HUKUM LINGKUNGAN
Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H
Oleh :
TOMU AUGUSTINUS PASARIBU
NIM : 1902190075
PROGRAM STUDI
MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA
2021
2
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................11
BAB II BAB II PEMBAHASAN..................................................................13
A. Hukum Administrasi Negara................................................................13
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara...........................................13
2. Mekanisme Pembuatan Perpu Sesuai dengan HAN........................15
3. Mekanisme Pencabutan Perpu sesuai HAN....................................19
4. Implikasi dari HAN dalam Hal Perpu ................................................28
5. G........................................................................................................12
6. F...........................................................................................................2
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN........................................................37
A. Kesimpulan......................................................................................37
B. Saran ..............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................42
ii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia
dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada
seorang akademisi itu sama dengan rumusan normative dalam Pasal 1 butir 1
Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun 2009 No. 140, yang untuk
“kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
lain”. Rumusan dalam UUPPLH tersebut juga sama dengan rumusan undang-
ekologi. Inti permasalahan lingkungan hidup ialah hubungan timbal balik antara
1
Munadjat Danusaputro, 1985, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Jakarta,
hlm.67.
2
N.H.T Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,
Jakarta, Erlangga, hlm. 4.
Apabila hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
disebut ekosistem. Karena lingkungan terdiri dari komponen hidup dan tak
hidup, maka ekosistem pun terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup
(1) Lingkungan alam; (2) Lingkungan buatan; dan (3) Lingkungan sosial
budaya.
Ketiga jenis lingkungan tersebut berada dalam suatu ekosistem besar yang
system) di planet bumi yang merupakan bagian dari sistem planet jagat raya
yang berpusat pada matahari sebagai sumber energi dan daya gerak sistem. 4
3
Muhammad Akib, 2014, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 3.
4
Daud Silalahi, 2001, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegadakan Hukum Lingkungan di
Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 4.
5
Muhammad Akib, Op.cit., hlm. 4.
Manusia mengandalkan sumber daya alam untuk dapat memenuhi
semua keinginan manusia. Oleh sebab itu, perlu ada kebijakan dari pemerintah
alokasi pemanfaatan sumber daya alam harus didasarkan pada kriteria Pareto
optimal, yaitu sebuah kebijakan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat
6
Richard Stewart dan James E. Kriel, 1978, Environmental Law and Policy, New York The
Bobbs Merrill Co. Inc., Indianapolis, hlm. 99, dalam Takdir Rahmadi, 2011, Hukum
Lingkungan di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 31.
7
Michael P. Todaro, 1994, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta, hlm.
61 dan 87.
8
Deni Bram, 2014, Hukum Lingkungan Hidup: Homo Ethic Menuju Eco Ethic, Gramata
Publishing, Bekasi, hlm. 22.
9
Ibrahim, 2009, Materi Perkuliahan Hukum Tata Lingkungan di Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Untuk menjaga konsep keselarasan antara pembanguanan dengan
perlu dicegah terjadinya dan diatasi jika timbulnya kedua masalah itu tidak
yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selata yang sering
belajar-mengajar di sekolah.10
sifat fisik,kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
undang lingkungan hidup yang menjadi dasar hukum bagi upaya pencegahan
10
Website Organisasi Merawat Indonesia; https://beritagar.id (terakhir kali dikunjungi pada 3
Januari 2015).
11
Takdir Rahmadi, Op.Cit, hlm. 1.
12
Ibid.
sumber hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan merupakan sumber
manusia atau hanya masalah biologis manusia, tetapi terkait dengan masalah
moral yaitu perilaku manusia terhadap alam.. Kerusakan alam seperti erosi,
Oleh karena itu pula, masalah lingkungan hidup menjadi lahan pemikiran para
pun mencapai dimensi global dan terus berdampak secara dramatis.17 Menurut
limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif
13
Deni Bram, Op.cit, hlm. 3-4.
14
David C. Korten, 1993, Menuju Abad Ke-21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 35.
15
Lester R. Brown, 1986, Kembali Di Simpang Jalan: Masalah Kependudukan dengan
Sumber Daya Alam, Rajawali, Jakarta, hlm. 7.
16
Alvin Toffler, 1974, Future Shock, A Santas Book, Random House Inc., New York, hlm. 7.
17
United Nations Environment Programme (UNEP), 1997, Global Environment Outlook
Report, Progress Press Ltd, Malta.
aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, ini antara lain
zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-
tumpahan bahan bakar berupa minyak bumi dari kapal tanker. Keempat,
kegiatan pertanian terutama akibat dari residu pemakaian zat- zat kimia untuk
komponen di dalam suatu bangsa.20 Kondisi dan kualitas sumber daya alam
lingkungan,
18
Harun Husein, 1992, Lingkungan Hidup, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 24.
19
Lester R. Brown, 1982, Dua Puluh Dua Segi Masalah Kependudukan, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta; Skhepi, 1994, Delapan Perusahaan Perusak lingkungan dan Anatomi
Masalah Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta; serta Siti Sundari dan Th. G. Druspteen, 1996,
Kasus-kasus Hukum Lingkungan Tahun 1996, ICEL.
20
Michael P. Todaro, Op.cit, hlm. 61.
daya alam dan lingkungan Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh
Namun hukum baru memiliki arti secara empiris jika hukum ditegakkan.
Penegakan hukum lingkungan hidup dapat ditempuh melalui jalur tata usaha
negara, pidana dan perdata. Namun perlu disadari pula bahwa dalam
pidana maupun perkara perdata ataupun tata usaha negara. Kendala yang
21
Bambang Prabowo Soedarso, 1997, Kumpulan Bahan Kuliah Hukum Lingkungan, Yayasan
Indonesia Lestari, Jakarta, hlm. 18.
22
Paulus Effendi Lotulung, 1998, “Peran Pengadilan Dalam Penegakan Hukum Lingkungan”,
Jurnal Hukum Lingkungan, ICEL, Tahun I No. 1/1994, ISSN 0854-7378 Cetakan ke-2, hlm. 56-
57.
Kemampuan ini harus didasari oleh pengetahuan yang cukup tentang
terkait, kompleks dan bukan saja pendekatan yuridis secara kaku dan
pidana, bahkan sampai kepada hukum pajak, pertanahan, tata negara, dan
bertujuan agar perbuatan atau pengabaian yang melanggar hukum atau tidak
semula (sebelum ada pelanggaran). Oleh karena itu, fokus perbuatan dari
sanksi administratif, sedangkan orang (dader; offender) dari sanksi hukum
pidana. Selain itu, sanksi hukum tidak hanya ditujukan kepada pembuat, tetapi
harus memperhatikan apa yang disebut oleh Hukum tata usaha negara
tertinggi untuk kasasi karena selalu tidak puasnya para pihak yang kalah.
dilanjutkan pula ke peninjauan kembali. Sesudah ada putusan itu masih juga
23
Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 49-50.
24
Mas Ahmad Santosa, 2001, Good Governance Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta,
hlm.107.
25
Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 82- 83.
26
Ibid., hlm. 89.
Penegakan hukum lingkungan dapat juga melalui jalur hukum perdata. Jalur ini di Indonesia
kurang disenangi karena proses yang berlarut-larut di pengadilan. Hampir semua kasus
perdata diupayakan ke pengadilan yang tertinggi untuk kasasi karena selalu tidak puasnya
para pihak yang kalah. Sekalipun Indonesia belum memiliki suatu undang-undang
tersendiri yang secara khusus mengatur tentang reklamasi, tetapi telah ada sejumlah
peraturan yang berkenaan dengan reklamasi pantai dan laut, walaupun secara
partial. Peraturan-peraturan tersebut mencakup:
I. Pasal 34 UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Melalui pasal ini diberikan: I)
kepastian hukum terhadap pelaksana reklamasi pantai, yaitu
reklamasi pantai merupakan pranata hukum yang sah, walaupun harus dengan
memperhatikan sejumlah syarat; dan 2) kepastian hukum terhadap masyarakat,
yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Pasal 1 butir 32), berupa jaminan
keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat (Pasal 34
ayat (2) huruf a). Tidak tercakup dalam pasal ini masyarakat
perkotaan.
2. Pasal 12 PP Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
yang menentukan bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau
hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa,
danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oIeh Negara. Dalam
Pasal ini diberikan kepastian hukum terhadap keabsahan tanah
hasil reklamasi, walaupun sampai pada ketentuan bahwa tanah itu
dikuasai langsung oleh negara.
PasaI-pasal di atas menunjukkan bahwa reklamasi pantai merupakan
suatu hal yang tidak dapat ditolak pelaksanaannya oIeh masyarakat, kecuali
mungkin oleh masyarakat hukum adat dengan mengajukan keberatan
terhadap Pasal 34 UU No.27 Tahun 2007 sebagai bertentangan dengan Pasal
18B ayat (2) UUD 1945. Masyarakat lokal dan masyarakat perkotaan,
sepanjang bukan merupakan masyarakat hukum adat maupun masyarakat
lokal,. memiliki kedudukan yang lebih lemah dalam menghadapi pelaksanaan
reklamasi pantai.
Dalam tulisan ini dikaji apakah implikasi pelaksanaan reklamasi pantai
dan laut terhadap masyarakat pesisir dan apakah upaya perlindungan yang
telah ada maupun yang masih perlu dilakukan.
B. Rumusan Masalah
(DPR) ?
28. Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, (Jakarta; Grafindo
Persada, 2010) hlm.36
Pembangunan lainnya serta pelaksanaan selanjutnya diatur dengan
peraturan pemerintah.
8. DAMPAK REKLAMASI
Akan tetapi, pada saat ini masalah lingkungan tidak lagi dapat
dikatakan sebagai masalah yang semata- mata bersifat alami,
karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat
segnifikan secara variabel bagi peristiwa peristiwa lingkungan, tidak
disangkal bahwa masalah-masalah lingkungan yang lahir dan
berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit
dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan
berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas
pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala
perkembangan aspek-aspek kebudayannya, dan begitu juga dengan
faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan
pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih tepat dikaitkan
kepada masalah-masalah lingkungan hidup. Oleh karena itu,
persoalan-persoalan lingkungan saat ini, seperti pencemaran,
kerusakan sumber-daya alam, penyusutan cadangan- cadangan
hutan, musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan
jenis- jenis penyakit yang berkembang, diyakini merupakan gejala-
gejala negativ yang secara dominan bersumber dari faktor manusia
itu sendiri, jadi, beralasan jika dikatakan, dimana ada masalah
lingkungan disitu ada manusia.
33
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (jakarta, Dunia Pustaka
Jaya, 1995), hlm 165
34
Ruchyat Deni Dejakapermana, Sekertaris Direktorat Jendral Penataan Ruang,
Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pembangunan Kawasan, Kementrian PU
No. 27 Tahun 2007 yang telah di revisi menjadi UU No.1 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
butir 23, disitu dikatakan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukak
oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drenase. Dalam pasal 34 UU
No. 27 Tahun 2007 menjelaskan bahwa reklamasi dapat
meningkatkan manfaat dan nilai tambah wilayah pesisir ditinjau dari
aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi lalu pelaksanaan
reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan kehidupan
masyarakat, pelestarian lingkungan pesisir, dan perencanaan
reklamasi baik. Berdasarkan penjelasan Pasal 34, ternyata
reklamasi pantai dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan yang
ada di masyarakat. Dampak pemanfaatan lahan terhadap
lingkungan dengan adanya kegiatan reklamasi seperti dampak
negatif (kerugian) dan dampak positif (keuntungan) yang diperoleh
sebagi berikut:35
1. Dampak Negatif
Secara teknis, reklamasi pantai dapat merubah konfigurasi
pantai dan menutup sebagian wilayah laut sehingga sulit
dibuktikan bahwa kegiatan tersebut tidak membawa dampak
negatif terhadap lingkungan laut. Termasuk mempengaruhi
keanekaragaman hayati secara negatif, mengganggu karakter
fisik, aktivitas dan interaksi dari organisme- organisme dalam
suatu lingkungan fisik wilayah laut. Selain permasalahan
lingkungan hidup akibat reklamasi pantai, reklamasi pantai juga
merambat pada permasalahan sosial, ekonomi dan sumber daya
alam. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat dari reklamasi
pantai sebagai berikut :
a. Pencemaran lingkungan pantai oleh limbah yang dihasilkan
b. Perubahan garis pantai pola arus laut saat ini
c. Pola kegiatan nelayan menjadi terganggu
35
Olivianty Rellua, Proses Perizinan dan Dampak Lingkungan Terhadap
Kegiatan Reklamasi Pantai, Lex Administratum, (Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013)
d. Gangguan terhadap tata air tanah maupun air permukaan
termasuk di dalamnya masalah erosi, penurunan kualitas
dan kuantitas air, serta potensi banjir di kawasan pantai
e. Terjadinya pencemaran pantai pada saat pembangunan
f. Permasalahan pemindahan penduduk dan pembebasan tanah
g. Potensi terjadinya kerusakan pantai dan instalasi bawah air
h. Potensi gangguan terhadap lingkungan (tergusurnya
perumahan nelayan, berkurangnya hutan mengrove,
terancamnya biota pantai langka)
i. Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
Rencana Detail Tata Ruang (RDRT).
10.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Perlu dibuat Undang-Undang tersendiri tentang reklamasi pantai
dan laut yang mengatur reklamasi secara komprehensif
(menyeluruh), mencakup hak-hak masyarakat hukum adat,
masyarakat lokal, maupun masyarakat perkotaan, juga mengatur
syarat-syarat, perencanaan, pelaksanaan, perlindungan dan/atau
kompensasi terhadap masyarakat serta penataan dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
2. Masyarakat harus terlibat dalam perencanaan kebijakan
lingkungan hid up. Jika reklamasi dilaksanakan harus ada kompensasi terhadap
kerugian masyarakat adat, lokal, atau pesisir, sebaiknya dalam bentuk
pemberdayaan masyarakat, untuk itu perlu dimasukkan sebagai tanggung jawab
dan kewajiban hukum dalam undang-undang tersendiri tentang reklamasi.
Selain itu perlu ditetapkan berlakunya asas praduga menolak reklamasi
(presumption against reclamation) untuk zona-zona tertentu, terutama untuk
daerah-daerah yang lingkungannya membutuhkan perlindungan.