Anda di halaman 1dari 12

Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019)

MAJĀZ DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INTERPRETASI HADIS


DIBELENGGUNYA SETAN DI BULAN RAMADHAN
(Studi Takhrīj dan Ma’āni al-Hadīs)

Fajar Rachmadhani1
Chalimatus Sa’adah2
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Brawijaya Tamantirta Kasihan Bantul Yogyakarta
1. Email : fajarrachmadhani@umy.ac.id. 2. Email : chacasativa26@gmail.com

Abstract
The purpose of this research is to discuss the role of the connotation meaning (majāz) on
the interpretation of the hadith which speak of being shaken by Satan in Ramadan. By
focusing on library research, researchers try to trace all the hadiths that are related to the
reign of Satan in Ramadan, then to understand the hadith this study specifically uses the
study of ma'āni al-hadis with a lingusitic and confirmative approach . The practical benefits
of this study are expected to provide encouragement and motivation for Muslims to always
study the vast treasures of Islamic science, especially in the study of ulumul hadith. This
type of research includes qualitative research, the main source of which is the kutub at-
tis'ah (nine main books of hadith), while the secondary sources are information contained
in journals, web sites, and others.
Keywords : Majāz, Takhrij al-Hadis, Ma’āni al-Hadis

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengakaji implikasi makna konotasi (majāz) terhadap
interpretasi hadis-hadis yang berbicara tentang dibelenggunya setan pada bulan Ramadhan.
Dengan focus kepada studi pustaka (library research), peneliti berusaha melacak seluruh
hadis yang berkaitan dengan dibelenggunya setan pada bulan Ramadhan, kemudian untuk
memahami hadis tersebut penelitian ini secara spesifik menggunakan kajian ma’āni al-hadis
dengan pendekatan lingusitik dan konfirmatif. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada umat Islam untuk selalu mempelajari
khazanah ilmu Islam yang sangat luas, terutama dalam studi ulumul hadis. Jenis penelitian
ini termasuk penelitian kualitatif, sumber utamanya adalah al-kutub at-tis’ah (sembilan
kitab induk hadis), sedangkan sumber sekundernya adalah informasi yang terdapat dalam
jurnal, situs web, dan lainnya.

Keywords : Majāz, Takhrij al-Hadis, Ma’āni al-Hadis

A. PENDAHULUAN Mengingat bulan Ramaḍan merupakan


bulan penuh berkah, penuh pahala, banyak
Bulan Ramaḍan merupakan bulan yang
ampunan dosa. Sehingga sebagaimana dalam
sangat dirindukan kedatangannya oleh umat
hadīṡ Nabi saw mengatakan bahwa ketika
Islam, yang kemudian kedatangannya itu akan
bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-
disambut dengan penuh kegembiraan. Karena
pintu neraka ditutup, dan setan-setan
sesungguhnya Allah telah mengkhususkan
dibelenggu, Sebagaimana dalam hadis
bulan Ramaḍan di antara bulan-bulan lainnya
riwayat Imam Muslim disebutkan:
dengan keutamaan yang agung dan
keistimewaan yang banyak. ‫وب َوقُتَ ْي بَةُ َوابْ ُن ُح ْج ٍر قَالُوا َحدَّثَنَا‬َ ُّ‫َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن أَي‬
َ‫يل َوُه َو ابْ ُن َج ْع َف ٍر َع ْن أَِِب ُس َهْي ٍل َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرة‬ِ ِ
ُ ‫إ ْْسَع‬
58 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

ِ َ َ‫اَّلل َعلَْي ِه وسلَّم ق‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫َر ِض َي‬


َ‫ال إ َذا َجاء‬ َُّ ‫صلَّى‬
َ ‫اَّلل‬ َّ ‫اَّللُ َعْن ُهأ‬
َ ‫َن َر ُس‬ B. PEMBAHASAN
َ ََ 1. Hadis Tentang Dibelenggunya Setan di
‫ت‬ ِ ‫اْلن َِّة و ُغلِ َقت أَب واب النَّا ِر و‬ ِ
ْ ‫صف َد‬
َُ ُ َ ْ ْ َ َْ ‫اب‬ ُ ‫ت أَبْ َو‬ ْ ‫ضا ُن فُت َح‬ َ ‫َرَم‬ Bulan Ramadhan
(‫ني (رواه مسل‬ ِ
ُ ‫الشَّيَاط‬ Salah satu hadis yang menjelaskan tentang
dibelunggunya setan pada bulan Ramadhan
Artinya: Telah menceritakan kepada adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Muslim pada bāb fadhl syahri ramadhān nomor
Hujr telah menceritakan kepada kami Isma'il– 2547 :
ia adalah Ibnu Ja'far- dari Abu Suhail dari
‫يل‬ ِ ِ ٍ
bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, ُ ‫وب َوقُتَ ْي بَةُ َوابْ ُن ُح ْجر قَالُوا َحدَّثَنَا إ ْْسَع‬ َ ُّ‫َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن أَي‬
َّ ‫َوُه َو ابْ ُن َج ْع َف ٍر َع ْن أَِِب ُس َهْي ٍل َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َر ِض َي‬
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Bila bulan Ramadlan tiba, maka ُ‫اَّلل‬
ِ َ َ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َِّ ‫ول‬
dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu ‫ت‬ْ ‫ضا ُن فُت َح‬َ ‫ال إِذَا َجاءَ َرَم‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫َعْن ُهأ‬
neraka ditutup dan syetan-syetan pun
(‫ني (رواه مسلم‬ ِ ِ ‫أَب واب ا ْْلنَّ ِة وغُلِ َقت أَب واب النَّا ِر و‬
dibelenggu."(HR. Muslim). 1 ُ ‫ت الشَّيَاط‬ ْ ‫صف َد‬ َُ ُ َْ ْ َ َ ُ َْ
Secara tekstual hadis di atas menjelaskan Artinya: Telah menceritakan kepada kami
bahwa pada saat bulan Ramadhan, maka Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr
pintu-pintu surga dibuka sedangkan pintu- telah menceritakan kepada kami Isma'il–ia
pintu neraka ditutup, dan setanpun dibelenggu adalah Ibnu Ja'far- dari Abu Suhail dari
lantaran bulan Ramadhan mempunyai bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu,
keutamaan yang sangat luar biasa jika bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, bersabda: "Bila bulan Ramadlan tiba, maka
oleh karena itu permasalahan setan dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka
dibelenggu ketika Ramaḍan nampaknya ditutup dan syetan-syetan pun
2
menjadi aktual dan kontroversional, hal itu dibelenggu."(HR. Muslim).
disebabkan karena fakta dan kenyataan di Pada hadis di atas menggunakan
masyarakat perbuatan maksiat, ataupun redaksi “ ُ‫اطين‬ َّ ‫ت ال‬
ِّ ‫ش َي‬ ْ َ‫ص ِّفد‬
ُ ‫”و‬
َ sedangkan di dalam
tindakkan pelanggaran lainnya seperti mabuk, riwayat Imam an-Nasai dan Imam al-Baihaqi
mencuri, membunuh dan lainnya, masih kerap peneliti menemukan riwayat dengan
terjadi pada bulan tersebut. menggunakan redaksi yang berbeda, yaitu
Maka dalam konteks pembahasan ini, “‫”وسلسلت الشياطني‬.
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam
apa sesungguhnya makna “dibelenggunya
2. Takhrīj Hadis Tentang Dibelenggunya
setan pada bulan Ramadan” dengan beberapa Setan di Bulan Ramadhan
pendekatan khususnya pendekatan linguistik,
serta pendekatan lain yang relevan agar Hal pertama yang harus dilakukan dalam
meghasilkan pemahaman yang lebih penelitian hadis adalah dengan melakukan
komprehensif. takhrīj al-hadīṡ. Adapun yang dimaksud
dengan takhrīj al-hadīṡ adalah mengeluarkan
atau menunjukkan tempat hadis pada sumber
aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut
dengan sanadnya. 3 Dalam melakukan takhrīj

1
Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjāj, Mahmūd at-Thahhān, Ushūl at-
3

Shahīh Muslim, (Beirut : Dār al-Jail, t.t). Jilid Takhrīj wa Dirāsat al-Asānīd, (Beirut : Dār al-
3 ,121. Fikr, 1996). 10.
2
Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjāj,
Shahīh Muslim, (Beirut : Dār al-Jail, t.t). Jilid
3 , 121.
Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68 59

hadis, menurut Imam Syuhudi Ismail terdapat ini sebagai cara untuk mempermudah
dua metode yang digunakan, yaitu: pencarian berdasarkan lafal hadis sebelum
pencarian di dalam kitab aslinya. Berdasarkan
pada kedua metodologi takhrīj al-hadīs
a. Metode Takhrīj al-Hadīs bi al-Lafẓi tersebut, peneliti menemukan beberapa hadis
Terkadang terdapat sebuah hadis yang tentang dibelenggunya setan pada bulan
akan dikaji ataupun diteliti hanya diketahui Ramadhan yang sudah disebutkan di atas,
sebagian dari redaksi/matannya, sehingga diantaranya:
takhrīj melalui penelusuran redaksi hadis 1. Sunan an-Nasāi, karya Imam Abu
tersebut akan lebih mudah dilakukan. Maka, Abdi ar-Rahmān Ahmad an-Nasāi, pada bāb
untuk kepentingan takhrīj al-hadīṡ berdasarkan dzikr al-ikhtilāf ‘alā az-Zuhrī fīhī, (hadis
lafal tersebut, diperlukan kitab kamus hadis nomor 2100). 6
yang termasuk lengkap untuk kepentingan
2. Sunan al-Kubrā li al-Baihaqī, karya
kegiatan ini adalah kitab susunan Dr. A.J.
Ahmad Bin al-Husain Abu Bakar al-Baihaqī,
Wensick dan kawan-kawan yang
pada bāb bāb fadhl syahri ramadhān, (hadis
diterjemahkan kedalam bahasa Arab
nomor 8500). 7
Muhammad Fu’ad‘Abdul-Baqy dengan judul
al-Mu’jam al-Mufahras li alfaẓi al-Hadīṡ an- 3. Musnad ad-Dārimī, karya Imam
Nabawi. 4 Abdullah bin Abd Rahman ad-Dārimī, pada
bāb fadhl syahri ramadhān, (hadis nomor
b. Metode Takhrīj al-Hadīṡ bi al-
1775). 8
Mauḍu’i
Dengan metode ini, hadis yang akan
3. I’tibār Hadis Tentang Dibelenggunya Setan
diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matan di Bulan Ramadhan
hadis, tetapi berdasarkan topik masalah.
Misalnya, topik masalah yang akan diteliti I’tibār menurut istilah ulama hadis adalah
adalah hadis tentang kawin kontrak atau nikah penelitian terhadap jalur periwayatan hadis
muṭ’ah. Untuk menulusurinya, diperlukan yang diriwayatkan oleh seorang rāwi, untuk
bantuan kitab kamus atau pun semacam kamus dapat mengetahui apakah ada jalur yang turut
yang dapat memberikan keterangan tentang meriwayatkan hadis tersebut atau tidak.9
berbagai riwayat hadis tentang topik tersebut.
Kitab kamus yang digunakan adalah kitab Melalui proses I’tibār ini seseorang
susunan Dr. A.J. Wensick dan kawan-kawan akan dapat memastikan apakah hadis yang
yang berjudul Miftāh Kunūz as-Sunnah. 5 diteliti memiliki jalur periwayatan lain
Dalam penelitian ini, metode yang ataukah sebaliknya. Jika ditemukan jalur
digunakan oleh peneliti adalah metode takhrīj periwayatan lain, maka dapat dimungkinkan
al-Hadīṡ bi al-Lafẓi dengan menggunakan yang ditemukan itu termasuk kategori
lidwa pusaka dan Maktabah Syāmilah. Metode muttabi’ (baik tām maupun nāqish/qāshir)

4
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Room : al-Maktabah as-Syāmilah Digital, t.t).
Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta : Bulan Jilid 4 , 499.
8
Bintang, 1992). ,44. Abdullah bin Abd Rahman ad-
5
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Dārimī, Musnad ad-Dārimī, (CD Room : al-
Penelitian Hadis Nabi, 47. Maktabah as-Syāmilah Digital, t.t). Jilid 2,
6
Abu Abdi ar-Rahmān Ahmad an- 1114
Nasāi, Sunan an-Nasāi, (CD Room : al- 9
Nuruddin ‘Itr, Minhāj an-Naqd Fī
Maktabah as-Syāmilah Digital, t.t). Jilid 4, ‘Ulūmi al-Hadīs. (Damaskus : Dār al-Fikr,
127. 1997). 418.
7
Ahmad Bin al-Husain Abu Bakar al-
Baihaqī, Sunan al-Kubrā li al-Baihaqī, (CD
60 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

atau syāhid (lafẓi maupun ma’nawi) dari hadis menceritakan kepada kami Abu Suhail dari
farḍi. Ayahnya dari Abu Hurairah bahwa
Muttabi’ secara etimologi, merupakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bentuk masdar dari kata tābi’ yang memiliki bersabda: "Apabila datang Bulan
arti sepakat, serasi dan sesuai. Sedangkan Ramadhan, maka pintu-pintu langit dibuka,
secara terminologi adalah hadis yang dan pintu-pintu Neraka ditutup, serta syetan-
memiliki kesamaan dengan perawi yang syetan pun dibelenggu. (HR. Ad-Darimi)
terdapat dalam hadis-hadis farḍi baik secara
lafadz dan maknanya maupun lafaẓnya saja, Kitab Sunan an-Nasā’i
dengan adanya kesamaan sanad pada perawi
‫يل‬ ِ ِ ٍ ِ
ُ ‫َخ َََبََن َعل ُّي بْ ُن ُح ْجر قَ َال َحدَّثَنَا إ ْْسَع‬ ْ‫أ‬
dari kalangan sahabat. Muttabi’ itu ada dua
macam yaitu muttabi’ tām dan muttabi’ qāṣir,
yang dimaksud dengan muttabi’ tām adalah
kesamaan rawi mulai dari awal sampai akhir َ‫قَ َال َحدَّثَنَا أَبُو ُس َهْي ٍل َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرة‬
‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال إِ َذا َد َخ َل‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫أَن ََّر ُس‬
sanad. Sedangkan muttabi’ qāṣir itu adanya
kesamaan rawi pada tengah sanad atau
‫اب‬ ِ ِ ْ ‫شهر رمضا َن فُتِحت أَب واب‬
ُ ‫ت أَبْ َو‬
ْ ‫اْلَنَّة َوغُل َق‬
sebagian sanad.10
Syāhid secara bahasa merupakan isim ُ َْ ْ َ َ ََ ُ ْ َ
‫ني‬ ِ ِ ‫النَّا ِر و‬
ُ ‫ت الشَّيَاط‬
ْ ‫صف َد‬
fā’il dari kata asy-syahādah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa syāhid menguatkan َُ
hadis fardi sebagaimana seorang saksi yang
mengautkan pendapat penuntut.11 Nuruddin Telah mengabarkan kepada kami 'Ali
‘Ithr mengemukaan pengertian syāhid, yaitu bin Hujr dia berkata; telah menceritakan
hadis yang diriwayatkan oleh sahabat (selain kepada kami Isma'il dia berkata; telah
perawi hadis farḍi) yang menyamai hadis menceritakan kepada kami Abu Suhail dari
farḍi secara lafal dan makna, maupun secara bapaknya dari Abu Hurairah bahwa
makna saja.12 Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
Setelah melalui proses i’tibār terhadap bersabda: "Jika telah memasuki bulan
hadis farḍi, dengan melihat kepada kitab Ramadhan, pintu surga dibuka dan pintu
syarah hadis dan aplikasi jāmi’u kutub at- neraka ditutup, dan syetan dibelenggu.
tis’ah ditemukan beberapa Muttabi’ dalam
kitab hadis lainnya; yaitu pada riwayat ad- Kitab Sunan al-Kubrā li
Darimi dari sumber sahabat yang sama yaitu al-Baihaqī
Abu Hurairah: ‫َخ َََبِِن أَبُو ُس َهْي ٍل‬
ْ ‫يل أ‬
ِ ِ َ َ‫ح ََ َّدثَنَا ُسلَْي َما ُن ق‬
ُ ‫ال أَنْبَأ َََن إ ْْسَاع‬
‫صلَّى‬ َّ ‫ك بْ ِن أَِِب َع ِام ٍر َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرةأ‬
َّ ِ‫َن الن‬ ِ ِ‫ََنفِع بن مال‬
‫يل بْ ُن َج ْع َف ٍر‬ ِ ِ ِ َّ ‫الربِي ِع‬ َ ‫َِّب‬ َ ُْ ُ
ُ ‫الزْهَراِنُّ َحدَّثَنَا إ ْْسَع‬ َّ ‫َحدَّثَنَا أَبُو‬
ِ ِ ِ
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُس َهْي ٍل َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ أ‬ ‫ت‬ْ ‫اْلَنَّة َو ُغل َق‬
ْ ‫اب‬ ُ ‫ت أَبْ َو‬ ْ ‫ضا ُن فُت َح‬ ِ
َ ‫ال إ َذا َجاءَ َرَم‬ َ َ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َّ
ُ‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬
ِ ِ ‫أَب واب النَّا ِر و‬
ِ ِ َّ ‫ال إِذَا جاء رمضا ُن فُتِحت أَب واب‬ ‫ني‬
ُ ‫ت الشَّيَاط‬ ْ ‫صف َد‬
‫ت‬ ْ ‫الس َماء َوغُل َق‬ ُ َْ ْ َ َ ََ َ َ َ َ‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َُ ُ َْ
‫ني‬ ِ ِ ‫أَب واب النَّا ِر و‬
ُ ‫ت الشَّيَاط‬ ْ ‫صف َد‬َُ ُ َْ Telah menceritakan kepada kami
Sulaiman telah memberitakan kepada kami
Telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il telah mengabarkan kepadaku Abu
Ar Rabi' Az Zahrani telah menceritakan Suhail Nafi' bin Malik bin Abi 'Amir dari
kepada kami Isma'il bin Ja'far telah bapaknya dari Abu Hurairah berkata;

Nuruddin ‘Itr, Minhāj an-Naqd Fī


10
Nuruddin ‘Itr, Minhāj an-Naqd Fī
12

‘Ulūmi al-Hadīs ,418 ‘Ulūmi al-Hadīs ,418


11
Manna’ al-Qatthān, Mabāhis Fī
‘Ulūmi al-Hadīs. (Kairo : Maktabah Wahbah,
1992). ,163
Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68 61

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi


wasallam bersabda: "Jika ramadhan tiba
maka pintu-pintu surga akan dibuka, pintu-
pintu neraka ditutup dan setan-setan
dibelenggu. b. Jalur Riwayat Imam ad-Darimi

4. Rangkaian Skema Sanad dan Analisis


Kondisi Sanad
a. Jalur Riwayat Imam Muslim

c. Jalur Riwayat Imam an-Nasaāi


62 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

kurang dari dua orang perawi. Ketiga, hadis


gharīb adalah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang perawi saja, baik pada thabaqah
sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in.
d. Analisis Kondisi Sanad
Adapun hadis gharīb itu terdapat dua macam,
yaitu gharib mutlak dan gharib nisbi. Hadis
Sanad hadis riwayat Muslim, ad-
gharīb mutlak adalah hadis yang keghariban
Darimi, Ahmad bin Hambal dan an-Nasa’i ini
sanadnya terdapat pada pangkal sanad (yakni
muttaṣil (bersambung) dan tidak terjadi
sahabat), atau hadis yang menyendiri dengan
inqiṭā’ (keterputusan), hal ini dapat dilihat
periwayatan satu orang perawi saja diujung
dari adanya hubungan antara guru dan murid
sanad. Sedangkan hadis gharīb nisbi adalah
pada masing-masing perawi. Dan tidak terjadi
hadis yang letak keghariban sanadnya ada di
keterputusan antara satu generasi dengan
tengah-tengah sanad, atau periwayatannya
generasi yang lainnya dan mereka hidup
lebih banyak daripada yang meriwayatkan
semasa. Dapat dilihat dari proses tahammul
pada ujung sanad. Maka dengan itu hadis
wal adā’nya menggunakan “haadaṡanā,
setan dibelenggu pada bulan Ramadhan
akhbaranā dan anbaanā” yang
termasuk kategi hadis gharib mutlak, karena
mengindikasikan bahwa mereka bertemu
terdapat kesamaan dari segi sahabat yaitu Abu
langsung. Sekalipun terdapat ‘an yang belum
Hurairah.13
dapat dipastikan apakah bertemu langsung
atau tidak langsung.
Dilihat dari segi kualitas perawinya, C. ANALISIS VALIDITAS HADIS
para perawi mendapatkan penilaian yang baik
dari para ulama. Menurut para ulama kritikus Dari segi kualitas hadis terbagi
hadis, mereka adalah perawi yang ṡiqah (adil menjadi dua yaitu hadis maqbūl dan mardūd.
dan ḍhābit). Dan juga tidak ditemukan syaẓ Hadis maqbūl terbagi menjadi dua yaitu
(tidak bertentangan dengan jalur periwayatan shahīh dan hasan. Adapun hadis shahīh
yang lebih kuat) dan terhindar dari ‘illat adalah telah memenuhi syarat-syarat hadis
(kecacatan). Jadi hadis-hadis tentang setang yang shahīh yaitu: bersambung sanadnya,
dibelenggu pada bulan Ramaḍan derajatnya yaitu tidak terjadi inqiṭhā’ (keterputusan)
ialah hadis maqbūl. antara satu ṭabaqah (tingkatan) generasi ke
generasi lainnya, masing-masing diantara
5. Analisis Kuantitas dan Validitas Hadis mereka hidup mu’āsharah (semasa) dan
bertemu secara langsung, perawinya adil,
a. Analisis Kuantitas Hadis ḍabit (sempurna ingatan), tanpa syāẓ (janggal)
yaitu tidak bertentangan dengan dalil yang
Secara kuantitas hadis terbagi menjadi
lebih kuat dan tanpa adanya ‘illat (cacat).
dua yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Adapun hadis mutawatir adalah suatu hadis Berdasarkan penelitian hadis yang
yang diriwayatkan oleh sejumlah bilangan telah dilakukan oleh peneliti dengan
rawi yang banyak. Sedangkan hadis ahad menggunakan metode takhrīj, maka hadis
adalah adalah suatu hadis yang tidak terpenuhi setan dibelenggu pada bulan Ramaḍan yang
syarat-syarat mutawatir. Hadis ahad terbagi diriwayatkan oleh Imam Muslim diatas
menjadi tiga yaitu: pertama, hadis masyhūr merupakan hadis yang muttaṣil. Hal tersebut
adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga tersebut adanya hubungan guru dan murid
orang atau lebih dari tiap-tiap tingkatan antar perawi sehingga dimungkinkan adanya
sanadnya. Kedua, hadis azīz adalah hadis proses at-Tahamul wa al-Ada’. Berdasarkan
yang pada semua thabaqah sanadnya tidak

13
Mahmūd at-Thahhān, Taisīr
Musthalah al-Hadīs, (Beirut : Dār al-Fikr,
1979), 29.
Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68 63

komentar dari para kritikus hadis, seluruh Para ulama ushul fikih telah
perawi dalam hadis ini termasuk orang-orang memberikan definisi yang berragam tentang
yang dapat diterima riwayatnya. Tidak majāz ini, namun demikian semua definisi
ditemukan kecacatan (‘illat) dan pertentangan tersebut berdekatan artinya dan saling
dengan jalur periwayatan yang lebih kuat melengkapi. Imam As-Sarkhasi (w 490 H)
(syaẓ). mendefinisikan;
‫واجملاز اسم لكل لفظ هو مستعار لشئ غري ما وضع له‬
Selain itu hadis ini juga diperkuat
dengan jalur periwayatan hadis yang lainnya, Majaz ialah nama untuk setiap lafadz
berupa hadis muttabi’ al-qaṣrah yang yang dipinjam untuk digunakan bagi maksud
diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i, Ahmad di luar apa yang telah ditentukan.14
dan ad-Darimi dengan redaksi yang sedikit Imam Ibnu Qudamah (w 629 H) di
berbeda namun dari sumber sahabat yang dalam kitabnya Raudhah an-Nādzir
sama yaitu Abu Huraitah r.a. Oleh karena itu, mendefinisikan majaz sebagai;
hadis-hadis pendukung tersebut dapat ‫وأما اجملاز فهو اللفظ املستعمل يف غري موضوعه على وجه‬
menguatkan eksistensi hadis riwayat Imam ‫يصح‬
Muslim. Sehingga hadis-hadis tersebut dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil). Majaz ialah nama untuk setiap lafadz
yang digunakan untuk maksud di luar apa
yang telah ditentukan dengan cara yang
1. Majāz dan Interpretasi Hadis dibenarkan.15
Dibelenggunya Setan di Bulan Ramadhan Dari kedua definisi majaz di atas
dapat dirumuskan pengertian lafadz majāz
a. Pendekatan Lingusitik sebagai berikut:
1. Bahwa lafadz majāz tidak menunjukkan
Allah Swt menurunkan Al-Quran kepada arti sebenarnya sebagaimana
menggunakan Bahasa Arab, begitu juga yang dikehendaki oleh suatu bahasa.
hadis-hadis Rasulullah saw yang beliau 2. Lafadz majāz tersebut dipinjam untuk
sampaikan menggunakan Bahasa Arab. Bagi digunakan dalam memberi arti kepada
siapa saja yang mengkaji Bahasa Arab, maka sesuatu yang dimaksudkan.
ia akan mendapati bahwa kalimat yang 3. antara lafadz majāz dengan lafadz
terdapat dalam Bahasa Arab terkadang hakikat keduanya mempunyai
mengandung dua makna yang berbeda, keterkaitan.16
terkadang suatu kalimat tersebut mengandung Dalam kajian fikih perbandingan,
makna denotatif (hakīkī), dan terkadang juga pemaknaan suatu lafadz Bahasa Arab,
mengandung makna konotatif (majāzi). apakah ia mengandung makna denotatif
(hakikat) maupun makna konotatif (majāz)
Di dalam kajian ushul fikih pun dalam memahami dalil merupakan salah satu
pembahasan hakikat dan majāz ini telah penyebab mengapa para ulama berbeda
banyak dibahas, karena ia merupakan salah pendapat dalam berbagai masalah fikih.
satu metode terpenting di dalam memahami Sebagai contoh, para ulama berbeda
dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-Quran pendapat mengenai batalnya wudhu
maupun Sunnah, agar kesimpulan yang seseorang ketika menyentuh wanita yang
diambil tidaklah salah. bukan mahram, pendapat dari kalangan

14 16
Abu Bakar Muhammad As- Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh.
Sarkhasi, Ushul As-Sarkhasi. (Beirut : Darul (Jakarta : Pustaka Kencana, 2008) Jilid 2, 33.
Kutub AL-Islamiyah. 1993). Jilid 1, 170.
15
Ibnu Qudamah, Raudhatun Nadzir
Wa Junnatul Munadzir. (Riyadh : Unv Imam
Bin Saud. 1399 H). Jilid 1, 175.
64 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

madzhab Syafi’i mengatakan bahwa sama maknanya dengan kalimat Sulsilat as-
menyentuh wanita yang bukan mahram Syayāṭīn, dan Tugallu as-Syayāṭīn dalam
membatalkan wudhu, sedangkan pendapat hadis-hadis yang lain pada dasarnya
yang lain dari madzhab Hanafi dan Hambali menunjukkan makna yang sama, yaitu setan-
mengatakan bahwa menyentuh wanita yang setan diikat dengan rantai atau dibelenggu.
bukan mahram tidaklah membatalkan Adapun pemaknaan dibelenggu atau
wudhu. Sebab perbedaan pendapat mereka diikat para ulama berbeda pendapat dalam
didasarkan pada penafsiran ayat Al-Quran memahaminya, sebagian ulama memaknai
yaitu : ungkapan tersebut secara dzahir, tekstual
‫الم ْستُ ُم النِ َساءَ فَلَ ْم ََِت ُدوا َماءً فَتَيَ َّم ُموا‬
َ ‫أ َْو‬
ataupaun makna sesungguhnya (hakiki),
sedangkan sebagian yang lain lebih
“Atau kamu telah menyentuh cenduerung memahami ungkapan tersebut
perempuan, kemudian kamu tidak dengan makna konotasi (majāzi).
mendapat air, maka bertayamumlah Al-‘Allamah Muhammad bin Muflih
kamu dengan tanah yang baik”. (QS. berkata: “Menurut pemahaman lahirnya
An-Nisa : 43) hadis ini, setan-setan dibelenggu dan dirantai
pada bulan Ramadhan. Atau yang dimaksud
Sebagian ulama mengartikan kata dengan para pembangkang pada lafal ini
‘menyentuh’ sebagai makna konotatif adalah pembangkang dari kalangan jin.
(majaz) yang maksudnya adalah jimā’ Seperti itu pula yang ditetapkan oleh Abu
(hubungan seksual). Sehingga bila hanya hatim, Ibnu Hibban dan ulama yang lainnya.
sekedar bersentuhan kulit tidak membatalkan Maksud dari hadis bukan menafikan
wudhu’. Ulama kalangan As-Syafi’iyah kejahatan sama sekali, tetapi memperkecil
cenderung mengartikan kata ‘menyentuh’ kejahatan karena lemahnya setan-setan”.
secara harfiyah, sehingga menurut mereka Al-Qadhi Iyadh berkata : “ Hadis ini
sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita dapat dipahami secara tekstual dengan
yang bukan mahram itu membatalkan makna yang sebenarnya, bahwa dibukanya
wudhu’. pintu-pintu Surga dan ditutupnya pintu-pintu
Neraka serta dibelenggunya setan-setan
Dalam matan hadis Imam Muslim merupakan tanda masuknya bulan Ramadhan
tersebut disebutkan bahwa Nabi saw dan bukti pengagungan terhadap
mengatakan Jika telah memasuki bulan kemuliaannya. Dibelenggunya setan-setan
Ramadhan maka setan-setan akan bertujuan untuk mencegah mereka dari upaya
dibelenggu ini dengan lafadz ُ‫اطين‬ َّ ‫ت ال‬
ِّ َ‫شي‬ ْ َ‫ص ِّفد‬
ُ . menyakiti dan menggoda orang-orang yang
ْ
Kata ‫ص ِّفدَت‬
ُ dalam kamus al-Munawwir beriman.19
berasal dari kata ‫صفدا‬-‫ يصفد‬-‫ صفد‬yang berarti Hal ini dapat dipahami juga secara
membelenggu.17 Sedangkan dalam Lisān al- majāzi (makna kiasan atau konotatif). Maka
‘Arab, kata ‫ صفد‬memiliki beberapa arti, yaitu: ungkapan di atas dipahami sebagai isyarat
mengikat, merantai, tali, pengikat, kekang, atas banyaknya pahala dan ampunan.
belenggu, rantai dengan besi.18 Sedangkan upaya setan-setan untuk
Kata Shafd pada kalimat ṣuffidat as- menggoda dan menyakiti terbatasi, sehingga
Syayāṭīn maknanya sama dengan galla mereka seperti dibelenggu. Mereka
(membelenggu) dan salsala (merantai). dibelenggu untuk melakukan suatu upaya
Dengan demikian, penggunaan kalimat namun tidak dibelenggu upaya yang lain.
ṣufidat as-Syayāṭīn dalam hadis an-Nasa’i Mereka dibelenggu untuk menggoda

17
Ahmad Warson Munawwir, Al-
19
Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yahya bin Syarf an-Nawawi,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 780. Syarah Shahīh Muslim, (Beirut : Dār Fikr, t.t).
18
Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, Jilid 7 ,188
(Beirut : Dār As-Shadir, t.th). Jilid 2, 131.
Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68 65

manusia yang satu namun tidak dibelenggu Ulama lainnya mengatakan bahwa
untuk manusia yang lain. Pemahaman ini yang dimaksud ‘setan-setan’ di atas adalah
dikuatkan oleh riwayat yang kedua : “ Pintu- sebagian se9tan, yaitu kalangan yang
pintu Surga dibuka-bukakan”. Dalam hadis durhaka dari mereka. Hal ini dikuatkan oleh
yang lain tercantum : “Setan-setan yang riwayat Abu Hurairah :
durhaka dibelenggu”.20 “Ketika tiba malam pertama dari
Al-Qadhi Iyadh berkata : “Mungkin bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin
dibukanya pintu-pintu Surga dipahami yang durhaka dibelenggu”.
sebagai ungkapan tentang ibadah-ibadah Al-Nasa’i meriwayatkan dari jalur
yang dibukakan oleh Allah kepada hamba- Abu Qilabah, dari Abu Hurairah dengan
hambaNya di bulan ini (Ramadhan), namun “‫ني‬ ِ ‫”وتُغَ ُّل فِ ِيه مردةُ الشَّي‬
ِ ‫اط‬
tidak di bulan yang lain, seperti melakukan
redaksi : َ َََ َ “Di
puasa, qiyam al-lail (shalat tarawih), berbuat dalamnya (bulan Ramadhan), setan-setan
kebajikan-kebajikan, dan banyak menahan yang durhaka dibelenggu”.22
diri dari hal-hal yang menyalahi aturanNya. Setelah mentarjih (mengunggulkan)
Semua ini dapat menyebabkan seseorang pemahaman hadis ini secara tekstual, al-
masuk menuju Surga sekaligus sebagai Qurtubi berkata : “Jika ada yang bertanya,
pintu-pintu menuju Surga. ‘Bagaimana mungkin (dimaknai secara
Begitu pula ditutupnya pintu-pintu tekstual), sementara kita melihat banyak
neraka dan dibelenggunya setan-setan dapat kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi di
dipahami sebagai ungkapan tentang upaya bulan Ramadhan? Seandainya setan-setan itu
mereka dalam menahan diri dari hal-hal yang dibelenggu, tentu hal itu tidak akan terjadi.’
bertentangan dengan agama. Pengertian Maka jawabannya adalah bahwa
shuffidat (dibelenggu) adalah ghullilat kemaksiatan tersebut sedikit terjadi pada
(dibelenggu)”.21 orang yang berpuasa 99yang memelihara
Imam Ibn Hajar al-Asqalani syarat dan adab puasa. Atau makna hadis
mengutip dari al-Hulaimi yang berkata : tersebut adalah sebagian setan dibelenggu,
“Kemungkinan maksud dari ungkapan yaitu mereka yang durhaka saja, tidak
‘setan-setan’ (dalam hadis di atas) adalah semuanya. Atau maksudnya adalah
setan-setan pencuri berita langit. memperkecil angka kejahatan di bulan
Pembelengguan terhadap mereka terjadi Ramadhan. Ini dapat diindra. Terjadinya hal
pada waktu malam bulan Ramadhan, tersebut lebih sedikit frekuensinya di bulan
sedangkan siang harinya tidak. Karena pada Ramadhan dibanding bulan yang lain.
waktu diturunkannya Al-Qur’an, mereka Karena tidak mesti dengan dibelenggunya
dihalau dari upaya mencuri berita langit. semua setan berarti tidak ada kejahatan dan
Kemudian pemeliharaan berita langit itu kemaksiatan. Sebab ada faktor lain selain
diperketat dengan pembelengguan terhadap setan yang menyebabkan terjadinya hal
mereka. Mungkin juga yang dimaksud tersebut, seperti jiwa yang kotor, kebiasaan
adalah setan-setan itu tidak maksimal yang buruk, dan setan dari bangsa
menggoda kaum muslimin sebagaimana manusia”.23
halnya di luar bulan Ramadhan, karena kaum Al-Hafizh al-Mubarakfuri mengutip
muslimin (saat Ramadhan) sibuk berpuasa dari al-Zain bin al-Munayyir berkata : “Yang
dengan mengekang hawa nafsu, membaca pertama (pemahaman secara tekstual) lebih
Al-Qur’an, dan berzikir”. tepat, tidak perlu mengalihkan teks dari

20
Ali Musthafa Ya’qub, at-Thuruq as- 22
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-
Shahīhah Fī Fahmi as-Sunnah an- Barī bi Syarah Shahih al-Bukhāri, (Beirut :
Nabawiyyah, (Jakarta : Pustaka Firdaus, Dār al-Ma’rifah, 1379 H). Jilid 8, 248-249.
23
2016), 24. Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-
21
Yahya bin Syarf an-Nawawi, Barī bi Syarah Shahih al-Bukhāri. Jilid 8,
Syarah Shahīh Muslim, Jilid 7, 188. 248-249.
66 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

makna aslinya. Adapun riwayat yang hadis pada tempatnya masing-masing akan
mencantumkan redaksi, ‘Abwab al-rahmah’ menyatukan pembahasan antar hadis tersebut
(pintu-pintu rahmat) dan ‘Abwab al-sama’ dan saling melengkapi.
(pintu-pintu langit) merupakan hasil Dalam bukunya Syaikh Wahid
pengubahan para rawi. Sebab, redaksi Abdussalam Bali, merupakan buku
asalnya adalah ‘Abwāb al-Jannah’ (pintu- terjemahan gabungan dari masterpiecesnya
pintu Surga) dengan dalil bahwa redaksi yaitu: Wiqayatul Insan dan as-Sharim al-
berikutnya yang merupakan kebalikannya, Battar, menyebutkan bahwa jin itu takut
yaitu ditutupnya pintu-pintu neraka”.24 kepada manusia. Ibnu Abid Dunya
Demikianlah pendapat para ulama meriwayatkan bahwa Mujahid pernah
dalam menginterpretasikan serta memahami berkata: “pada suatu malam, ketika saya
hadis dibelenggunya setan pada bulan sedang melakukan shalat, tiba-tiba sesosok
Ramadhan, sebagaimana telah dijelaskan di makhluk yang mirip anak kecil berdiri
atas bahwa sebagian ulama ada yang dihadapan saya.” Dia berkata “saya pun
cenderung memahami hadis tersebut secara mendekatinya untuk menangkapnya, tetapi
tekstual (hakīkī), sebagian yang lain juga ada dia segera meloncat ke belakang tembok,
yang memahaminya secara kontekstual hingga saya mendengar suara loncatannya.
ataupun makna konotsi (majāzi), dan ada Dan setelah itu, dia tidk pernah datang lagi.”
pula yang memahaminya dengan makna Dari kisah diatas maka telah jelas bahwa
keduanya (hakīkī dan majāzi).25 setan itu takut kepada manusia begitupun
manusia yang takut kepada setan. Namun
D. PENDEKATAN KONFIRMATIF setanlah yang lebih takut kepada manusia
Memahami redaksi dengan benar tidak karena manusia adalah yang lebih mulia
akan lepas dari petunjuk al-Qur’an. Sebagai kedudukan di hadapan Allah swt dari pada
sumber pertama ajaran agama Islam, mereka. Terlebih lagi jika manusia itu
hendaknya al-Qur’an dijadikan asas dalam memiliki keberanian, yang ditopang dengan
memahami sumber yang lainnya, seperti hadis iman dan taqwa yang kuat terhadap Allah swt.
nabi. Sehingga kesemua dalil tersebut dapat Sebagaimana dalam firman Allah Qs. an-
selaras dan tidak ada pertentangan. Dengan Nahl: 99-100.
‫ين َآمنُوا َو َعلَ ٰى َرِِبِ ْم يَتَ َوَّكلُو َن‬ ِ َّ ِ
َ ‫س لَهُ ُسلْطَا ٌن َعلَى الذ‬ َ ‫إنَّهُ لَْي‬
demikian, langkah memahami hadis ialah
melihat kepada ayat-ayat al-Qur’an yang ِ َّ َّ ِ َّ
berhubungan dengan hadis tersebut.26 ‫ين ُهم بِِه ُم ْش ِرُكو َن‬ َ ‫ين يَتَ َول ْونَهُ َوالذ‬
َِّ
َ ‫إَّنَا ُس ْلطَانُهُ َعلَى الذ‬
Selain itu, menghadirkan hadis yang
mempunyai tema sama dan hadis kontradiktif Artinya: Sesungguhnya syaitan itu tidak
dengan pembahasan juga menjadi langkah ada kekuasaannya atas orang-orang yang
penting dalam memahami hadis. Tujuan dari beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.
memahami hadis secara komprehensif agar Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan)
jelas maksud dari sebuah redaksi hadis tanpa hanyalah atas orang-orang yang
adanya kontradiktif. Adapun menghimpun mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-
hadis yang mempunyai kontradiktif dengan orang yang mempersekutukannya dengan
kandungan bahasan hadis, diupayakan karena Allah.
tidak mungkin terdapat pertentangan diantara
hadis nabi. Sehingga menempatkan setiap

24
Ali Muhammad Abd Rahman al-
Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzī bi Syarah Muhammad al-Baqir, Bagaimana
26

al-Jāmi’ al-Tirmidzī, ( Mesir : al-Mathba’ah Memahami Hadis Nabi SAW (Kaifa


al Madani, 1964). Jilid 3 ,292 Nata’āmmal Ma’a As-Sunnah an-
25
Ali Musthafa Ya’qub, at-Thuruq as- Nabawiyyah Yusuf al-Qardhawi). (Bandung :
Shahīhah Fī Fahmi as-Sunnah an- Penerbit Kharisma, 1993). Jilid 2, 92.
Nabawiyyah., 26.
Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68 67

Sesungguhnya mereka lebih akan lari lain, kecuali malaikat yang senantiasa
terbirit-birit apabila melihat manusia. Oleh dirahmati oleh Allah Ta’ala.27
karena itu, janganlah kalian takut pada
mereka, karena jika kalian takut kepada E. KESIMPULAN
mereka, maka mereka akan menguasai takut Setelah dilakukan kajian terhadap
kalian itu. Hendaknya jika kalian melihat jenis hadis-hadis tentang setan dibelenggu pada
dari mereka hampirilah ia, maka ia akan pergi bulan Ramadhan dengan studi Ma’ānil Hadīs
dengan lari terbirit dan tidak akan datang yang didahului dengan takhrīj hadīs, maka
kembali. dapat disimpulkan sebagai berikut:
Sebagaimana dalam Qs. al-An’am: 112 1. Setelah dilakukan penelitian terhadap
‫اْلِ ِن‬ ِ ِ ِ
ْ ‫نس َو‬ ِْ ‫ني‬
ِ ‫اْل‬ َ ‫ك َج َعلْنَا ل ُك ِل نَِ ٍِب َع ُد ًّوا َشيَاط‬ َ ‫َوَك َٰذل‬ hadis-hadis setan dibelenggu pada bulan
Ramadhan berdasarkan keotentikan dan
ِ َ ‫ض ُز ْخر‬ ِ ُ ‫وحي ب ْع‬ ِ
َ‫ف الْ َق ْول غُُر ًورا َ َولَ ْو َشاء‬ ُ ٍ ‫ض ُه ْم إ َ َٰل بَ ْع‬ َ ُ‫ي‬ validitas hadis maka hadis setan
‫ك َما فَ َعلُوهُ َ فَ َذ ْرُه ْم َوَما يَ ْف ََتُو َن‬ َ ُّ‫َرب‬ dibelenggu pada bulan Ramadhan yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Artinya: Dan demikianlah Kami jadikan
kitabnya dapat dijadikan hujjah karena
bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-
termasuk dalam hadis yang shahih.
syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis)
Keseluruhan dari sanadnya muttasil dan
jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sampai kepada Rasulullah saw. Sehingga
sebahagian yang lain perkataan-perkataan
hadis tersebut telah memenuhi kriteria
yang indah-indah untuk menipu (manusia).
hadis ṣahih, yaitu; Ittiṣalu al-Sanad,
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
‘Adalah ar-Ruwat, ḍabtu ar-Ruwat,
mereka tidak mengerjakannya, maka
Ghairu as-Syaẓ, dan Ghairu al-‘Illah.
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka
Selain itu hadis ini diperkuat dengan jalur
ada-adakan (QS. Al-An’am:112).
periwayatan hadis yang lainnya, berupa
muttabi’ yang diriwayatkan oleh Imam
Maksud firman Allah ‫شياطني اْلنس واْلن‬ an-Nasa’i, Imam Ahmad bin Hambal,
itu merupakan pengganti (badal) dari kata Imam ad-Darimi. Hadis tersebut juga
sebelumnya “musuh” dengan pengertian, tidak bertentangan dengan dalil yang
bahwa mereka mempunyai musuh yang lebih kuat baik itu al-Qur’an maupun
berasal dari kalangan setan, baik yang berpa Hadis.
manusia maupun jin. Setan itu sendiri berarti 2. Makna konotasi (majāz) mempunyai
segala sesuatu yang menyimpang dari pengaruh yang cukup signifikan dalam
tabi’atnya berupa kejahatan. Dan tidak ada upaya menginterpretasikan sebuah nash
yang memusushi para Rasul-Nya melainkan (teks) baik itu Quran maupun Hadis, dan
setan-setan, baik jenis jin maupun manusia model pemahaman inilah yang menjadi
yang bisa diindra yang setiap hari kita jumpai. salah satu faktor adanya perbedaan
Sebagaimana dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa pendapat (ikhtilāf) di kalangan ulama’.
Imam Ibnu Katsir berpendapat setan itu Sebagaimana pemahamaman hadis
sebagai salah satu yang menyimpang dari tentang dibelenggunya setan pada bulan
kebenaran. Penggunaan kata “segala sesuatu” Ramadhan, para ulama’ pun berbeda
itu bermakna luas, bahwa setan bukan hanya pandangan, sebagian ulama ada yang
berasal atau berbentuk nyata atau bisa diindra cenderung memahami hadis tersebut
dengan organ tubuh. Oleh karena, jika secara tekstual (hakīkī), sebagian yang
merujuk dari penjelasan tersebut, berasal dari lain juga ada yang memahaminya secara
semua makhluk hidup, baik golongan jin, kontekstual ataupun makna konotsi
manusia, binatang, tumbuhan, dan makhluk (majāzi), dan ada pula yang

Wahid Abdussalam Bali, Ruqyah


27
Insān dan As-Sharīm Al-Battār. (Jakarta :
Jin, Sihir dan Terapinya, terj: Wiqāytu al- Ummul Qura, 2014). ,42,
68 Fajar Rachmadhani, Chalimatus Sa’adah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):57-68

memahaminya dengan makna keduanya dan As-Sharīm Al-Battār. Jakarta :


(hakīkī dan majāzi). Ummul Qura, 2014.
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian
Hadis Nabi. Jakarta : Bulan Bintang,
DAFTAR PUSTAKA
1992.
‘Itr, Nuruddin. Minhāj an-Naqd Fī ‘Ulūmi al- Mandzur, Ibn. Lisān Al-Arab. Beirut : Dār As-
Hadīs. Damaskus : Dār al-Fikr, 1997. Shadir, t.th.
Ad-Dārimī, Abdullah bin Abd Rahman. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir
Musnad ad-Dārimī. CD Room : al- Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:
Maktabah as-Syāmilah Digital, t.t. Pustaka Progressif, 1997.
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar. Fath al-Barī bi Muslim, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjāj.
Syarah Shahih al-Bukhāri. Beirut : Shahīh Muslim. Beirut : Dār al-Jail, t.t.
Dār al-Ma’rifah, 1379 H.
Qudamah, Ibnu. Raudhatu an-Nādzir Wa
Al-Baihaqī, Ahmad Bin al-Husain Abu Bakar. Junnatu al-Munādzir. Riyadh : Unv
Sunan al-Kubrā li al-Baihaqī. CD Imam Bin Saud. 1399 H.
Room : al-Maktabah as-Syāmilah
Digital, t.t. Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta :
Pustaka Kencana, 2008.
Al-Baqir, Muhammad. Bagaimana
Memahami Hadis Nabi SAW (Kaifa Ya’qub, Ali Musthafa. at-Thuruq as-Shahīhah
Nata’āmmal Ma’a As-Sunnah an- Fī Fahmi as-Sunnah an-Nabawiyyah.
Nabawiyyah Yusuf al-Qardhawi). Jakarta : Pustaka Firdaus, 2016.
Bandung : Penerbit Kharisma, 1993.
Al-Mubarakfuri, Ali Muhammad Abd
Rahman. Tuhfah al-Ahwadzī bi
Syarah al-Jāmi’ al-Tirmidzī. Mesir :
al-Mathba’ah al Madani, 1964.
Al-Qatthān, Manna’. Mabāhis Fī ‘Ulūmi al-
Hadīs. Kairo : Maktabah Wahbah,
1992.
An-Nasāi, Abu Abdi ar-Rahmān Ahmad.
Sunan an-Nasāi. CD Room : al-
Maktabah as-Syāmilah Digital, t.t.
An-Nawawi, Yahya bin Syarf. Syarah Shahīh
Muslim. Beirut : Dār Fikr, t.t.
As-Sarkhasi, Abu Bakar Muhammad. Ushūl
As-Sarkhasi. Beirut : Darul Kutub AL-
Islamiyah. 1993.
At-Thahhān, Mahmūd. Taisīr Musthalah al-
Hadīs. Beirut : Dār al-Fikr, 1979.
At-Thahhān, Mahmūd. Ushūl at-Takhrīj wa
Dirāsat al-Asānīd. Beirut : Dār al-
Fikr, 1996.
Bali, Wahid Abdussalam. Ruqyah Jin, Sihir
dan Terapinya, terj: Wiqāytu al-Insān

Anda mungkin juga menyukai