Anda di halaman 1dari 8

IMAN YANG KUAT AKAN MEMBERI MOTIVASI-HUJAN TRABAS,PANAS TRABAS

Apa yang Dimaksud Berkah?


Dalam bahasa Arab, barakah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau
berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan.
Sedangkan tabarrukadalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.

Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula
bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya[2].

Sumber https://rumaysho.com/1192-cara-mudah-meraih-berkah.html

Barakah Ramadhan
Puasa di bulan Ramadhan itu wajib berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 183, lalu diwajibkan untuk memilih
puasa saja pada surah Al-Baqarah ayat 185. Ramadhan sendiri berdiri ‘turmadhu fiihi adz-dzunuub’,
terbakarnya dosa-dosa.
Bulan Ramadhan punya banyak keberkahan dibanding dengan bulan-bulan lainnya, di antaranya:
1. Puasa yang dilakukan adalah sebab mendapatkan ampunan dosa.
2. Pada bulan Ramadhan terdapat Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan.
3. Ketika bulan Ramadhan tiba, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, setan-setan
dibelenggu.
4. Diperoleh manfaat diniyyah dan duniawiyah di dalamnya.
ِ ِ ِ ِ
‫ي‬
ُ ‫اب َج َهن ََّم َو ُسْلسلَت الشَّيَاط‬ ْ ‫الر ْْحَةِ َوغُل َق‬
ُ ‫ت أَبْ َو‬ َّ ‫اب‬ ْ ‫ضا ُن فُتِ َح‬
ُ ‫ت أَبْ َو‬ َ ‫إِذَا َكا َن َرَم‬
“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan
pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).
Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makna secara tekstual dan hakiki. Terbukanya
pintu surga, tertutupnya pintu neraka dan terikatnya setan adalah tanda masuknya bulan Ramadhan,
mulianya bulan tersebut dan setan pun terhalang mengganggu orang beriman. Ini isyarat pula bahwa
pahala dan pemaafan dari Allah begitu banyak pada bulan Ramadhan. Tingkah setan dalam menggoda
manusia pun berkurang karena mereka bagaikan para tahanan ketika itu. (Fath Al-Bari, 4: 114 dan Syarh
Shahih Muslim, 7: 167)
Al Qodhi juga berkata, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai
ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan
bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada
melakukan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya
pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat
ketika itu.” (Lihat Syarh Shahih Muslim, 7: 167)
Namun kenapa maksiat masih banyak terjadi di bulan Ramadhan walau setan itu diikat?
Disebutkan oleh Abul ‘Abbas Al-Qurthubi:
• Setan diikat dari orang yang menjalankan puasa yang memperhatikan syarat dan adab saat
berpuasa. Adapun yang tidak menjalankan puasa dengan benar, maka setan tidaklah terbelenggu
darinya.
• Seandainya pun kita katakan bahwa setan tidak mengganggu orang yang berpuasa, tetap saja
maksiat bisa terjadi dengan sebab lain yaitu dorongan hawa nafsu yang selalu mengajak pada
kejelekan, adat kebiasaan dan gangguan dari setan manusia.
• Bisa juga maksudnya bahwa setan yang diikat adalah umumnya setan dan yang memiliki pasukan
sedangkan yang tidak memiliki pasukan tidaklah dibelenggu.
Intinya maksudnya adalah kejelekan itu berkurang di bulan Ramadhan. Ini nyata terjadi dibandingkan
dengan bulan lainnya. (Al-Mufhim lima Asykala min Takhlis Kitab Muslim, 3: 136. Dinukil dari Fatwa Al-
Islam Sual wa Jawab no. 221162)
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pada bulan Ramadhan, jiwa lebih condong pada kebaikan dan amalan
shalih, yang dengan kebaikan ini sebagai jalan terbukanya pintu surga. Begitu pula kejelekan pun
berkurang ketika itu yang akibatnya pintu neraka itu tertutup. Sedangkan setan itu diikat berarti mereka
tidaklah mampu melakukan maksiat sebagaimana ketika tidak berpuasa. Namun maksiat masih bisa
terjadi karena syahwat. Ketika syahwat itu ditahan, maka setan-setan pun terbelenggu. (Majmu’ah Al-
Fatawa, 14: 167).
Karena terbuka lebarnya pintu kebaikan ini, pahala kebaikan akan dilipat gandakan.

Sumber https://rumaysho.com/11168-kenapa-maksiat-masih-terjadi-padahal-setan-diikat-di-bulan-
ramadhan.html

Pahala yang Berlipat pada Bulan Ramadhan


Ada hadits yang menyebutkan berlipatnya pahala amalan di bulan Ramadhan dengan bilangan tertentu
seperti hadits,
ُ‫ َج َع َل هللا‬، ‫ َش ْه ٌر ف ْيه َل ْي َلة َخ ْي م ْن َأ ْلف َش ْهر‬، ‫اس َق ْد َأ َظ َّل ُك ْم َش ْهر َعظ ْيم‬ُ َّ َ ُّ َ َ
‫يا أيها الن‬
ِ ْ ِ ِ ِ
َّ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ ً ُّ َ َ ْ َ َ َ َ ً َ ْ َ ُ َ َ
‫ من تقرب ِفي ِه ِب َخصلة ِمن الخ ْي كان كمن أدى‬، ‫ و ِقيام لي ِل َِه تطوعا‬،‫ِصيامه ف ِريضة‬
ً َ َ َ‫ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َّ َ ْ ْ ن‬ َّ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ
‫ي ف ِر ْيضة ِف ْي َما ِس َواه‬ ‫ع‬
ِْ ‫ب‬‫س‬ ‫ى‬ ‫د‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ان‬ ‫ك‬ ‫ة‬ ‫ض‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫ف‬ ‫ه‬‫ي‬
ِ ِ ِ ‫ف‬ ‫ى‬ ‫د‬ ‫أ‬ ‫ن‬‫م‬ ‫و‬ ،‫اه‬ ‫و‬ ‫س‬ ِ ‫ا‬‫م‬ ‫ي‬‫ف‬ِ ‫ة‬ ‫ض‬ ‫ف ِري‬
“Wahai sekalian manusia, telah datang pada kalian bulan yang mulia. Di bulan tersebut terdapat malam
yang lebih baik dari seribu bulan. Puasanya dijadikan sebagai suatu kewajiban. Shalat malamnya adalah
suatu amalan sunnah. Siapa yang melakukan kebaikan pada bulan tersebut seperti ia melakukan
kewajiban di waktu lainnya. Siapa yang melaksanakan kewajiban pada bulan tersebut seperti menunaikan
tujuh puluh kewajiban di waktu lainnya.” (HR. Al-Mahamili dalam Al-Amali5: 50 dan Ibnu Khuzaimah
dalam shahihnya 1887. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini munkar seperti dalam Silsilah Al-
Ahadits Adh-Dha’ifah, no. 870)
Contoh perkataan ulama yang menyatakan bahwa pahala amalan di bulan Ramadhan berlipat-lipat
dengan lipatan bilangan tertentu.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullahpernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan,
bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti
seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih
afdhal dari seribubacaan tasbih di bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270)
An-Nakha’i rahimahullahmengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhal dari puasa di seribu
hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhal
dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih
baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270)
Kesimpulannya, berlipatnya pahala amalan dengan bilangan tertentu di bulan Ramadhan tidak disebut
secara rinci dalam dalil. Sehingga setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh untuk melakukan
amalan shalih di bulan Ramadhan sehingga bisa mengumpulkan berbagai keutamaan.

Kedua: Sedekah
Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
َ‫ي‬
‫ ِح ْ ن‬، ‫ان‬ َ َ ََ ‫ََْ َ ُ َ َ ُ ُ ن‬ َّ َ َ ْ َ َّ َ َ
ُّ ِ ‫الن‬
‫ وأجود ما يكون ِف رمض‬، ‫اس‬ ‫الن‬ ‫د‬‫و‬ ‫ج‬ ‫أ‬ – ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صىل‬ – ‫ب‬ ‫كان‬
ُ ُ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ِّ ُ ‫َّ َ ُ َ ْ َ ِ ُ ن‬ ْ ََ ُ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ََْ
‫ فيد ِارسه‬، ‫ وكان ِج ِ ِييل – علي ِه السالم – يلقاه َ ِف كل ليل ٍة ِمن رمضان‬، ‫يلقاه ِج ِ ِييل‬
َ ْ ِّ ‫اَّلل – صىل هللا عليه وسلم – أ ْج َو ُد ب ْال َخ ْْي ِم َن‬ َّ ُ ُ َ َ َ َ ْ ُ ْ
‫الري ِح ال ُم ْر َسل ِة‬ ِ ِ ِ ‫القرآن فلرسول‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam
bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui
beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR.
Bukhari, no. 3554; Muslim no. 2307)

Ketiga: Tilawah Al-Qur’an


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
َ َ َ َ َ ً َّ َ َ َّ ُ َ ْ ُ ْ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ
‫ض َعل ْي ِه‬ ‫ فعر‬، ‫ب – صىل هللا عليه وسلم – القرآن كل ع ٍام مرة‬ ِّ ِ ‫الن‬ ‫كان يعرض عىل‬
َْ ‫ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ َّ َ َ ْْ ً َ ْ َ َ َ ْْ َ ن‬ َّ َ ْ ‫َ َّ َ ْ ن ِن‬
‫شين ِف الع ِام‬
ِ ‫ وكان َّ يعت ِك ُف كل ع ٍام عشا فاعتكف ِع‬، ‫مرت ْ ِي ِف الع ِام ال ِذى ق ِبض‬
‫يه‬ َ ‫ال ِذى قب‬
ِ ‫ض ِف‬ ِ
“Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam).
Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia dua kali khatam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pula
beri’tikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau
beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari, no. 4998)

Keempat: I’tikaf
Dalam hadits muttafaqun ‘alaihdisebutkan,
َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ ْ َ ْ َ
‫اَّلل ْبن ُع َم َر – ن‬
‫اَّلل – صىل هللا عليه وسلم‬
ِ ‫عنهما – ق َال كان رسول‬ ‫رض هللا‬ ِ ِ ‫عن عب ِد‬
َ َ َ َ ْ َ َ َ ْْ َ ْ ُ َ ْ َ
‫– يعت ِكف العش األو ِاخر ِمن رمضان‬
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. (HR. Bukhari, no. 2025; Muslim, no.
1171)
Mengenati aturan i’tikaf disebutkan dalam ayat,
َ َ ْ ‫َ َ ُ َ ْ ُ ُ َّ َ َ ْ ُ ْ َ ُ َ ن‬
‫اج ِد‬
ِ ‫اشوهن وأنتم ع ِاكفون ِ يف المس‬ ِ ‫وَل تب‬
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid“(QS. Al-Baqarah: 187).

Sumber https://rumaysho.com/17508-puasa-bawa-berkah.html
Sumber https://rumaysho.com/17508-puasa-bawa-berkah.html

Sumber https://rumaysho.com/17508-puasa-bawa-berkah.html

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu


Dikabulkannya Do’a
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫سلِم‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ل‬
ّ ِ ‫و ِإن ِل ُك‬,
َ ‫ان‬
َ ‫ض‬
َ ‫م‬ َ ‫ش ْه ِر َر‬َ ‫ار فِى‬ ِ ‫ن الن‬ َ ‫اء ِم‬
َ ‫ِإن ِللّهِ فِى ُك ِّل َي ْوم عِ ْت َق‬
‫ب ل َُه‬ ُ ‫س َت ِج ْي‬
ْ ‫ع َوة َي ْد ُع ْو ِب َها َف َي‬ْ ‫د‬َ
”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan
Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ع َو ُة‬
ْ ‫د‬
َ ‫ِل َو‬
ُ ‫ام ا ْل َعاد‬
ُ ‫م‬َ ‫الإ‬
ِ ‫ط َر َو‬
ِ ‫ِم َحتى ُي ْف‬ ُ ‫م الصائ‬
ُ ‫ع َو ُت ُه‬
ْ ‫د‬
َ ‫ثَلاَثَة لاَ ُت َرد‬
ِ‫م ْظلُوم‬
َ ‫ا ْل‬
“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan
do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa
disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia
dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan
bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan
dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin
lainnya.”[9]

Catatan #01
Tidak Boleh Berkata, “Aku Sudah Berdoa Lalu Tidak Terkabul”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
َ ‫يل َيا َر ُس‬
‫ول‬ َ ‫ ق‬.» ‫يعة َرحم َما َل ْم َي ْس َت ْعج ْل‬ َ ‫اب ل ْل َع ْب ِد َما َل ْم َي ْد ُع بإ ْثم َأ ْو َقط‬ ُ ‫َال َي َز‬
ُ ‫ال ُي ْس َت َج‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ ُ َُ َ َ ُ َ ْ ِ
ُ ‫ول َق ْد ِ َد َع ْو ُت َو َق ْد َد َع ْو ُت َف َل ْم َأ َر َي ْس َتج‬
ُ‫يب ِل َف َي ْس َت ْح ِش‬ ‫ق‬ ‫ي‬ : ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ال‬ ‫ج‬ ‫ع‬ْ ‫اَّلل َما ِاالست‬
ِ
َّ
ِ ِ ِ
ُّ ُ َ َ َ َ ْ
‫ِعند ذ ِلك َو َيدع الد َع َاء‬
“Doa seorang hamba akan senantiasa dikabulkan, selama dia berdo’a bukan untuk keburukan atau
memutus tali silaturahim dan selama dia tidak tergesa-gesa dalam berdo’a. Kemudian seseorang bertanya,
‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud tergesa-gesa dalam berdoa?’ Kemudian Rasulullah menjawab, yaitu
seseorang yang berkata, ‘Sungguh aku telah berdo’a dan berdo’a, namun tak juga aku melihat do’aku
dikabulkan’, lalu dia merasa jenuh dan meninggalkan do’a tersebut.” (HR. Muslim, no. 2735)
Yang dimaksud di sini adalah ia memutus doa. Teladanilah malaikat, di mana dalam ayat disebutkan,
َ ُ ْ َ ْ َ ََ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ ْ َ َ َْ َ
ْ ‫األ‬ َ ‫الس َم‬
َّ ‫َو َل ُه َم ْن ن‬
‫شون‬ِ ‫ح‬‫ت‬‫س‬ ‫ي‬ ‫َل‬‫و‬ ‫ه‬‫ت‬‫اد‬
ِِ ِ‫ب‬‫ع‬ ‫ن‬‫ع‬ ‫ون‬‫ي‬ِ ‫ك‬‫ت‬‫س‬‫ي‬ ‫َل‬ ‫ه‬‫د‬‫ن‬‫ع‬ِ ‫ن‬‫م‬‫و‬ ‫ض‬
ِ ‫ر‬ ‫و‬ ‫ات‬
ِ ‫او‬ ‫ف‬
‫ِي‬
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya,
mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” (QS. Al-
Anbiya’: 19). Maksudnya adalah malaikat tidak berputus asa dari berdoa. Yang kita bisa ambil contoh
adalah kita juga hendaknya terus menerus dalam berdoa dan terus menaruh harapan terkabulnya. (Syarh
Shahih Muslim, 17:47)

Catatan #02
Menghadirkan Hati Ketika Memanjatkan Doa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ َ َْ ْ ً َ ُ ُ َ ْ َ َ َ َّ َّ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َّ ُ ْ
‫اإلجاب ِة واعلموا أن اَّلل ال يست ِجيب دعاء ِمن قل ٍب غ ِاف ٍل ال ٍه‬
ِ ‫وقنون ِب‬
ِ ‫ادعوا اَّلل وأنتم م‬
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak
mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi, no. 3479. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan.)

Catatan #03
Menyanjung Allah Lalu Berdoa

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ada seorang Arab Badui menghadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Ajarkanlah kepadaku suatu kalimat yang aku bisa
mengucapkannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah: LAA ILAHA ILLALLAH
WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, ALLAHU AKBAR KABIIRO, WALHAMDULILLAHI KATSIROO, WA
SUBHANALLAHI ROBBIL ‘ALAMIN, WA LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAHIL ‘AZIZIL HAKIM
(Artinya: Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang banyak, Maha Suci Allah Rabb semesta alam,
serta tidak ada daya dan upaya kecuali bersama Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).”
Orang Arab Badui itu berkata, “Itu semua untuk Rabbku, lalu manakah untukku?” Beliau menjawab,
“Ucapkanlah: ALLAHUMMAGHFIR LII WARHAMNII WAHDINII WARZUQNII (Artinya: Ya Allah, ampunilah
aku, rahmatilah aku, berilah aku hidayah).” (HR. Muslim, no. 2696)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizahullah menyatakan bahwa disunnahkan untuk berdzikir dan
menyanjung Allah sebelum doa. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Arab Badui
tersebut sanjungan kepada Allah dahulu sebelum doa. Ini yang disebut at-takhliyyah qabla at-tahliyyah,
membersihkan dahulu sebelum menghiasi dan mengisi. (Lihat Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-
Shalihin. 2:448.)

Catatan #04
Bershalawat kepada Nabi Saat Berdoa

Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ada tiga tingkatan dalam bershalawat saat doa:
a- Bershalawat sebelum memanjatkan doa setelah memuji Allah.
b- Bershalawat di awal, pertengahan dan akhir doa.
c- Bershalawat di awal dan di akhir, lalu menjadikan hajat yang diminta di pertengahan doa.
Mengenai perintah bershalawat saat akan memanjatkan doa disebutkan dalam hadits Fudholah bin
‘Ubaid, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang memanjatkan doa
dalam shalatnya, lalu ia tidak memanjatkan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun
berkata, “Orang ini terlalu tergesa-gesa dalam doanya.” Kemudian beliau memanggilnya lalu menegurnya
atau mengatakan kepada lainnya, “Jika salah seorang di antara kalian berdoa, maka mulailah dengan
memuji Allah, menyanjung-Nya, lalu bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mintalah
doa yang diinginkan.” (HR. Tirmidzi, no. 3477 dan Abu Daud, no. 1481. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan
bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir menilai sanad hadits tersebut hasan.)
Ibnul Qayyim menyatakan pula bahwa membaca shalawat pada saat berdoa, kedudukannya seperti
membaca Al-Fatihah dalam shalat. Jadi pembuka doa adalah shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Untuk shalat, pembukanya adalah dengan bersuci.
Ahmad bin Abu Al Hawra’ pernah mendengar Abu Sulaiman Ad-Daraniy berkata, “Siapa yang ingin
memanjatkan hajatnya kepada Allah, maka mulailah dengan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu mintalah hajatnya. Kemudian tutuplah doa tersebut dengan shalawat kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena shalawat kepada beliau akan membuat doa
tersebut maqbulah (mudah diterima).” (Jalaa’ Al-Afham, hlm. 335-336).
Dari Zirr, dari ‘Abdullah, ia berkata, “Aku pernah shalat dan kala itu Abu Bakr dan ‘Umar bersama dengan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika aku duduk, aku memulai doaku dengan memuji Allah, lalu
bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku berdoa untuk diriku sendiri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Mintalah, engkau akan diberi. Mintalah, engkau akan
diberi.” (HR. Tirmidzi, no. 593. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan.)
‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,
َ َ َ َ ‫َ َ ْ َ ُ ْ ُ َْ ْ ٌ َ ََّ ُ َ ى‬ َ َ َ َّ َ‫َّ ُّ َ َ َ ْ ُ ٌ َ ْ ن‬
‫صىل‬- ‫ىل َعىل ن ِب ِّيك‬‫ض ال يصعد ِمنه شء حب تص‬ ِ ‫ر‬ْ ‫األ‬‫ِإن الدعاء موقوف ب ْي السم ِاء و‬
-‫هللا عليه وسلم‬
“Sesungguhnya doa itu diam antara langit dan bumi, tidak naik ke atas hingga engkau bershalawat
kepada Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi, no. 486. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits
ini hasan.)

Catatan #05
Cara Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya.
Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa,
‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang
haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka
bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?” (HR. Muslim, no. 1015)
Ada dua cara mengangkat tangan ketika berdoa secara umum yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-
Hambali:
1- Mengangkat tangan dengan menjadikan bagian punggung telapak tangan diarahkan ke arah kiblat,
sambil yang berdoa menghadap kiblat, sedangkan bagian dalam telapak tangannya diarahkan ke arah
wajah. Riwayat cara ini adalah dari contoh doa istisqa yang dipraktikkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
2- Mengangkat kedua tangan dengan menjadikan bagian dalam telapak tangan dihadapkan ke langit,
lantas punggung telapak tangan dihadapkan ke bumi. Ada riwayat seperti dari Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah,
dan Ibnu Sirin. Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:271-272.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ ْ َّ ‫ث َأ ْغ َِ َي َي ُم ُّد َي َد ْيه إ َِل‬
‫الس َ َم ِاء َيا َر ِّب َيا َر ِّب َو َمط َع ُمه‬
َ َ ْ َ َ َ َّ ُ ُ َ ُ َّ َ َ َ َّ ُ
‫ثم ذكر الرجل ي ِطيل السفر أشع‬
ِ
َ َ ُ َ َ ْ ُ َّ‫َ َ ٌ َ َ ْْ َ ُ ُ َ َ ٌ َ َ ْ َ ُ ُ َ َ ٌ َ ُ َ ْ ِ َ َ َ ن‬
‫حرام ومشبه حرام وملبسه حرام وغ ِذى ِبالحر ِام فأّن يستجاب ِلذ ِلك‬
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama
berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang
itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal,
makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan
diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?”
(HR. Muslim, no. 1015)
Bagaimanakah cara mengangkat tangan tersebut?

Ada dua cara mengangkat tangan ketika berdoa secara umum yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-
Hambali:
Pertama, mengangkat tangan dengan menjadikan bagian punggung telapak tangan diarahkan ke arah
kiblat, sambil yang berdoa menghadap kiblat, sedangkan bagian dalam telapak tangannya diarahkan ke
arah wajah. Riwayat cara ini adalah dari contoh doa istisqa yang dipraktikkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Kedua, mengangkat kedua tangan dengan menjadikan bagian dalam telapak tangan dihadapakan ke
langit, lantas punggung telapak tangan dihadapkan ke bumi. Ada riwayat seperti dari Ibnu ‘Umar, Abu
Hurairah, dan Ibnu Sirin.
Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam karya Ibnu Rajab Al-Hambali, 1: 271-272, Penerbit Muassasah Ar-
Risalah.

Sumber https://rumaysho.com/15367-dua-cara-mengangkat-tangan-ketika-berdoa.html

Catatan #06
Bentuk Tawassul dalam Doa

1. Tawassul dengan menyeru nama dan sifat Allah seperti: Yaa Rabbi, Yaa Hayyu Yaa Qayyum.
2. Tawassul dengan menyebut amalan shalih yang terbaik.
3. Tawassul dengan perantaraan doa orang shalih yang masih hidup.

Catatan #07
Adab-Adab Berdoa Lainnya

1. Percaya kepada janji Allah bahwa doa itu terkabul.


2. Memilih waktu terbaik untuk berdoa.
3. Benar-benar merasa membutuhkan Allah.
4. Menghadap kiblat.
5. Berdoa dalam keadaan suci.
6. Mengangkat tangan saat berdoa.
7. Dahului dengan taubat dan istigfar, seperti doa Nabi Yunus ‘alaihis salam yang mengakui
kezalimannya terlebih dahulu: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH
ZHAALIMIIN (Artinya: Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, Mahasuci
Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang berbuat aniaya).
8. Meminta dengan penuh pengharapan yang besar dan rasa takut.
9. Bertawassul dengan nama dan sifat Allah.
10. Mendahului doa dengan sedekah.
11. Memilih doa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Sumber https://rumaysho.com/16893-7-catatan-mengenai-adab-doa.html

Sumber https://rumaysho.com/401-semangat-di-bulan-ramadhan.html

Anda mungkin juga menyukai