Anda di halaman 1dari 13

STUDI EKSPLORASI MANDIRI (SAR7135)

PUSAT SENI KONTEMPORER DI BANJARBARU


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KENNY CHRIS IMANTAKA DAU


1710812110010

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
JANUARI 2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Arsitektural Pusat Seni


2.1.1 Pengertian Pusat Seni
Pusat Seni berarti suatu tempat yang dijadikan sumber terhadap kegiatan – kegiatan yang
saling berhubungan dalam berbagai macam cabang seni untuk pertunjukan, berkumpul, latihan, dan
pendidikan seni. Pusat seni secara harfiah terdiri dari gabungan kata pusat dan seni itu sendiri,
berikut definisi dari arti kata pusat dan seni :

• Definisi pusat menurut KBBI (KBBI, 2020) : Menurut kamus Bahasa Indonesia, pengertian
pusat adalah mengumpulkan pada suatu tempat, pokok yang menjadi tumpuan
• Definisi seni dalam Everyman’s Encyclopaedia (Everyman's Encyclopaedia, 1913) : Menurut
poin yang terdapat dalam Everyman’s Encyclopaedia seni adalah suatu hal yang dilakukan
oleh individu maupun kelompok, bukan atas kebutuhan pokoknya, melainkan kepuasan
pribadi dan kebutuhan spiritual.

2.1.2 Fungsi Pusat Seni


Pusat seni memiliki fungsi untuk mewadahi berbagai macam aktivitas yang berhubungan
dengan seni, mulai dari pameran, pertunjukan, hingga pengembangan minat dan bakat seni
(Ershandita, 2019).
Pusat seni secara umum memiliki fungsi untuk :

1. Sebagai tempat para seniman untuk menghasilkan karya


2. Sebagai sarana edukasi dikalangan masyarakat
3. Sebagai wadah wisata kesenian
4. Sebagai tempat komunitas seni
5. Wadah apresiasi (pameran)

2.1.3 Ciri Khas Seni Kontemporer


Seni Kontemporer memiliki ciri yang bebas dan tidak dikotomi berdasarkan cabang seninya,
sehingga cenedrung berkolaborasi antar cabang seni yang ada.

• Menurut Sumartono (Sumartono, 2000) dalam bukunya, dapat disimpulkan bahwa seni
kontemporer dibawakan dengan semangat pluralisme ( keberagaman ) sehingga orientasi
bebas tersebut memunculkan media – media seni baru secara non – konvensional, yang
memberikan pandangan baru pada dunia seni .
• Dari poin yang ada dalam jurnal ini (Isnanta, 2016) menunjukan bahwa Seni Pertunjukan (
Performance Art ) adalah salah satu seni kontemporer yang menunjukan bahwa Performance
Art adalah hasil kombinasi dari berbagai macam bentuk seni, mulai dari seni rupa, peran,
hingga musik.

Ciri-ciri seni kontemporer menurut Ramdhani dan Citra (Ramadhani, 2017):


1. Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater,
musik, anarkis, hingga aksi politik.
2. Konsep penciptaannya tetap berbasis pada sebuah filosofi, tetapi jangkauan penjabaran
visualisasinya tidak terbatas.

1
3. Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu dan aturan-aturan zaman dahulu, tetapi
berkembang sesuai zaman.
4. Mempunyai gairah dan moralistic yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai
tesis.
5. Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan sebagai
aktualitas berita yang fashionable.
6. Mengutamakan jenis seni media baru seperti instalasi, performance, fotografi, video, seni
serat dan menerima seni kriya dan seni popular.

2.1.4 Pelaku Aktivitas dan Kegiatan Pusat Seni


Pelaku aktivitas dalam pusat seni menunjukan keterkaitan antara jenis pelaku dan kegiatan.
Pelaku utama dalam aktivitas pusat seni adalah para seniman dan masyarakat umum selaku
pengunjung maupun pelaku seni. Seniman menurut KBBI adalah orang yang memiliki talenta dan
berhasil mewujudkan hingga menggelarkan karya seninya (pelukis, penyair, penyanyi, dan
sebagainya).

No Jenis Keterangan Waktu

1 Staff • Pengelola Tetap


• Pegawai Cafetaria
• Pegawai Perpustakaan
• Staff pengajar
• Staff kebersihan
• Petugas Parkir
• Satpam
• Staff pengelola

2 Pengunjung • Pengunjung umum Temporer


• Anak - anak bimbingan
kursus
• Seniman
• Komunitas Seni

Tabel 2.1 Pelaku aktivitas


Sumber: Analisis penulis

2.1.5 Persyaratan Umum Area Display


Area display adalah ruang yang berada pada ruang pameran, yang memfasilitasi aktivitas
pengunjung untuk menyaksikan berbagai macam karya seni, khususnya seni rupa (lukisan, patung,
instalasi).

2
Gambar 2.2 Ruang Display
Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Berdasarkan buku “Data Arsitek Jilid II” (Neufert, Data Arsitek Jilid II, 2005), besarnya ruang
tergantung karya yang terdapat pada bagian display, terutama lukisan. Sudut pandang normal
adalah 540 atau 270, yang diberikan cahaya yang cukup dari 10 m = 4,9 m.

Gambar 2.3 Standar Ruang Pameran


Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Tempat untuk menggantung lukisan yang baik adalah antara 300 dan 600 pada ketinggian 6,7 m atau
2,13 m untuk lukisan dengan Panjang 3,04 m sampai 3,65 m (Neufert, Data Arsitek Jilid II, 2005).

2.1.6 Persyaratan Umum Ruang Baca & Ruang Latihan Teater


Area baca adalah ruang yang difungsikan untuk memfasilitasi aktivitas membaca, yang juga
digunakan sebagai tempat penyimpanan buku.

Gambar 2.4 Jarak lorong antar lemari buku


Sumber: Data Arsitek Jilid 2

3
Gambar 2.5 Tinggi lemari buku anak
Sumber: Data Arsitek Jilid 2

Lorong sempit pada area baca memiliki lebar 1,3 m , dengan sirkulasi pengunjung memiliki total
lebar 1,5 m hingga 2,3 m sebagai sirkulasi yang baik (Neufert, Data Arsitek Jilid II, 2005).

Kegiatan-kegiatan pada museum dilakukan oleh pelaku kegiatan yang beraktivitas pada
museum. Menurut Direktorat Museum (Direktorat Museum, 2008), pelaku kegiatan museum dibagi
menjadi dua kategori, yaitu:

a. Pengelola, yaitu petugas yang berada dan melaksanakan tugas museum dan dipimpin oleh
seorang kepala museum yang memimpin dua bagian yaitu bagian administrasi dan bagian teknis.

b. Pengunjung, yaitu orang yang mengunjungi museum dan dikategorikan berdasarkan intensitas
kunjungannya (pengunjung rutin dan pengunjung baru) serta berdasarkan tujuannya (pelaku
studi, bertujuan tertentu, dan pelaku rekreasi).

Ruang latihan teater adalah ruang yang difungsikan sebagai tempat latihan berbagai macam
cabang seni pertunjukan. Pertunjukan yang dapat dilakukan berhubungan dengan seni pertunjukan,
yang memiliki unsur seni audio visual.

Gambar 2.6 Ruang Latihan Pertunjukan


Sumber: Data Arsitek Jilid 2

2.2 Tinjauan Konsep


2.2.1 Konsep Character
Menurut William dan Steven (Pena & A. Parshall, 2001) dalam buku “Problem Seeking Fourth
Edition”, konsep karakter adalah konsep yang didasarkan pada citra yang ingin diproyeksikan oleh
klien berdasarkan identifikasi variabel dan nilai yang terkandung dalam proyek.

4
Gambar 2.7. Konsep programatik (karakter)
Sumber: Analisis penulis

Konsep programatik yang diterapkan mengidetifikasi karakter perancangan berdasarkan


variabel dan nilai yang didapatkan dari proyek perancangan. Variabel utama dalam perancangan
adalah seni, yang didalamnya terdapat variabel lain seperti nilai kreatifitas, komunitas, hiburan,
edukasi, dengan wajah yang universal, atau dapat diterima oleh semua kalangan. Berdasarkan hal
tersebut karakter kontemporer adalah hasil proyeksi dari nilai – nilai yang terkandung dalam proyek
pusat seni ini.

Salah satu alasan yang ada karena karakter kontemporer juga mudah diterima oleh anak-anak,
seperti yang ditulis oleh Andrew dan Clark (Sherman & Clark, 2010) dalam buku “Contemporary Art
for Contemporary Children”, yang menegaskan bahwa hasil karya dari seorang anak di usia dini
cenderung mengarah ke seni yang murni dari imajinasi anak, entah mengarah ke tokoh karakter,
lukisan abstrak yang mengarah ke bentuk keadaan masa sekarang yang sesuai kebiasaan mereka.
Karakter kontemporer tersebut adalah hasil proyeksi dari nilai – nilai yang terkandung dalam proyek
tersebut. Richard (Weinstein, 1994) berpendapat bahwa seni kontemporer memberikan kontinuitas
yang menyenangkan dalam pengalaman manusia, dengan menggunakan pengalaman personal
dalam merancang, sehingga tercipta suatu karya yang metaforis, mulai dari bentuk dan tekanan, yang
menyimbolkan situasi yang ingin mereka capai.

2.2.2 Teori Metafora


Metafora terdiri dari 3 jenis, dan memiliki parameternya masing – masing, yaitu metafora tak
teraba, metafora terukur dan metafora kombinasi. Metafora teraba (tangible metaphor), memiliki
artian sebagai makna visual yang wujud nyatanya menyerupai asli dan dapat dirasakan secara visual
dan material. Metafora tak teraba (intangible metaphor), memiliki makna berupa ide tersirat dengan
wujud yang abstrak. Sedangkan metafora kombinasi adalah salah satu bentuk metafora yang pada
awalnya adalah kombinasi dari metafora tak teraba dan teraba, yang menyamakan suatu objek
dengan subjek/objek lainnya, dengan memiliki nilai konsep yang sama dengan output visualnya.
Berdasarkan hal tersebut, menurut James C.Snyder, dan Anthony J. Cattanese dalam penelitian

5
Ashadi (Ashadi & Mundhi, 2020) , metafora merupakan identifikasi terhadap pola-pola dari
hubungan paralel secara abstrak dan tidak literal seperti metode analogi.

2.3 Studi Kasus


2.3.1 Sanmen Jiantiao Dafu Kindergarten

Gambar 2.8 Sanmen Dafu Kindergarten


Sumber : Archdaily.com

Dafu Kindergarten adalah sebuah sekolah anak usia dini, yang berlokasi di Sanmen, Taizhou.
Sanmen adalah kota kecil yang tenang dan indah, yang berada dekat dengan laut. Maka dari itu, sang
perancang menerapkan konsep bertemakan marine (laut) secara sederhana dalam proses
perancangannya. Pada saat menganalisis topografi lahan, masalah yang dialami adalah, bagaimana
cara merancang bangunan yang dapat menampung berbagai macam aktivitas anak, mulai dari kelas
pembelajaran dengan jumlah minimal 15 kelas, hingga ruangan bersama (Sanmen Jiantiao Dafu
Kindergarten / Think Logic Design, 2020). Permasalahan yang ingin diselesaikan adalah bagaimana
cara merancang suatu kawasan, dengan mempertimbangkan unsur tematik kota, yang
mengintegrasikan laut dalam desain agar tercipta ruang yang nyaman dan aman, sehingga dapat
menjelaskan pertumbuhan anak.

Bentuk awal yang diterapkan terhadap desain adalah bentuk bangunan dengan taman hijau
yang saling berhubungan satu sama lain, dengan alur menurun. Yang menghasilkan area hijau
sebagai pusat dari bangunan utama, dengan didominasi oleh softscape dengan tujuan untuk
menghubungkan aktivitas anak- anak secara langsung dengan alam. Selain sebagai area pencahayaan
alami, area hijau tersebut juga memberikan anak – anak untuk berjalan secara alami dengan
mempertimbangkan kenyamanan dan keamanannya.

Gambar 2.9 Konsep Bentuk Bangunan


Sumber : Archdaily.com

6
Gambar 2.10 Skema Desain Bentuk
Sumber : Archdaily.com

Desain utama yang diterapkan, mendeskripsikan budaya lokal kawasan, yaitu budaya laut yang
merupakan budaya yang sudah dekat dengan manusia sejak ribuan tahun lalu. Orientasi massa
bangunan bagaikan dek kapal yang sedang menghadap laut, seolah anak – anak siap berlayar menuju
laut bebas, dan menjadikan dek kapal tersebut wilayah yang aman bagi anak – anak dengan bentuk
solidnya.

Gambar 2.11 Dek kapal

Sumber : Archdaily.com

Untuk memastikan keselamatan anak-anak secara maksimal, taman mengadopsi sistem arus
lalu lintas yang memisahkan orang dan kendaraan serta memisahkan gerakan dan statika. Pintu
masuk pejalan kaki adalah tempat berkumpul yang luas, di mana anak-anak mengucapkan selamat
tinggal kepada orang tua mereka dan berjalan ke taman. Yang mereka lihat adalah ruang halaman
hijau tengah berbentuk lingkaran oval. Sebagai area yang paling tidak dapat diabaikan di seluruh
taman, ini memiliki efek memperkuat aglomerasi dan merupakan inti bagian dalam bangunan.

Untuk memaksimalkan keselamatan anak – anak, taman menerapkan sistem arus lalu lintas
yang terpisah, antara orang dan kendaraan. Pada area pintu masuk terdapat wilayah pejalan kaki
yang cukup luas dan dapat dijadikan tempat berkumpul, dimana anak – anak mengucapkan selamat
tinggal kepada orang tua mereka dan berjalan ke taman. Taman berbentuk oval tersebut merupakan
inti dari bangunan dan yang paling tidak dapat diabaikan dari seluruh wilayah taman lainnya.

2.3.2 Children Performing Art Center


Art Plus yang berada di Beijing, China merupakan suatu pusat pertunjukan seni anak yang
tidak hanya sekedar untuk latihan balet, musik dan piano saja, namun juga terdapat ruang teater
untuk panggung pertunjukan dan ruang lain yang memiliki banyak fungsi. Ruang - ruang tersebut

7
dibuat dengan bentuk yang beragam seperti pondok berbentuk unik, sehingga anak-anak bebas
bereksplorasi dan membuka imajinasi anak (architectmagazine, 2017).

Seni terdiri dari berbagai macam bidang, mulai dari seni rupa, seni musik, seni tari dan
lainnya. Dari berbagai macam bidang seni tersebut, terdapat suatu bidang seni yang memerlukan
konsentrasi dan ketenangan yang cukup, seperti seni rupa. Maka permasalahan yang harus
diselesaikan dari art center ini salah satunya adalah kebisingan. Anak – anak usia dini biasanya sering
menimbulkan keributan ketika sedang bermain maupun belajar, maka agar efek kebisingan tersebut
pecah ke seluruh bagian bangunan, maka diperlukan strategi yang tepat dalam penangananya. Selain
kebisingan, permasalahan lain yang ingin diselesaikan adalah faktor keamanan anak, maka
diperlukan pemilihan material yang aman bagi tubuh anal, karena anak – anak cenedrung banyak
beraktivitas pada usia dini (architectmagazine, 2017). Kebisingan merupakan suatu hal yang perlu
dipertimbankan, dan yang perlu diterapkan adalah metode apa yang perlu diterapkan sebagai
peredam suara tersebut. Dan salah satu solusinya adalah membagi ruang dengan memberikan huts
atau pondok dengan berbagai bidang bentuk di dalam ruang tersebut, sehingga bentuk pondok
tersebut mencegah transmisi suara melalui tipologi bentuk tersebut. Untuk ruang yang saling
berhubungan dan membutuhkan kualitas suara yang cukup baik, maka dindig di lapisi dengan panel
akustik khusus.

Dalam segi keamanan, dalam penggunaan material kaca pun perlu diperhatikan, dengan
memanfaatkan double layered atau menggunakan tempered glass, untuk meminimalisir kejadian
kecelakaan. Material lantai yang digunakan adalah material yang dapat meminimalisir rasa sakit
anak ketika terjatuh, jadi material yang tepat digunakan adalah PVC based, yang juga dapat mencegah
anak-anak terpeleset ketika beraktivitas.

Gambar 2.12 Material Interior


Sumber : architectmagazine.com

Gambar 2.13 Strategi Desain


Sumber : architectmagazine.com

8
2.3.3 Ice Rink of Liège

Gambar 2.14 Ice Rink of Liege


Sumber : Archdaily.com

Ice Rink merupakan suatu gelanggang olahraga yang digunakan untuk Ice Skate yang
berlokasi di Liege, Belgium. Bangunan ini salah satu contoh dari bangunan yang menggunakan
prinsip metode metafora teraba/terukur. Dimana bangunan ini mengambil bentuk dunia es. Yang di
dalamnya terdapat monster laut, yang diibaratkan sebagai ikan paus yang terbuat dari 200.000 kulit
alumunium (Ice Rink of Liège / L'Escaut Architectures + BE Weinand, 2013).

Gambar 2.15 Fasad Bangunan Ice Rink


Sumber : Archdaily.com

Akses utama menuju tempat parkir terletak di ujung sebagai identitas dari penunjuk lokasi
menuju arena olahraga. Akses utama ini ditutupi oleh kubah melengkung, dimana fasad
menggambarkan susunan sisik sebagai kulit bangunan. Akses parkir ini menggambarkan masa
dimana ketika mobil dianggap sebagai ratu dalam sebuah perencanaan kota di Liege pada tahun 70-
an.

9
Gambar 2.16 Ambience Interior Ice Rink
Sumber : Archdaily.com

Setibanya di foyer, seluruh arena dan volume bangunan terlihat melalui selaput dinding yang
transparan. Melalui foyer, kita sudah bisa melihat berbagai aktivitas olahraga es yang ada. Foyer ini
menggambarkan kita sedang berada di perut paus dan siap meluncur menuju dunia es. Ruang
interior yang dirancang berfokus kepada inti permasalahan yang ingin diselesaikan yaitu
fungsionalitas dan kegembiraan. Material dan tekstur yang digunakan dibuat agar bisa lebih
menyesuaikan agar dapat menjaga suhu yang pas untuk olahraga es, warna yang digunakan adalah
warna alami dari alumunium maupun logam dan menggunakan lampu dengan penerangan berwarna
putih pada seisi ruangan entrance, yang terkesan monokromatik dan luas.

2.3.4 Kesimpulan Studi Kasus


Tabel 2.1 Kesimpulan studi kasus
No. Studi Kasus Permasalahan Strategi Desain
Arsitektur
1 Sanmen Jiantio Dafu Bagaimana cara Tema budaya laut
Kindergarten merancang bangunan diterapkan dengan
dan kawasan yang menggunakan metode
mengidentifikasi suatu analogi bentuk dan
karakter dan tema yang metafora, sehingga nilai
diinginkan ? arsitektur dari suatu
bangunan dapat sesuai
dengan tematik kawasan.
Dengan menggunakan
metode tersebut, mulai
dari bentuk hingga interior
bangunan dapat
meningkatkan daya
imajinasi anak dan
keamanan anak.

2 Children Performing Seni terdiri dari Permasalahan kebisingan


Art Center berbagai macam bidang, maupun keamanan dan
mulai dari seni rupa, kenyamanan anak dapat

10
seni musik, seni tari dan diselesaikan dengan baik,
lainnya. Dari berbagai terutama solusi yang
macam bidang seni diterapkan dalam
tersebut, terdapat suatu melakukan peredaman
bidang seni yang suara. Solusi dapat
memerlukan dijadikan strategi desain
konsentrasi dan yang memiliki nilai
ketenangan yang cukup, arsitektur, dapat dilihat
seperti seni rupa. dari metodenya yaitu
Bagaimana cara ruang di dalam ruang.
menjaga ketenangan Ruang – ruang tersebut
dan kenyamanan hal berbentuk hut ( rumah)
tersebut? yang dijadikan sebagai
solusi kebisingan sekaligus
konsep ruang yang
memiliki nilai estetika.
3 Ice Rink of Liege Bagaimana cara Bangunan mengambil
merancang dengan bentuk dunia es sebagai
menggunakan metode output visual dan material
metafora terukur yang digunakan pada kulit
dengan memperhatikan dan interior bangunan.
nilai karakter dunia es? Pada bagian entrance
masuk terlihat secara jelas
bahwa bentuknya
terinspirasi dari kepala
ikan paus, sebagai monster
laut yang tercipta dari
200.000 rangka
alumunium.

11
DAFTAR PUSTAKA

architectmagazine. (2017, Agustus 9). Dipetik November 17, 2020, dari architectmagazine.com:
https://www.architectmagazine.com/project-gallery/art-children-performing-art-center

Ashadi, & Mundhi, P. (2020). Kajian Konsep Arsitektur Metafora pada Bangunan Tingkat Tinggi. Jurnal
Arsitektur Zonasi, 3(2), 220-232.

Ershandita, O. (2019). Pusat Seni dan Budaya di Sriwedari. Dasar Program Perencanaan dan Perancangan
Arsitektur. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Everyman's Encyclopaedia. (1913). London: E.P. Dutton & co.

Ice Rink of Liège / L'Escaut Architectures + BE Weinand. (2013, Agustus 16). Dipetik 1 2, 2020, dari
https://www.archdaily.com/416177/ice-rink-of-liege-l-escaut-architectures-be-weinand

Isnanta, S. D. (2016). Fusi Seni dan Teknologi Mendorong Metamorfosis Bentuk Karya Seni Rupa. Brikolase
Jurnal Kajian Teori, Praktik dan Wacana Seni Budaya Rupa.

KBBI. (2020, Desember 1). pusat. Diambil kembali dari KBBI: https://kbbi.web.id/pusat

Neufert, E. (2002). Data Arsitek Jilid II. Jakarta: PT Erlangga.

Neufert, E. (2005). Data Arsitek Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Pena, W. M., & A. Parshall, S. (2001). Problem Seeking Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Ramadhani, C. C. (2017). Penyadaran Berekspresi dalam Estetika Seni Rupa Kontemporer. Seminar
Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi ( Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan
Desain)”, 139-146.

Sanmen Jiantiao Dafu Kindergarten / Think Logic Design. (2020, November 12). Dipetik November 17,
2020, dari Archdaily.com: https://www.archdaily.com/951170/sanmen-jiantiao-dafu-
kindergarten-think-logic-design

Sherman, G., & Clark, A. (2010). Contemporary Art for Contamporary Kids. Sherman Contemporary Art
Foundation.

Sumartono. (2000). Peran Kekuasaan dalam Seni Rupa Kontemporer Yogyakarta. Yogyakarta: Yayasan
Seni Cemeti.

Tutt, P., & Adler, D. (1979). New Metric Handbook. London: The Architectural Press.

Weinstein, R. (1994). Morphosis: Buildings and Projects. Dalam R. Weinstein, Morphosis: Buildings and
Projects (hal. 13). London: Rizzoli; 1st edition.

Anda mungkin juga menyukai