Anda di halaman 1dari 403

Peraturan Pemerintah No.

27 Tahun 1999
Tentang : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
2. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
3. Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
4. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan;
5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
6. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
7. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;
8. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberikan
keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di
tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur;
10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina
secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
11. Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisis penilai pusat
dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
12. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
14. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur Kepala
Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota Jakarta;

Pasal 2
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi
kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.
2. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan
perencanaan pembangunan wilayah.
3. Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui
pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan
dalam kawasan.

Pasal 3
1. Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup;
i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahan
negara.
2. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri
setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen yang terkait.
(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.

(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan.
(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya

pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud pada yat (5) ditetapkan oleh instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan
masukan dari instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 4

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang
sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan tidak diwajibkan
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.

(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup


dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan
hidup kawasan.
Pasal 5

(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifatnya kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

(2) Pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi


yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 6

(1) Analisis mengenai dampak lingkunga hidup sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 3 ayat (2) tidak perlu dibuat bagi rencana usaha dan/atau
kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.

(2) Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

yang membidangi usaha dan/aytau kegiatan yang bersangkutan


menetapkan telah terjadinya suatu keadaan darurat.
Pasal 7

(1) Analisis mengenai damapk lingkungan hidup merupakan syarat yang


harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pemohon izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang
berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) yang
diberikan instansi yang bertanggung jawab.

(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam
rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup
sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
diterbitkannya.

(4) Kententuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh


pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

BAB II
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI
DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8

(1) Komisi penilai dibentuk :


a. di tingkat pusat : oleh Menteri;
b. di tingkat daerah : oleh Gubernur.
(2) Komisi penilai sebagaiman dimaksud pada ayat (1) :
a) di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
b) di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I.

(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan


hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.

(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan
pertimbangan teknis atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.

(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana


dimaksd pada ayat (1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masingmasing
sektor.

(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil
penilaiannya kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan
dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, rencana pemantauan
lingkungan hidup.

(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat
maupun daerah, ditetapkan oleh Menteri , setelah mendengar dan
memperhatikan saran/pendapat Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain
dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.

(8) Ketentuan mengenai tata kerja tim teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi Penilai Pusat.

Pasal 9

(1) Komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a terdiri atas unsur-unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan
hidup, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan,
Departemen Dalam Negeri, instansi yang ditugasi bidang kesehatan,
instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan, instansi yang
ditugasi bidang penanaman modal, instansi yang ditugasi bidang
pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu pengetahuan, depatemen
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil
Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, ahli
dibidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan, organisasi
lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang
dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang
dipandang perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 10

(1) Komisi peilai daerah sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri
atas unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I,
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi
yang ditugasi bidang penanaman modal daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang pertahanan
keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi
Daerah Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah
yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang
berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, warga
masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang
perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 11

(1) Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi
kriteria :
a. usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut
ketahanan dan keamanan negara;
b. usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu
wilayah propinsi daerah tingkat I;
c. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan
negara lain;
d. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara
kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.

(2) Komisi penilai daerah berwenang menilai analisis mengenai dampak

lingkungan hidup bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan yang diluar


kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12

(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para
ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk


komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur untuk komisi penilai daerah
tingkat I.
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), wajib memperhatikan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang
wilayah dan kepentingan pertahan -an keamanan.

BAB III
TATA LAKSANA

Bagian Pertama
Kerangka Acuan

Pasal 14

(1) Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan analisis dampak lingkungan


hidup disusun oleh pemrakarsa.

(2) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang


ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 15

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)


disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung
jawab, dengan ketentuan :

a. di tingkat pusat : kepada Kepala instansi yang ditugasi


mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;

b. di tingkat daerah : kepada Gubernur melalui komisi penilai daerah


tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan

tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari


dan tanggal diterimanya kerangka acuan pembuatan analisis dampak
lingkungan hidup.
Pasal 16

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dinilai oleh


komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati ruang
lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang akan
dilaksanakan.

(2) Keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) wajib diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

(3) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan


dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka
instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima kerangka acuan
dimaksud.
(4) Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi
dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
ruang kawasan.

Bagian Kedua
Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup

Pasal 17

(1) Pemrakarsa menyusun analisis dampak lingkungan hidup, rencana


pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan
hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan
keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.

(2) Penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan

lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup,


berpedoman pada pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengeloaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 18

(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan


hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, diajukan oleh
pemrakarsa kepada :
a. di tingkat pusat : Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : Gubernur melalui komisi penilai daerah
tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan

tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan


tanggal diterimanya analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 19

(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan


hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dinilai :
a. di tingkat pusat : oleh komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : oleh komisi penilai daerah

(2) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan


lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan berdasarkan hasil
penilaian analisis dampak lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) wajib dicantumkan dasar pertimbangan dikeluarkannya


keputusan itu, dan pertimbangan terhadap saran, pendapat, dan
tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1).
Pasal 20

(1) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan


lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambatlambatnya
75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal

diterimanya
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana

pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan

hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

(2) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan


dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dianggap layak
lingkungan.
Pasal 21

(1) Instansi yang bertanggung jawab mengembalikan analisis dampak


lingkungan hidup, rencana pegelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup kepada pemrakarsa untuk diperbaiki
apabila kualitas analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup tidak sesuai dengan pedoman penyusunan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup.

(2) Perbaikan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan


lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup diajukan
kembali kepada instansi yang bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.

(3) Penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan

lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup serta


pemberian keputusan kelayakan lingkungan hidup atas usaha dan/atau
kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal
20.
Pasal 22

(1) Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa :


a. dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak dapat
ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau
b. biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih
besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif yang
akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, maka instansi yang bertanggung jawab memberikan
keputusan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan tidak layak lingkungan.

(2) Instansi yang berwenang menolak permohonan izin melakukan usaha

dan/atau kegiatan yang bersangkutan apabila instansi yang


bertanggung jawab memberikan keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 23

Salinan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pegelolaan lingkungan


hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, serta salinan keputusan
kelayakan lingkungan hidup, serta salinan keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu usaha dan/atau kegiatan disampaikan oleh :
a. di tingkat pusat : instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi terkait yang
berkepentingan, Gubernur dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II yang bersangkutan.
b. di tingkat daerah : Gubernur kepada Menteri, Kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang berwenang
menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,
dan instansi yang terkait.

Bagian Ketiga
Kadaluwarsa dan batalnya keputusan hasil Analisis Dampak
Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

Pasal 24

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan


dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini,
apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya keputusan kelayakan
tersebut.

(2) Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk melaksanakan
rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarasa wajib mengajukan
kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung jawab.

(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) instansi


yang bertanggung jawab memutuskan :
a. Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang pernah
disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau
b. Pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan
hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 25

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan


menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila
pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatan.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan di

lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa wajib


membuat analisis mengenai mengenai dampak lingkungan hidup baru
seseuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 26

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan


menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila
pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas
dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 27

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan


menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila terjadi
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa
alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib


membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
PEMBINAAN

Pasal 28

(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan


pembinaan teknis terhadap komisi penilai pusat dan daerah.

(2) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan


pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang menjadi bagian dari izin.
Pasal 29

(1) Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan di bidang analisis mengenai


dampak lingkungan hidup dilakukan dengan koordinasi instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

(2) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak

lingkungan hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang


ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dengan memperhatikan
sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 30

Kualifikasi penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan


pemberian lisensi/sertifikasi dan peraturannya ditetapkan oleh Kepala
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 31

Penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau


kegiatan golongan ekonomi lemah dibantu pemerintah, dan ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
BAB V
PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan


pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur.

(2) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :

a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundangundangan


di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup;

b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha


dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada
Menteri secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam (1)
satu tahun, dengan tembusan kepada instansi yang berwenang
menerbitkan izin dan Gubernur.
BAB VI
KETERBUKAAN INFORMASI DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 33

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum
pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh


instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa.

(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya
rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran,
pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya rencana usaha
dan/atau kegiatan.

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diajukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab.

(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.

(6) Tata cara dan bentuk pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), serta tatacara penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 34

(1) Waraga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses


penyusunan kerangka acuan, penlaian kerangka acuan, analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan renacana
pemantauan lingkungan hidup

(2) Bentuk dan tata cara keterlibatan warga masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 35

(1) Semua dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, saran,


pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkaitan,
kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup
dari usaha dan/atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum.

(2) Instansi yang bertanggung jawab menyerahkan dokumen sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) kepada suatu lembaga dokumentasi dan/atau
kearsipan.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 36

Biaya pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dibebankan :
a. di tingkat pusat : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan;
b. di tingkat daerah ; pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan daerah tingkat I.

Pasal 37

Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan


hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup di bebankan kepada pemrakarsa.

Pasal 38

(1) Biaya pembinaan teknis dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) dibebankan pada anggaran
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

(2) Biaya pengumuman yang dilakukan oleh instansi yang betanggung


jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dibebankan pada
anggaran instansi yang bertanggung jawab.
(3) Biaya pembinaan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup

dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup suatu usaha dan/atau


kegiatan yang pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini :

a. sedang dalam proses penilaian oleh komisi penilai analisis mengenai


dampak lingkungan hidup yang bersangkutan; atau
b. sudah diajukan kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, tetap dinilai oleh komisi penilai instansi
yang bersangkutan, dan harus selesai paling lambat 6 (enam) bulan sejak
Peraturan Pemerintah ini berlaku secara efektif.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundangundangan


tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang telah

ada
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti

berdasarkan
Peratauran Pemerintah ini.

Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah


Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan lembaran Negara
Nomor 3538) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 42

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku efektif 18 (delapan belas) bulan sejak
tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

AKBAR TANDJUNG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP
I. UMUM

Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan
pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk
yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, tetapi dilain pihak
ketersediaan sumber daya alam bersifat terbatas. Kegiatan pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan meningkatkan permintaan atas
sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya alam.
Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan
harus disertai dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan
demikian, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan adalah pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan


pengelolaan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya
pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan usaha
dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan
hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik
yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang timbul sebagai akibat
diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan. Pasal 15
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup menetapkan bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Dengan dimasukkannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup ke
dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka pengambil
keputusan akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam
mengenai berbagai aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat
diambil keputusan optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi
pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin
ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi
dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan


terlanjutkannya pembangunan merupakan kepentingan seluruh masyarakat.
Diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan akan mengubah rona
lingkungan hidup, sedangkan perubahan ini pada gilirannya akan
menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan
warga masyarakat yang akan terkena dampak menjadi penting dalam proses
analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan hak setiap
orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran
masyarakat itu meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini
berarti bahwa warga masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Keterlibatan
warga masyarakat itu merupakan pelaksanaan asas keterbukaan. Dengan
keterlibatan warga masyarakat itu akan membantu dalam mengidentifikasi
persoalan dampak lingkungan hidup secara dini dan lengkap, menampung
aspirasi dan kearifan pengetahuan lokal dari masyarakat yang seringkali
justru menjadi kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan yang
timbul.
Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagai bagian dari
studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang untuk
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Konsekuensinya adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup harus dicantumkan sebagai ketentuan dalam
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka (1)
Cukup jelas

Angka (2)
Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna dari arti
dampak penting.
Angka (3) sampai angka 14
Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)
Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari aspek teknis
dan aspek ekonomis-finansial. Dengan ayat ini, maka studi kelayakan
bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi komponen analisis teknis,
analisis ekonomis-finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak lingkungan hidup
sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang
bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat digunakan


sebagai masukan bagi penyusunan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup, di samping dapat digunakan sebagai masukan bagi
perencanaan pembangunan wilayah.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup khususnya dokumen


rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup juga merupakan dasar dalam sistem manajemen
lingkungan (Environmental Management System) usaha dan/atau
kegiatan.

Ayat (2)
Karena analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan
bagian dari studi kelayakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
berlokasi pada ekosistem tertentu, maka hasil analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tersebut sangat penting untuk dijadikan
sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.

Ayat (3)
Usaha dan/atau kegiatan tunggal adalah hanya satu jenis usaha
dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu
instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan


terpadu/multisektor adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan
penting usaha dan/atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup dan melibatkan lebih dari satu instansi
yang membidangi kegiatan dimaksud.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan terpadu meliputi :


a. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan
dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan proses produksinya;
b. usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam kesatuan
hamparan ekosistem;

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan


kawasan adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting
usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
ruang kawasan.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan di zona pengembangan


wilayah/kawasan meliputi :
a. berbagai usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait
perencanaannya antar satu dengan yang lainnya;
b. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak
dalam/merupakan satu kesatuan zona rencana pengembangan
wilayah/kawasan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan:
c. usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak pada kesatuan
hamparan ekosistem.
Pasal 3

Ayat (1)
Usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan
kategori usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan
tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
potensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup. Dengan demikian penyebutan kategori usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak bersifat limitatif dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyebutan
tersebut bersifat alternatif, sebagai contoh seperti usaha dan/atau
kegiatan :

a. pembuatan jalan, bendungan, jalan kereta api dan pembukaan


hutan;
b. kegiatan pertambangan dan eksploitasi hutan;
c. pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan usaha konservasi
dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang
dapat mengefisienkan pemakaiannya;
d. kegiatan yang menimbulkan perubahan atau pergeseran struktur
tata nilai, pandangan dan/atau cara hidup masyarakat setempat;
e. kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran,
kerusakan kawasan konservasi alam, atau pencemaran benda
cagar budaya;
f. introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik
(mikro organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru
terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat
mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;
g. penggunaan bahan hayati dan non hayati mencakup pula
pengertian pengubahan;
h. penerapan teknologi yang dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang. Oleh karena itu,
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, yang mendasarkan diri pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, perlu ditinjau kembali.

Ayat (4) sampai ayat (6)


Cukup jelas
Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting dalam


ayat ini ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ada. Oleh karena itu kriteria ini dapat berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
tidak bersifat limitatif.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi
yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya
tindakan segera yang mengandung resiko terhadap lingkungan hidup
demi kepentingan umum, misalnya pertahanan negara atau
penanggulangan bencana alam. Keadaan darurat ini tidak sama
dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
keadaan darurat.

Ayat (2)

Keadaan darurat yang tidak memerlukan analisis mengenai dampak


lingkungan hidup, misalnya pembangunan bendungan/dam untuk
menahan bencana lahar, ditetapkan oleh menteri yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan dimaksud.
Pasal 7

Ayat (1)
Untuk melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan terdapat satu izin
yang bersifat dominan, tanpa izin tersebut seseorang tidak dapat
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud. Misalnya izin
usaha industri di bidang perindustrian, kuasa pertambangan di bidang
pertambangan, izin penambangan daerah di bidang penambangan
bahan galian golongan C, izin hak pengusahaan hutan di bidang
kehutanan, izin hak guna usaha pertanian di bidang pertanian.
Sedangkan keputusan kelayakan lingkungan hidup adalah persyaratan
yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.

Ayat (2)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari
proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu,
keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah
diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab wajib dilampirkan
pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 8 sampai pasal 10

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)
Wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
hidup di komisi penilai daerah dapat berarti wakil dari instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan wilayah dengan maksud
agar terdapat keterpaduan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup, khususnya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan
kebijaksanaan dan program pengendalian dampak lingkungan hidup
di daerah. Pengangkatan para ahli dari pusat studi lingkungan hidup
perguruan tinggi sebagai anggota komisi penilai daerah adalah untuk
memantapkan kualitas hasil kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dalam penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup. Adanya wakil yang ditunjuk dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, dan instansi yang ditugasi di
bidang pertanahan di daerah dimaksudkan untuk menjamin
keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup secara lintas sektor yang
ada di daerah. Adapun wakil yang ditunjuk dari bidang kesehatan di
daerah dikarenakan pada akhirnya dampak semua kegiatan selalu
berakhir pada aspek kesehatan.

Duduknya wakil organisasi lingkungan hidup dalam komisi penilai


merupakan aktualisasi hak warga masyarakat untuk berperan dalam
proses pengambilan keputusan.

Organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau


kegiatan yang dikaji adalah lembaga swadaya masyarakat.

Duduknya wakil masyarakat terkena dampak suatu usaha dan/atau

kegiatan diharapkan dapat memberikan masukan tentang aspirasi


masyarakat yang terkena dampak akibat dari usaha dan/atau
kegiatan tersebut.
Duduknya wakil instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan adalah untuk memberikan penilaian secara teknis
usaha dan/atau kegiatan yang dinilai.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)
Huruf (a)
Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau kegiatan yang
menyangkut ketahanan dan keamanan negara misalnya :
pembangkit listrik tenaga nuklir, pembangkit listrik tenaga air,
pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi, eksploitasi minyak dan
gas, kilang minyak, penambangan uranium, industri petrokimia,
industri pesawat terbang, industri kapal, industri senjata, industri
bahan peledak, industri baja, industri alat-alat berat, industri
telekomunikasi, pembangunan bendungan, bandar udara,
pelabuhan dan rencana usaha dan/atau kegiatan lainnya yang
menurut instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
dianggap strategis.

Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis ini


menjadi bagian dari usaha dan/atau kegiatan terpadu/multisektor,
maka penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup
menjadi wewenang komisi penilai analisis mengenai dampak
lingkungan hidup pusat.
Huruf (b)
Cukup jelas

Huruf (c)
Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa
dengan negara lain misalnya : rencana usaha dan/atau kegiatan
yang berlokasi di Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor

Huruf (d)
Cukup jelas

Huruf (e)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 12 dan pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup
merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan,
yaitu proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan
dengan dampak besar dan penting, kerangka acuan terutama
memuat komponen-komponen aspek usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
serta komponen-komponen parameter lingkungan hidup yang akan
terkena dampak besar dan penting.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jeias

Pasal 16

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen kerangka acuan ke instansi yang
bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis,
konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian
oleh komisi penilai, sampai ditetapkannya keputusan.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Menolak untuk memberikan keputusan atas kerangka acuan adalah


untuk melindungi kepentingan umum.
Kerangka acuan merupakan dasar bagi penyusunan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup. Kerangka acuan yang baik
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan menghasilkan
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang baik pula,
demikian pula sebaliknya. Sedangkan kewajiban untuk membuat
analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting adalah untuk
melindungi fungsi lingkungan hidup. Perlindungan fungsi lingkungan
hidup merupakan kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan


adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Tingkat I , dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Tingkat II.

Yang dimaksud dengan rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan


adalah baik rencana tata ruang kawasan tertentu yang telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden maupun rencana tata ruang
kawasan perdesaan atau rencana tata ruang kawasan perkotaan
sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Tingkat II. Termasuk dalam pengertian
rencana tata ruang kawasan adalah rencana rinci tata ruang di
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi rencana
terperinci (detail) tata ruang kawasan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Pasal 17 sampai pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dari analisis dampak lingkungan hidup dapat diketahui dampak besar
dan penting yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup. Dengan mengetahui dampak besar dan
penting itu dapat ditentukan :
a. cara mengendalikan dampak besar dan penting negatif dan
mengembangkan dampak besar dan penting positif, yang
dicantumkan dalam rencana pengelolaan dampak lingkungan
hidup, dan
b. cara memantau dampak besar dan penting tersebut, yang
dicantumkan dalam rencana pemantauan lingkungan hidup.

Apa yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup


dan rencana pemantauan lingkungan hidup merupakan syarat dan
kewajiban yang harus dilakukan pemrakarsa apabila hendak
melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.

Oleh karena itu, hasil penilaian atas analisis dampak lingkungan


hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup oleh komisi penilai analisis mengenai
dampak lingkungan hidup menjadi dasar bagi instansi yang
bertanggung jawab dalam memberikan keputusan kepada instansi
yang berwenang.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi
penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat
yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai dengan
diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21 sampai pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)
Sejalan dengan cepatnya pengembangan pembangunan wilayah,
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kemungkinan besar telah terjadi
perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona lingkungan hidup
yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tidak cocok lagi digunakan untuk
memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)
Perubahan desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau
bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau kegiatan
akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda. Oleh
karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil
penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang
telah diterbitkan menjadi batal.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara mendasar berarti
hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang menjadi
dasar penyusunan analisis dampak lingkungan hidup. Keadaan ini
menimbulkan konsekuensi batalnya keputusan kelayakan lingkungan
hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28 sampai pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Bantuan yang dimaksud untuk golongan ekonomi lemah dapat berupa

biaya penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau tenaga


ahli untuk penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau
bantuan lainnya. Bantuan diberikan oleh instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)
Pengumuman merupakan hak setiap orang atas informasi lingkungan
hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan
hidup.

Ayat (2)
Pengumuman oleh instansi yang bertanggung jawab dapat dilakukan,
misalnya, melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Sedangkan pengumuman oleh pemrakarsa dapat dilakukan dengan
memasang papan pengumuman di lokasi akan diselenggarakannya
usaha dan/atau kegiatan.

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Saran, pendapat dan tanggapan secara tertulis diperlukan agar
terdokumentasi.

Ayat (5)
Semua saran dan pendapat yang diajukan oleh warga masyarakat
harus tercermin dalam penyusunan kerangka acuan, dikaji dalam
analisis dampak lingkungan hidup dan diberikan alternatif
pemecahannya dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.

Ayat (6)

Dalam pengumuman akan diselenggarakannya usaha dan/atau


kegiatan diberitahukan sekurang-kurangnya, antara lain : tentang apa
yang akan dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, jenis dan volume limbah yang dihasilkan serta cara
penanganannya, kemungkinan dampak lingkungan hidup yang akan
ditimbulkan.
Pasal 34 sampai pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37
Biaya penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup antara lain mencakup biaya untuk mendatangkan wakil-wakil
masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian mengenai analisis
dampak lingkungan hidup, menjadi tanggungan pemrakarsa.

Pasal 38 sampai pasal 42

Cukup jelas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN
AIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki
fungsi
sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan
faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah


diubah
dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN


KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

-2–

1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali
air laut
dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas
air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi
alamiahnya;
4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameterparameter
tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang

berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan
bagi
peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan
atau
penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau
kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan
baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi
dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam
air atau
air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk
menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi
cemar;
14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud
cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau
jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang
atau
dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga
Pemerintah
Nondepartemen;
17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan
hukum;

-3–

18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan
pengendalian
dampak lingkungan.

Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara
terpadu
dengan pendekatan ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap
perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3
Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan
sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan
baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
pada :
a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam.
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan di
luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) huruf
c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas
batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di
Kabupaten/Kota.

Pasal 6

-4–

Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5
ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota
yang
bersangkutan.

Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun
rencana
pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib
memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat
istiadat
yang hidup dalam masyarakat setempat.
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
potensi
pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.

Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau
peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tercantum
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan
lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur
dengan Peraturan Daerah Propinsi.

-5–

c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan


Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan
pada
hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau
Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk
melakukan
pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,
Dan Status Mutu Air
Pasal 10
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 11
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau
penambahan
parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air
yang
pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri
dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada :
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota;

-6–

b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu
propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-
masing
Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air
yang
merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk
melakukan
pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sekurangkurangnya
6 (enam) bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b,
disampaikan
kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan
Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih
lanjut
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan
Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan
menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan
Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk
melakukan
analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud
dalam ayat (1),
maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang
ditunjuk
Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua
atau lebih
laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri
dengan
menggunakan laboratorium rujukan nasional.

-7–

BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas
Propinsi
dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air
yang lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada
sumber air
yang berada pada Kabupaten/Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan
masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air
berwenang :
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi
dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud
dalam Pasal
20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sekali.
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3),
Menteri
menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.

-8–

Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung
beban
pencemaran air pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipergunakan
untuk :
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud
dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan
air
limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Penanggulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran
air pada
keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka
penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.

BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib
melaporkan
kepada Pejabat yang berwenang.

-9–

(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
wajib mencatat :
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya
laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.
(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera
melakukan
verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap
pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah
terjadinya
pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung
jawab
usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air
serta
dampaknya.

Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat
melaksanakan
atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung
jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk
untuk
melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib
menyampaikan
laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai
status
mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan
kualitas air
dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

- 10 –

Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3)
b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4
ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi
yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan
informasi
kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan
tentang
penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan
tentang
penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan
sekurangkurangnya
sekali dalam
3 (tiga) bulan kepada
Bupati/Walikota dengan
tembusan
disampaikan
kepada Menteri.

(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi
pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil
kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota
dengan
memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.

10

- 11 –

Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk
aplikasi
pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa
mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh
pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
menunjukkan
bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan,
maka
Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.
(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dengan
Keputusan Menteri.

Bagian Kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air
atau
sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.

Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke
air atau
sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib
dicantumkan :
a. kewajiban untuk mengolah limbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media
lingkungan;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan
darurat;
e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak
lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan
atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;

11

- 12 –

h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas
kadar
yang dipersyaratkan;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air
limbah yang
mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari
lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran
pada
sumber air.
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) belum
dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan
baku
mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

Pasal 40
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau
sumber air
wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil
kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau
sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa
mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh
pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
menunjukkan
bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah
ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.
(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

12

- 13 –

Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau
sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan untuk
meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam
pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya
pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dapat
dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun
sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan
perundangundangan
yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan
yang
tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
pejabat
pengawas lingkungan daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap
penaatan
persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio
visual, dan pengukuran;

13

- 14 –

b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepenting-an, karyawan yang


bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran
lain
dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen
surat
keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan
baku,
dan bahan penolong;
f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi
pengolahan limbah;
g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi;
h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau
kegiatan;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
meliputi
pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.
Pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihat-kan surat tugas
dan atau
tanda pengenal.

BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24
ayat
(1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan
Pasal
42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal
25,
Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.

Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan
lingkungan

hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau
melakukan tindakan tertentu.

14

- 15 –

(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud


dalam ayat
(1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 51
Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal
38,
Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam
dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45,
Pasal
46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan
Hidup.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah
ditetapkan oleh
daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah,
maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah
ini
wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin
pembuangan air
limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber
air dari Bupati/Walikota.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (3)
wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini.

Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 12
ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

15

- 16 –

Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya
Peraturan
Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan
dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari
baku mutu
air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.

Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air
limbahnya, maka
baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah
mendapat
rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan
yang
berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang
telah ada,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan
Pemerintah ini.

Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor
24,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

16
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
- 17 –

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153


Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands

17

PENJELASAN

ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
UMUM.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu
dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta
makhluk hidup
lainnya.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan
sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
atau
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air
agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.
Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung.
Sedangkan
pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan
upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu air.
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
komponen
lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup
menjadi buruk
sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta
kehidupan
makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil
guna,
produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada
akhirnya akan
menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).
Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus
dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air
untuk
berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan
memperhitungkan
kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar
tersedia
dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi
kehidupan
dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara
ekologis,
guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau
kegiatan
manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi
menimbulkan
dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan
air, daya
guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat
secara
lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan
perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai
ekologik,
dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan
memerlukan
biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial
dari
kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang
cemar
dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang
cemar akan
menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh
air yang cemar.

-2–

Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya


kualitas air
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku
mutu air
yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya
pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai
atau
dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air.
Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial
water uses),
juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu
daerah
dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan
golongan
peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air
(kelas
air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan
menghadapai
kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya
tidak layak
untuk semua golongan peruntukan.
Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi
airnya, akan
dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air
penerima
sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran
ini
merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan
peruntukannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
dianggap
tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi
daerah
sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan
Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir
melintasi batas
wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air tidak hanya dapat
dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian
harus
dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter
ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif.
Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan
melalui
upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem
air dan
atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai
(DAS) dan
daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan melalui
badan kerja
sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk dengan
instansi terkait,
baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku
mutu air,
penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah,
pembinaan
dan pengawasan penaatan.
Ayat (2)
Cukup jelas

2
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)

-3–
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan
melestarikan
fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control).
Pelestarian
kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi
alamiahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air
tanah dalam
secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber–sumber air tersebut juga akan
sulit
dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk
pemulihannya.
Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata
air kualitas
airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam
maupun di
luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang
disebut
akuifer.
Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan
geologis
tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Ayat (4)
Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban
pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan
menyebabkan air
menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan
masa yang
akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku
mutu air
dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air.

Ayat (2)

-4–

Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang
tinggi dari
aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural.
Ayat (3)
Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing
uses) dan
potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses).
Pasal 8
Ayat (1)
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air,
dan
kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan
yang terbaik.
Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan
selanjutnya.
Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya
bagi suatu
peruntukan air (designated beneficial water uses).
Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air
minum
dengan pengolahan secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan
dididihkan.
Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari
tiap kelas,
yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air
mempersyaratkan
mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.
Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan
penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat
menggunakan
air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai
keadaan
mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria
kelas yang
diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan
mutu air,
penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin
dicapai.
Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang
bersifat
lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11

4
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
-5–

Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi


spesifik, antara
lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies
sensitif yang
perlu dilindungi.
Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih
baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain, rencana
pemantauan,
pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan data
hasil
pemantauan.
Pasal 14
Ayat (1)
Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air
dalam waktu
tertentu.
Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perlu
diketahui
status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan pemantauan
kualitas air
guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air.
Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air
tingkat kualitas
airnya lebih buruk dari baku mutu air.
Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat
kualitas
airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air.
Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan,
dapat
digunakan
kaidah ilmiah.

-6–

Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator
dan
toksisitas.
Ayat (2)
Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar
berat, cemar
sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat
baik dan
cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan
suatu
indeks.
Pasal 15
Ayat (1)
Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh
Pemerintah
dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja
pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan.
Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk
dapat
diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja
dalam rangka
pengedalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi
laboratorium di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan
antara lain
untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis
sampel.
Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air
limbah.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf a

-7–

Cukup jelas
Huruf b
Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk
mengetahui sebab
dan faktor yang menyebabkan penurunanan kualitas air.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan
program
kerja pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke
waktu
mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas
air.
Ayat (3)
Cukup jelas

7
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24

-8–

Ayat (1)
Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan
(pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau
tumpahan
bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan
operasi,
kecelakaan dan atau bencana alam.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah,
Camat, dan
Polisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan
yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum
rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek
prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

-9–

Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang
dimaksud
dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan
pengelolaan
kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya
memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan
hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun
pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik
dengan cara
mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang
ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam
proses
penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air, pengendalian
pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan
memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan
pengendalian terhadap
sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai
kegiatan yang
akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut
masih
dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air.
Pasal 32
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan
yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum
rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek
prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha
dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan
pengumuman
yang meliputi antara lain:
a. status mutu air;
b. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;
c. sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya;
d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau
e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan
kualitas
air dan atau pengendalian pencemaran air.

9
Pasal 34
Ayat (1)
- 10 –

Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan
kualitas
air dan pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk
mengairi areal
pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication),
namun dapat
berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana
usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakannya.
Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik
berkenaan dengan
kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan
diaplikasi,
dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat
mencegah
pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.
Ayat (2)
Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus
dipenuhi. Oleh
karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu
dimungkinkan
untuk ditambahkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)

10

- 11 –

Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian,


metode,
operasi, dan pemeliharaan.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge)
bukan
secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge).
Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan,
seperti
misalnya "air terproduksi" (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam
formasi asalnya
juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk jenis
air limbah
tersebut.
Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan
sisa kegiatan
PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban
pencemaran
air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut.
Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memiliki
kemampuan
untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi
kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air,
yaitu
kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry.
Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan
material sisa
usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber
air.
Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang
mengandung
unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada
sumber air.
Pasal 43

11

- 12 –

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air
limbah
yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian
penghargaan.
Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan
air limbah
yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan
mengumumkan kepada
masyarakat riwayat kinerja penaatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan
sendiri,
belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan
prasarana atau
daerah tidak melakukan pengawasan.
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau
kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f

12

- 13 –

Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan
izin
melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 49
Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran,
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan
penyelamatan,
penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan
atau
kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang
paksa
(dwangsom).
Pasal 50
Ayat (1)
Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup
yang disebut
asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan
atau
perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan
hukum
tertentu, misalnya perintah untuk :
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai
dengan baku
mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau
perusakan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau
tindakan
penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan
mencakup
kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas

13
Pasal 55
-Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
- 14 –

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4161

14

______________________________________

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-

1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2005
TENTANG
PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengembangan Sistem Air Minum;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 2, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004, Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4377);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG


PENGEMBANGAN
SYSTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air
baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan,

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-2–

cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum.

2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.

3. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga
termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman.

4. Sampah adalah limbah padat yang berasal dari lingkungan


permukiman, bukan bahan berbahaya dan beracun, yang dianggap
tidak berguna lagi.
5. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif.

6. Sistem penyediaan air minum yang selanjutnya disebut SPAM


merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum.

7. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,


memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik(teknik) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan
hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan
air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.

8. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan


merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara,
merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik
(teknik) dan non fisik penyediaan air minum.

9. Penyelenggaraan pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut


Penyelenggara adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok
masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum.

10. Penyelenggara adalah orang perseorangan, kelompok masyarakat,


atau instansi yang mendapatkan layanan air minum dari
Penyelenggara.
11. Tempat pembuangan akhir sampah yang selanjutnya disebut TPA
adalah lokasi beserta prasarana fisiknya yang telah ditetapkan sebagai

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-3–

tempat berlangsungnya kegiatan pengolahan dan pembuangan akhir


sampah.

12. Badan usaha milik negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai
Penyelenggara.

13. Badan usaha milik daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah
badan usaha yang pendiriannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah
dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang
dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai Penyelenggara.

14. Koperasi adalah kumpulan orang yang mempunyai kebutuhan yang


sama dalam sektor ekonomi atau sosial budaya dengan prinsip
demokrasi dari anggotanya dan yang dibentuk khusus sebagai
Penyelenggara.
15. Badan usaha swasta adalah badan hukum milik swasta yang dibentuk
khusus sebagai Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

16. Masyarakat adalah kumpulan orang yang mempunyai kepentingan


yang sama yang tinggal di daerah dengan yurisdiksi yang sama.

17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan


di bidang sumber daya air.

Pasal 2

Pengaturan pengembangan SPAM diselenggarakan secara terpadu dengan


pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi yang berkaitan dengan air
minum.

Pasal 3

Pengembangan SPAM diselenggarakan berdasarkan atas kelestarian,


keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 4

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
-4–

Pengaturan pengembangan SPAM bertujuan untuk :


a. terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau;
b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia
jasa pelayanan; dan
c. tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

BAB II
SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau


bukan jaringan perpipaan.

(2) SPAM dengan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan.

(3) SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan
air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air.
(4) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara baik
dan berkelanjutan.

(5) Ketentuan teknis mengenai SPAM bukan jaringan perpipaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan. Menteri.

Pasal 6

(1) Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan
perautran menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-5–

(2) Air minum yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang didistribusikankepada masyarakat.

Bagian Kedua
Unit Air Baku
Pasal 7

(1) Unit air baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dapat
terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan penampungan air,
bangunanan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa
serta perlengkapannya.

(2) Unit air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan sarana
pengambilan dan/atau penyediaan air baku.

Pasal 8
(1) Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk
penyediaan air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin dan ketersediaan air


baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam rangka efisiensi pemanfaatan air baku, Pemerintah dan


Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antardaerah.

(4) Penggunaan air baku untuk keperluan pengusahaan air minum wajib
berdasarkan izin hak guna usaha air sesuai peraturan perundangundangan.

(5) Penggunaan air baku untuk memenuhi kebutuhan kelompok


nonpengusahaan wajib berdasarkan izin guna pakai air sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(6) Penggunaan air baku khususnya dari air tanah dan mata air wajib

memperhatikan keperluan konservasi dan pencegahan kerusakan


lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-6–

Bagian Ketiga
Unit Produksi

Pasal 9
(1) Unit produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan
prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air air
baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi.

(2) Unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat terdiri dari
bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional,
alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan
penampungan air minum.

(3) Limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka.
Bagian Keempat
Unit Distribusi

Pasal 10
(1) Unit distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri
dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan,
alat ukur dan peralatan pemantauan.

(2) Unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan
kontinuitas pengaliran.

(3) Kontinuitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan


jaminan pengaliran 24 jam per hari.

Bagian Kelima
Unit Pelayanan

Pasal 11

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-7–
(1) Unit pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran.
(2) Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan
hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air.
(3) Untuk menjamin keakurasiannya, meter air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), wajib ditera secara berkala oleh instansi yang
berwenang.

Bagian Keenam
Unit Pengelolaan

Pasal 12
(1) Unit pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis.

(2) Pengelolaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air
baku, unit produksi dan unit distribusi.

(3) Pengelolaan nonteknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri


dari admiistrasi dan pelayanan.

Pasal 13

Ketentuan teknis mengenai unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
BAB III
PERLINDUNGAN AIR BAKU

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 14
(1) Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan
pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-8–

(2) Prasarana dan Sarana Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi PS Air Limbah dan PS Persampahan.

(3) Pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) didasarkan pada pertimbangan:
a. keberpihakan pada masyarakat miskin dan daerah rawan air;
b. peningkatan derajat kesehatan masyarakat;
c. pemenuhan standar pelayanan; dan
d. tidak menimbulkan dampak sosial.
Bagian Kedua
Prasarana dan Sarana Air Limbah

Pasal 15
(1) PS Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
dilakukan melalui sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau
terpusat.

(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan secara individual melalui pengolahan dan
pembuangan air limbah setempat.

(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan
diolah serta dibuang secara terpusat.

(4) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat
dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke
sumber air baku.

(5) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum

tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat


dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke
sumber air baku yang ditetapkan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah
sesuai kewenangannya.
Pasal 16
(1) Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit
pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan
sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah
tangkapan air/ resapan air baku.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

-9–

(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diperuntukkan bagi orang perseorangan/ rumah tangga.

(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan
memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta
mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pasal 17

(1) Hasil pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 ayat (3) meliputi bentuk cairan dan padatan.

(2) Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan standar
baku mutu air buangan dan baku mutu sumber air baku yang
mencakup syarat fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

(3) Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan suda tidak dapat dimanfaatkan kembali
wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.

(4) Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib

dilakukan secara rutin dan berkala sesuai dengan standar yang


ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang lingkungan hidup.
Pasal 18

(1) Pemilihan lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan


aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta
dilengkapi dengan zona penyangga.

(2) Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk
cairan, wajib memperhatikan faktor keamanan, pengaliran sumber air
baku dan daerah terbuka.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 10 –

Bagian Ketiga
Prasarana dan Sarana Persampahan

Pasal 19

(1) PS Persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)


meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan
secara terpadu.

(2) Pelayanan minimal PS Persampahan dilakukan melalui pengumpulan,


pemindahan dan pengangkutan sampah rumah tangga ke TPA secara
berkala minimal 2 (dua) kali seminggu.

(3) Setiap orang atau kelompok masyarakat dilarang membuang sampah


ke sumber air baku.

Pasal 20

(1) Proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan


sampah dari sumber sampai ke TPA dilakukan sesuai dengan pedoman
yang berlaku dengan memperhatikan sistem pelayanan persampahan
yang sudah tersedia.

(2) Pengolahan sampah dilakukan dengan metode yang ramah lingkungan,


terpadu, dengan mempertimbangkan karakteristik sampah,
keselamatan kerja dan kondisi sosial masyarakat setempat.
Pasal 21

(1) Lokasi tempat pengumpulan dan pengolahan sampah serta TPA, wajib
memperhatikan:
a. jarak dengan sumber air baku;
b. hasil kajian analisa mengenai dampak lingkungan;
c. rencana tata ruang;
d. daya dukung lingkungan dan kondisi hidrogeologi daerahnya; serta
e. kondisi sosial budaya masyarakat.

(2) Dalam rangka perlindungan air baku, TPA sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) :

a. wajib dilengkapi dengan zona penyangga;

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 11 –

b. menggunakan metode lahan urug terkendali untuk kota sedang dan


kecil;
c. menggunakan metode lahan urug saniter untuk kota besar dan
metropolitan.

(3) Pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate yang dibuang ke sumber


air baku dan/ atau tempat terbuka wajib dilakukan secara berkala oleh
instansi yang berwenang.

Pasal 22

Proses pengolahan air limbah dan sampah wajib dilakukan sesuai dengan
standar teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari menteri terkait.

BAB IV
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pengembangan SPAM harus dilaksanakan secara
terpadu dengan pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi untuk
menjamin keberlanjutan fungsi penyediaan air minum dan
terhindarnya air baku dari pencemaran air limbah dan sampah.

(2) Keterpaduan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan.

(3) Apabila penyelenggaraan pengembangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) belum dapat dilakukan secara terpadu pada semua tahapan,
keterpaduan penyelenggaraan pengembangan sekurang-kurangnya
dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan
rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.

(4) Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/ atau Prasarana

dan Sarana Sanitasi Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama


antardaerah.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 12 –

Pasal 24
(1) Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun dan
ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 (lima) tahun sekali melalui
konsultasi publik.

(2) Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), disusun dengan memperhatikan kebijakan
nasional sumber daya air dan kebijakan nasional sektor lain yang
terkait.

(3) Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) harus mencakup kebijakan dan strategi
Prasarana dan Sarana Sanitasi yang terkait dengan SPAM.

(4) Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), dipakai sebagai landasan penyusunan
kebijakan dan strategi pengembangan SPAM daerah dengan
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
setempat, serta kondisi lingkungan daerah sekitarnya.

(5) Kebijakan dan strategi pengembangan SPAM daerah sebagaimana


dimaksud pada ayat (4), disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah yang bersangkutan melalui konsultasi publik.

Pasal 25
(1) Kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
memuat:
a. tujuan dan sasaran pengembangan;
b. dasar kebijakan;
c. pendekatan penanganan;
d. prioritas pengembangan;
e. konsepsi kebijakan operasional; dan
f. rencana strategis dan program pengembangan SPAM.

(2) Kebijakan dan strategi pengembangan SPAM merupakan arah


pengembangan SPAM beserta strategi pencapaiannya.

Bagian Ketiga
Perencanaan

Pasal 26
(1) Perencanaan pengembangan SPAM meliputi penyusunan rencana
induk, studi kelayakan, dan/atau perancangan teknik terinci.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 13 –

(2) Rencana induk pengembangan SPAM disusun dengan memperhatikan:


a. rencana pengelolaan sumber daya air;
b. rencana tata ruang wilayah;
c. kebijakan dan strategi pengembangan SPAM;
d. kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di
daerah/ wilayah setempat dan sekitarnya; dan
e. kondisi kota dan rencana pengembangannya.

(3) Rencana induk pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) disusun oleh penyelenggara pengembangan SPAM.


(4) Sebelum ditetapkan, hasil rencana induk pengembangan SPAM
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disosialisasikan melalui
konsultasi publik untuk menjaring masukan dan tanggapan
masyarakat di wilayah layanan dan masyarakat yang diperkirakan
terkena dampak.

(5) Rencana induk pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud pada


ayat (4), ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.

(6) Rencana induk pengembangan SPAM yang cakupan wilayah


layanannya bersifat lintas kabupaten/kota ditetapkan oleh pemerintah
provinsi setelah berkoordinasi dengan daerah kabupaten/kota terkait.

(7) Rencana induk pengembangan SPAM yang bersifat lintas provinsi


ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait,
pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

(8) Rencana induk pengembangan SPAM yang telah ditetapkan harus

diikuti izin prinsip hak guna air sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan.
Pasal 27
Rencana induk pengembangan SPAM paling sedikit memuat:
a. rencana umum;
b. rencana jaringan;
c. program dan kegiatan pengembangan;
d. kriteria dan standar pelayanan;
e. rencana alokasi air baku;
f. keterpaduan dengan PS Sanitasi;
g. indikasi pembiayaan dan pola investasi; serta
h. rencana pengembangan kelembagaan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA
- 14 –

Pasal 28

(1) Studi kelayakan pengembangan SPAM disusun berdasarkan:


a. rencana induk pengembangan SPAM yang telah ditetapkan;
b. hasil kajian kelayakan teknis teknologis, lingkungan, sosial
budaya, ekonomi, kelembagaan dan finansial; serta
c. kajian sumber pembiayaan.
(2) Studi kelayakan pengembangan SPAM disusun oleh penyelenggara
pengembangan SPAM.

Pasal 29

(1) Perencanaan teknis pengembangan SPAM disusun berdasarkan:


a. rencana induk pengembangan SPAM yang telah ditetapkan;
b. hasil kajian kelayakan;
c. jadwal pelaksanaan konstruksi;
d. kepastian sumber pembiayaan.

(2) Rancangan teknis pengembangan SPAM paling sedikit memuat:


a. rancangan teknis sistem pengembangan yang meliputi rancangan
detail kegiatan serta tahapan dan jadwal pelaksanaan;
b. perhitungan dan gambar teknis;
c. spesifikasi teknis; dan
d. dokumen pelaksanaan kegiatan.
(3) Perencanaan teknis pengembangan SPAM disusun oleh penyelenggara.

Pasal 30
(1) Kegiatan penyusunan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29
dapat dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara atau penyedia jasa
perencanaan konstruksi yang ditunjuk.

(2) Penyelenggara dan penyedia jasa perencanaan konstruksi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat keahlian
yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi.

(3) Kegiatan penyusunan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan


teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan
berdasarkan norma, standar, pedoman, dan manual yang diatur
dengan Peraturan Menteri.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 15 –

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Konstruksi

Pasal 31
(1) Pelaksanaan konstruksi SPAM meliputi kegiatan pembangunan
konstruksi fisik dan uji coba.
(2) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan berdasarkan hasil perencanaan teknis yang telah ditetapkan.

(3) Pedoman dan tata cara pelaksanaan konstruksi SPAM sesuai dengan
Peraturan Menteri.

(4) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib


dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
(1) Kegiatan pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 dapat dilaksanakan oleh penyelenggara atau penyedia jasa
pelaksanaan konstruksi melalui proses pelelangan.

(2) Dalam hal pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilaksanakan sendiri, penyelenggara harus memiliki tenaga kerja
konstruksi yang bersertifikat.

(3) Dalam hal pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan konstruksi, penyedia


jasa dimaksud harus memiliki izin usaha jasa konstruksi dan memiliki
tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
Bagian Keempat
Pengelolaan

Pasal 33
(1) Kegiatan pengelolaan SPAM meliputi :
a. pengoperasian dan pemanfaatan;
b. administrasi dan kelembagaan

(2) Pengelolaan SPAM dilaksanakan dengan mengutamakan asas keadilan


dan kelestarian lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan
fungsi pelayanan air minum serta peningkatan derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

Pasal 34

- 16 –

(1) Kegiatan pengelolaan SPAM dilakukan penyelenggara dan dapat


melibatkan peran serta masyarakat.

(2) Pengelolaan SPAM wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang


ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.

(3) Pedoman dan tata cara pengelolaan SPAM ditetapkan dengan


peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Pemeliharaan dan Rehabilitasi

Pasal 35
(1) Penyelenggaraan SPAM wajib melaksanakan pemeliharaan dan
rehabilitasi.

(2) Pemeliharaan meliputi pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.

(3) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi sebagian dan/atau keseluruhan.

(4) Pedoman teknis dan tata cara pemeliharaan dan rehabilitasi ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keenam
Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 36
(1) Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan SPAM dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
untuk mendapatkan data kinerja pelayanan air minum.

(2) Penyelenggara pengembangan SPAM wajib menyampaikan laporan


kegiatan penyelenggaraan kepada Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya guna keperluan pemantauan
dan evaluasi.

(3) Penyelenggara pengembangan SPAM wajib memberikan data yang


diperlukan untuk pemantauan dan evaluasi.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 17 –

(4) Pedoman teknis dan tata cara pemantauan dan evaluasi ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.

BAB V
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 37
(1) Pengembangan SPAM menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam
mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau


BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM.

(3) Dalam hal BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di
wilayah pelayanannya, BUMN atau BUMD atas persetujuan dewan
pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi, badan usaha
swasta, dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan di wilayah
pelayanannya.

(4) Dalam hal pelayanan air minum yang dibutuhkan masyarakat tidak
dapat diwujudkan oleh BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat membangun
sebagian atau seluruh PS SPAM yang selanjutnya dioperasikan oleh
BUMN atau BUMD.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah

Pasal 38
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM meliputi:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional;
b. menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual;
c. membentuk BUMN penyelenggara SPAM;

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 18 –
d. memfasilitasi penyelesaian masalah dan permasalahan antar provinsi
yang bersifat khusus, strategis, baik yang bersifat nasional maupun
internasional;
e. memberikan bantuan teknis dan melakukan pembinaan, pengendalian,
serta pengawasan atas penyelenggaraan;
f. memberikan izin penyelenggaraan lintas provinsi;
g. penentuan alokasi air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM sesuai
dengan hak guna usaha air yang ditetapkan; dan
h. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan
pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Ketiga
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Provinsi

Pasal 39
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM meliputi:
a. menyusun kebijakan dan strategi pengembangan di wilayahnya
berdasarkan kebijakan dan strategi nasional;
b. memfasilitasi pengembangan SPAM lintas kabupaten/kota;
c. dapat membentuk BUMD provinsi sebagai penyelenggara SPAM;
d. penyelesaian masalah dan permasalahan yang bersifat antar
kabupaten/kota;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi yang bersifat lintas kabupaten/kota;
f. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan
kepada Pemerintah dan Badan Pendukung Pengembangan SPAM;
g. memberikan izin penyelenggaran untuk lintas kabupaten/kota; dan
h. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan
pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Keempat
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota

Pasal 40
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan pengembangan SPAM meliputi:

a. menyusun kebijakan dan strategi di daerahnya berdasarkan kebijakan


dan strategi nasional serta kebijakan dan strategi provinsi;
b. dapat membentuk BUMD penyelenggara pengembangan SPAM;

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 19 –

c. memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan


standar pelayanan minimum yang ditetapkan;
d. memenuhi kebutuhan pelayanan sanitasi untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimum
yang ditetapkan;
e. menjamin terselenggaranya keberlanjutan pengembangan SPAM di
wilayahnya;
f. melaksanakan pengadaan jasa konstruksi dan/atau pengusahaan
penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayah yang belum terjangkau
pelayanan BUMD;
g. memberi bantuan teknis kepada kecamatan, pemerintah desa serta
kelompok masyarakat di wilayahnya dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM;
h. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
pengembangan SPAM yang utuh berada di wilayahnya;
i. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan
kepada pemerintah provinsi, Pemerintah, dan Badan Pendukung
Pengembangan SPAM;
j. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM
yang berada di wilayahnya;
k. memberikan izin penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayahnya;
dan
l. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan
pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Kelima
Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Desa

Pasal 41
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa meliputi:

a. memfasilitasi dan memberikan izin peran serta masyarakat di tingkat


kelompok/ komunitas di wilayahnya dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM;
b. melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan sumber air untuk
penyediaan air minum di tingkat kelompok/komunitas masyarakat; dan
c. menyampaikan laporan hasil pengawasan pemanfaatan sumber air untuk
penyediaan air minum di wilayahnya kepada pemerintah kabupaten/kota.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 20 –

BAB VI
BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SPAM

Bagian Kesatu
Status dan Kedudukan
Pasal 42
Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dibentuk Badan Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum, yang untuk selanjutnya disebut dengan BPP SPAM.

Pasal 43
BPP SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 merupakan badan non
struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri.

Pasal 44
BPP SPAM berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi
Pasal 45
BPP SPAM bertugas mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka
mencapai tujuan pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

Pasal 46
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, BPP
SPAM mempunyai fungsi:

a. memberikan masukan kepada Pemerintah dalam penyusunan


kebijakan dan strategi;
b. membantu Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penerapan
norma, standar, pedoman, dan manual oleh penyelenggara dan
masyarakat;
c. melaksanakan evaluasi terhadap standar kualitas dan kinerja
pelayanan penyelenggaraan SPAM;

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 21 –

d. memberikan rekomendasi tindak turun tangan terhadap


penyimpangan standar kualitas dan kinerja pelayanan
penyelenggaraan;
e. mendukung dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam
penyelenggaraan SPAM oleh koperasi dan badan usaha swasta;
f. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam menjaga
kepentingan yang seimbang antara penyelenggara dan masyarakat.

Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas BPP SPAM
ditetapkan oleh Mentari.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi

Pasal 48
Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara
dan unsur masyarakat.

Pasal 49
(1) Susunan keanggotaan BPP SPAM terdiri dari Ketua BPP SPAM yang
merangkap anggota dan beberapa anggota.

(2) Ketua BPP SPAM ditetapkan oleh Menteri.

(3) Anggota BPP SPAM berjumlah ganjil, paling banyak 5 (lima) orang.

Pasal 50
(1) Dalam hal anggota BPP SPAM berasal dari Pegawai Negeri Sipil maka
Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dari jabatan organiknya
selama menjadi Anggota BPP SPAM tanpa kehilangan statusnya
sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat
jenjang pangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 22 –

telah mencapai batas usia pensiun, dan diberikan hak kepegawaiannya


sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 51

(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPP SPAM, seorang calon
anggota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. warga negara Indonesia;


b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia;
e. mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi;
f. mempunyai kualifikasi kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
di bidang air minum dan/atau sanitasi yang menguasai keahlian di
bidang teknik, ekonomi, keuangan, hukum dan kelembagaan, serta
pengusahaan;
g. tidak merangkap pekerjaan pada kegiatan usaha pengembangan
SPAM serta usaha lain yang terkait;
h. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan;
j. tidak merangkap jabatan sebagai direksi/komisaris atau pegawai
pada badan usaha; dan
k. tidak menjadi pengurus partai politik.

(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota BPP SPAM, setiap calon
anggota yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Menteri.

Pasal 52
Anggota BPP SPAM diberhentikan dalam hal:

a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;


b. berakhir masa jabatannya dan tidak diangkat lagi;
c. dianggap tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik;
d. tidak menjalankan tugas sebagai anggota BPP SPAM selama 3 (tiga)bulan
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
e. melakukan perbuatan atau sikap yang yang merugikan BPP SPAM;
f. melakukan tindakan atau sikap bertentangan dengan kepentingan
negara;
g. cacat fisik atau mental sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya
melebihi dari 3 (tiga) bulan;

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 23 –

h. dipidana karena melakukan kejahatan;


i. melanggar sumpah/janji sebagai anggota BPP SPAM.

Pasal 53

Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPP SPAM dilakukan dengan


keputusan Menteri.

Pasal 54

(1) Untuk membantu pelaksanaan fungsi dan tugas BPP SPAM dibentuk
Sekretariat BPP SPAM yang berada di lingkungan Menteri.

(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawahkan


beberapa unit kerja sesuai dengan kebutuhan.

(3) Sekretariat BPP SPAM dipimpin oleh Sekretaris BPP SPAM yang
bertanggung jawab kepada Ketua BPP SPAM.

(4) Sekretaris BPP SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri atas usul Ketua BPP SPAM.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, fungsi dan tugas

serta tatakerja sekretariat BPP SPAM ditetapkan dengan Keputusan


Menteri, setelah mendapat persetujuan Menteri yang menyelenggarakan
urusan Pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 55

Masa kerja anggota BPP SPAM adalah selama 4 (empT) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.

Pasal 56

(1) Anggaran untuk pelaksanaan tugas BPP SPAM diperoleh dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Sistem penggajian anggota BPP SPAM disesuaikan dengan beban tugas
dan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

BAB VII
- 24 –
PEMBIAYAAN DAN TARIF

Bagian Kesatu
Pembiayaan

Pasal 57

(1) Pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk


membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik)
dan sistem non fisik.

(2) Sumber dana untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berasal dari:
a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
b. BUMN atau BUMD;
c. koperasi;
d. badan usaha swasta;
e. dana masyarakat; dan/atau
f. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 58

(1) Pembiayaan pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal


57 ayat (1), menjadi kewajiban Pemerintah.
(2) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak mampu melaksanakan
pengembangan SPAM, Pemerintah dapat memberikan bantuan
pendanaan sampai dengan pemenuhan standar pelayanan minimal
yang dibutuhkan secara bertahap.
(3) Bantuan Pemerintah yang dimaksud pada ayat (2) diutamakan untuk
kelopok masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin pada wilayah
di luar jangkauan pelayanan BUMD.

(4) Untuk daerah yang sudah terjangkau pelayanan BUMD, bantuan


pendanaan Pemerintah hanya dapat diberikan untuk memenuhi
standar pelayanan minimal.

(5) Tata cara penyaluran bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 25 –

Pasal 59

(1) Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM dilakukan oleh koperasi,


dan badan usaha swasta, maka Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah :
a. dapat menyusun prastudi kelayakan;
b. memberikan kemudahan perizinan;
c. memberikan konsultasi dan fasilitasi;
d. memfasilitasi ketersediaan air baku.
(2) Pemerintah dapat mengatur sistem pembiayaan dan pola investasi
untuk terwujudnya iklim investasi yang kondusif.

(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan pendanaan

atau melakukan penyertaan modal guna meningkatkan kinerja


pelayanan BUMN/BUMD penyelenggara dalam penyelenggaraan
pengembangan SPAM sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tarif dan Retribusi

Pasal 60

(1) Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum dan jasa
pelayanan air limbah yang wajib dibayar oleh pelanggan untuk setiap
pemakaian air minum yang diberikan oleh Penyelenggara.

(2) Perhitungan dan penetapan tarif air minum sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) harus didasarkan pada prinsip-prinsip:
a. keterjangkauan dan keadilan;
b. mutu pelayanan;
c. pemulihan biaya;
d. efisiensi pemakaian air;
e. transparansi dan akuntabilitas; dan
f. perlindungan air baku.

(3) Komponen biaya yang diperhitungkan dalam perhitungan tarif


meliputi:
a. biaya operasi dan pemeliharaan;
b. biaya depresiasi/amortisasi;
c. biaya bunga pinjaman;
d. biaya-biaya lain; dan
e. keuntungan yang wajar.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 26 –

(4) Untuk melaksanakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


penyelenggara wajib menerapkan struktur tarif termasuk tarif
progresif, dalam rangka penerapan subsidi silang antar kelompok
pelanggan.

(5) Penyesuaian tarif dapat dilakukan dengan formula indeksasi dengan


mengacu pada besaran nilai indeks yang berlaku yang diterbitkan oleh
Pemerintah.

(6) Tarif jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diselenggarakan oleh BUMD ditetapkan oleh Kepala Daerah
berdasarkan usulan direksi, setelah disetujui oleh Dewan Pengawas.

(7) Tarif jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diselenggarakan oleh badan usaha swasta, ditetapkan oleh Kepala
daerah berdasarkan perjanjian penyelenggaraan SPAM.
(8) Pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

Pasal 61

(1) Dalam hal jasa pelayanan air limbah dilakukan Pemerintah Daerah,
pelanggan dapat dikenakan pungutan daerah dalam bentuk retribusi.

(2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan


peraturan daerah.

Pasal 62

(1) Dalam hal jasa pelayanan dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk
kepentingannya sendiri, anggota kelompok masyarakat dapat
dikenakan iuran berdasarkan kesepakatan bersama.

(2) Pengelolaan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan


oleh masyarakat yang bersangkutan.
PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 27 –

BAB VIII
TUGAS, TANGGUNG JAWAB,
PERAN, HAK, DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Tugas dan Tanggung Jawab BUMN dan BUMD

Pasal 63

Dalam menjalankan lingkup tugas dan tanggung jawab BUMN/BUMD:

a. Menyelenggarakan pengembangan SPAM yang terpadu dengan


pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi yang ditetapkan;
b. melaksanakan rencana dan program proses pengadaan, termasuk
pelaksanaan konstruksi yang menjadi tanggung jawabnya, serta
pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi;
c. melakukan pengusahaan termasuk menghimpun pembayaran jasa
pelayanan sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;
d. memberi pelyanan penyediaan air minum dengan kualitas dan kuantitas
sesuai dengan standar yang ditetapkan;
e. membuat laporan penyelenggaraan secara transparan, akuntabel, dan
bertanggung gugat sesuai dengan prinsip tata pengusahaan yang baik;
f. menyampaikan laporan penyelenggaraan kepada Pemerintah/Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya; dan
g. mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada
masyarakat luas.

Bagian Kedua
Peran Serta Koperasi,
Badan Usaha Swasta, dan Masyarakat

Pasal 64

(1) Koperasi dan/atau badan usaha swasta dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan SPAM pada daerah, wilayah atau
kawasan yang belum terjangkau pelayanan BUMD/BUMN.

(2) Koperasi dan/atau badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), dibentuk khusus untuk usaha di bidang penyediaan SPAM.

(3) Pelibatan koperasi dan/atau badan usaha swasta sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip persaingan


yang sehat melalui proses pelelangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 28 –
(4) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mencakup
seluruh atau sebagian tahapan penyelenggaraan pengembangan.

(5) Koperasi dan/atau badan usaha swasta yang mendapatkan hak


berdasarkan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
mengadakan perjanjian dalam penyelenggaraan SPAM dengan
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.

(6) Perjanjian penyelenggaraan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat


(5) paling kurang memuat ketentuan :
a. ruang lingkup penyelenggaraan;
b. standar teknis (kualitas, kuantitas dan tekanan air);
c. tarif awal dan formula perhitungan tarif;
d. jangka waktu penyelenggaraan; dan
e. hak dan kewajban para pihak.

(7) Setelah batas waktu perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
selesai, seluruh aset beserta kelengkapannya diserahkan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam keadaan baik dan dapat
beroperasi.

(8) Pedoman tentang tata cara pelelangan dan penyusunan perjanjian


penyelenggaraan SPAM serta tata cara penyerahan aset sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 65
(1) Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat
menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

(2) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak


mendapatkan pembinaan teknik dan nonteknik serta perlindungan aset
dari pemerintah.

(3) Penyelenggaraan oleh koperasi dan badan usaha swasta sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan berdasarkan izin dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Kewajiban izin tidak diberlakukan bagi kepentingan perseorangan


untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 29 –

(5) Pedoman dan tata cara pemberian izin dan pembinaan


penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3)
mengikuti ketentuan Peraturan Menteri.

Pasal 66
Dalam melakukan pengembangan SPAM, koperasi, badan usaha swasta, dan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) wajib:
a. Berpedoman pada tata cara perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
pengelolaan, pemeliharaan, rehabilitasi, dan monitoring evaluasi
mengikuti ketentuan Peraturan Menteri;
b. memberikan informasi dan laporan mengenai penyelenggaraan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
dan
c. dalam keadaan tertentu dapat membantu dan memberikan akses
kepada masyarakat sekitar dalam pemenuhan kebutuhan minimal akan
air.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pelanggan

Pasal 67

(1) Setiap pelanggan air minum berhak:


a. memperoleh pelayanan air minum yang memenuhi syarat kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas sesuai dengan standar yang ditetapkan;
b. mendapatkan informasi tentang struktur dan besaran tarif serta
tagihan;
c. mengajukan gugatan atas pelayanan yang merugikan dirinya ke
pengadilan;
d. mendapatkan ganti rugi yang layak sebagai akibat kelalaian
pelayanan; dan
e. memperoleh pelayanan pembuangan air limbah atau penyedotan
lumpur tinja.

(2) Setiap pelanggan air minum berkewajiban:


a. membayar tagihan atas jasa pelayanan;
b. menggunakan produk pelayanan secara bijak;
c. turut menjaga dan memelihara sarana air minum;
d. mengikuti petunjuk dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak
penyelenggara; dan
e. mengikuti dan mematuhi upaya penyelesaian secara hukum apabila
terjadi perselisihan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 30 –

(3) Bagi masyarakat bukan pelanggan air minum, disediakan pelayanan


pemeriksaan kualitas air baku secara berkala oleh Pemerintah
Daerah.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Penyelenggara

Pasal 68
(1) Setiap penyelenggara berhak:
a. memperoleh lahan untuk membangun sarana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. menerima pembayaran jasa pelayanan sesuai dengan
tarif/retribusi jasa pelayanan;
c. menetapkan dan mengenakan denda terhadap keterlambatan
pembayaran tagihan;
d. memperoleh kuantitas air baku secara kontinu sesuai dengan izin
yang telah didapat;
e. memutus sambungan langganan kepada para pemakai/pelanggan
yang tidak memenuhi kewajibannya; dan
f. menggugat masyarakat atau organisasi lainnya yang melakukan
kegiatan dan mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana
pelayanan.

(2) Setiap penyelenggara berkewajiban untuk:


a. menjamin pelayanan yang memenuhi standar yang ditetapkan;
b. memberikan informasi yang diperlukan kepada semua pihak yang
berkepentingan atas kejadian atau keadaan yang bersifat khusus
dan berpotensi akan menyebabkan perubahan atas kualitas dan
kuantitas pelayanan;
c. mengoperasikan sarana dan memberikan pelayanan kepada semua
pemakai/pelanggan yang telah memenuhi syarat, kecuali dalam
keadaan memaksa (force majeure);
d. memberikan informasi mengenai pelaksanaan pelayanan;
e. memberikan ganti rugi yang layak kepada pelanggan atas kerugian
yang dideritanya;
f. mengikuti dan mematuhi upaya penyelesaian secara hukum apabila
terjadi perselisihan; dan
g. berperanserta pada upaya perlindungan dan pelestarian sumber
daya air dalam rangka konservasi lingkungan.
(3) Pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf e
diupayakan berdasarkan penyelesaian di luar pengadilan atau melalui
pengadilan.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 31 –

(4) Upaya penyelesaian di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 69
(1) Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dalam pengembangan SPAM
dilaksanakan oleh Pemerintah, yang meliputi:
a. koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan air minum;
b. pemberian norma, standar, pedoman, manual;
c. pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, bantuan teknis; dan
d. pendidikan dan pelatihan;
(2) Pembinaan terhadap BUMN atau BUMD, koperasi, badan usaha swasta,
dan kelompok masyarakat yang melaksanakan penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya meliputi:
a. pemberian norma, standar,pedoman, manual;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; dan
c. pendidikan dan pelatihan.

(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mengambilalih tanggung


jawab penyelenggaraan sementara dengan menunjuk unit pengelola
dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM bila penyelenggara
tidak mampu memenuhi kinerja yang ditetapkan sesuai dengnan
kewenangannya;

(4) Pedoman teknis dan tata cara pembinaan penyelenggaraan


pengembangan SPAM diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 70
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan
terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 32 –

(2) Pengawasan terhadap kualitas air minum hasil penyelenggaraan


pengembangan SPAM dan pencemaran/pembuangan hasil pengolahan
air limbah dan sampah dilaksanakan oleh instansi sesuai dengan
kewenangannya.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.

(4) Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3), dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau BPP
SPAM.

(5) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau BPP SPAM sesuai dengan


kewenangannya wajib menindaklanjuti laporan dan/atau pengaduan
masyarakat.

(6) Penyelenggara wajib menyiapkan sarana pengaduan masyarakat

dan/atau pelanggan sebagai upaya untuk menjaga dan meningkatkan


kinerja pelayanan.
BAB X
GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
Pasal 71
Masyarakat yang dirugikan sebagai akibat penyelenggaraan SPAM, berhak
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 72
(1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak
mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan prasarana dan
sarana penyediaan air minum, untuk kepentingan keberlanjutan fungsi
SPAM.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan
untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan
keberlanjutan fungsi SPAM dan/ atau gugatan membayar biaya atas
pengeluaran nyata.

(3) Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 33 –

a. berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan


hukum yang bergerak dalam bidang pemanfaatan sumber daya
air;

b. mencantumkan tujuan pendiriran organisasi dalam anggaran


dasarnya untuk kepentingan yang berkaitan dengan
keberlanjutan fungsi SPAM; dan

c. telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

BAB XI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 73

Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya memberikan


sanksi administratif kepada penyelenggara pengembangan SPAM, yang tidak
memenuhi kriteria pelayanan.

Pasal 74

(1) BUMN/ BUMD yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (4), (5) dan (6),
Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 63 huruf d, Pasal 68 ayat
(2) huruf a, c dan g, dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.

(2) BUMN/ BUMD yang tidak mematuhi peringatan tertulis sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut,
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara penyelenggaraan
SPAM.
Pasal 75

(1) Koperasi dan badan usaha swasta yang melanggar ketentuan Pasal 10
ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 68 ayat (2)
huruf a, c dan g, dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.

(2) Koperasi dan badan usaha swasta yang tidak mematuhi peringatan

tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebanyak 3 (tiga) kali


berturut-turut dan tidak melakukan perbaikan pelayanan, maka
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 34 –

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 76

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan air minum dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
ini.

Pasal 77

Perjanjian penyelenggaraan dan perizinan yang berkaitan dengan


pengelolaan air minum yang telah dibuat atau diterbitkan sebelum
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya perjanjian penyelenggaraan atau perizinan tersebut.

Pasal 78

(1) Penyelenggara SPAM yang berada di kota metropolitan atau kota-kota


yang memiliki kepadatan yang tinggi yang belum memiliki rencana
induk sistem penyediaan air minum yang terpadu dengan pembuangan
air limbah secara terpusat dan sistem pengelolaan persampahan wajib
melengkapinya dalam jangka waktu paling lambat 1 Januari 2010.

(2) Penyelenggara SPAM yang berada di kota selain sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) yang belum memiliki rencana induk sistem
penyediaan air minum yang terpadu dengan pembuangan air limbah
dan sistem pengelolaan persampahan wajib melengkapinya dalam
jangka waktu paling lambat 1 Januari 2010.

(3) Penyelenggara SPAM yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan


Pemerintah ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini paling lambat 1 Januari 2008.

PRESIDENT
REPUBLI K INDONESIA

- 35 –

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 79

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini, dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Maret 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

ttd.

Dr. HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 33.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 11 TAHUN 2006

TENTANG

JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN


YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan


Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 tentan
g Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
telah ditetapkan Keputusan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yan
g Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
b. bahwa Keputusan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentan
g Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup saat ini sudah tidak sesuai la
gi dengan
perkemban
gan keadaan, sehingga dipandang perlu diadakan perubahan
terhadap Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001;
c. bahwa berdasarkan pertimban
gan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Ke
giatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
(Lembaran Ne
gara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentan
g Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentan
g Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Or
ganisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir den
gan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun
2005;

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


1

SALINAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP


TENTANG JENIS
RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI
DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini
tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Menteri ini wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Hidup.

Pasal 3
Dalam hal skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada
skala/besaran yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini akan tetapi atas
dasar
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
tipologi ekosistem
setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup, maka Bupati
atau Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut sebagai Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Pasal 4
Bupati atau Walikota atau Gubernur dan/atau masyarakat dapat mengajukan usulan
secara tertulis
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang tidak
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini tetapi mempunyai dampak penting
terhadap
lingkungan hidup, untuk ditetapkan sebagai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Pasal 5
Menteri Negara Lingkungan Hidup mempertimbangkan penetapan jenis rencana
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup terhadap usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 6
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
berdasarkan hasil
penapisan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini setelah
mendengar dan
memperhatikan saran serta pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen yang terkait.

Pasal 7
(1) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat
berkurang dalam hal :

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


2

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
a. dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dapat ditanggulangi
berdasarkan
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
b. dalam kenyataannya jenis rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak
menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf
b tidak diwajibkan dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
(3) Dalam menentukan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) dan ayat (2), Menteri wajib mempertimbangkan saran dan masukan dari sektor
terkait dan
pendapat para ahli.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
dikecualikan dari
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 8
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat ditinjau
kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 9
Khusus untuk bidang rekayasa genetika, ketentuan tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I huruf M Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan
Presiden yang mengatur Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.

Pasal 10
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor
17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2006

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
3

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran I Lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB
DILENGKAPI DENGAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
1. Pendahuluan 1. Pendahuluan

Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :

a. Potensi dampak penting a. Potensi dampak penting

Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :

(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.

b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak


penting
negatif yang akan timbul.
b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak
penting
negatif yang akan timbul.

2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup

A. Bidang Pertahanan A. Bidang Pertahanan

Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
NO NO JENIS KEGIATAN JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN
SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS ALASAN ILMIAH KHUSUS
1. Pembangunan Pangkalan
TNI AL
Kelas A dan B Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi
2. Pembangunan Pangkalan
TNI AU
mengubah ekosistem laut dan pantai.
Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair dan sampah padat.

Kelas A dan B Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan


dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan pesawat.

3. Pembangunan Pusat
Latihan Tempur
- Luas

> 10.000 ha
Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung,
termasuk daerah penyangga, tertutup bagi
masyarakat.
Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan akibat ledakan.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


4

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

B. Bidang Pertanian

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas
air akibat
kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat
beroperasi, serta
perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu
sering pula
muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.

Skala/besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan


potensi dampak
penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran
tersebut
merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan
dengan
mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.

NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS


Budidaya tanaman pangan dan
1.
2.
hortikultura
a. Semusim dengan atau tanpa unit
pengolahannya
- Luas

b. Tahunan dengan atau tanpa unit


pengolahannya
- Luas
Budidaya tanaman perkebunan
a. Semusim dengan atau tanpa unit
pengolahannya:
- Dalam kawasan budidaya non
kehutanan, luas
- Dalam kawasan budidaya
kehutanan, luas

b. Tahunan dengan atau tanpa unit


pengolahannya:
- Dalam kawasan budidaya non
kehutanan, luas
- Dalam kawasan budidaya
kehutanan, luas

> 2.000 ha

> 5.000 ha

> 3.000 ha
Semua besaran

> 3.000 ha

Semua besaran

Kegiatan akan berdampak terhadap


ekosistem, hidrologi dan bentang alam

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


5

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

C. Bidang Perikanan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang,
ikan adalah
perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan
hutan
mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-
tumbuhan dan
hewan yang berada di kawasan tersebut.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha budidaya perikanan
1.

a. Budidaya tambak
udang/ikan tingkat
teknologi maju dan
madya dengan atau
tanpa unit
pengolahannya
- Luas

> 50 ha

Rusaknya ekosistem mangrove yang menjadi


tempat pemijahan dan pertumbuhan ikan
(nursery
areas)
akan mempengaruhi tingkat produktivitas
daerah setempat.
Beberapa komponen lingkungan yang akan terkena
t

b. Usaha budidaya perikanan


terapung (jaring apung
dan pen system):
- Di air tawar (danau)
Luas, atau
Jumlah
- Di air laut
Luas, atau
Jumlah

> 2,5 ha
> 500 unit

> 5 ha
> 1.000 unit

dampak adalah: kandungan bahan organik,


perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumlah
phy oplankton maupun peningkatan virus dan
bakteri.
Semakin tinggi penerapan teknologi maka produksi
limbah yang diindikasikan akan menyebabkan
dampak negatif terhadap perairan/ekosistem di
sekitarnya.
Perubahan kualitas perairan.
Pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang
perairan.
Pengaruh terhadap estetika perairan.

Mengganggu alur pelayaran.

D. Bidang Kehutanan

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap


ekosistem hutan,
hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik
sosial.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha Pemanfaatan Hasil
1.
Hutan
a. Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Kayu


(UPHHK)
dari Hutan
Alam (HA)
b. Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (UPHHK)
dari
Hutan Tanaman (HT)

Semua besaran

Pemanenan pohon dengan diameter tertentu


berpotensi merubah struktur dan komposisi
tegakan.
Mempengaruhi kehidupan satwa liar dan
habitatnya.

> 5.000 ha/etat Usaha hutan tanaman dilaksanakan melalui sistem


silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)
berpotensi menimbulkan dampak erosi serta
perubahan komposisi tegakan (menjadi homogen),
satwa liar dan habitatnya.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


6
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11
TAHUN 2006
E. Bidang Perhubungan

NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS


1. Pembangunan Jaringan
Jalan Kereta Api
- Panjang
2. Konstruksi bangunan jalan
rel di bawah permukaan
tanah

3. Pembangunan terminal
terpadu Moda dan Fungsi
- Luas
4.
5.

a. Pengerukan perairan
dengan
Capital
Dredging
- Volume
b. Pengerukan perairan
sungai dan/atau laut
dengan
capital dredging
yang memotong
material karang
dan/atau batu

Pembangunan pelabuhan
dengan salah satu fasilitas
berikut:
a. Dermaga dengan
bentuk konstruksi
sheet
pile
atau open pile
- Panjang, atau
- Luas
b. Dermaga dengan
konstruksi masif
c. Penahan gelombang
(talud) dan/atau
pemecah gelombang
(break water)
- Panjang

d. Prasarana pendukung
pelabuhan (terminal,
gudang, peti kemas,
dan lain-lain)
- Luas
e. Single Point Moo ing
Boey

- Untuk kapal
r

> 25 km
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan
pandangan, ekologis dan dampak sosial.

Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan


kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.

= 2 ha
> 500.000 m
Semua besaran

> 200 m
> 6.000 m
2
Semua besaran

> 200 m

> 5 ha

> 10.000 DWT


3
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, ekologis,
tata ruang dan sosial

Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap


sistem hidrologi dan ekologis yang lebih luas dari
batas tapak kegiatan itu sendiri, perubahan
batimetri, ekosistem, dan mengganggu prosesproses
alamiah
di
daerah perairan
(sungai
dan laut)
termasuk
menurunnya

produktivitas
kawasan
yang
dapat menimbulkan

dampak
sosial.
Kegiatan ini
juga akan menimbulkan

gangguan
terhadap
lalu
lintas
pelayaran
perairan.

Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot


sekitar 5.000-10.000 DWT serta
draft kapal
minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang
dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.
Berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap perubahan arus pantai/pendangkalan
dan sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan dan
dapat
mengganggu proses-proses alamiah di daerah
pantai
(coastal processes).

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap


ekosistem, hidrologi, garis pantai dan batimetri serta
mengganggu proses-proses alamiah yang terjadi di
daerah pantai.

Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,


gangguan lalulintas, aksesibilitas transportasi,
kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis,
dampak sosial dan keamanan disekitar kegiatan
serta membutuhkan area yang luas.

Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot


sekitar 5.000 – 10.000 DWT serta draft kapal
minimum 4-7m sehingga kondisi kedalaman yang
dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan
alur pelayaran, perubahan batimetri, ekosistem, dan
mengganggu proses-proses alamiah di daerah
pantai terutama apabila yang dibongkar muat
minyak mentah yang berpotensi menimbulkan
pencemaran laut dari tumpahan minyak.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


7

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

6. Reklamasi (pengurugan):
- Luas, atau
- Volume
7. Kegiatan penempatan hasil
keruk
(dumping) di darat:
- Volume, atau
- Luas area
dumping
8. Pembangunan bandar
udara baru beserta
fasilitasnya (untuk
fixed
wing
maupun rotary wing)
9.
10.

> 25 ha
> 500.000 m

> 500.000 m
> 5 ha
3
3
Semua besaran
kelompok bandar
udara (A, B, dan
C) beserta hasil
studi rencana
induk yang telah
disetujui

Pengembangan bandar
udara beserta salah satu
fasilitas berikut:
a. Landasan pacu
- Panjang

b. Terminal penumpang
atau terminal kargo
- Luas

> 200 m

> 2000 m
c. Pengambilan air tanah = 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan 5
sumur dalam satu
area < 10 ha)

Perluasan bandar udara


beserta/atau fasilitasnya:
a. - Pemindahan
penduduk, atau
- Pembebasan lahan
b. Reklamasi pantai:
- Luas, atau
- Volume urugan

c. Pemotongan bukit dan


pengurugan lahan
dengan volume

F. Bidang Teknologi Satelit

> 200 KK
> 100 ha

> 25 ha
> 100.000 m

 500.000 m
3
3
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem
geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial,
ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan,
lalu lintas serta mengganggu proses-proses alamiah
di daerah pantai.

Menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan


yang akan mempengaruhi ekologis, hidrologi
setempat.

Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi,


harus memperhatikan ketentuan keselamatan
penerbangan dan terikat dengan konvensi
internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa
kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan
negara, emisi dan kemungkinan bangkitan
transportasi baik darat dan udara.
Adanya ketentuan KKOP (Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan) yang membatasi
pemanfaatan ruang udara serta berpotensi
menimbulkan dampak sosial.
Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus
memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan
terikat dengan konvensi internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan,
getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi
dan kemungkinan bangkitan transportasi baik
darat dan udara, mobilisasi penumpang
meningkat.
Dampak potensial berupa limbah padat, limbah
cair, udara, dan bau yang dapat mengganggu
kesehatan
Pengoperasian jenis pesawat yang dapat dilayani
oleh bandara.

Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus


memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan
terikat dengan konvensi internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan,
getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi
dan kemungkinan bangkitan transportasi baik
darat dan udara.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


1. Pembangunan fasilitas
peluncuran satelit
Semua besaran Kegiatan ini memerlukan persyaratan lokasi yang
khusus (sepi penduduk, di daerah
katulistiwa/ekuator, dekat laut), teknologi canggih,
dan tingkat pengamanan yang tinggi.
Bangunan peluncuran satelit dan fasilitas
pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup
bagi masyarakat.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


8

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
G. Bidang Perindustrian
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
1.

Industri semen (yang dibuat


melalui produksi klinker)
2.

3.

Industri pulp atau industri


kertas yang terintegrasi
den
gan industri pulp, kecuali
pulp dari kertas bekas dan
pulp untuk kertas budaya
Semua besaran

Semua besaran

Industri petrokimia hulu Semua besaran

Industri semen dengan Proses Klinker adalah


industri semen yang kegiatannya bersatu dengan
kegiatan penambangan, dimana terdapat proses
penyiapan bahan
baku, penggilingan bahan baku
(raw mill process),
penggilingan batubara
(coal mill) serta proses
pembakaran dan pendinginan klinker
(Rotary Kiln
and Clinker Cooler).
Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan
oleh: Debu yang keluar dari cerobong.
Penggunaan lahan yang luas.
Kebutuhan air cukup besar (3,5 ton semen
membutuhkan 1 ton air).
Kebutuhan energi cukup besar baik tenaga listrik
(110 – 140 kWh/ton) dan tenaga panas (800 –
900 Kcal/ton).
Tenaga kerja besar (
+ 1-2 TK/3000 ton produk).
Potensi berbagai jenis limbah: padat
(tailing),
debu (CaO, SiO
2
, Al
2
O
3
, FeO
) dengan radius 2-3
km, limbah cair (sisa
cooling mengandung minyak
lubrikasi/ pelumas), limbah gas (CO
2
2
, SO
)
dari pembakaran energi batubara, minyak dan
gas.

Proses pembuatan pulp meliputi kegiatan penyiapan


bahan baku, pemasakan serpihan kayu, pencucian
pulp, pemutihan pulp
(bleaching) dan pembentukan
lembaran pulp yang dalam prosesnya banyak
menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga
berpotensi menghasilkan limbah cair (BOD, COD,
TSS), limbah gas (H
2
S, SO
2
, NO
x
, Cl
) dan limbah
padat (ampas kayu, serat pulp, lumpur kering).

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan


oleh:
Penggunaan lahan yang luas (0,2 ha/1000 ton
2
produk).
Tenaga kerja besar.
Kebutuhan energi besar (0,2 MW/1000 ton
produk).

Industri petrokimia hulu adalah industri yang


mengolah hasil tambang mineral (kondensat) terdiri
dari Pusat Olefin yang menghasilkan Benzena,
Propilena dan Butadiena serta Pusat Aromatik yang
menghasilkan Benzena, Toluena, Xylena, dan
Etil Benzena.

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan


oleh:
Kebutuhan lahan yang luas.
Kebutuhan air cukup besar (untuk pendingin 1
l/dt/1000 ton produk).
Tenaga kerja besar.
Kebutuhan energi relatif besar (6-7 kW/ton
produk) di samping bersumber dari listrik juga
energi gas.
Potensi berbagai limbah: gas (SO
2
dan NO
x
), debu
(SiO
2
), limbah cair (TSS, BOD, COD, NH
Cl) dan
limbah sisa katalis bekas yang bersifat B3.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
9
4
, NO
x
x

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

4.

Kawasan Industri (termasuk


komplek industri yang
terintegrasi)
5. Industri galangan kapal
dengan sistem
graving dock
6. Industri amunisi dan bahan
peledak
7.

Kegiatan industri yang tidak


termasuk angka 1 s/d 6

Penggunaan areal:
a. Urban:
- Metropolitan, luas
- Kota besar, luas
- Kota sedang, luas
- Kota kecil, luas
b. Rural/pedesaan, luas

Semua besaran

Kawasan industri
(industrial estate) merupakan
lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis
industri manufaktur yang masih prediktif, sehingga
dalam pengembangannya diperkirakan akan
menimbulkan berbagai dampak penting antara lain
disebabkan:
Kegiatan
grading (pembentukan muka tanah) dan
run off (air larian).
Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat.
Mobilisasi tenaga kerja (90 – 110 TK/ha).
Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial.
Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan
rata-rata 0,55 – 0,75 l/dt/ha.
Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam
kaitan dengan jenis pembangkit ataupun
trace
jaringan (0,1 MW/ha).
Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang
masih prediktif terutama dalam hal cara
pengelolaannya.
Bangkitan lalu lintas.

= 50.000 DWT Sistem


graving dock adalah galangan kapal yang
dilengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran
panjang 150 m, lebar 30 m, dan kedalaman 10 m
dengan sistem sirkulasi.
Pembuatan kolam
graving ini dilakukan dengan
mengeruk laut yang dikhawatirkan akan
menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai.

Perbaikan kapal berpotensi menghasilkan limbah


cair (air
ballast, pengecatan lambung kapal dan
bahan kimia B3) maupun limbah gas dan debu
dari kegiatan
sand blasting dan pengecatan.

Semua besaran Industri amunisi dan bahan peledak merupakan


industri yang dalam proses produksinya
menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat B3,
disamping kegiatannya membutuhkan tingkat
keamanan yang tinggi.

> 5 ha
> 10 ha
> 15 ha
> 20 ha

> 30 ha
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.

Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa:


Bangkitan lalu lintas.
Konflik sosial.
Penurunan kualitas lingkungan.

H. Bidang Pekerjaan Umum

Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum mempertimbangkan skala/besaran


kota yang
menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :

kota metropolitan : > 1.000.000 jiwa


kota besar : 500.000-1.000.000 jiwa
kota sedang : 200.000-500.000 jiwa
kota kecil : 20.000-200.000 jiwa
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
10

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


Pembangunan
1.
2.

Bendungan/Waduk atau
Jenis Tampungan Air
lainnya:
- Tinggi, atau
- Luas genangan

Daerah Irigasi
a. Pembangunan baru
dengan luas
b. Peningkatan dengan luas
tambahan
c. Pencetakan sawah, luas
(perkelompok)
3. Pengembangan Rawa :
Reklamasi rawa untuk
kepentingan irigasi

> 15 m

> 200 ha

>
2.000 ha

>
1.000 ha

>
500 ha

>
1.000 ha

4. Pembangunan Pengaman
Pantai dan perbaikan muara
sungai:
- Jarak dihitung tegak lurus
pantai

>
500 m

5. Normalisasi Sungai

(termasuk sodetan) dan


Pembuatan Kanal Banjir
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
>
5 km
>
500.000 m
3

Termasuk dalam kategori


“large dam”
(bendungan besar).
Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik
bagi material dan desain konstruksinya.
Pada skala ini diperlukan
quarry/burrow area
yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan
dampak.
Dampak pada hidrologi.

Kegagalan bendungan pada luas genangan


sebesar ini berpotensi mengakibatkan genangan
yang cukup besar dibagian hilirnya.
Akan mempengaruhi pola iklim mikro pada
kawasan sekitarnya dan ekosistem daerah hulu
dan hilir bendungan/waduk.
Dampak pada hidrologi.

Mengakibatkan perubahan pola iklim mikro dan


ekosistem kawasan.
Selalu memerlukan bangunan utama (headworks)
dan bangunan pelengkap (oppurtenants
structures) yang besar dan sangat banyak
sehingga berpotensi untuk mengubah ekosistem
yang ada.
Mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja yang
signifikan pada daerah sekitarnya, baik pada saat
pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan.
Membutuhkan pembebasan lahan yang besar
sehingga berpotensi menimbulkan dampak sosial.

Berpotensi menimbulkan dampak negatif akibat


perubahan ekosistem pada kawasan tersebut.
Memerlukan bangunan tambahan yang berpotensi
untuk mengubah ekosistem yang ada.
Mengakibatkan mobilisasi manusia yang dapat
menimbulkan dampak sosial.

Memerlukan alat berat dalam jumlah yang cukup


banyak.
Perubahan Tata Air.

Berpotensi mengubah ekosistem dan iklim mikro


pada kawasan tersebut dan berpengaruh pada
kawasan di sekitarnya.
Berpotensi mengubah sistem tata air yang ada
pada kawasan yang luas secara drastis.
Pembangunan pada rentang kawasan pantai
selebar >
500 m berpotensi mengubah ekologi
kawasan pantai dan muara sungai sehingga
berdampak terhadap keseimbangan ekosistem
yang ada.
Gelombang pasang laut
(tsunami) di Indonesia
berpotensi menjangkau kawasan sepanjang 500
m dari tepi pantai, sehingga diperlukan kajian
khusus untuk pengembangan kawasan pantai
yang mencakup rentang lebih dari 500 m dari
garis pantai.
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
11

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan

>
10 km
>
500.000 m

>
15 km
>
500.000 m

6. Pembangunan Jalan Tol > 5 km


7.
8
9.

Pembangunan dan/atau
peningkatan jalan dengan
pelebaran yang
membutuhkan pengadaan
tanah
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

a. Pembangunan
subway/underpass,
terowongan
/tunnel

3
3
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.

Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai


yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.

Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,


emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.

>
5 km
>
5 ha

= 10 km
= 10 ha

= 30 km
= 30 ha

>
2 km

b. Pembangunan jembatan >


500 m
Persampahan
a. Pembangunan TPA
sampah domestik
Pembuangan dengan
sistem
control land ill/
sanitary landfill
termasuk
instalasi penunjangnnya
- Luas kawasan TPA,
atau
- Kapasitas total

b. TPA di daerah pasang


surut,
- Luas
landfill, atau
- Kapasitas total
c. Pembangunan
transfe
sta ion

f
r
t
- Kapasitas

d. Pembangunan Instalasi
Pengolahan sampah
terpadu
- Kapasitas
>
10 ha

>
10.000 ton

>
5 ha
>
5.000 ton

>
1.000 ton/hari

= 500 ton/hari
Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,
emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan
kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.

Dampak potensial adalah pencemaran gas/udara,


risiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari
leachate.

Dampak potensial berupa pencemaran dari


leacha e,
udara, bau, vektor penyakit dan gangguan
kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran udara, bau,


vektor penyakit dan gangguan kesehatan.
Dampak potensial berupa pencemaran dari
leacha e
(lindi), udara, bau, gas beracun, dan gangguan
kesehatan.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


12
t
t

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

10
11
12.
e. Pengolahan dengan
insinerator
- Kapasitas

f. Composting Plant
- Kapasitas

g. Transportasi sampah
dengan kereta api
- Kapasitas

Pembangunan
Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas

c. Kota sedang dan kecil,


luas

Air Limbah Domestik


a. Pembangunan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT), termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Kapasitasnya

b.Pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) limbah domestik
termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Beban organik

c. Pembangunan sistem
perpipaan air limbah, luas
layanan
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah

Pembangunan saluran
drainase (primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. kota besar/metropolitan,
panjang

b. kota sedang, panjang

= 500 ton/hari

= 100 ton/hari

= 500 ton/hari

>
25 ha

> 50 ha
>
100 ha

= 2 ha
= 11 m
3
/hari

= 3 ha
= 2,4 ton/hari

= 500 ha
= 16.000 m
= 5 km

= 10 km

3
/hari
Dampak potensial berupa
fly ash dan bottom ash,
pencemaran udara, emisi biogas (H
2
S, NO
,
CO
, dioxin), air limbah, cooling water, bau dan
gangguan kesehatan

Dampak potensial berupa pencemaran dari bau dan


gangguan kesehatan

Dampak potensial berupa pencemaran dari air


sampah dan sampah yang tercecer, bau, gangguan
kesehatan dan aspek sosial masyarakat di daerah
yang dilalui kereta api

x
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar.
Tingkat kebutuhan air sehari-hari.
Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil
kegiatan perumahan dan pemukiman.
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(mobilisasi material dan manusia).
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan).

Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.


Dampak potensial berupa bau, gangguan
x
kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan
baik dan gangguan visual.

Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.

Setara dengan layanan 100.000 orang


Setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah.
Dampak potensial berupa gangguan lalu lintas,
, SO
kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau
nilai kompensasi
Berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas,
kerusakan prasarana dan sarana umum,
pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air di
sekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan
perubahan perilaku masyarakat di sekitar jaringan.
Pembangunan drainase sekunder di kota sedang
yang melewati permukiman padat

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


13
x

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

13.
Jaringan air bersih di kota
besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan
distribusi
- Luas layanan

b. Pembangunan jaringan
transmisi
- Panjang
14. Pengambilan air dari danau,
sun
gai, mata air permukaan,
atau sumber air permukaan
lainnya
- Debit pengambilan

15.

Pembangunan Pusat
Perkantoran, Pendidikan,
Olahraga, Kesenian, Tempat
Ibadah, Pusat perdagangan/
perbelanjaan relatif
terkonsentrasi
- Luas lahan, atau
- Bangunan
16. Pembangunan kawasan
pemukiman untuk
pemindahan
penduduk/transmigrasi
(Pemukiman Transmigrasi
Baru Pola Tanaman Pangan)
- Luas lahan
>
500 ha

>
10 km
>
250 l/dt

>
5 ha
>
10.000 m
>
2000 ha
2
Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan
persoalan keterbatasan air.

Setara kebutuhan air bersih 200.000 orang.


Setara kebutuhan kota sedang.
Besaran diperhitungkan berdasarkan:
Pembebasan lahan
Daya dukung lahan
Tingkat kebutuhan air sehari-hari
Limbah yang dihasilkan
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(
getaran, kebisingan, polusi udara,
dan lain-lain)
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan)
Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang

Khusus bagi pusat perdagangan/ perbelanjaan


relatif terkonsentrasi dengan luas tersebut
diperkirakan akan menimbulkan dampak penting:
Konflik sosial akibat pembebasan lahan
(umumnya berlokasi dekat pusat kota yang
memiliki kepadatan tinggi).
Struktur bangunan bertingkat tinggi dan
basement menyebabkan masalah dewatering dan
gangguan tiang-tiang pancang terhadap akuifer
sumber air sekitar.
Bangkitan pergerakan
(traffic) dan kebutuhan
permukiman dari tenaga kerja yang besar.
Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir
pengunjung.
Produksi sampah.

Berpotensi menimbulkan dampak yang disebabkan


oleh:
Pembebasan lahan.
Tingkat kebutuhan air.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
14

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
I. Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


A MINERAL, BATUBARA, DAN PANAS BUMI
1 Mineral, Batubara, dan
2.

panas bumi
- Luas perizinan (KP),
atau
- Luas daerah terbuka
untuk pertambangan
Tahap eksploitasi:
a. Eksploitasi dan
pengembangan uap
panas bumi dan/atau
Pengembangan panas
bumi
b. Batubara/gambut
- Kapasitas, dan/atau

- Jumlah material

penutup yang
dipindahkan
c. Bijih Primer
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan

d. Bijih Sekunder/Endapan
Alluvial
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan

e. Bahan galian bukan


logam atau bahan galian
golongan C
- Kapasitas, dan/atau

- Jumlah material

penutup yang
dipindahkan

= 200 ha

= 50 ha
(kumulatif/tahun)

= 55 MW
= 1.000.000
ton/tahun

= 4.000.000 ton

= 400.000
ton/tahun

= 1.000.000 ton

= 300.000
ton/tahun

= 1.000.000 ton

= 250.000 m
3
/tahun

= 1.000.000 ton

Dampak penting terhadap lingkungan antara


lain: merubah bentang alam, ekologi dan
hidrologi.
Lama kegiatan juga akan memberikan dampak
penting terhadap kualitas udara, kebisingan,
getaran apabila menggunakan peledak, serta
dampak dari limbah yang dihasilkan.

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap air,


udara, flora, fauna, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat sekitar

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi
Jumlah pemindahan material berpengaruh
terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


15

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

f. Bahan galian radioaktif,


termasuk pengolahan,
penambangan dan
pemurnian
g. Pengambilan air bawah
tanah (sumur tanah
dangkal, sumur tanah
dalam, dan mata air)
Semua besaran

= 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan
5 sumur dalam
satu area < 10
ha)

h. Tambang di laut Semua besaran

3. Melakukan penempatan
tailing di bawah laut
(Submarine Tailing
Disposal)

4. Melakukan pengolahan bijih


dengan proses sianidasi
atau amalgamasi
B. MINYAK DAN GAS BUMI
Eksploitasi Migas dan
1.
Pengembangan Produksi
a Di darat:
- Lapangan minyak

- Lapangan gas

b Di laut
- Lapangan Minyak
- Lapangan Gas

Sampai saat ini bahan radioaktif digunakan


sebagai bahan bakar reaktor nuklir maupun
senjata nuklir. Oleh sebab itu, selain dampak
penting yang dapat ditimbulkan, keterkaitannya
dengan masalah pertahanan dan keamanan
menjadi alasan mengapa kegiatan ini wajib
dilengkapi AMDAL untuk semua besaran.
Potensi perubahan dan gangguan sistem
hidrogeologi

Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan


batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu
alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah
pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan
yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi,
dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat
sekitar.

Semua besaran Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi


menimbulkan dampak berupa perubahan
batimetri, ekosistem pesisir dan laut,
mengganggu alur pelayaran dan proses-proses
alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya
produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan
dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap
nelayan dan masyarakat sekitar

Semua besaran Sianida dan air raksa merupakan Bahan


Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi
menimbulkan pencemaran air permukaan, air
tanah dan udara.
= 5.000 BOPD
= 30 MMSCFD

= 15.000 BOPD
= 90 MMSCFD
jumlah total
lapangan semua
sumur

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air dan tanah.
Potensi kerusakan ekosistem.
Pertimbangan ekonomis.

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air dan tanah.
Pertimbangan ekonomis.

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air.
Pertimbangan ekonomis.
Perubahan Ekosistem laut.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


16

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

2. Transmisi MIGAS di laut


- Panjang, atau
- Bertekanan

= 100 km
= 16 bar
Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke
rumah
Pemanfaatan lahan yang tumpang tindih
dengan aktifitas nelayan dianggap cukup luas
lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu
aktivitas nelayan.

Penyiapan area konstruksi dapat menimbulkan


3. Pembangunan kilang:
- LPG
- LNG
- Minyak
4.

Kilang minyak pelumas


bekas (termasuk fasilitas
penunjang)
C. LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
1.

Pembangunan jaringan
transmisi
2.

Pembangunan
a. PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU
 50 MMSCFD
 550 MMSCFD
 10.000 BOPD
 10.000 ton/tahun

> 150 kV

= 100 MW
(dalam satu lokasi)
gangguan terhadap daerah sensitif.
Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan
aktivitas lalu lintas kapal buang sauh,
penambangan pasir.
Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga
berbahaya terhadap kegiatan/aktifitas nelayan,
tambang pasir dan alur pelayaran.

Potensi konflik sosial.


Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Khusus LNG, berpotensi menghasilkan limbah
gas H
S
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.
Berpotensi mengubah ekosistem yang lebih
luas.

2
Potensi konflik sosial.
Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.

Keresahan masyarakat karena harga tanah


turun
Adanya medan magnet dan medan listrik
Aspek sosial, ekonomi dan budaya terutama
pada pembebasan lahan dan keresahan
masyarakat

Berpotensi menimbulkan dampak pada:


Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara
(emisi, ambient dan kebisingan) dan kualitas air
(ceceran minyak pelumas, limbah bahang) serta
air tanah.
Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada saat pembebasan lahan dan pemindahan
penduduk.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


17

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

b. Pembangunan PLTP
(pengembangan Panas
Bumi)
c. Pembangunan PLTA
dengan:
- Tinggi bendung, atau
- Luas genangan, atau
- Kapasitas daya (aliran
langsung)

d. Pembangunan
pembangkit listrik dari
jenis lain (antara lain:
OTEC (
Ocean Thermal
Energy Conversion
),
Surya, Angin, Biomassa,
Gambut,dan lain-lain)

J. Bidang Pariwisata

= 55 MW

= 15 m
= 200 ha
= 50 MW

= 10 MW

Berpotensi menimbulkan dampak pada:


Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas udara
(bau dan kebisingan) dan kualitas air.
Aspek flora fauna.
Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada pembebasan lahan.

Perubahan fungsi lahan


Berpotensi menimbulkan dampak pada:
- Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas
udara (bau dan kebisingan) dan kualitas air.
- Aspek flora fauna.
- Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada pembebasan lahan.
Termasuk dalam kategori “
large dam”
(bendungan besar).
Kegagalan bendungan
(dam break), akan
mengakibatkan gelombang banjir
(flood surge)
yang sangat potensial untuk merusak
lingkungan di bagian hilirnya.
Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus
baik bagi material dan desain konstruksinya.
Pada skala ini diperlukan
quarry/burrow area
yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan
dampak.
Dampak pada hidrologi.

Membutuhkan areal yang sangat luas.


Dampak visual (pandang).
Dampak kebisingan.
Khusus penggunaan gambut berpotensi
menimbulkan gangguan terhadap ekosistem
gambut.

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap


ekosistem,
hidrologi, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
a. Kawasan Pariwisata
1.

b. Taman Rekreasi

2. Lapangan golf
(tidak termasuk
driving
range)

Semua besaran

>
100 ha

Berpotensi menimbulkan dampak berupa


perubahan fungsi lahan/kawasan, gangguan lalu
lintas, pembebasan lahan, dan sampah.

Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak dari
penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air
permukaan
(run off), serta kebutuhan air yang
relatif besar
K. Bidang Pengembangan Nuklir

Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan


penggunaan
teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Persoalan
kekhawatiran
masyarakat yang selalu muncul terhadap kegiatan-kegiatan ini juga menyebabkan
kecenderungan
terjadinya dampak sosial.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
18

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


Pembangunan dan
1.
2.
pengoperasian reaktor nuklir:
a. Reaktor Penelitian
- Daya
>
100 kW
b. Reaktor Daya (PLTN) Semua instalasi
Pembangunan dan
pengoperasian instalasi nuklir
non reaktor
a. Fabrikasi bahan bakar

nuklir
- Produksi
c. Pengolahan dan pemurnian
uranium
- Produksi

d. Pengelolaan limbah

radioaktif
(mencakup penghasil,
penyimpan, dan
pengolahan)
e. Pembangunan Iradiator
(Kategori II s/d IV)
- Aktivitas sumber
>
125 elemen
bakar/tahun

>
100 ton yellow
cake
/tahun
Semua instalasi

>
37.000 TBq
(100.000 Ci)

e. Produksi Radioisotop Semua instalasi


Potensi dampak pengoperasian reaktor penelitian
dengan daya < 100 kW terbatas pada lokasi
reaktor.

Keamanan konstruksi.
Berisiko tinggi.
Dampak radiasi pada tahap
decomisioning
(pasca operasi).
Transportasi, penyimpanan, pengelolaan dan
pembuangan bahan bakar bekas dan limbah
bahan radioaktif.

Efluen gas radioaktif yang terlepas dapat


terakumulasi dalam berbagai komponen
ekosistem.
Membutuhkan air pendingin yang telah
didemineralisasi dalam kolam beton. Air
pendingin juga berfungsi sebagai perisai radiasi.
Jika air pendingin berkurang, akan terjadi
pengurangan perisai terhadap radiasi. Jika air
pendingin kualitasnya menurun, akan terjadi
korosi yang dapat menyebabkan terlepasnya zat
radioaktif ke dalam air.

Semua tahapan dalam proses berpotensi


mencemari dan membahayakan lingkungan
dalam bentuk paparan radiasi.

L. Bidang Pengelolaan Limbah B3

Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi menimbulkan dampak terhadap


lingkungan
dan kesehatan manusia, terutama kegiatan yang dipastikan akan mengkonsentrasikan
limbah B3
dalam jumlah besar sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan-kegiatan ini juga
secara ketat
diikat dengan perjanjian internasional (konvensi basel) yang mengharuskan
pengendalian dan
penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
19
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11
TAHUN 2006

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


Pengumpulan,
1.
pemanfaatan, pengolahan
dan/atau penimbunan
limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) sebagai
kegiatan utama
a. Setiap kegiatan
pengumpulan limbah B3
sebagai kegiatan utama,
tidak termasuk kegiatan
skala kecil seperti
pengumpul minyak kotor
dan
slope oil, timah dan
flux solder, minyak
pelumas bekas, aki
bekas,
solvent bekas,
limbah kaca
terkontaminasi limbah
B3.
b. Setiap kegiatan
pemanfaatan limbah B3
sebagai kegiatan utama.

c. Setiap kegiatan
pengolahan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
- Pengolahan dengan
insinerator.
- Pengolahan secara

biologis (
land farming
biopile, compos ing,
bioventing, biosparging,
bioslurping, alternate
electron acceptors,
fitoremediasi).
,
t
e. Setiap kegiatan
penimbunan limbah B3
sebagai kegiatan utama.

M. Bidang Rekayasa Genetika


Semua besaran

Semua besaran

Semua besaran

Semua besaran
Semua besaran

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap


lingkungan dan kesehatan manusia

Kegiatan-kegiatan yang menggunakan hasil rekayasa genetik berpotensi


menimbulkan dampak
terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
1. Introduksi jenis-jenis
tanaman, hewan, dan jasad
renik produk bioteknologi
hasil rekayasa genetika

2. Budidaya produk
bioteknologi hasil rekayasa
genetika

Semua besaran Lihat penjelasan di atas


Semua besaran Lihat penjelasan di atas
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
20

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
Daftar Singkatan :

m = meter
m
2
= meter persegi
m
3
= meter kubik
km = kilometer
km
2
= kilometer persegi
ha = hektar
l = liter
dt = detik
kW = kilowatt
kWh = kilowatt hour
kV = kilovolt
MW = megawatt
TBq = Terra Becquerel
BOPD =
barrel oil per day = minyak barrel per hari
MMSCFD =
million metric square cubic feet per day = juta metrik persegi kaki kubik per hari
DWT =
dead weight tonnage = bobot mati
KK = kepala keluarga
LPG =
Liquiefied Petroleum Gas = gas minyak bumi yang dicairkan
LNG =
Liquiefied Natural Gas = gas alam yang dicairkan
ROW =
right of way = daerah milik jalan (damija)
BOD =
biological oxygen demand = kebutuhan oksigen biologis
COD =
chemical oxygen demand = kebutuhan oksigen kimiawi
DO =
dissolved oxygen = oksigen terlarut
TSS =
total suspended solid = total padatan tersuspensi
TDS =
total dissolved solid = total padatan terlarut

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
21

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran II
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006
DAFTAR KAWASAN LINDUNG

Kawasan Lindung yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 37 Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Hutan Lindung.


2. Kawasan Bergambut.
3. Kawasan Resapan Air.
4. Sempadan Pantai.
5. Sempadan Sungai.
6. Kawasan Sekitar Danau/Waduk.
7. Kawasan Sekitar Mata Air.
8. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Wisata,
Daerah
Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa).
9. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan
darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang dan atol yang mempunyai
ciri khas
berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem).
10. Kawasan Pantai Berhutan Bakau (mangrove).
11. Taman Nasional.
12. Taman Hutan Raya.
13. Taman Wisata Alam.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
22

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran III Lampiran III


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
KRITERIA PENAPISAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
KRITERIA PENAPISAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
YANG TIDAK TERMASUK DALAM DAFTAR JENIS USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG TIDAK TERMASUK DALAM DAFTAR JENIS USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN
YANG WAJIB DILENGKAPI YANG WAJIB DILENGKAPI
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1 Langkah 1

Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan: Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan:

Apakah lokasi rencana usaha


dan/atau kegiatan :
Apakah lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan :
Ya/Tidak/Ragu-ragu Ya/Tidak/Ragu-ragu
Jelaskan secara ringkas Jelaskan secara ringkas
Apakah hal tersebut akan
berdampak penting?
Apakah hal tersebut akan
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
1. Akan mengubah tata guna lahan yang ada?
2. Akan mengubah kelimpahan, kualitas dan
daya regenerasi sumber daya alam yang
berada di lokasi?
3. Akan mengubah kapasitas absorbsi
lingkungan alami, khususnya daerah
berikut?
a. Lahan basah
b. Daerah pesisir
c. Area pegunungan dan hutan
d. Kawasan lindung alam dan taman
nasional
e. Kawasan yang dilindungi oleh peraturan
perundangan yang berlaku
f. Daerah yang memiliki kualitas
lingkungan yang telah melebihi batas
ambang yang ditetapkan
g. Daerah berpopulasi padat
h. Lansekap yang memiliki nilai penting
sejarah, budaya atau arkeologi

Langkah 2

Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut untuk menilai karakteristik


rencana usaha
dan/atau kegiatan.

Jelaskan secara ringkas


Apakah hal tersebut akan
Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan:
Ya/Tidak/Ragu-ragu
1. Akan mengubah bentuk lahan dan bentang
alam?

2. Akan mengeksploitasi sumber daya alam,


baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui?

berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


23
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11
TAHUN 2006

Jelaskan secara ringkas


Apakah hal tersebut akan
Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan:
Ya/Tidak/Ragu-ragu
3. Dalam proses dan kegiatannya akan
menimbulkan pemborosan, pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup, serta
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya?

4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat


mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya?

5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan


mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya?

6. Akan mengintroduksi jenis tumbuhtumbuhan,


jenis
hewan, dan jasad
renik?

7. Akan membuat dan menggunakan bahan


hayati dan non-hayati?
8. Akan menerapkan teknologi yang
diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup?

9. Akan mempunyai risiko tinggi, dan/atau


mempengaruhi pertahanan negara?

berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?

Jawaban “YA” merupakan indikasi bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Langkah 3

Lakukan penentuan dampak penting untuk setiap jawaban ”YA” dari daftar
pertanyaan pada Langkah
1 dan Langkah 2 menggunakan kriteria penentuan dampak penting berikut:

1. jumlah manusia yang akan terkena dampak;


2. luas wilayah persebaran dampak;
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
5. sifat kumulatif dampak; dan
6. berbalik
(reve sible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. r

Langkah 4

Pelajari apakah dalam 10 tahun terakhir hasil implementasi pengelolaan dan


pemantauan lingkungan
hidup dari jenis usaha dan/atau kegiatan dimaksud menunjukkan bahwa :
a. usaha dan/atau kegiatan dimaksud senantiasa menimbulkan dampak penting negatif
yang hampir
serupa di seluruh wilayah Indonesia.
b. tidak tersedia ilmu pengetahuan dan teknologi, tata cara atau tata kerja untuk
mengelola dampak

penting negatif usaha dan/atau kegiatan dimaksud, baik yang bersifat terintegrasi
dengan proses
produksi maupun terpisah dari proses produksi.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
24

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
Langkah 5
Bila hasil analisis langkah 4 menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir dampak
lingkungan usaha
dan/atau kegiatan tersebut tidak dikenali karakter dampaknya dan tidak tersedia ilmu
pengetahuan,
teknologi dan tata cara untuk mengatasi dampak penting negatifnya, maka usaha
dan/atau kegiatan
dimaksud yang semula tergolong tidak wajib AMDAL dapat digolongkan sebagai
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
25
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11
TAHUN 2006

PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 11 TAHUN 2006

TENTANG

JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN


YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan


Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 tentan
g Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
telah ditetapkan Keputusan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yan
g Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
b. bahwa Keputusan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentan
g Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup saat ini sudah tidak sesuai la
gi dengan
perkemban
gan keadaan, sehingga dipandang perlu diadakan perubahan
terhadap Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001;
c. bahwa berdasarkan pertimban
gan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ne
gara Lingkungan Hidup tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Ke
giatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
(Lembaran Ne
gara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentan
g Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentan
g Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Or
ganisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir den
gan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun
2005;
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
1

SALINAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP


TENTANG JENIS
RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI
DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan
Menteri ini.

Pasal 2
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini
tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Menteri ini wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Hidup.

Pasal 3
Dalam hal skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada
skala/besaran yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini akan tetapi atas
dasar
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
tipologi ekosistem
setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup, maka Bupati
atau Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut sebagai Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Pasal 4
Bupati atau Walikota atau Gubernur dan/atau masyarakat dapat mengajukan usulan
secara tertulis
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang tidak
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini tetapi mempunyai dampak penting
terhadap
lingkungan hidup, untuk ditetapkan sebagai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pasal 5
Menteri Negara Lingkungan Hidup mempertimbangkan penetapan jenis rencana
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup terhadap usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 6
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
berdasarkan hasil
penapisan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini setelah
mendengar dan
memperhatikan saran serta pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen yang terkait.

Pasal 7
(1) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat
berkurang dalam hal :
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
2

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
a. dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dapat ditanggulangi
berdasarkan
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
b. dalam kenyataannya jenis rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak
menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf
b tidak diwajibkan dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
(3) Dalam menentukan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) dan ayat (2), Menteri wajib mempertimbangkan saran dan masukan dari sektor
terkait dan
pendapat para ahli.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
dikecualikan dari
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 8
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dapat ditinjau
kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 9
Khusus untuk bidang rekayasa genetika, ketentuan tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I huruf M Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan
Presiden yang mengatur Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.

Pasal 10
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor
17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2006

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
3

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran I Lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB
DILENGKAPI DENGAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
1. Pendahuluan 1. Pendahuluan

Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan :

a. Potensi dampak penting a. Potensi dampak penting

Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha
dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan :
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(1) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.
(2) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang AMDAL.

b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak


penting
negatif yang akan timbul.
b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak
penting
negatif yang akan timbul.

2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup

A. Bidang Pertahanan A. Bidang Pertahanan


Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan risiko
lingkungan
dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan
penggunaan
lahan yang cukup luas.
NO NO JENIS KEGIATAN JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN
SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS ALASAN ILMIAH KHUSUS
1. Pembangunan Pangkalan
TNI AL
Kelas A dan B Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi
2. Pembangunan Pangkalan
TNI AU
mengubah ekosistem laut dan pantai.
Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair dan sampah padat.

Kelas A dan B Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan


dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan pesawat.

3. Pembangunan Pusat
Latihan Tempur
- Luas

> 10.000 ha
Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung,
termasuk daerah penyangga, tertutup bagi
masyarakat.
Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan
dampak akibat limbah cair, sampah padat dan
kebisingan akibat ledakan.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


4

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

B. Bidang Pertanian

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas
air akibat
kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat
beroperasi, serta
perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu
sering pula
muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.
Skala/besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan
potensi dampak
penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran
tersebut
merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan
dengan
mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.

NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS


Budidaya tanaman pangan dan
1.
2.
hortikultura
a. Semusim dengan atau tanpa unit
pengolahannya
- Luas

b. Tahunan dengan atau tanpa unit


pengolahannya
- Luas
Budidaya tanaman perkebunan
a. Semusim dengan atau tanpa unit
pengolahannya:
- Dalam kawasan budidaya non
kehutanan, luas
- Dalam kawasan budidaya
kehutanan, luas
b. Tahunan dengan atau tanpa unit
pengolahannya:
- Dalam kawasan budidaya non
kehutanan, luas
- Dalam kawasan budidaya
kehutanan, luas

> 2.000 ha

> 5.000 ha

> 3.000 ha

Semua besaran

> 3.000 ha

Semua besaran
Kegiatan akan berdampak terhadap
ekosistem, hidrologi dan bentang alam

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


5

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

C. Bidang Perikanan

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang,
ikan adalah
perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan
hutan
mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-
tumbuhan dan
hewan yang berada di kawasan tersebut.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha budidaya perikanan
1.

a. Budidaya tambak
udang/ikan tingkat
teknologi maju dan
madya dengan atau
tanpa unit
pengolahannya
- Luas

> 50 ha

Rusaknya ekosistem mangrove yang menjadi


tempat pemijahan dan pertumbuhan ikan
(nursery
areas)
akan mempengaruhi tingkat produktivitas
daerah setempat.
Beberapa komponen lingkungan yang akan terkena
t
b. Usaha budidaya perikanan
terapung (jaring apung
dan pen system):
- Di air tawar (danau)
Luas, atau
Jumlah
- Di air laut
Luas, atau
Jumlah

> 2,5 ha
> 500 unit

> 5 ha
> 1.000 unit

dampak adalah: kandungan bahan organik,


perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumlah
phy oplankton maupun peningkatan virus dan
bakteri.
Semakin tinggi penerapan teknologi maka produksi
limbah yang diindikasikan akan menyebabkan
dampak negatif terhadap perairan/ekosistem di
sekitarnya.
Perubahan kualitas perairan.
Pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang
perairan.
Pengaruh terhadap estetika perairan.

Mengganggu alur pelayaran.

D. Bidang Kehutanan

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap


ekosistem hutan,
hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik
sosial.
NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS
Usaha Pemanfaatan Hasil
1.
Hutan
a. Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Kayu


(UPHHK)
dari Hutan
Alam (HA)
b. Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (UPHHK)
dari
Hutan Tanaman (HT)
Semua besaran

Pemanenan pohon dengan diameter tertentu


berpotensi merubah struktur dan komposisi
tegakan.
Mempengaruhi kehidupan satwa liar dan
habitatnya.

> 5.000 ha/etat Usaha hutan tanaman dilaksanakan melalui sistem


silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)
berpotensi menimbulkan dampak erosi serta
perubahan komposisi tegakan (menjadi homogen),
satwa liar dan habitatnya.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


6

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
E. Bidang Perhubungan

NO JENIS KEGIATAN SKALA/BESARAN ALASAN ILMIAH KHUSUS


1. Pembangunan Jaringan
Jalan Kereta Api
- Panjang
2. Konstruksi bangunan jalan
rel di bawah permukaan
tanah

3. Pembangunan terminal
terpadu Moda dan Fungsi
- Luas
4.
5.

a. Pengerukan perairan
dengan
Capital
Dredging

- Volume
b. Pengerukan perairan
sungai dan/atau laut
dengan
capital dredging
yang memotong
material karang
dan/atau batu
Pembangunan pelabuhan
dengan salah satu fasilitas
berikut:
a. Dermaga dengan
bentuk konstruksi
sheet
pile
atau open pile
- Panjang, atau
- Luas
b. Dermaga dengan
konstruksi masif
c. Penahan gelombang
(talud) dan/atau
pemecah gelombang
(break water)
- Panjang

d. Prasarana pendukung
pelabuhan (terminal,
gudang, peti kemas,
dan lain-lain)
- Luas
e. Single Point Moo ing
Boey

- Untuk kapal
r
> 25 km
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan
pandangan, ekologis dan dampak sosial.

Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan


kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.

= 2 ha

> 500.000 m
Semua besaran
> 200 m
> 6.000 m
2
Semua besaran

> 200 m

> 5 ha

> 10.000 DWT


3
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,
gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, ekologis,
tata ruang dan sosial

Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap


sistem hidrologi dan ekologis yang lebih luas dari
batas tapak kegiatan itu sendiri, perubahan
batimetri, ekosistem, dan mengganggu prosesproses
alamiah
di
daerah perairan
(sungai
dan laut)
termasuk
menurunnya

produktivitas
kawasan
yang
dapat menimbulkan

dampak
sosial.
Kegiatan ini
juga akan menimbulkan

gangguan
terhadap
lalu
lintas
pelayaran
perairan.

Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot


sekitar 5.000-10.000 DWT serta
draft kapal
minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang
dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.
Berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap perubahan arus pantai/pendangkalan
dan sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan dan
dapat
mengganggu proses-proses alamiah di daerah
pantai
(coastal processes).

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap


ekosistem, hidrologi, garis pantai dan batimetri serta
mengganggu proses-proses alamiah yang terjadi di
daerah pantai.

Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi,


gangguan lalulintas, aksesibilitas transportasi,
kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis,
dampak sosial dan keamanan disekitar kegiatan
serta membutuhkan area yang luas.

Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot


sekitar 5.000 – 10.000 DWT serta draft kapal
minimum 4-7m sehingga kondisi kedalaman yang
dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan
alur pelayaran, perubahan batimetri, ekosistem, dan
mengganggu proses-proses alamiah di daerah
pantai terutama apabila yang dibongkar muat
minyak mentah yang berpotensi menimbulkan
pencemaran laut dari tumpahan minyak.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


7

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

6. Reklamasi (pengurugan):
- Luas, atau
- Volume
7. Kegiatan penempatan hasil
keruk
(dumping) di darat:
- Volume, atau
- Luas area
dumping

8. Pembangunan bandar
udara baru beserta
fasilitasnya (untuk
fixed
wing
maupun rotary wing)
9.
10.
> 25 ha
> 500.000 m

> 500.000 m
> 5 ha
3
3
Semua besaran
kelompok bandar
udara (A, B, dan
C) beserta hasil
studi rencana
induk yang telah
disetujui

Pengembangan bandar
udara beserta salah satu
fasilitas berikut:
a. Landasan pacu
- Panjang

b. Terminal penumpang
atau terminal kargo
- Luas
> 200 m

> 2000 m
c. Pengambilan air tanah = 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan 5
sumur dalam satu
area < 10 ha)

Perluasan bandar udara


beserta/atau fasilitasnya:
a. - Pemindahan
penduduk, atau
- Pembebasan lahan

b. Reklamasi pantai:
- Luas, atau
- Volume urugan

c. Pemotongan bukit dan


pengurugan lahan
dengan volume
F. Bidang Teknologi Satelit

> 200 KK
> 100 ha

> 25 ha
> 100.000 m

 500.000 m
3
3
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem
geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial,
ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan,
lalu lintas serta mengganggu proses-proses alamiah
di daerah pantai.

Menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan


yang akan mempengaruhi ekologis, hidrologi
setempat.

Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi,


harus memperhatikan ketentuan keselamatan
penerbangan dan terikat dengan konvensi
internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa
kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan
negara, emisi dan kemungkinan bangkitan
transportasi baik darat dan udara.
Adanya ketentuan KKOP (Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan) yang membatasi
pemanfaatan ruang udara serta berpotensi
menimbulkan dampak sosial.
Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus
memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan
terikat dengan konvensi internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan,
getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi
dan kemungkinan bangkitan transportasi baik
darat dan udara, mobilisasi penumpang
meningkat.
Dampak potensial berupa limbah padat, limbah
cair, udara, dan bau yang dapat mengganggu
kesehatan
Pengoperasian jenis pesawat yang dapat dilayani
oleh bandara.

Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus


memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan
terikat dengan konvensi internasional.
Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan,
getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi
dan kemungkinan bangkitan transportasi baik
darat dan udara.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


1. Pembangunan fasilitas
peluncuran satelit
Semua besaran Kegiatan ini memerlukan persyaratan lokasi yang
khusus (sepi penduduk, di daerah
katulistiwa/ekuator, dekat laut), teknologi canggih,
dan tingkat pengamanan yang tinggi.
Bangunan peluncuran satelit dan fasilitas
pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup
bagi masyarakat.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


8

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
G. Bidang Perindustrian

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


1.

Industri semen (yang dibuat


melalui produksi klinker)
2.

3.
Industri pulp atau industri
kertas yang terintegrasi
den
gan industri pulp, kecuali
pulp dari kertas bekas dan
pulp untuk kertas budaya
Semua besaran

Semua besaran

Industri petrokimia hulu Semua besaran

Industri semen dengan Proses Klinker adalah


industri semen yang kegiatannya bersatu dengan
kegiatan penambangan, dimana terdapat proses
penyiapan bahan
baku, penggilingan bahan baku
(raw mill process),
penggilingan batubara
(coal mill) serta proses
pembakaran dan pendinginan klinker
(Rotary Kiln
and Clinker Cooler).
Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan
oleh: Debu yang keluar dari cerobong.
Penggunaan lahan yang luas.
Kebutuhan air cukup besar (3,5 ton semen
membutuhkan 1 ton air).
Kebutuhan energi cukup besar baik tenaga listrik
(110 – 140 kWh/ton) dan tenaga panas (800 –
900 Kcal/ton).
Tenaga kerja besar (
+ 1-2 TK/3000 ton produk).
Potensi berbagai jenis limbah: padat
(tailing),
debu (CaO, SiO
2
, Al
2
O
3
, FeO
) dengan radius 2-3
km, limbah cair (sisa
cooling mengandung minyak
lubrikasi/ pelumas), limbah gas (CO
2
2
, SO
)
dari pembakaran energi batubara, minyak dan
gas.

Proses pembuatan pulp meliputi kegiatan penyiapan


bahan baku, pemasakan serpihan kayu, pencucian
pulp, pemutihan pulp
(bleaching) dan pembentukan
lembaran pulp yang dalam prosesnya banyak
menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga
berpotensi menghasilkan limbah cair (BOD, COD,
TSS), limbah gas (H
2
S, SO
2
, NO
x
, Cl
) dan limbah
padat (ampas kayu, serat pulp, lumpur kering).

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan


oleh:
Penggunaan lahan yang luas (0,2 ha/1000 ton
2
produk).
Tenaga kerja besar.
Kebutuhan energi besar (0,2 MW/1000 ton
produk).

Industri petrokimia hulu adalah industri yang


mengolah hasil tambang mineral (kondensat) terdiri
dari Pusat Olefin yang menghasilkan Benzena,
Propilena dan Butadiena serta Pusat Aromatik yang
menghasilkan Benzena, Toluena, Xylena, dan
Etil Benzena.
Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan
oleh:
Kebutuhan lahan yang luas.
Kebutuhan air cukup besar (untuk pendingin 1
l/dt/1000 ton produk).
Tenaga kerja besar.
Kebutuhan energi relatif besar (6-7 kW/ton
produk) di samping bersumber dari listrik juga
energi gas.
Potensi berbagai limbah: gas (SO
2
dan NO
x
), debu
(SiO
2
), limbah cair (TSS, BOD, COD, NH
Cl) dan
limbah sisa katalis bekas yang bersifat B3.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


9
4
, NO
x
x

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
4.

Kawasan Industri (termasuk


komplek industri yang
terintegrasi)
5. Industri galangan kapal
dengan sistem
graving dock
6. Industri amunisi dan bahan
peledak
7.

Kegiatan industri yang tidak


termasuk angka 1 s/d 6

Penggunaan areal:
a. Urban:
- Metropolitan, luas
- Kota besar, luas
- Kota sedang, luas
- Kota kecil, luas
b. Rural/pedesaan, luas

Semua besaran
Kawasan industri
(industrial estate) merupakan
lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis
industri manufaktur yang masih prediktif, sehingga
dalam pengembangannya diperkirakan akan
menimbulkan berbagai dampak penting antara lain
disebabkan:
Kegiatan
grading (pembentukan muka tanah) dan
run off (air larian).
Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat.
Mobilisasi tenaga kerja (90 – 110 TK/ha).
Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial.
Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan
rata-rata 0,55 – 0,75 l/dt/ha.
Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam
kaitan dengan jenis pembangkit ataupun
trace
jaringan (0,1 MW/ha).
Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang
masih prediktif terutama dalam hal cara
pengelolaannya.
Bangkitan lalu lintas.
= 50.000 DWT Sistem
graving dock adalah galangan kapal yang
dilengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran
panjang 150 m, lebar 30 m, dan kedalaman 10 m
dengan sistem sirkulasi.
Pembuatan kolam
graving ini dilakukan dengan
mengeruk laut yang dikhawatirkan akan
menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai.

Perbaikan kapal berpotensi menghasilkan limbah


cair (air
ballast, pengecatan lambung kapal dan
bahan kimia B3) maupun limbah gas dan debu
dari kegiatan
sand blasting dan pengecatan.

Semua besaran Industri amunisi dan bahan peledak merupakan


industri yang dalam proses produksinya
menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat B3,
disamping kegiatannya membutuhkan tingkat
keamanan yang tinggi.

> 5 ha
> 10 ha
> 15 ha
> 20 ha

> 30 ha
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.

Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa:


Bangkitan lalu lintas.
Konflik sosial.
Penurunan kualitas lingkungan.

H. Bidang Pekerjaan Umum

Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum mempertimbangkan skala/besaran


kota yang
menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :

kota metropolitan : > 1.000.000 jiwa


kota besar : 500.000-1.000.000 jiwa
kota sedang : 200.000-500.000 jiwa
kota kecil : 20.000-200.000 jiwa
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
10

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
Pembangunan
1.
2.

Bendungan/Waduk atau
Jenis Tampungan Air
lainnya:
- Tinggi, atau
- Luas genangan

Daerah Irigasi
a. Pembangunan baru
dengan luas

b. Peningkatan dengan luas


tambahan
c. Pencetakan sawah, luas
(perkelompok)
3. Pengembangan Rawa :
Reklamasi rawa untuk
kepentingan irigasi

> 15 m

> 200 ha

>
2.000 ha

>
1.000 ha

>
500 ha

>
1.000 ha

4. Pembangunan Pengaman
Pantai dan perbaikan muara
sungai:
- Jarak dihitung tegak lurus
pantai

>
500 m

5. Normalisasi Sungai

(termasuk sodetan) dan


Pembuatan Kanal Banjir
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan

>
5 km
>
500.000 m
3
Termasuk dalam kategori
“large dam”
(bendungan besar).
Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik
bagi material dan desain konstruksinya.
Pada skala ini diperlukan
quarry/burrow area
yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan
dampak.
Dampak pada hidrologi.

Kegagalan bendungan pada luas genangan


sebesar ini berpotensi mengakibatkan genangan
yang cukup besar dibagian hilirnya.
Akan mempengaruhi pola iklim mikro pada
kawasan sekitarnya dan ekosistem daerah hulu
dan hilir bendungan/waduk.
Dampak pada hidrologi.

Mengakibatkan perubahan pola iklim mikro dan


ekosistem kawasan.
Selalu memerlukan bangunan utama (headworks)
dan bangunan pelengkap (oppurtenants
structures) yang besar dan sangat banyak
sehingga berpotensi untuk mengubah ekosistem
yang ada.
Mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja yang
signifikan pada daerah sekitarnya, baik pada saat
pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan.
Membutuhkan pembebasan lahan yang besar
sehingga berpotensi menimbulkan dampak sosial.

Berpotensi menimbulkan dampak negatif akibat


perubahan ekosistem pada kawasan tersebut.
Memerlukan bangunan tambahan yang berpotensi
untuk mengubah ekosistem yang ada.
Mengakibatkan mobilisasi manusia yang dapat
menimbulkan dampak sosial.

Memerlukan alat berat dalam jumlah yang cukup


banyak.
Perubahan Tata Air.

Berpotensi mengubah ekosistem dan iklim mikro


pada kawasan tersebut dan berpengaruh pada
kawasan di sekitarnya.
Berpotensi mengubah sistem tata air yang ada
pada kawasan yang luas secara drastis.
Pembangunan pada rentang kawasan pantai
selebar >
500 m berpotensi mengubah ekologi
kawasan pantai dan muara sungai sehingga
berdampak terhadap keseimbangan ekosistem
yang ada.
Gelombang pasang laut
(tsunami) di Indonesia
berpotensi menjangkau kawasan sepanjang 500
m dari tepi pantai, sehingga diperlukan kajian
khusus untuk pengembangan kawasan pantai
yang mencakup rentang lebih dari 500 m dari
garis pantai.
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
11

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Volume pengerukan
c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Volume pengerukan

>
10 km
>
500.000 m

>
15 km
>
500.000 m

6. Pembangunan Jalan Tol > 5 km


7.
8
9.

Pembangunan dan/atau
peningkatan jalan dengan
pelebaran yang
membutuhkan pengadaan
tanah
a. Kota besar/metropolitan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

b. Kota sedang
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

c. Pedesaan
- Panjang, atau
- Pembebasan lahan

a. Pembangunan
subway/underpass,
terowongan
/tunnel

3
3
Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai
yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.

Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai


yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak
sosial, dan gangguan.
Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan
gangguan dan dampak.

Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,


emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.
>
5 km
>
5 ha

= 10 km
= 10 ha

= 30 km
= 30 ha

>
2 km

b. Pembangunan jembatan >


500 m
Persampahan
a. Pembangunan TPA
sampah domestik
Pembuangan dengan
sistem
control land ill/
sanitary landfill
termasuk
instalasi penunjangnnya
- Luas kawasan TPA,
atau
- Kapasitas total

b. TPA di daerah pasang


surut,
- Luas
landfill, atau
- Kapasitas total
c. Pembangunan
transfe
sta ion

f
r
t
- Kapasitas

d. Pembangunan Instalasi
Pengolahan sampah
terpadu
- Kapasitas

>
10 ha
>
10.000 ton

>
5 ha
>
5.000 ton

>
1.000 ton/hari

= 500 ton/hari
Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran,
emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak
sosial.
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan
kestabilan lahan
(land subsidence), air tanah serta
gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan,
gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air
minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar
kegiatan tersebut.
Dampak potensial adalah pencemaran gas/udara,
risiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari
leachate.

Dampak potensial berupa pencemaran dari


leacha e,
udara, bau, vektor penyakit dan gangguan
kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran udara, bau,


vektor penyakit dan gangguan kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran dari


leacha e
(lindi), udara, bau, gas beracun, dan gangguan
kesehatan.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


12
t
t

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

10
11
12.
e. Pengolahan dengan
insinerator
- Kapasitas

f. Composting Plant
- Kapasitas

g. Transportasi sampah
dengan kereta api
- Kapasitas

Pembangunan
Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas

c. Kota sedang dan kecil,


luas
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT), termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Kapasitasnya

b.Pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) limbah domestik
termasuk fasilitas
penunjangnya
- Luas, atau
- Beban organik

c. Pembangunan sistem
perpipaan air limbah, luas
layanan
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah

Pembangunan saluran
drainase (primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. kota besar/metropolitan,
panjang
b. kota sedang, panjang

= 500 ton/hari

= 100 ton/hari

= 500 ton/hari

>
25 ha

> 50 ha

>
100 ha

= 2 ha
= 11 m
3
/hari

= 3 ha
= 2,4 ton/hari

= 500 ha
= 16.000 m
= 5 km

= 10 km

3
/hari
Dampak potensial berupa
fly ash dan bottom ash,
pencemaran udara, emisi biogas (H
2
S, NO
,
CO
, dioxin), air limbah, cooling water, bau dan
gangguan kesehatan

Dampak potensial berupa pencemaran dari bau dan


gangguan kesehatan

Dampak potensial berupa pencemaran dari air


sampah dan sampah yang tercecer, bau, gangguan
kesehatan dan aspek sosial masyarakat di daerah
yang dilalui kereta api

x
Besaran untuk masing-masing tipologi kota
diperhitungkan berdasarkan:
Tingkat pembebasan lahan.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar.
Tingkat kebutuhan air sehari-hari.
Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil
kegiatan perumahan dan pemukiman.
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(mobilisasi material dan manusia).
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan).

Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.


Dampak potensial berupa bau, gangguan
x
kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan
baik dan gangguan visual.

Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.

Setara dengan layanan 100.000 orang


Setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah.
Dampak potensial berupa gangguan lalu lintas,
, SO
kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau
nilai kompensasi

Berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas,


kerusakan prasarana dan sarana umum,
pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air di
sekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan
perubahan perilaku masyarakat di sekitar jaringan.
Pembangunan drainase sekunder di kota sedang
yang melewati permukiman padat

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


13
x

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

13.
Jaringan air bersih di kota
besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan
distribusi
- Luas layanan

b. Pembangunan jaringan
transmisi
- Panjang
14. Pengambilan air dari danau,
sun
gai, mata air permukaan,
atau sumber air permukaan
lainnya
- Debit pengambilan

15.
Pembangunan Pusat
Perkantoran, Pendidikan,
Olahraga, Kesenian, Tempat
Ibadah, Pusat perdagangan/
perbelanjaan relatif
terkonsentrasi
- Luas lahan, atau
- Bangunan
16. Pembangunan kawasan
pemukiman untuk
pemindahan
penduduk/transmigrasi
(Pemukiman Transmigrasi
Baru Pola Tanaman Pangan)
- Luas lahan

>
500 ha
>
10 km
>
250 l/dt

>
5 ha
>
10.000 m

>
2000 ha
2
Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan
persoalan keterbatasan air.

Setara kebutuhan air bersih 200.000 orang.


Setara kebutuhan kota sedang.
Besaran diperhitungkan berdasarkan:
Pembebasan lahan
Daya dukung lahan
Tingkat kebutuhan air sehari-hari
Limbah yang dihasilkan
Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar
(
getaran, kebisingan, polusi udara,
dan lain-lain)
KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB
(koefisien luas bangunan)
Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang

Khusus bagi pusat perdagangan/ perbelanjaan


relatif terkonsentrasi dengan luas tersebut
diperkirakan akan menimbulkan dampak penting:
Konflik sosial akibat pembebasan lahan
(umumnya berlokasi dekat pusat kota yang
memiliki kepadatan tinggi).
Struktur bangunan bertingkat tinggi dan
basement menyebabkan masalah dewatering dan
gangguan tiang-tiang pancang terhadap akuifer
sumber air sekitar.
Bangkitan pergerakan
(traffic) dan kebutuhan
permukiman dari tenaga kerja yang besar.
Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir
pengunjung.
Produksi sampah.

Berpotensi menimbulkan dampak yang disebabkan


oleh:
Pembebasan lahan.
Tingkat kebutuhan air.
Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan
bangunan per hektar, dan lain-lain.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
14

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
I. Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


A MINERAL, BATUBARA, DAN PANAS BUMI
1 Mineral, Batubara, dan
2.

panas bumi
- Luas perizinan (KP),
atau
- Luas daerah terbuka
untuk pertambangan
Tahap eksploitasi:
a. Eksploitasi dan
pengembangan uap
panas bumi dan/atau
Pengembangan panas
bumi
b. Batubara/gambut
- Kapasitas, dan/atau

- Jumlah material

penutup yang
dipindahkan
c. Bijih Primer
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan

d. Bijih Sekunder/Endapan
Alluvial
- Kapasitas, dan/atau
- Jumlah material
penutup yang
dipindahkan

e. Bahan galian bukan


logam atau bahan galian
golongan C
- Kapasitas, dan/atau

- Jumlah material

penutup yang
dipindahkan

= 200 ha

= 50 ha
(kumulatif/tahun)

= 55 MW

= 1.000.000
ton/tahun

= 4.000.000 ton

= 400.000
ton/tahun
= 1.000.000 ton

= 300.000
ton/tahun

= 1.000.000 ton

= 250.000 m
3
/tahun

= 1.000.000 ton

Dampak penting terhadap lingkungan antara


lain: merubah bentang alam, ekologi dan
hidrologi.
Lama kegiatan juga akan memberikan dampak
penting terhadap kualitas udara, kebisingan,
getaran apabila menggunakan peledak, serta
dampak dari limbah yang dihasilkan.

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap air,


udara, flora, fauna, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat sekitar
Jumlah pemindahan material berpengaruh
terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi

Jumlah pemindahan material berpengaruh


terhadap intensitas dampak yang akan terjadi
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
15

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

f. Bahan galian radioaktif,


termasuk pengolahan,
penambangan dan
pemurnian

g. Pengambilan air bawah


tanah (sumur tanah
dangkal, sumur tanah
dalam, dan mata air)
Semua besaran
= 50 liter/detik
(dari 1 sumur
sampai dengan
5 sumur dalam
satu area < 10
ha)

h. Tambang di laut Semua besaran

3. Melakukan penempatan
tailing di bawah laut
(Submarine Tailing
Disposal)

4. Melakukan pengolahan bijih


dengan proses sianidasi
atau amalgamasi
B. MINYAK DAN GAS BUMI
Eksploitasi Migas dan
1.
Pengembangan Produksi
a Di darat:
- Lapangan minyak
- Lapangan gas

b Di laut
- Lapangan Minyak
- Lapangan Gas

Sampai saat ini bahan radioaktif digunakan


sebagai bahan bakar reaktor nuklir maupun
senjata nuklir. Oleh sebab itu, selain dampak
penting yang dapat ditimbulkan, keterkaitannya
dengan masalah pertahanan dan keamanan
menjadi alasan mengapa kegiatan ini wajib
dilengkapi AMDAL untuk semua besaran.

Potensi perubahan dan gangguan sistem


hidrogeologi

Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan


batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu
alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah
pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan
yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi,
dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat
sekitar.

Semua besaran Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi


menimbulkan dampak berupa perubahan
batimetri, ekosistem pesisir dan laut,
mengganggu alur pelayaran dan proses-proses
alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya
produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan
dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap
nelayan dan masyarakat sekitar

Semua besaran Sianida dan air raksa merupakan Bahan


Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi
menimbulkan pencemaran air permukaan, air
tanah dan udara.

= 5.000 BOPD
= 30 MMSCFD
= 15.000 BOPD
= 90 MMSCFD
jumlah total
lapangan semua
sumur

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air dan tanah.
Potensi kerusakan ekosistem.
Pertimbangan ekonomis.

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air dan tanah.
Pertimbangan ekonomis.

Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur


pengeboran.
Potensi ledakan.
Pencemaran udara, air.
Pertimbangan ekonomis.
Perubahan Ekosistem laut.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


16

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

2. Transmisi MIGAS di laut


- Panjang, atau
- Bertekanan

= 100 km
= 16 bar
Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke
rumah
Pemanfaatan lahan yang tumpang tindih
dengan aktifitas nelayan dianggap cukup luas
lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu
aktivitas nelayan.

Penyiapan area konstruksi dapat menimbulkan


3. Pembangunan kilang:
- LPG
- LNG
- Minyak
4.
Kilang minyak pelumas
bekas (termasuk fasilitas
penunjang)
C. LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
1.

Pembangunan jaringan
transmisi
2.

Pembangunan
a. PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU

 50 MMSCFD
 550 MMSCFD
 10.000 BOPD
 10.000 ton/tahun
> 150 kV

= 100 MW
(dalam satu lokasi)
gangguan terhadap daerah sensitif.
Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan
aktivitas lalu lintas kapal buang sauh,
penambangan pasir.
Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga
berbahaya terhadap kegiatan/aktifitas nelayan,
tambang pasir dan alur pelayaran.

Potensi konflik sosial.


Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Khusus LNG, berpotensi menghasilkan limbah
gas H
S
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.
Berpotensi mengubah ekosistem yang lebih
luas.

2
Potensi konflik sosial.
Merupakan industri strategis.
Potensi dampak dari sarana penunjang khusus.
Proses pengolahan menggunakan bahan yang
berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat
turunan.
Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan
cair yang cukup besar.
Membutuhkan area yang cukup luas.
Potensi perubahan dan gangguan sistem
geohidrologi.

Keresahan masyarakat karena harga tanah


turun
Adanya medan magnet dan medan listrik
Aspek sosial, ekonomi dan budaya terutama
pada pembebasan lahan dan keresahan
masyarakat

Berpotensi menimbulkan dampak pada:


Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara
(emisi, ambient dan kebisingan) dan kualitas air
(ceceran minyak pelumas, limbah bahang) serta
air tanah.
Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada saat pembebasan lahan dan pemindahan
penduduk.

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


17

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

b. Pembangunan PLTP
(pengembangan Panas
Bumi)
c. Pembangunan PLTA
dengan:
- Tinggi bendung, atau
- Luas genangan, atau
- Kapasitas daya (aliran
langsung)
d. Pembangunan
pembangkit listrik dari
jenis lain (antara lain:
OTEC (
Ocean Thermal
Energy Conversion
),
Surya, Angin, Biomassa,
Gambut,dan lain-lain)

J. Bidang Pariwisata

= 55 MW
= 15 m
= 200 ha
= 50 MW

= 10 MW

Berpotensi menimbulkan dampak pada:


Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas udara
(bau dan kebisingan) dan kualitas air.
Aspek flora fauna.
Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada pembebasan lahan.

Perubahan fungsi lahan


Berpotensi menimbulkan dampak pada:
- Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas
udara (bau dan kebisingan) dan kualitas air.
- Aspek flora fauna.
- Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama
pada pembebasan lahan.
Termasuk dalam kategori “
large dam”
(bendungan besar).
Kegagalan bendungan
(dam break), akan
mengakibatkan gelombang banjir
(flood surge)
yang sangat potensial untuk merusak
lingkungan di bagian hilirnya.
Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus
baik bagi material dan desain konstruksinya.
Pada skala ini diperlukan
quarry/burrow area
yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan
dampak.
Dampak pada hidrologi.

Membutuhkan areal yang sangat luas.


Dampak visual (pandang).
Dampak kebisingan.
Khusus penggunaan gambut berpotensi
menimbulkan gangguan terhadap ekosistem
gambut.

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap


ekosistem,
hidrologi, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
a. Kawasan Pariwisata
1.

b. Taman Rekreasi

2. Lapangan golf
(tidak termasuk
driving
range)

Semua besaran

>
100 ha

Berpotensi menimbulkan dampak berupa


perubahan fungsi lahan/kawasan, gangguan lalu
lintas, pembebasan lahan, dan sampah.

Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak dari
penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air
permukaan
(run off), serta kebutuhan air yang
relatif besar

K. Bidang Pengembangan Nuklir

Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan


penggunaan
teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Persoalan
kekhawatiran
masyarakat yang selalu muncul terhadap kegiatan-kegiatan ini juga menyebabkan
kecenderungan
terjadinya dampak sosial.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
18

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


Pembangunan dan
1.
2.
pengoperasian reaktor nuklir:
a. Reaktor Penelitian
- Daya

>
100 kW
b. Reaktor Daya (PLTN) Semua instalasi
Pembangunan dan
pengoperasian instalasi nuklir
non reaktor
a. Fabrikasi bahan bakar

nuklir
- Produksi
c. Pengolahan dan pemurnian
uranium
- Produksi

d. Pengelolaan limbah

radioaktif
(mencakup penghasil,
penyimpan, dan
pengolahan)
e. Pembangunan Iradiator
(Kategori II s/d IV)
- Aktivitas sumber

>
125 elemen
bakar/tahun
>
100 ton yellow
cake
/tahun
Semua instalasi

>
37.000 TBq
(100.000 Ci)

e. Produksi Radioisotop Semua instalasi

Potensi dampak pengoperasian reaktor penelitian


dengan daya < 100 kW terbatas pada lokasi
reaktor.

Keamanan konstruksi.
Berisiko tinggi.
Dampak radiasi pada tahap
decomisioning
(pasca operasi).
Transportasi, penyimpanan, pengelolaan dan
pembuangan bahan bakar bekas dan limbah
bahan radioaktif.

Efluen gas radioaktif yang terlepas dapat


terakumulasi dalam berbagai komponen
ekosistem.

Membutuhkan air pendingin yang telah


didemineralisasi dalam kolam beton. Air
pendingin juga berfungsi sebagai perisai radiasi.
Jika air pendingin berkurang, akan terjadi
pengurangan perisai terhadap radiasi. Jika air
pendingin kualitasnya menurun, akan terjadi
korosi yang dapat menyebabkan terlepasnya zat
radioaktif ke dalam air.

Semua tahapan dalam proses berpotensi


mencemari dan membahayakan lingkungan
dalam bentuk paparan radiasi.

L. Bidang Pengelolaan Limbah B3

Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi menimbulkan dampak terhadap


lingkungan
dan kesehatan manusia, terutama kegiatan yang dipastikan akan mengkonsentrasikan
limbah B3
dalam jumlah besar sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan-kegiatan ini juga
secara ketat
diikat dengan perjanjian internasional (konvensi basel) yang mengharuskan
pengendalian dan
penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
19

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus


Pengumpulan,
1.
pemanfaatan, pengolahan
dan/atau penimbunan
limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) sebagai
kegiatan utama
a. Setiap kegiatan
pengumpulan limbah B3
sebagai kegiatan utama,
tidak termasuk kegiatan
skala kecil seperti
pengumpul minyak kotor
dan
slope oil, timah dan
flux solder, minyak
pelumas bekas, aki
bekas,
solvent bekas,
limbah kaca
terkontaminasi limbah
B3.

b. Setiap kegiatan
pemanfaatan limbah B3
sebagai kegiatan utama.

c. Setiap kegiatan
pengolahan limbah B3
sebagai kegiatan utama.
- Pengolahan dengan
insinerator.
- Pengolahan secara

biologis (
land farming
biopile, compos ing,
bioventing, biosparging,
bioslurping, alternate
electron acceptors,
fitoremediasi).
,
t
e. Setiap kegiatan
penimbunan limbah B3
sebagai kegiatan utama.

M. Bidang Rekayasa Genetika


Semua besaran

Semua besaran

Semua besaran

Semua besaran
Semua besaran

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap


lingkungan dan kesehatan manusia

Kegiatan-kegiatan yang menggunakan hasil rekayasa genetik berpotensi


menimbulkan dampak
terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus
1. Introduksi jenis-jenis
tanaman, hewan, dan jasad
renik produk bioteknologi
hasil rekayasa genetika

2. Budidaya produk
bioteknologi hasil rekayasa
genetika
Semua besaran Lihat penjelasan di atas
Semua besaran Lihat penjelasan di atas
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
20

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
Daftar Singkatan :

m = meter
m
2
= meter persegi
m
3
= meter kubik
km = kilometer
km
2
= kilometer persegi
ha = hektar
l = liter
dt = detik
kW = kilowatt
kWh = kilowatt hour
kV = kilovolt
MW = megawatt
TBq = Terra Becquerel
BOPD =
barrel oil per day = minyak barrel per hari
MMSCFD =
million metric square cubic feet per day = juta metrik persegi kaki kubik per hari
DWT =
dead weight tonnage = bobot mati
KK = kepala keluarga
LPG =
Liquiefied Petroleum Gas = gas minyak bumi yang dicairkan
LNG =
Liquiefied Natural Gas = gas alam yang dicairkan
ROW =
right of way = daerah milik jalan (damija)
BOD =
biological oxygen demand = kebutuhan oksigen biologis
COD =
chemical oxygen demand = kebutuhan oksigen kimiawi
DO =
dissolved oxygen = oksigen terlarut
TSS =
total suspended solid = total padatan tersuspensi
TDS =
total dissolved solid = total padatan terlarut

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
21

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran II
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006

DAFTAR KAWASAN LINDUNG

Kawasan Lindung yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 37 Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Hutan Lindung.


2. Kawasan Bergambut.
3. Kawasan Resapan Air.
4. Sempadan Pantai.
5. Sempadan Sungai.
6. Kawasan Sekitar Danau/Waduk.
7. Kawasan Sekitar Mata Air.
8. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Wisata,
Daerah
Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa).
9. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan
darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang dan atol yang mempunyai
ciri khas
berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem).
10. Kawasan Pantai Berhutan Bakau (mangrove).
11. Taman Nasional.
12. Taman Hutan Raya.
13. Taman Wisata Alam.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
22

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Lampiran III Lampiran III


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Nomor : 11 Tahun 2006 Nomor : 11 Tahun 2006
Tanggal : 2 Oktober 2006 Tanggal : 2 Oktober 2006
KRITERIA PENAPISAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
KRITERIA PENAPISAN JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
YANG TIDAK TERMASUK DALAM DAFTAR JENIS USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN YANG TIDAK TERMASUK DALAM DAFTAR JENIS USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN
YANG WAJIB DILENGKAPI YANG WAJIB DILENGKAPI
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak terdapat dalam daftar
jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1 Langkah 1

Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan: Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut, terkait
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan:

Apakah lokasi rencana usaha


dan/atau kegiatan :
Apakah lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan :
Ya/Tidak/Ragu-ragu Ya/Tidak/Ragu-ragu
Jelaskan secara ringkas Jelaskan secara ringkas
Apakah hal tersebut akan
berdampak penting?
Apakah hal tersebut akan
berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?
1. Akan mengubah tata guna lahan yang ada?
2. Akan mengubah kelimpahan, kualitas dan
daya regenerasi sumber daya alam yang
berada di lokasi?
3. Akan mengubah kapasitas absorbsi
lingkungan alami, khususnya daerah
berikut?
a. Lahan basah
b. Daerah pesisir
c. Area pegunungan dan hutan
d. Kawasan lindung alam dan taman
nasional
e. Kawasan yang dilindungi oleh peraturan
perundangan yang berlaku
f. Daerah yang memiliki kualitas
lingkungan yang telah melebihi batas
ambang yang ditetapkan
g. Daerah berpopulasi padat
h. Lansekap yang memiliki nilai penting
sejarah, budaya atau arkeologi

Langkah 2
Lakukan pengisian terhadap daftar pertanyaan berikut untuk menilai karakteristik
rencana usaha
dan/atau kegiatan.

Jelaskan secara ringkas


Apakah hal tersebut akan
Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan:
Ya/Tidak/Ragu-ragu
1. Akan mengubah bentuk lahan dan bentang
alam?

2. Akan mengeksploitasi sumber daya alam,


baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui?

berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?

BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH


23

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006

Jelaskan secara ringkas


Apakah hal tersebut akan
Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan:
Ya/Tidak/Ragu-ragu
3. Dalam proses dan kegiatannya akan
menimbulkan pemborosan, pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup, serta
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya?

4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat


mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya?

5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan


mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya?

6. Akan mengintroduksi jenis tumbuhtumbuhan,


jenis
hewan, dan jasad
renik?

7. Akan membuat dan menggunakan bahan


hayati dan non-hayati?

8. Akan menerapkan teknologi yang


diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup?

9. Akan mempunyai risiko tinggi, dan/atau


mempengaruhi pertahanan negara?

berdampak penting?
Ya/Tidak/Ragu-ragu Kenapa?

Jawaban “YA” merupakan indikasi bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Langkah 3

Lakukan penentuan dampak penting untuk setiap jawaban ”YA” dari daftar
pertanyaan pada Langkah
1 dan Langkah 2 menggunakan kriteria penentuan dampak penting berikut:

1. jumlah manusia yang akan terkena dampak;


2. luas wilayah persebaran dampak;
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
5. sifat kumulatif dampak; dan
6. berbalik
(reve sible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. r
Langkah 4

Pelajari apakah dalam 10 tahun terakhir hasil implementasi pengelolaan dan


pemantauan lingkungan
hidup dari jenis usaha dan/atau kegiatan dimaksud menunjukkan bahwa :
a. usaha dan/atau kegiatan dimaksud senantiasa menimbulkan dampak penting negatif
yang hampir
serupa di seluruh wilayah Indonesia.
b. tidak tersedia ilmu pengetahuan dan teknologi, tata cara atau tata kerja untuk
mengelola dampak

penting negatif usaha dan/atau kegiatan dimaksud, baik yang bersifat terintegrasi
dengan proses
produksi maupun terpisah dari proses produksi.
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
24

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11


TAHUN 2006
Langkah 5

Bila hasil analisis langkah 4 menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir dampak
lingkungan usaha
dan/atau kegiatan tersebut tidak dikenali karakter dampaknya dan tidak tersedia ilmu
pengetahuan,
teknologi dan tata cara untuk mengatasi dampak penting negatifnya, maka usaha
dan/atau kegiatan
dimaksud yang semula tergolong tidak wajib AMDAL dapat digolongkan sebagai
usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd.
Hoetomo, MPA.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd.
Ir. Rachmat Witoelar
BAPPEDAL PROVINSI JAWA TENGAH
25

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


No. 58 Tahun 1995
Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,


Menimbang :

1. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup
dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan
pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan;

2. bahwa kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang


dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu
dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair yang dibuang ke
lingkungan dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah
Sakit;

3. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas dan untuk


melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan
dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit;

Mengingat :

1. Undang-undang gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926, Stbl. Nomor 226,


setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 14 dan Nomor
450;

2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Tenaga Atom (lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 124, tambahan Lembaran
negara Nomor 2722;

3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di


Daerah (lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan lembaran Negara
Nomor 56);

4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran negara


Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Pengelolaan lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (Lembaran Negara


tahun 1992 Nomor 100, tambahan Lembaran negara Nomor 3495);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian


Urusan Pemerintah Dalam Bidang Kesehatan Kepala daerah (Lembaran Negara
Tahun 1987 Nomor 9 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan


Instansi Vertikal di daerah (Lembaran negara Tahun 1988 Nomor 10,
Tambahan Nomor 3373);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian


Pencemaran Air (Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3409);
10. Peraturan Pemerintah nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran negara
Tahun 1991 Nomor 24, tambahan lembaran negara Nomor 3409);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3538);

12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun 1993 tentang
Pembentukan kabinet pembangunan VI;

13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas
Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf
Menteri Negara;

14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU
MUTU LIMBAH
CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

Pasal 1
(1) Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan


kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian;

2. Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia
beracun, dan radioaktivitas;

3. Baku Mutu Limbah cair Rumah Sakit adalah batas maksimal limbah cair
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah
sakit;

4. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;

5. Bapedal adalah badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

6. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala


Daerah Khusus Ibukota dan Gubernur Kepala Daerah Istimewa;

Pasal 2

(1) Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan rumah sakit adalah sebagaimana
tersebut dalam lampiran keputusan ini.

(2) Baku Mutu limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau
secara berkala sekurang-kurangya sekali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 3

(1) Bagi setiap rumah sakit yang:

1. Telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku baku


Mutu Limbah cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan wajib
memenuhi Baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam lampiran
B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000;

2. Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini,


dan beroperaasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku baku
Mutu Limbah Cair lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah
cair lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000;

3. Tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya


keputusan ini berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut
dalam lampiran B.

Pasal 4

(1) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter Baku


mutu Limbah cair sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini setelah
mendapat persetujuan:
1. Menteri dan menteri yang membidangi rumah sakit untuk parameter
nonradioaktivitas

2. Menteri dan Direktur Jenderal Bidang Atom nasional untuk parameter


radioaktivitas.

3. Tanggapan dan/atau persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


pasal ini diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari
kerja sejak tanggal diterimanya permohonan.

4. Apabila dalam jangka waktu senagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal
ini tidak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan, maka permohonan
dianggap telah disetujui.

Pasal 5

(1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah cair lebih ketat dari ketentuan
sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini.

(2) Apabila Gubernur tidak menetapkan baku Mutu limbah cair lebih ketat atau
sama dengan baku Mutu limbah Cair sebagaimana tersebut dalam lampiran
keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Lampiran
Keputusan ini.
Pasal 6

Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan rumah sakit mensyaratkan


baku Mutu limbah cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana
dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 5 ayat (1), maka bagi kegiatan rumah sakit
tersebut berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh
analisis mengenai dampak lingkungan.

Pasal 7

(1) Setiap penanggung jawab kegiatan atau pengelola rumah sakit wajib:

1. Melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan


sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui
Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;

2. Membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air


sehingga tidak terjadi perembesan ke tanah serta terpisah dengan
saluran limpahan air hujan;

3. Memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan
pencatatan debit harian limbah cair tersebut;

4. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana


tersebut dalam lampiran keputusan ini kepada laboratorium yang
berwenang sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
5. Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar
parameter baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud huruf c dan d
sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Gubernur dengan
tembusan Menteri, Kepala Bapedal, Direktur Jenderal Badan Tenaga
Atom Nasional, instansi teknis yang membidangi rumah sakit serta
instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

Pasal 8

(1) Bagi kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung
atau terkena zat radioaktif pengelolanya dilakukan sesuai dengan ketentuan
Badan Tenaga Atom Nasional.

(2) Komponen parameter radioaktivitas yang diberlakukan bagi rumah sakit sesuai
dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.

(3) Bagi rumah sakit yang tidak menggunakan bahan radiokatif dalam
kegiatannya, tidak diberlakukan kelompok parameter radioaktivitas dalam
pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang bersangkutan

Pasal 9
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau pasal 6 Keputusan ini, dan
persyaratan dalam pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang
Pengendalian pencemaran Air Wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang
gangguan (Hinder Ordinnantie).

Pasal 10

(1) Apabila baku Mutu limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 91) telah ditetapkan sebelum keputusan ini:

1. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu
Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini
dinyatakan tetap berlaku;

2. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah
cair sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini wajib
disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini
selambat-lambatnya satu tahun setelah ditetapkannya keputusan ini.

Pasal 11

Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Desember 1995
Menteri Negara Lingkungan Hidup

Sarwono Kusumaatmadja

LAMPIRAN A
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NO. 58 TAHUN 1995 TANGGAL 21 DESEMBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT


Menteri Negara Lingkungan Hidup,

Ttd.

Sarwono Kusumaatmadja

Salinan sesuai aslinya


Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup
Bidang Pengembangan Pengawasan dan Pengendalian

Hambar Martono
LAMPIRAN B
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NO. 58 TAHUN 1995 TANGGAL 21 DESEMBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

Menteri Negara Lingkungan Hidup,

Ttd.

Sarwono Kusumaatmadja

Salinan sesuai aslinya


Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup
Bidang Pengembangan Pengawasan dan Pengendalian

Hambar Martono
____________________________________

KEPUTUSAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR: 86 TAHUN 2002
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor


27
tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
bagi usaha dan atau kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup wajib melakukan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL);

b. bahwa pembinaan usaha dan atau kegiatan yang wajib melakukan


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) berada pada pemerintah;

c. bahwa salah satu upaya pembinaan tersebut dapat berupa penerbitan


pedoman pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi usaha dan atau
kegiatan yang tidak wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;

d. bahwa penerbitan pedoman pelaksanaan Upaya Pengelolaan


Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL) seperti tersebut pada huruf c, sejalan dengan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;

e. bahwa daerah saat ini membutuhkan pedoman pelaksanaan Upaya


Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL) untuk pengendalian pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup;

f. bahwa Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :


KEP12/MENLH/3/1994
tentang
Pedoman
Umum Upaya
Pengelolaan

Lingkungan
Hidup
(UKL)
dan Upaya
Pemantauan
Lingkungan
Hidup

(UPL)
tidak
sesuai
lagi
dengan perkembangan
saat
ini;

g. bahwa Menteri Negara Lingkungan Hidup berwenang untuk


menetapkan kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian dampak lingkungan;

h. bahwa mengingat hal-hal seperti tersebut di atas, dipandang perlu


menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL);

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan


Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan


Lembaran Negara Nomor 3839);
272

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4090);
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Menteri Negara;
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA
PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:

1. Upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan


hidup (UPL) adalah
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
(AMDAL).

2. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan
atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan


izin melakukan
usaha dan atau kegiatan.

Pasal 2

(1) Setiap jenis usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi dengan AMDAL
wajib melakukan
UKL dan UPL, yang proses dan prosedurnya tidak dilakukan menurut ketentuan
Peraturan
Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

(2) UKL dan UPL wajib dilakukan oleh pemrakarsa usaha dan atau kegiatan dengan
menggunakan
formulir isian seperti terlampir dalam Keputusan ini.

Pasal 3

Di dalam formulir isian tentang UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) berisikan
informasi:
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan atau kegiatan;
c. dampak lingkungan yang akan terjadi;
d. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
e. tanda tangan dan cap.

273

Pasal 4

Pemrakarsa mengajukan formulir isian tentang UKL dan UPL kepada:


a. instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Kabupaten/Kota, apabila
usaha dan atau kegiatan berlokasi pada 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;

b. instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi,


apabila usaha dan
atau kegiatan berlokasi pada lebih 1 (satu) Kabupaten/Kota;

c. instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan


pengendalian dampak
lingkungan, apabila usaha dan atau kegiatan berlokasi pada lebih 1 (satu) Propinsi
dan atau lintas
batas negara.

Pasal 5
(1) Berdasarkan formulir isian tentang UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian
dampak lingkungan
atau instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Propinsi atau
Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan
atau kegiatan
untuk melakukan pemeriksaan formulir isian tentang UKL dan UPL yang telah
disampaikan paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL dan UPL.

(2) Dalam hal terdapat kekurangan informasi yang disampaikan dalam formulir isian
tentang UKL dan
UPL dan memerlukan tambahan dan atau perbaikan, pemrakarsa wajib
menyempurnakan dan atau
melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling lambat 7
(tujuh) hari kerja.

(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian dampak
lingkungan atau instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan
hidup Propinsi
atau Kabupaten/Kota wajib menerbitkan rekomendasi tentang UKL dan UPL kepada
pemrakarsa
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya formulir isian tentang UKL dan
UPL yang telah
diperbaiki oleh pemrakarsa.
Pasal 6

Dalam hal formulir isian tentang UKL dan UPL tidak memerlukan perbaikan, instansi
yang bertanggung
jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan
atau instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi atau
Kabupaten/Kota wajib
memberikan rekomendasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
formulir isian
tentang UKL dan UPL.

Pasal 7

Pemrakarsa mengajukan rekomendasi tentang UKL dan UPL dari pejabat instansi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 kepada instansi yang berwenang sebagai dasar penerbitan izin
melakukan usaha dan atau
kegiatan.

Pasal 8

(1) Pejabat dari instansi yang berwenang wajib mencantumkan syarat dan kewajiban
yang tercantum
dalam program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
3, di dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Izin yang diterbitkan oleh pejabat dari instansi yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam ayat

(1) tembusannya wajib disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di


bidang pengelolaan
lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan atau instansi yang
bertangung jawab di
bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi atau Kabupaten/Kota sesuai
kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4.

274

Pasal 9

Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup Nomor: KEP12/MENLH/3/1994
tentang
Pedoman
Umum Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
dan
Upaya Pemantauan
Lingkungan
dinyatakan
tidak
berlaku
lagi.

Pasal 10

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Oktober 2002

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,

ttd

Nabiel Makarim, MPA., MSM.


Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan
Dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,

ttd.
Hoetomo, MPA.

275

Lampiran :
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup

Nomor : Tahun 2002

Tanggal:
FORMULIR ISIAN
PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP (UKL) DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP UPL)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor….. Tahun


2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang
bertanda tangan di bawah ini menyampaikan UKL dan UPL dari rencana usaha dan
atau kegiatan dengan
benar dan akan mematuhi segala persyaratan dan kewajiban yang telah ditentukan
dalam UKL dan UPL
serta izin yang diterbitkan oleh pejabat dari instansi yang berwenang dapat diuraikan
sebagai berikut:

A. IDENTITAS PEMRAKARSA

1. Nama Perusahaan : ________________________________________


2. Nama Penanggung
Jawab Rencana Usaha
dan atau Kegiatan
3. Alamat Kantor
Nomor Telepon/Fax
B. RENCANA USAHA DAN ATAU KEGIATAN

1. Nama Rencana Usaha


dan atau Kegiatan
2. Lokasi Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan
: ________________________________________
: ________________________________________
: ________________________________________
: ________________________________________

Tuliskan lokasi rencana usaha dan atau kegiatan, seperti antara lain: nama jalan, desa,
kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi tempat akan dilakukannya rencana usahan
dan/atau kegiatan.

Untuk kegiatan-kegiatan yang mempunyai skala usaha dan/atau kegiatan besar,


seperti
kegiatan pertambangan, perlu dilengkapi dengan peta lokasi kegiatan dengan skala
yang
memadai (1:50.000 bila ada) dan letak lokasi berdasarkan Garis Lintang dan Garis
Bujur.

3. Skala Usaha dan atau


Kegiatan
: _________________________________(satuan)

Tuliskan ukuran luasan dan atau panjang dan atau volume dan atau kapasitas atau

besaran lain yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang skala
kegiatan.
Sebagai contoh antara lain:
1. Bidang Industri: jenis dan kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan penolong,
jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air.
2. Bidang Pertambangan: luas lahan, cadangan dan kualitas bahan tambang, panjang
dan luas lintasan uji seismik dan jumlah bahan peledak.
3. Bidang Perhubungan: luas, panjang dan volume fasilitas perhubungan yang akan
dibangun, kedalaman tambatan dan bobot kapal sandar dan ukuran-ukuran lain
yang sesuai dengan bidang perhubungan.
4. Pertanian: luas rencana usaha dan/atau kegiatan, kapasitas unit pengolahan, jumlah
bahan baku dan penolong, jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air.
276

5. Bidang Pariwisata: luas lahan yang digunakan, luas fasiltas pariwisata yang akan
dibangun, jumlah kamar, jumlah mesin laundry, jumlah hole, kapasitas tempat duduk
tempat hiburan dan jumlah kursi restoran.
4. Garis Besar Komponen Rencana Usaha dan atau Kegiatan

Tuliskan komponen-komponen rencana usaha dan atau kegiatan yang diyakini akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

Teknik penulisan dapat menggunakan uraian kegiatan pada setiap tahap pelaksanaan
proyek, yakni tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi atau dengan
menguraikan komponen kegiatan berdasarkan proses mulai dari penanganan bahan
baku,
proses produksi, sampai dengan penanganan pasca produksi.

Contoh: Kegiatan Peternakan.

Prakonstruksi :

a. Pembebasan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan yang dibebaskan dan
status

Operasi:
tanah).
b. Dan lain lain……

Konstruksi:

a. Pembukaan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan, dan tehnik pembukaan
lahan).
b. Pembangunan kandang, kantor dan mess karyawan (jelaskan luasan bangunan).
c. Dan lain-lain…..
a. Pemasukan ternak (tuliskan jumlah ternak yang akan dimasukkan).
b. Pemeliharaan ternak (jelaskan tahap-tahap pemeliharaan ternak yang menimbulkan
limbah, atau dampak terhadap lingkungan hidup).
c. Dan lain-lain…

Khusus untuk usaha dan atau kegiatan yang berskala besar, seperti antara lain:
industri
kertas, tekstil dan sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang disertai
dengan
keterangan keseimbangan bahan dan air (
mass balance dan water balance).

C. DAMPAK LINGKUNGAN YANG AKAN TERJADI.

Uraikan secara singkat dan jelas:


kegiatan yang menjadi sumber dampak terhadap lingkungan hidup;
jenis dampak lingkungan hidup yang terjadi;
ukuran yang menyatakan besaran dampak;
dan hal-hal lain yang perlu disampaikan untuk menjelaskan dampak lingkungan yang
akan terjadi
terhadap lingkungan hidup.

277

SUMBER DAMPAK JENIS DAMPAK BESARAN DAMPAK KETERANGAN


Tuliskan kegiatan
yang menghasilkan
dampak terhadap
lingkungan

Contoh: Kegiatan
Peternakan pada
tahap Operasi

Pemeliharaan ternak
menimbulkan limbah
berupa :
1. Limbah cair
2. Limbah padat
(kotoran)

3. Limbah gas akibat


pembakaran sisa
makanan ternak
Tuliskan komponen
lingkungan yang akan
mengalami perubahan
akibat adanya sumber
dampak

Terjadinya penurunan
kualitas air Sungai XYZ
akibat pembuangan
limbah cair dan limbah
padat.
Penurunan kualitas udara
akbat pembakaran
278
Tuliskan ukuran yang
dapat menyatakan
besaran dampak

Limbah cair yang


dihasilkan adalah 50
liter/hari.

Limbah padat yang


dihasilkan adalah 1,2
m
3
/minggu.

4. PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP.


Tuliskan informasi lain
yang perlu
disampaikan untuk
menjelaskan dampak
lingkungan yang akan
terjadi.

Uraikan secara singkat dan jelas:

2. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah dan mengelola dampak


termasuk upaya
untuk menangani dan menanggulangi keadaan darurat;

3. Kegiatan pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan


dampak dan
ketaatan terhadap peraturan di bidang lingkungan hidup;

4. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur efektifitas pengelolaan lingkungan


hidup dan
ketaatan terhadap peraturan di bidang lingkungan hidup.

5. TANDA TANGAN DAN CAP


Setelah formulir isian tentang UKL dan UPL diisi secara lengkap, penanggung jawab
usaha dan
atau kegiatan wajib menandatangani dan membubuhkan cap usaha dan atau kegiatan
yang
bersangkutan.

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,

Ttd

Nabiel makaim, MPA,MSM


Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan
Dan Kelembagaan Lingkungan Hidup

ttd.

Hoetomo, MPA.

Anda mungkin juga menyukai