Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN DAN E-CONTRACT

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis yang diampu
oleh Dr. Dailibas.,SE.,MM.,Mak.,PIA.,CfrA.,Ak.,CA

Disusun oleh:

Marsha Caesarani

(1810631030045)

Kelas: 6-B

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Swt. yang masih memberikan nafas kehidupan,
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul “Hukum
Perjanjian dan E-Contract”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Bisnis.
Saya berupaya dalam penyusunan makalah ini untuk memberi sedikit penjelasan dan
pandangan tentang lebih jauh tentang Hukum Perjanjian dan kontrak, maupun penjelasan
tentang latar belakang terjadinya Hukum Perjanjian di Indonesia secara umum, dan upaya
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan
tentang Hukum Perjanjian dan kontrak di Indonesia.

Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka saya sebagai penyusun makalah
sangat menanti tegur sapa serta kritik dan saran membangun dari pembaca untuk lebih bisa
menyempurnakan makalah ini. Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pengumpulan materi ini, karna makalah ini tersusun dari
berbagai sumber,baik berupa buku teks, tulisan, ataupun pendapat dari para
ahli.                                                                                                                                              
Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya
pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan
pada waktu mendatang.

Karawang , 08 Maret 2021

Penyusun

Marsha Caesarani

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................... ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................. 1


1.2 Perumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2

2.1 Pengertian Leasing....... ....... ....... ....... ......................................................... 2


2.2 Jenis-Jenis Perusahaan Leasing....................................................... ........ ........ 4
2.3 Mekanisme dan Teknik Pembiayaan Leasing. ........ ........ ........ ........ ........ 5
2.4 Perkembangan Leasing di 8
Indonesia....................... ......... ......... .................... .................................................
BAB III 9
PENUTUP.................................................................................................... ......
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 9
3.2 Saran..................................................................................................................... 9

DAFTAR 10
PUSTAKA................................................................................................ ........

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata


(KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan
yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan
hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber
perikatan.
Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal,
istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, contract. Baik perjanjian maupun kontrak
mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum untuk saling
mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan hukum perikatan.
Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek bisnis. Karena jarang sekali
orang menjalankan bisnis mereka secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis
biasanya dibuat secara tertulis, sehingga kontrak dapat juga disebut
sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kontrak atau perjanjian?
2. Apa saja Macam Macam Perjanjian ?
3. Apa saja prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak?
4. Apa yang dimaksud mengenai bahasa kontrak yang dibakukan?
5. Apa saja bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui lebih mengenai Hukum Perjanjian dan E-kontrak


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perjanjian dan Kontrak


Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.

Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan.
Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:

a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal

Menurut Rutten Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan
formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan
kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi
kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban
masing-masing pihak secara timbal balik.
Menurut adat Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah
memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat
kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Menurut Salim H.S., S.H., M.S., perjanjian atau kontark merupakan hubungan hukum antara
subjek hukum yang satu dengan dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta
kekayaan, dimana subjek hukum ang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum
yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.”

Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa


perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya
sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini mencakup denga nama undang-undang. Jadi,
ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada tiga unsur
yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor

2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur

3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.

Pengertian perjanjian internasional, diantaranya adalah sebagai berikut :


1. Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan
oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untu mengadakan akibat-akibat hukum
tertentu.
2. Konvensi Wina 1986, Perjanjian internasional sebagai persetujuan internasional
yang diatur menurut hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis
antara satu negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional,
antarorganisasi internasional.
3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, perjanjian internasional
adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum
internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah RI dengan satu atau lebih
negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah RI yang bersifat hukum publik.
4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional
adalah perjanjian dalam bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di
bidang hukum publik.
5. Oppenheimer-Lauterpact, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang
mengadakan.
6. Dr. B. Schwarzenberger, Perjanjian internasional adalah persetujuan antara
subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun
multilateral. Adapun subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga
internasional dan negara-negara.
7. Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmaja, S.H. LLM, Perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-
akibat tertentu.

Kerjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian


internasional, yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya
membuat perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan
bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum
internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.

Perjanjian antarbangsa atau yang sering disebut sebagai perjanjian internasional


merupakan persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta
ditandatangani dalam bentuk tertulis. Contoh perjanjian internasional diantaranya adalah
antarnegara atau lebih, antarorganisasi internasional atau lebih, dan antarorganisasi
internasional.

Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement.


Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi
internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum
yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan
obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum
internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud
dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan
masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah


peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum
internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum
yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup
(closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara
keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali
tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan
berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai
kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak,
tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta
atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum
internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat
khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian
multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah
tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian
tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral
sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi
jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum,
memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam
perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek
hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut,
tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak
lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa
sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya,
perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak
ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya,
perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah
hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.
2.2 Standar Kontrak
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan bisnis, diantaranya adalah
mewujudkannya dalam bentuk kontrak bisnis. Dalam bisnis, kontrak merupakan bentuk
perjanjian yang dibuat secara tertulis yang didasarkan kepada kebutuhan bisnis. Kontrak atau
contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam
pengertian yang lebih luas kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.
[1] Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian
yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract” dan
“overeenkomst”.
[2] Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang
menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.
[3] Dalam hukum kontrak sendiri terdapat asas yang dinamakan kebebasan berkontrak.
Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal
tersebut sangat jelas terkandung asas :
a. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus
antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak;
b. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian,
bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk
kontraknya;
c. Pacta Sun Servanda, artinya kontrak itu merupakan Undang-undang bagi para
pihak yang membuatnya (mengikat).

2.3 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak


Prinsip-prinsip Dasar Kontrak Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat
mendukung eksistensi suatu kontrak baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai
berikut:
1. Prinsip kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan
kehendak yangbenar-benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah
pihak akhirnya juga menandatangani kedua kontrak tersebut. Dengan
penandatanganan tersebut, maka dapat diasumsi bahwa kedua belah pihak telah
menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kata sepakat telah terjadi.
2.      
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi resiko. Artinya
bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak tetapi salah
satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka
jika memang jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko
tersebutlah yang harus menagunggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku,
maka dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko apapun
bentuknyaakan ditanggung oleh pihak yang menandatanganinya sesuai isi dari kontrak
tersebut.
3.      Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca (duty to
read) bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah
menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikanbahwa dia telah
membacanyadan menyetujui apa yang telah dibancanya.
4.      Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat secara baku.
Karena kontrak baku tersebutmenjai terikat, antara lain juga karena keterikatan suatu kontrak
tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal
yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku
merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan
suatu kebutuhan masyarakat, sehingga eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.
         Karakteristik Kontrak
Ciri khas atau karakteristik yang paling penting dari suatu kontrak adalah adanya
kesepakatan bersama (mutual consent) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan hanya
merupakan karakteristik dalam pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat
yang diungkapkan kepada pihak lain. Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak
yang sah dibuat tanpa adanya kesepakatan bersama.
C.   Bahasa Kontrak yang dibakukan

Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang te-lah digandakan berupa
formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi atau dibakukan terlebih dahulu secara
sepihak oleh para pihak yang menawarkan, serta di-tawarkan secara massal, tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah
standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract, standard contract, con-tract of
adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda), contrat D’adhesion (Perancis), Allgemeine
Geschaftben-dingungen (Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau
kontrak baku

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut
standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai
sebagai patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok
ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model,
rumusan, dan ukuran.
Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu  bahasa dari Perjanjian baku
memuat syarat-syarat baku yaitu:
         menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.
         Huruf yang dipakai jelas, rapi, kelihatan isinya  dan mudah dibaca dalam waktu
singkat, agar hal initidak merugikan konsumen.
         Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket
pengangkutan dan lainnya.
         Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini
dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat
diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
         Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko formulir
yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang
memuat syarat-syarat baku.

D.   Bentuk dan Jenis Kontrak dalam Transaksi/Kegiatan Bisnis

Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada
suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan
dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut:

a.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis


 Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam
rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi
pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang
menerima order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang
proyek kecil hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep
perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian
Pemborongan hingga Engineering prosurement constuction contrac atau EPC Contract.

Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama
dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint
Operation Agreement atau Production Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan modal saham
(joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company),
yang perjanjiannya disebut joint venture agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas
dan beragam. Pada umumnya: (i) ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build
Operate & transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate &
own Agreement atau disingkat BOO Agreement); (ii) proses alih teknologi atau pengetahuan
tertentu (seperti: technical assistence Agreement); (iii) kepentingan pengembangan/jaringan
bisnis (seperti: Collaboration Agreement); dan (iv) kepentingan penelitian dan
pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang
diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research,
Development & Engineering Agreement); serta (v) kepentingan hak milik intelektual (seperti:
Licence Agreement).

b.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok


 Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan produksi
atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply Agreement.           
  
c.        Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen penjualan
 dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi pemasaran dan
penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer atau agen
penjualan. Biasanya disebut distribution agreement, dan sales representative agreement.

d.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur


 Singkatnya, dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat
melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan
perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With instalement) atau sewa beli (hire purchase
agreement).     

e.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham


Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam
anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara
pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu shareholder agreement.
         
f.        Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas kredit atau
pinjaman
 Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau credit Agreement. Namun
dari segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan macam ragam hubungan atau
transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility Agreement, convertible bond, Agreement,
Put Option Agreement, Middle Term Note Agreement.

Selain hal tersebut Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3 pola, yaitu :
1.       Joint Venture (Usaha Bersama);
Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir
semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk
membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat
untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak
menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.
2.      Joint Operational (Kerjasama Operasional)
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan
merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang
semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai
pelaksana kegiatan usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk
pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC
yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.
3.       Single Operational (Operasional Sepihak)
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang
usahanya berupa “bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini
adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain – investor,
diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang
dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasionalkan bangunan
komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu
selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional
berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial
diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini
lasimnya disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah :
BOOT (Build, Own, Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer)
dan BOO (Build, Own and Operate).
2.4  Macam-macam Perjanjian
1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah
perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu
pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Macam-Macam Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat


diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Berdasarkan Isinya
 Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
 Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
 Segi hukum
 Segi batas wilayah
 Segi kesehatan.

Contoh :

 NATO, ANZUS, dan SEATO


 CGI, IMF, dan IBRD
2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya
 Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifikasi.
 Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu
perundingan dan penandatanganan.

Contoh :

 Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.


 Laut teritorial, batas alam daratan.
 Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.

3. Berdasarkan Subjeknya
 Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang
merupakan subjek hukum internasional.
 Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional
lainnya.
 Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu
organisasi internasional organisasi internasional lainnya.

Contoh :

 Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan


organisasi MEE.
 Kerjasama ASEAN dan MEE.
4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.
 Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak.
Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang
menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat
tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam
perjanjian tersebut.
 Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak
pihak, tidak hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam
perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan
umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi negara lain
untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering
disebut law making treaties.

Contoh :

 Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan


penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada
tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara
Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007
di Tampaksiring, Bali.
 Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona
Bersebelahan, Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi
Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa
tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).
 Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang
hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan
Korban Perang.

5. Berdasarkan Fungsinya
 Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu
perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat
multilateral).
 Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-
negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).

Contoh :

Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang


timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu
Indonesia dan RRC.

Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional


positif, karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian
internasional diatur juga hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara
subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). Kedudukan perjanjian
internasional dianggap sangat penting karena ada beberapa alasan, diantaranya
sebagai berikut :

1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian


internasional diadakan secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama
diantara para subjek hukum internasional.

2.5 Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded
contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah
sebagai berikut:

1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian


(consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded
contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah
sebagai berikut:

1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian


(consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif.
Keempat syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :

1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang


membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau
materi yang diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila
diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang
dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa
oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah
berusia 21 tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang
sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan
perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-
orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu :
orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal
47 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;  orang-orang yang ditaruh
dibawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata; serta
orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
hukum tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
3. Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang
diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa
ditetapkan.
4. Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab
yang halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yaitu : • Tidak bertentangan dengan
ketertiban umum; • Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan • Tidak
bertentangan dengan undang-undang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat
subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga
dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan
dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi
maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau
yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian
tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi
maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula
dianggap tidak pernah ada  perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di
pengadilan.

2.6  Saat Lahirnya Perjanjian


Saat Lahirnya Perjanjian menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang
yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian
kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak
yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis
surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui
isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah
saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya kontrak.

2.7 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian


BATALNYA PERJANJIAN :
1. Batal demi hukum  : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila
syarat objektif bagi  sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara
yuridis  perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.
2. Atas permintaan salah satu pihak :  pembatalan dimintakan oleh salah satu
pihak misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut
hukum. Harus ada gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal
hal itu, maka harus ada pembuktian.
o UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan
menghendaki pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut
dibatas sampai 5 thn, diatur oleh pasal  1454 KUHPer  tetapi
pembatasan waktu tersebut tidak berlaku bagi pembatalan yang
diajukan selaku pembelaan atau tangkisan.
*Asas konsensus yang terdapat dalam pasal  1320 KUHPer  tidak
berlaku secara keseluruhan  tetapi  ada pengecualiannya. Undang-
undang  menetapkan suatu formalitas untuk perjanjian tertentu,
misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus dibuatkan dengan akta
notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila
perjanjian dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut
tidak dipenuhi maka perjanjian itu  BATAL DEMI HUKUM.

Pelaksanaan

Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-
norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah di perjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.

Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang
telah di buat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau
dibatalkan secara sepihak saja.

Anda mungkin juga menyukai