Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

CA SERVIKS

Oleh :

Een Heryati

NIM: 433131490120051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan
keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada
serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau
organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012). Serviks
merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian
bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus)
dengan vagina (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel
abnormal pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ)
(Wiknjosastro, 2008). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh
infeksi virus HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013).

Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel serviks
yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ)
serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ reproduksi wanita
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16 dan 18.

2. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan
oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat,
2007 dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa
intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30
tahun keatas yang telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi
tersebut akan lebih meningkat apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan
seksual. Pada umumnya sebagian besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat
menetap (Kumar, 2007) Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1) Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan
hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil
penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang
terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.

2) Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus
atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang
mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al
(2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko
mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan dengan wanita
dengan paritas ≤3.

3) Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut
menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen
infeksi virus (Rasjidi, 2009).

4) Pasangan Seksual Lebih Dari Satu


Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti pasangan
seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko mengalami kanker
serviks pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks akan meningkat
10 kali lipat (American Cancer Society, 2017).

5) Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang


Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti
konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama
pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).

6) Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang
dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati
dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko
mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang memiliki personal hygiene yang baik.

7) Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E
yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat
meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2009).

8) Gangguan system kekebalan tubuh


Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh)
seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat perkembangan
sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017).

9) Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga


Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya
kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017).

10) Status Ekonomi


Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi
HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau deteksi
dini kanker serviks maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan pre-
kanker (American Cancer Society, 2017).

3. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya
adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat
pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus
ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten
akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks.
Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung
jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak
normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel
inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan
menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel
yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada
stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya
dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat
meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker
ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi
ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam.

Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada
servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar
getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka
komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah
paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar,
empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).
4. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh kanker
telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk memetakan
stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri). Berdasarkan Federation of International Gynecology and Obsetrics
(FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma serviks terbagi atas:
Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I Kanker telah tumbuh dalam serviks.
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih
besar dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran
tidak lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran
lebih besar dari 4 cm
Stadium II Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak
sampai pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi
parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai
masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks, namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai
III 1/3 bawah dinding vagina dana tau menyebabkan
hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa
ekstensi ke dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung
IV kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

5. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina

b. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit)
dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak
dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak
berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan
salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan
diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang
abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan
larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat
menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak
keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau
dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka
kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi
melalui pemeriksaan darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar
untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel
yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal
warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan
yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.
8. Kriteria Diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
a. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
b. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan
sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi
pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
c. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi
dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
d. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan
harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

9. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis
secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL) atau
lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan melalui kolposkopi
dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif memungkinkan untuk
dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser
hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif
(stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker serviks
invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat dpilih. Bedah
radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan efek radiasi atau
mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur bedah yang
mungkin dilakukan sebagai berikut:
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan
yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening
panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di
bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang
wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati
beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk
stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas
tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada
operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di
dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan
beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi ini
paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut
dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak
bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah
bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker
serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada beberapa kasus stadium
II, terutama pada wanita muda.
2) Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung kemih
dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke
dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan
cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker
serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker
invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan
kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal
ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita
dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki anak.
Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau
pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh sel-sel kankernya telah diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita
muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih
dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan
bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti
kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik
melalui vagina ataupun perut. Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat
memiliki kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui
operasi caesar. Risiko kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini
cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X)
untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum
radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan darah untuk
mengetahui apakah menderita anemia. Penderita kanker serviks yang
mengalami perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi
darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker serviks
stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external maupun
internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir
ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi)
untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul) melalui
sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti suatu bahan
radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama beberapa waktu untuk
membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal yang sering
digunakan adalah brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk
mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah
digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate) brachytherapy
yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi
potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy
diberikan dalam beberapa insersi. Untuk pasien kanker serviks, standar
perawatannya adalah 5 insersi. Waktu dimana aplikator berada di saluran
kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah
sekitar 2,5 jam. Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien
cukup rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada
kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui
mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh.
Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu.
e. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil.

10. Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa :
1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5) Infertil
6) Gagal ginjal
7) Pembentukan fistula
8) Anemia
9) Infeksi sistemik
10) Trombositopenia

b. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih
maupun usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi
saluran kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok
pada daerah bekas suntikan.

11. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini sangat efektif. Ada beberapa
protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya
deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma
serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan
umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau
lebih muda. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila usia
mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut
dengan hasil negatif.

12. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati
dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka
kejadian kanker serviks, antara lain : usia penderita, keadaan umum, tingkat klinis
keganasan, ciri - ciri histologik sel kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana
pengobatan yang tersedia (Mansjoer, 2005).
Stadiu Penyebaran kanker serviks Harapan Hidup
m 5 Tahun (%)

0 Karsinoma insitu 100


I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke dinding 60
pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga bawah 33
vagina atau hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau rektum 7
atau meluas keluar pelvis sebenarnya

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan diagnosa medis.
1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. Pasien
dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada menstruasi,
keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid, sakit perdarahan
sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya infeksi pada saluran dan
kandung kemih.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.

1.3 Pola Fungsional Kesehatan Gordon


a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama yang
dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan prosedur
pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik
pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina
yang mengandung zat-zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker
serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan dan
minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak nyamanan
rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah, pembatasan
makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan dengan aktifitas,
penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya pasien
mengalami penurunan nafsu makan, ketidaknyamanan bau dan rasa, bau
mukosa mulut, mengalami mual dan muntah akibat efek samping
kemoterapi.
Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
c. Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien kanker
serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan
kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu bisa
juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot
abdominal.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain,
3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). Kaji apakah klien
mengalami sesak napas saat beraktivitas.
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam tidur
dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur, gejala dari
perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya nyeri.
Kemungkinan pasien dengan kanker serviks mengalami gangguan pada pola
istirahat dan tidur akibat progresivitas dari kanker serviks
f. Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh,
dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat bantu dengar.
Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan membuat keputusan.
Pada pasien dengan kanker serviks biasanya pasien akan mengalami nyeri
yang lama lebih dari 6 bulan.
Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu terhadap
orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi
yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks
adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.
Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada pasien kanker
serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan
pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan
setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau
busuk dari vagina.
Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan
i. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit.
j. Pola peran – hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan
sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan
hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan
dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi
kondisi kesehatan pasien. Biasanya koping keluarga akan melemah ketika
dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker serviks.
k. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina
3. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

3. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan
tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam
keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan
intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara
deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan
sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil
cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam
Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan
larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan
dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan
(acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15
menit.
b. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka
kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar
untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel
yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal
warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.

4. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Kronik berhubungan dengan infiltrasi tumor (kanker serviks)
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan intake dan outup tidak adekuat
3) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
(penyakit kanker serviks)
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

5. Perencanaan Keperawatan
Dignosa Keperawatan Intervensi
Nyeri Kronis (D.0078) Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosinal yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berntensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. Tens, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolabirasi pemberian analgetik, jika perlu
Defisit Nutrisi (D.0019) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
seimbang.
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intolerasi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifkasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil penelitian laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Anjurkan diet yang di programkan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Gangguan Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh (I.09305)
(D.0083) Definisi : Meningkatkan perbaikan perubahan persepsi
terhadap fisik pasien.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi harapan citra tubuh berdasarakan tahap
perkembangan
- Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur
terkait citra tubuh
- Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan
isolasi sosial
- Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
- Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang
berubah
Terapeutik
- Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
- Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga
diri
- Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan dan
penuaan
- Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh
(mis. Luka, penyakit, pembedahan)
- Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tuvuh
secara realitas
- Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan perubahan citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan
citra tubuh
- Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra
tubuh
- Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig,
kosmetik)
- Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis.
Kelompok sebaya)
- Latih fungsi tubuh yang dimiliki
- Latih peningkatan penampilan diri (mis. Berdandan)
- Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok
Defisit Pengetahuan Edukasi Kesehatan (I.12383)
(D.0111)
Definisi : mengajarkan pengelolaan faktor risiko penyakit dan
perilaku hidup bersih serta sehat
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta : American Cancer
Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical Cancer ?.
Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/causes-risks-
prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education intervention
(ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and treatment-related information
and support needs: results from a randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita
Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector. University
Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy group
sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer Statistic.
Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle Aged
General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes. BMC Publik
Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions Classification
: Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm About Working
Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/default
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016). Indonesia :
Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016. Retrived from :
http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN 2012: Estimated
cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in 2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit Kanker di
Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An
Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Moorhead, Sue et al. (2008). Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United
States of America : Mosby
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai