Penggunaan areal:
a. Urban:
- Metropolitan, luas
- Kota besar, luas
- Kota sedang, luas
- Kota kecil, luas
b. Rural/pedesaan, luas
Semua besaran
Kawasan industri
(industrial estate) merupakan
lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis
industri manufaktur yang masih prediktif, sehingga
dalam pengembangannya diperkirakan akan
menimbulkan berbagai dampak penting antara lain
disebabkan:
Kegiatan
grading (pembentukan muka tanah) dan
run off (air larian).
Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat.
Mobilisasi tenaga kerja (90 – 110 TK/ha).
Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial.
Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan
rata-rata 0,55 – 0,75 l/dt/ha.
Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam
kaitan dengan jenis pembangkit ataupun
trace
jaringan (0,1 MW/ha).
Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang
masih prediktif terutama dalam hal cara
pengelolaannya.
Bangkitan lalu lintas.
= 50.000 DWT Sistem
graving dock adalah galangan kapal yang
dilengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran
panjang 150 m, lebar 30 m, dan kedalaman 10 m
dengan sistem sirkulasi.
Pembuatan kolam
graving ini dilakukan dengan
mengeruk laut yang dikhawatirkan akan
menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai.
> 5 ha
> 10 ha
> 15 ha
> 20 ha
> 30 ha
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.
Bendungan/Waduk atau
Jenis Tampungan Air
lainnya:
- Tinggi, atau
- Luas genangan
Daerah Irigasi
a. Pembangunan baru
dengan luas
> 15 m
> 200 ha
>
2.000 ha
>
1.000 ha
>
500 ha
>
1.000 ha
4. Pembangunan Pengaman
Pantai dan perbaikan muara
sungai:
- Jarak dihitung tegak lurus
pantai
>
500 m
5. Normalisasi Sungai
>
5 km
>
500.000 m
3
Termasuk dalam kategori
“large dam”
(bendungan besar).
Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik
bagi material dan desain konstruksinya.
Pada skala ini diperlukan
quarry/burrow area
yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan
dampak.
Dampak pada hidrologi.
b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
>
10 km
>
500.000 m
>
15 km
>
500.000 m
Pembangunan dan/atau
peningkatan jalan dengan
pelebaran yang
membutuhkan pengadaan
tanah
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan
a. Pembangunan
subway/underpass,
terowongan
/tunnel
3
3
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.
= 10 km
= 10 ha
= 30 km
= 30 ha
>
2 km
f
r
t
- Kapasitas
d. Pembangunan Instalasi
Pengolahan sampah
terpadu
- Kapasitas
>
10 ha
>
10.000 ton
>
5 ha
>
5.000 ton
>
1.000 ton/hari
= 500 ton/hari
Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,
emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan
kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.
Dampak potensial adalah pencemaran gas/udara,
risiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari
leachate.
10
11
12.
e. Pengolahan dengan
insinerator
- Kapasitas
f. Composting Plant
- Kapasitas
g. Transportasi sampah
dengan kereta api
- Kapasitas
Pembangunan
Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas
b.Pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) limbah domestik
termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Beban organik
c. Pembangunan sistem
perpipaan air limbah, luas
layanan
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
Pembangunan saluran
drainase (primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. kota besar/metropolitan,
panjang
b. kota sedang, panjang
= 500 ton/hari
= 100 ton/hari
= 500 ton/hari
>
25 ha
> 50 ha
>
100 ha
= 2 ha
= 11 m
3
/hari
= 3 ha
= 2,4 ton/hari
= 500 ha
= 16.000 m
= 5 km
= 10 km
3
/hari
Dampak potensial berupa
fly ash dan bottom ash,
pencemaran udara, emisi biogas (H
2
S, NO
,
CO
, dioxin), air limbah, cooling water, bau dan
gangguan kesehatan
x
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar.
Tingkat kebutuhan air sehari-hari.
Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil
kegiatan perumahan dan pemukiman.
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(mobilisasi material dan manusia).
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan).
13.
Jaringan air bersih di kota
besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan
distribusi
- Luas layanan
b. Pembangunan jaringan
transmisi
- Panjang
14. Pengambilan air dari danau,
sun
gai, mata air permukaan,
atau sumber air permukaan
lainnya
- Debit pengambilan
15.
Pembangunan Pusat
Perkantoran, Pendidikan,
Olahraga, Kesenian, Tempat
Ibadah, Pusat perdagangan/
perbelanjaan relatif
terkonsentrasi
- Luas lahan, atau
- Bangunan
16. Pembangunan kawasan
pemukiman untuk
pemindahan
penduduk/transmigrasi
(Pemukiman Transmigrasi
Baru Pola Tanaman Pangan)
- Luas lahan
>
500 ha
>
10 km
>
250 l/dt
>
5 ha
>
10.000 m
>
2000 ha
2
Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan
persoalan keterbatasan air.
panas bumi
- Luas perizinan (KP),
atau
- Luas daerah terbuka
untuk pertambangan
Tahap eksploitasi:
a. Eksploitasi dan
pengembangan uap
panas bumi dan/atau
Pengembangan panas
bumi
b. Batubara/gambut
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
c. Bijih Primer
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
d. Bijih Sekunder/Endapan
Alluvial
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan
= 200 ha
= 50 ha
(kumulatif/tahun)
= 55 MW
= 1.000.000
ton/tahun
= 4.000.000 ton
= 400.000
ton/tahun
= 1.000.000 ton
= 300.000
ton/tahun
= 1.000.000 ton
= 250.000 m
3
/tahun
= 1.000.000 ton
3. Melakukan penempatan
tailing di bawah laut
(Submarine Tailing
Disposal)
b Di laut
- Lapangan Minyak
- Lapangan Gas
= 5.000 BOPD
= 30 MMSCFD
= 15.000 BOPD
= 90 MMSCFD
jumlah total
lapangan semua
sumur
= 100 km
= 16 bar
Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke
rumah
Pemanfaatan lahan yang tumpang tindih
dengan aktifitas nelayan dianggap cukup luas
lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu
aktivitas nelayan.
Pembangunan jaringan
transmisi
2.
Pembangunan
a. PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU
50 MMSCFD
550 MMSCFD
10.000 BOPD
10.000 ton/tahun
> 150 kV
= 100 MW
(dalam satu lokasi)
gangguan terhadap daerah sensitif.
Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan
aktivitas lalu lintas kapal buang sauh,
penambangan pasir.
Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga
berbahaya terhadap kegiatan/aktifitas nelayan,
tambang pasir dan alur pelayaran.
2
Potensi konflik sosial.
Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.
b. Pembangunan PLTP
(pengembangan Panas
Bumi)
c. Pembangunan PLTA
dengan:
- Tinggi bendung, atau
- Luas genangan, atau
- Kapasitas daya (aliran
langsung)
d. Pembangunan
pembangkit listrik dari
jenis lain (antara lain:
OTEC (
Ocean Thermal
Energy Conversion
),
Surya, Angin, Biomassa,
Gambut,dan lain-lain)
J. Bidang Pariwisata
= 55 MW
= 15 m
= 200 ha
= 50 MW
= 10 MW
b. Taman Rekreasi
2. Lapangan golf
(tidak termasuk
driving
range)
Semua besaran
>
100 ha
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak dari
penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air
permukaan
(run off), serta kebutuhan air yang
relatif besar
>
100 kW
b. Reaktor Daya (PLTN) Semua instalasi
Pembangunan dan
pengoperasian instalasi nuklir
non reaktor
a. Fabrikasi bahan bakar
nuklir
- Produksi
c. Pengolahan dan pemurnian
uranium
- Produksi
d. Pengelolaan limbah
radioaktif
(mencakup penghasil,
penyimpan, dan
pengolahan)
e. Pembangunan Iradiator
(Kategori II s/d IV)
- Aktivitas sumber
>
125 elemen
bakar/tahun
>
100 ton yellow
cake
/tahun
Semua instalasi
>
37.000 TBq
(100.000 Ci)
Keamanan konstruksi.
Berisiko tinggi.
Dampak radiasi pada tahap
decomisioning
(pasca operasi).
Transportasi, penyimpanan, pengelolaan dan
pembuangan bahan bakar bekas dan limbah
bahan radioaktif.
b. Setiap kegiatan
pemanfaatan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
c. Setiap kegiatan
pengolahan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
- Pengolahan dengan
insinerator.
- Pengolahan secara
biologis (
land farming
biopile, compos ing,
bioventing, biosparging,
bioslurping, alternate
electron acceptors,
fitoremediasi).
,
t
e. Setiap kegiatan
penimbunan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
2. Budidaya produk
bioteknologi hasil rekayasa
genetika
Semua besaran Lihat penjelasan di atas
Semua besaran Lihat penjelasan di atas
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
20
m = meter
m
2
= meter persegi
m
3
= meter kubik
km = kilometer
km
2
= kilometer persegi
ha = hektar
l = liter
dt = detik
kW = kilowatt
kWh = kilowatt hour
kV = kilovolt
MW = megawatt
TBq = Terra Becquerel
BOPD =
barrel oil per day = minyak barrel per hari
MMSCFD =
million metric square cubic feet per day = juta metrik persegi kaki kubik per hari
DWT =
dead weight tonnage = bobot mati
KK = kepala keluarga
LPG =
Liquiefied Petroleum Gas = gas minyak bumi yang dicairkan
LNG =
Liquiefied Natural Gas = gas alam yang dicairkan
ROW =
right of way = daerah milik jalan (damija)
BOD =
biological oxygen demand = kebutuhan oksigen biologis
COD =
chemical oxygen demand = kebutuhan oksigen kimiawi
DO =
dissolved oxygen = oksigen terlarut
TSS =
total suspended solid = total padatan tersuspensi
TDS =
total dissolved solid = total padatan terlarut
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
21
Lampiran II
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006
Kawasan Lindung yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 37 Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, adalah sebagai berikut:
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
22
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 Langkah 1
Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan: Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan:
Langkah 2
Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut untuk menilai karakteristik
rencana usaha
dan/atau kegiatan.
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
Jawaban “YA” merupakan indikasi bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Langkah 3
Lakukan penentuan dampak penting untuk setiap jawaban ”YA” dari daftar
pertanyaan pada Langkah
1 dan Langkah 2 menggunakan kriteria penentuan dampak penting berikut:
penting negatif usaha dan/atau kegiatan dimaksud, baik yang bersifat terintegrasi
dengan proses
produksi maupun terpisah dari proses produksi.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
24
Bila hasil analisis langkah 4 menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir dampak
lingkungan usaha
dan/atau kegiatan tersebut tidak dikenali karakter dampaknya dan tidak tersedia ilmu
pengetahuan,
teknologi dan tata cara untuk mengatasi dampak penting negatifnya, maka usaha
dan/atau kegiatan
dimaksud yang semula tergolong tidak wajib AMDAL dapat digolongkan sebagai
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
25
1. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup
dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan
pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan;
Mengingat :
12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun 1993 tentang
Pembentukan kabinet pembangunan VI;
13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas
Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf
Menteri Negara;
14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan;
MEMUTUSKAN
Menetapkan
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU
MUTU LIMBAH
CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
Pasal 1
(1) Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
2. Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia
beracun, dan radioaktivitas;
3. Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit adalah batas maksimal limbah cair
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah
sakit;
Pasal 2
(1) Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan rumah sakit adalah sebagaimana
tersebut dalam lampiran keputusan ini.
(2) Baku Mutu limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau
secara berkala sekurang-kurangya sekali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 3
Pasal 4
4. Apabila dalam jangka waktu senagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal
ini tidak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan, maka permohonan
dianggap telah disetujui.
Pasal 5
(1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah cair lebih ketat dari ketentuan
sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini.
(2) Apabila Gubernur tidak menetapkan baku Mutu limbah cair lebih ketat atau
sama dengan baku Mutu limbah Cair sebagaimana tersebut dalam lampiran
keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Lampiran
Keputusan ini.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Setiap penanggung jawab kegiatan atau pengelola rumah sakit wajib:
3. Memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan
pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
Pasal 8
(1) Bagi kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung
atau terkena zat radioaktif pengelolanya dilakukan sesuai dengan ketentuan
Badan Tenaga Atom Nasional.
(2) Komponen parameter radioaktivitas yang diberlakukan bagi rumah sakit sesuai
dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.
(3) Bagi rumah sakit yang tidak menggunakan bahan radiokatif dalam
kegiatannya, tidak diberlakukan kelompok parameter radioaktivitas dalam
pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang bersangkutan
Pasal 9
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau pasal 6 Keputusan ini, dan
persyaratan dalam pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang
Pengendalian pencemaran Air Wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang
gangguan (Hinder Ordinnantie).
Pasal 10
(1) Apabila baku Mutu limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 91) telah ditetapkan sebelum keputusan ini:
1. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu
Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini
dinyatakan tetap berlaku;
2. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah
cair sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini wajib
disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini
selambat-lambatnya satu tahun setelah ditetapkannya keputusan ini.
Pasal 11
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Desember 1995
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Sarwono Kusumaatmadja
LAMPIRAN A
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NO. 58 TAHUN 1995 TANGGAL 21 DESEMBER 1995
Ttd.
Sarwono Kusumaatmadja
Hambar Martono
LAMPIRAN B
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NO. 58 TAHUN 1995 TANGGAL 21 DESEMBER 1995
Ttd.
Sarwono Kusumaatmadja
Hambar Martono
____________________________________
KEPUTUSAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR: 86 TAHUN 2002
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan
Hidup
(UKL)
dan Upaya
Pemantauan
Lingkungan
Hidup
(UPL)
tidak
sesuai
lagi
dengan perkembangan
saat
ini;
Pasal 1
2. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan
atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pasal 2
(1) Setiap jenis usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi dengan AMDAL
wajib melakukan
UKL dan UPL, yang proses dan prosedurnya tidak dilakukan menurut ketentuan
Peraturan
Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
(2) UKL dan UPL wajib dilakukan oleh pemrakarsa usaha dan atau kegiatan dengan
menggunakan
formulir isian seperti terlampir dalam Keputusan ini.
Pasal 3
Di dalam formulir isian tentang UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) berisikan
informasi:
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan atau kegiatan;
c. dampak lingkungan yang akan terjadi;
d. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
e. tanda tangan dan cap.
273
Pasal 4
Pasal 5
(1) Berdasarkan formulir isian tentang UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian
dampak lingkungan
atau instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Propinsi atau
Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan
atau kegiatan
untuk melakukan pemeriksaan formulir isian tentang UKL dan UPL yang telah
disampaikan paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL dan UPL.
(2) Dalam hal terdapat kekurangan informasi yang disampaikan dalam formulir isian
tentang UKL dan
UPL dan memerlukan tambahan dan atau perbaikan, pemrakarsa wajib
menyempurnakan dan atau
melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling lambat 7
(tujuh) hari kerja.
(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian dampak
lingkungan atau instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan
hidup Propinsi
atau Kabupaten/Kota wajib menerbitkan rekomendasi tentang UKL dan UPL kepada
pemrakarsa
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL dan
UPL yang telah
diperbaiki oleh pemrakarsa.
Pasal 6
Dalam hal formulir isian tentang UKL dan UPL tidak memerlukan perbaikan, instansi
yang bertanggung
jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan
atau instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi atau
Kabupaten/Kota wajib
memberikan rekomendasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
formulir isian
tentang UKL dan UPL.
Pasal 7
Pemrakarsa mengajukan rekomendasi tentang UKL dan UPL dari pejabat instansi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 kepada instansi yang berwenang sebagai dasar penerbitan izin
melakukan usaha dan atau
kegiatan.
Pasal 8
(1) Pejabat dari instansi yang berwenang wajib mencantumkan syarat dan kewajiban
yang tercantum
dalam program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
3, di dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Izin yang diterbitkan oleh pejabat dari instansi yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam ayat
274
Pasal 9
Pasal 10
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Oktober 2002
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd
ttd.
Hoetomo, MPA.
275
Lampiran :
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Tanggal:
FORMULIR ISIAN
PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP (UKL) DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP UPL)
A. IDENTITAS PEMRAKARSA
Tuliskan lokasi rencana usaha dan atau kegiatan, seperti antara lain: nama jalan, desa,
kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi tempat akan dilakukannya rencana usahan
dan/atau kegiatan.
Tuliskan ukuran luasan dan atau panjang dan atau volume dan atau kapasitas atau
besaran lain yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang skala
kegiatan.
Sebagai contoh antara lain:
1. Bidang Industri: jenis dan kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan penolong,
jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air.
2. Bidang Pertambangan: luas lahan, cadangan dan kualitas bahan tambang, panjang
dan luas lintasan uji seismik dan jumlah bahan peledak.
3. Bidang Perhubungan: luas, panjang dan volume fasilitas perhubungan yang akan
dibangun, kedalaman tambatan dan bobot kapal sandar dan ukuran-ukuran lain
yang sesuai dengan bidang perhubungan.
4. Pertanian: luas rencana usaha dan/atau kegiatan, kapasitas unit pengolahan, jumlah
bahan baku dan penolong, jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air.
276
5. Bidang Pariwisata: luas lahan yang digunakan, luas fasiltas pariwisata yang akan
dibangun, jumlah kamar, jumlah mesin laundry, jumlah hole, kapasitas tempat duduk
tempat hiburan dan jumlah kursi restoran.
4. Garis Besar Komponen Rencana Usaha dan atau Kegiatan
Tuliskan komponen-komponen rencana usaha dan atau kegiatan yang diyakini akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Teknik penulisan dapat menggunakan uraian kegiatan pada setiap tahap pelaksanaan
proyek, yakni tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi atau dengan
menguraikan komponen kegiatan berdasarkan proses mulai dari penanganan bahan
baku,
proses produksi, sampai dengan penanganan pasca produksi.
Prakonstruksi :
a. Pembebasan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan yang dibebaskan dan
status
Operasi:
tanah).
b. Dan lain lain……
Konstruksi:
a. Pembukaan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan, dan tehnik pembukaan
lahan).
b. Pembangunan kandang, kantor dan mess karyawan (jelaskan luasan bangunan).
c. Dan lain-lain…..
a. Pemasukan ternak (tuliskan jumlah ternak yang akan dimasukkan).
b. Pemeliharaan ternak (jelaskan tahap-tahap pemeliharaan ternak yang menimbulkan
limbah, atau dampak terhadap lingkungan hidup).
c. Dan lain-lain…
Khusus untuk usaha dan atau kegiatan yang berskala besar, seperti antara lain:
industri
kertas, tekstil dan sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang disertai
dengan
keterangan keseimbangan bahan dan air (
mass balance dan water balance).
277
Contoh: Kegiatan
Peternakan pada
tahap Operasi
Pemeliharaan ternak
menimbulkan limbah
berupa :
1. Limbah cair
2. Limbah padat
(kotoran)
Terjadinya penurunan
kualitas air Sungai XYZ
akibat pembuangan
limbah cair dan limbah
padat.
Penurunan kualitas udara
akbat pembakaran
278
Tuliskan ukuran yang
dapat menyatakan
besaran dampak
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
Ttd
ttd.
Hoetomo, MPA.