Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut World Helath Organization (1999) jumlah pasien Tuberkulosis


(TB) di Indonesia sekitar 10% jumlah pasien TB di dunia dan merupakan ke 3
terbanyak di dunia setelah India dan China. Diperkirakan saat ini jumlah pasien
TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB dunia dan setiap tahun
terdapat 539.000 kasus baru. Insidens kasus TB BTA positif sekitar 107 per
100.000 penduduk. Data Survei Tuberkulosis Nasional tahun 2004 masih
mendapatkan bahwa kasus baru di Indonesia rata-rata 110 per 100.000 penduduk
dengan kematian 100.000 per tahun. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah
penyakit stroke, baik di perkotaan maupun pedesaan. Berdasarkan data statitstik
rumah sakit tahun 2007, TB menempati urutan pertama dalam proporsi penyakit
menular (27,8%), dan menempati urutan ke 14 sebagai penyakit terbanyak di
rawat inap, sedangkan tahun 2008 menempati urutan ke 7 sebagai penyakit
terbanyak di rawat jalan.
Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan
bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau
MDR-TB bahkan XDR-TB. Keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Pada tahun 1993 WHO
telah menyatakan bahwa TB merupakan keadaan darurat dan pada tahun 1995
merekomendasikan strategi DOTS sebagai salah satu langkah yang paling efektif
dan efisien dalam penanggulangan TB.
Intervensi dengan strategi DOTS ke dalam pelayanan dasar (Puskesmas)
telah dilakukan sejak athun 1995. Khusus untuk institusi pelayanan rumah sakit
dan Balai Kesehatan paru Masyarakat (BKPM) / Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) intervensi baru dilakukan secara aktif sejak tahun 2000.
Hasil survey prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pola pencarian
pengobatan pasien TB ke rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar 60%

1
pasien TB ketika pertama kali sakit mencari pengobatan ke rumah sakit,
sedangkan sisanya ke Puskesmas dan praktisi swasta.
Pelaksanaan DOTS di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam
penemuan kasus (case detection rate, CDR), angka keberhasilan pengobatan (cure
rate), dan angka keberhasilan rujukan (success referral rate). Adapun strategi
DOTS terdiri dari:
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB,
dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk pengawasan
langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang bermutu
5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program
secara keseluruhan.
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan
diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait
termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara
aktif semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB.
Pada saat ini penanggulangan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit
baru berkisar 20% dengan kualitas yang bervariasi. Ekspansi strategi DOTS di
rumah sakit masih merupakan tantangan besar bagi keberhasialn Indonesia dalam
mengandalikan tuberkulosis. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh
Tim TB External Monitoring Mission pada tahun 2005 menunjukkan bahwa angka
penemuan kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, tetapi angka keberhasilan
pengobatan rendah dengan angka putus berobat yang masih tinggi. Kondisi
tersebut berpotensi untuk menciptakan masalah besar yaitu peningkatan
kemungkinan terjadi resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (MDR-TB).

2
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

A. Sejarah Rumah Sakit Santa Maria


Sejarah Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru adalah sebagai berikut :
 Sejarah pendirian RS Santa Maria Pekanbaru diawali dari sebuah Balai
Pengobatan sederhana pada tanggal 11 November 1964 dan menjadi
Rumah Sakit Santa Maria pada tanggal 09 Oktober 1974.
 Badan hukum RS Santa Maria Pekanbaru adalah Yayasan.
 Awalnya rumah sakit dan unit pendidikan berada dalam naungan
Yayasan Prayoga cabang Riau.
 Sejak 24 Juli 2002 Mgr.Martinus Dogma Situmorang,OFM.Cap selaku
Uskup Padang mendirikan Yayasan Salus Infirmorum yang khusus
membawahi unit kesehatan (salah satunya adalah RS Santa Maria
Pekanbaru) terpisah dari unit pendidikan.
 Ketua Pengurus Yayasan berurutan dijabat oleh :
 P. Aldo La Ruffa, SX (1965-1981)
 P. G. Arnoldi ,SX (1981-1982)
 P. Dr. Yohanes Halim, Pr (1982-1996)
 Rm.Antonius Konseng,Pr,M.Sc (1996-saat ini
 Sedangkan Direktur secara berturut dijabat oleh :
 Dr.TH.A. Christian (1974-1978)
 Dr. Intan Handoyo (1978-1983)
 Dr. S. Halim (1983-1998)
 Dr. Akmal (1998-2002)
 Dr. Arifin (2002-saat ini)

3
Gambar 2.1. RS SANTA MARIA s/d TAHUN 2004 (Kapasitas 71 bed)

Gambar 2.2. RS SANTA MARIA TAHUN 2005 (Kapasitas 140 bed)

4
Gambar 2.3. RS SANTA MARIA s/d 2011 (Kapasitas 200 bed)

Gambar 2.4. RS SANTA MARIA TAHUN 2012 (Kapasitas 250 bed)

5
B. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru
Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru adalah rumah sakit swasta dengan
kapasitas 248 tempat tidur, merupakan milik Yayasan Salus Infirmorum . RS
Santa Maria Pekanbaru mempunyai misi menjadi Rumah Sakit dengan
pelayanan terbaik di Sumatera dengan motto melayani dengan penuh cinta
kasih (serviam in caritate).
Dalam mengemban fungsi tersebut di atas, RS Santa Maria mempunyai
tugas pokok berupa :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi.
2. Senantiasa meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di RS Santa
Maria agar selalu memberikan pelayanan secara profesional, etis dan
bermartabat.
3. Menyediakan wahana bagi pendidikan tenaga kesehatan, dalam turut serta
menyumbang upaya mencerdaskan bangsa.

6
BAB III
VISI, MISI, FALSAFAH, NILAI
DAN TUJUAN RUMAH SAKIT

A. FALSAFAH RUMAH SAKIT SANTA MARIA


a. Visi Rumah Sakit Santa Maria adalah “ Menjadi Rumah Sakit dengan
mutu pelayanan terbaik di Sumatera “
b. Misi Rumah Sakit Santa Maria adalah :
 Memberikan pelayanan prima yang berorientasi pada keselamatan
pasien
 Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia
 Meningkatkan Sarana dan Prasarana
 Mengembangkan kemitraan
 Mengupayakan biaya yang efisien
c. Motto Rumah Sakit Santa Maria adalah “ Serviam in Caritate ( Melayani
dengan Kasih )
d. Nilai Rumah Sakit Santa Maria adalah mengikuti prinsip-prinsip Good
Coorporate Governance yaitu :
 Transparansi
 Akuntabilitas
 Responsibilitas
 Integritas
 Keadilan

B. TUJUAN RUMAH SAKIT SANTA MARIA


a. Keunggulan dalam mutu pelayanan
b. Keunggulan dalam teknologi tertentu
c. Sumber daya manusia professional, berkomitmen dan menjungjung tinggi
nilai-nilai spiritual
d. “Growth Management “ untuk memperluas jangkauan pelayanan

7
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT

Struktur organisasi RS Santa Maria dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari
Direktur RS Santa Maria, Wakil Direktur, Manajer Pelayanan Medis, Manajer
Penunjang Medis, Manajer Keperawatan, Manajer Humas, Manajer Akuntansi,
Manajer Keuangan, dan Manajer Umum. Struktur organisasi RS Santa Maria
tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan organisasi RS Santa Maria.
Direksi wajib membuat rencana jangka panjang berupa Rencana Strategis
5 tahun yang memuat sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam waktu 5
tahun. Renstra sekurang-kurangnya memuat :
1. Evaluasi kinerja 5 tahun sebelumnya.
2. Posisi rumah sakit saat ini.
3. Asumsi yang digunakan dalam menyusun renstra
4. Penetapan sasaran, strategi dan program kerja 5 tahunan.

Struktur organisasi Rumah Sakit RS Santa Maria dan kedudukan Tim DOTS
adalah sebagai berikut :

8
9
BAB V
VISI, MISI, FALSAFAH, DAN TUJUAN TIM DOTS

1. Visi
TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
2. Misi
a. Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap
pelayanan yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena TB.
b. Menurunkan resiko penularan TB.
c. Mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB.
3. Falsafah
Pelayanan TB dengan strategi DOTS disediakan dan diberikan kepada
pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir dan standar
yang telah disepakati oleh seluruh organisasi profesi di dunia, serta
memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal.
4. Tujuan
Tujuan unit DOTS adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di
Rumah Sakit Santa Maria melalui penerapan strategi DOTS secara optimal
dengan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien melalui prosedur
dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi etika
kedokteran.

10
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI TIM DOTS

Tim DOTS RS Santa Maria dipimpin oleh seorang dokter spesialis paru
yang membawahi anggota yang terdiri dari satu orang dokter umum, dua orang
perawat, dan satu orang petugas laboratorium. Ketua tim DOTS merangkap
sebagai anggota. Seluruh anggota telah bersertifikat Pelatihan Pelayanan
Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah sakit (PPTS DOTS).

Direktur

Dr.Arifin

KomiteMedik

Ketua Tim DOTS

Dr. Adrianison, SpP

Wakil Ketua Tim DOTS

Dr. Ronald Jeckson S

Anggota

Dianti, AmdKep

Endah, AmdKep

Nurani Pinem, AMAK

Gambar. 6.1 Struktur Organisasi Tim DOTS

11
BAB VII
URAIAN TUGAS

Pada dasarnya tugas tim DOTS Rumah Sakit Santa Maria dalam
penanggulangan TB adalah melayani pasien yang datang mencari pengobatan
dengan :
1. Melakukan penemuan (diagnosis) kasus TB.
a. mengidentifikasi suspek dan mengisi buku daftar suspek TB (TB06).
b. mengisi formulir untuk pemeriksaan dahak.
c. mendiagnosis TB pada orang dewasa dan anak sesuai dengan Program
Penanggulangan TB.
d. menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.
e. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB
(TB01) dan kartu identitas pasien (TB02) secara lengkap dan benar.
2. Melakukan pengobatan pasien TB.
a. Membantu pasien dalam penentuan pilihan tempat pengobatan
selanjutnya.
b. menetapkan paduan OAT yang benar untuk setiap klasifikasi dan tipe
pasien serta bertanggung jawab dalam menetapkan PMO bersama
pasien.
c. memberikan penyuluhan kepada pasien, keluarga, dan PMO.
d. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB
(TB01) dan kartu identitas pasien.
e. bertanggung jawab dalam pemantauan keteraturan pengobatan.
f. menentukan jadwal pemeriksaan dahak ulang.
g. menangani pasien mangkir.
h. mendeteksi dan menangani komplikasi, efek samping, dan merujuk ke
RS spesialistik bila diperlukan.
i. menangani pasien TB pada beberapa keadaan khusus.

12
j. menetapkan hasil pengobatan dan mencatat pada kartu pengobatan
pasien.
k. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pencatatan lain yang
diperlukan (TB09 dan TB10).
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pengobatan.
a. melakukan analisis hasil pengobatan pasien sesuai dengan indikator.
b. merencanakan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah.

13
BAB VIII
TATA HUBUNGAN KERJA TIM DOTS RS SANTA MARIA

Hubungan kerja unit DOTS dengan unit-unit lainnya dibentuk sebagai suatu
jejaring internal dalam menangani pasien TB di dalam rumah sakit. Koordinasi
kegiatan dilaksanakan oleh tim DOTS rumah sakit.
Fungsi masing-masing unit dalam jejaring internal RS adalah:
a. Unit DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien
tuberculosis di rumah sakit dan pusat informasi tentang tuberkulosis.
Kegiatannya juga meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe,
kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO, follow up hasil
pengobatan, dan pencatatan.
b. Poli umum, IGD, dan poli, spesialis, berfungsi menjaring tersangka pasien
TB, menegakkan diagnosis, pengobatan serta menginformasikan dan atau
mengirim pasien ke unit DOTS RS.
c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam melakukan
penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan pasien TB.
d. Laboratorium (mikrobiologi dan patologi anatomi) berfungsi sebagai sarana
penunjang diagnostik.
e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
f. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap
manajemen OAT di RS.
g. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh petugas administrasi TB di unit
DOTS. Petugas rekam medis berfungsi sebagai pendukung data TB di RS.
h. PKRS berfungsi berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di RS.

14
TIM DOTS

Farmasi
Poli umum Laboratorium
Poli spesialis Radiologi
IGD Rekam medis
Rawat inap PKRS

Gambar 8.1. Skema Tata Hubungan Kerja Tim DOTS RS Santa Maria

15
BAB IX
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

Dalam upaya mempersiapkan tim DOTS yang handal, perlu kiranya


melakukan kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber daya manusia yang
tepat bagi organisasi. Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu
proses mengantisipasi dan menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan
ke luar organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber tersebut
seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah
orang yang sesuai dengan persyaratan jabatan.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi
pengembangan kontribusi.
Adapun pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia di unit DOTS RS
Santa Maria adalah sebagai berikut :

Tabel 9.1. Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM Tim DOTS RS Santa Maria
Nama Jumlah
Pendidikan Sertifikasi
Jabatan Kebutuhan
Ketua tim Dokter Spesialis Paru / Dokter
PPTS DOTS 1
DOTS umum
Koordinator Dokter umum / S1
PPTS DOTS 1
DOTS RS Keperawatan / D3 Keperawatan
Dokter umum / S1
Anggota tim
keperawatan / D3 keperawatan PPTS DOTS 3
DOTS
Petugas laboratorium

16
BAB X
PROGRAM PELATIHAN

Pelatihan dapat dilakukan berupa aspek klinis maupun aspek manajemen


program:
1. Pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation):
a. Pelatihan penuh, seluruh materi diberikan.
b. Pelatihan ulangan (retraining), yaitu pelatihan formal yang dilakukan
terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih
ditemukan banyak masalah dalam kinerjanya, dan tidak cukup hanya
dilakukan melalui supervisi. Materi yang diberikan disesuikan dengan
inkompetensi yang ditemukan, tidak seluruh materi diberikan seperti pada
pelatihan penuh.
c. Pelatihan penyegaran, yaitu pelatihan formal yang dilakukan terhadap
peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun atau
ada up-date materi, seperti: pelatihan manajemen OAT, pelatihan
advokasi, pelatihan TB- HIV, pelatihan DOTS plus, surveilans.
d. Pelatihan di tempat tugas/refresher (on the job training) yaitu pelatihan
yang diberikan terhadap petugas yang telah mengikuti pelatihan
sebelumnya, tetapi masih ditemukan masalah dalam kinerjanya pada
waktu supervisi.
2. Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training): pelatihan untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi dimana
materi pelatihannya berbeda dengan pelatihan dasar.

17
BAB XI
RAPAT

XI.1 Rapat Rutin


Rapat Rutin diselenggarakan pada :
Waktu : Setiap Rabu ke tiga setiap bulan
Jam : 14.00 s.d selesai
Tempat : Ruang rapat lantai 6
Peserta : seluruh anggota tim DOTS
Materi :
1. Evaluasi kinerja unit DOTS.
2. Evaluasi SDM unit DOTS.
3. Evaluasi terhadap materi dan pelaksanaan pelayanan unit DOTS.
4. Perencanaan dan upaya peningkatan kinerja SDM di unit DOTS.
5. Rekomendasi dan usulan untuk peningkatan kinerja pelayanan unit
DOTS.
XI.2 Rapat Insidentil
Rapat Insidentil diselenggarakan pada :
Waktu : Sewaktu-waktu bila ada masalah atau sesuatu hal
yang perlu dibahas dan diselesaikan segera.
Jam : Sesuai undangan
Tempat : Sesuai undangan
Peserta : Seluruh anggota tim DOTS
Materi : Sesuai dengan masalah yang perlu dibahas.

18
BAB XII
PELAPORAN

Salah satu komponen penting dalam surveilans yaitu pencatatan dan


pelaporan dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis,
diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang
dikumpulkan pada kegiatan surveilans harus valid (akurat, lengkap, dan tepat
waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis.
Dalam melaksanakan pencatatan di rumah sakit digunakan formulir
sebagai berikut:
 Daftar tersangka (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB 06).
 Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB 05).
 Register laboratorium TB (TB 04).
 Kartu pengobatan pasien TB (TB 01).
 Kartu identitas pasien (TB 02).
 Register TB 03 UPK.
 Formulir rujukan/pindah pasien TB (TB 09).
 Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB 10).
Dari formulir-formulir tersebut dapat dihitung indikator-indikator keberhasilan
sebagai berikut:
 Proporsi pasien TB BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya
(target 5-15%).
 Proporsi pasien paru TB BTA positif di antara semua pasien TB paru
yang yang ditemukan (≥ 65%).
 Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien TB (target 10-15%).
 Angka konversi (convertion rate) (target ≥ 80%).
 Angka kesembuhan (cure rate) (target ≥ 85%).

19
Seluruh data yang didapatkan dievaluasi per triwulan dan dilaporkan kepada:
1. Direktur melalui Wakil Direktur sebagai Penanggung Jawab tim DOTS RS
Santa Maria Pekanbaru.
2. Dinas kesehatan kabupaten/kota Pekanbaru.

20
BAB XIII
PENUTUP

Dengan tersusunnya Pedoman Pengorganisasian Tim DOTS Rumah Sakit


Santa Maria ini, maka diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyelengaraan
pengorganisasian Tim DOTS sehingga terbentuk tim yang solid dan terorganisir
dan dapat bekerja secara optimal.
Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan rinci akan disusun dalam bentuk panduan
dan SPO yang diperlukan sesuai dengan pokok kegiatan yang mendukung
pelaksanaan pelayanan TB. Setiap petugas kesehatan di RS Santa Maria
diwajibkan mengikuti pedoman ini secara utuh.
Bila di dalam pelaksanaannya terdapat perkembangan yang baru, maka
tidak menutup kemungkinan pedoman ini akan dilakukan perubahan dan
penyesuaian sesuai kebutuhan dan tuntutan.

Direktur RS Santa Maria,

dr. Arifin

21

Anda mungkin juga menyukai