Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN MATERNITAS

RETENSIO PLASENTA

Oleh :

Een Heryati

NIM: 433131490120051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

2020
A. Konsep dasar
1. Adaptasi Fisiologis dan Psikologi Ibu Post Partum
a) Adaptasi Fisiologis Ibu Post Partum
 Sistem Reproduksi
- Uterus

Proses Involusi

Involusi adalah proses kembalinya uterus ke kondisi sebelum kehamilan,


yang dimulai sesaat setelah pengeluaran plasenta dengan kontraksi otot
uterus. Dalam 12 jam persalinan, tinggi fundus uteri kurang lebih 1 cm
di atas umbilicus dan turun 1-2 cm tiap harinya. 6 hari postpartum,
fundus uteri setinggi pertengahan antara unbilikus dan simfisis. 9 hari
postpartum uterus tidak teraba karena masuk ke rongga pelvis 1-2
minggu postpartum, berat uterus antara 50-60 gr. Penurunan hormone
estrogen dan progesterone setelah persalinan menyebabkan terjadinya
autolysis pada jaringan uterus dalam proses pengembalian ke kondisi
sebelum hamil. Penyebab utama dari subinvolusi adalah tertinggalnya
jaringan plasenta dan infeksi.

- Kontraksi uterin

Intensitas kontraksi uterin meningkat secara bermakna segera setelah


persalinan bayi, yang merupakan respon untuk segera mengurangi
jumlah volume intra uterin. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum,
aktivitas uterin menurun dengan halus dan dengan progresif dan stabil.

- Afterpains

Relaksasi dan kontraksi secara bergantian dan periodic menyebabkan


kram uterus yang tida nyaman dan disebut sebagai afterpains dan terjadi
pada awal post partum. Afterpains lebih dirasakan oleh ibu-ibu yang
melahirkan bayi yang besar, gameli atau hidramnion. Menyusui dan
oksitosin injeksi dapat memperberat afterpains karena menyebabkan
kontraksi uterus lebih kuat.
- Tempat perlekatan plasenta

Segera setelah plasenta dan selaput amnion keluar, terjadi vasikontriksi


dan trombosi untuk mencegah tempat perlekatan plasenta melebar.
Pertumbuhan endometrium menyebabkan terlepasnya jaringan nekrotik
dan mencegah timbulnya jaringan scar. Hal ini akan mempengaruhi
tempat perlekatan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
Regenerasi endometrium akan selesai pada minggu ke-3 postpartum,
sedangkan pada tempat plasenta akan pulih pada minggu ke-6
postpartum.

- Lokhea

Pengeluaran uterus setelah melahirkan disebut lokhea. Pengeluaran


lokhea meliputi 3 tahap yang dikarakteristikan dengan warna, jumlah
dan waktu pengeluaran.

1) Lokhe rubra

Mengandung darah, sel desidua, dan bekuan darah berwarna merah


menyala berbau amis. Pada 2 jam setelah melahirkan, jumlah lokhea
mungkin seperti saat menstruasi. Hal ini berlangsung sampai hari ke
3-4 postpartum.

2) Lokhea serosa

Mengandung sisa darah, serum, dan leukosit. Warna pink atau


kecoklatan dan berlangsung sampai hari ke-10 postpartum.

3) Lokhea Alba

Mengandung leukosit, desidu, sel epitel, mucuc,serum dan bakteri.


Berwarna kekuningan hingga putih dan berlangsung sampai minggu
ke 2-6.

- Cerviks

Cerviks kembali lembut segera setelah persalinan. Serviks atas atau


segmen bawarhuterus tampak edema, tipis dan fragil selama beberapa
hari setelah postpartum. Posrio mungkin menonjol kearah vagina,
tampak memar dengan sedikit laserasi. Laktasi dapat menghambat
pruduksi mukosa cerviks karena menghambat pruduksi estrogen.

- Vagina dan perenium

Kondisi vagina kembali seperti sebelum kehamilan terjadi pada minggu


ke6-8 postpartum. Rugae muncul kembali setelah minggu ke-4
postpartum tetapi tidak mungkin kembali ke kondisi seperti saat sebelum
menikah, penurunan estrogen juga menyebabkan produksi mukosa
vagina berkurang sehingga lubrikasi minimal mukosa kembali menebal
setelah ovarium kembali berfungsi.

Pada ibu dengan luka episiotomy maka harus menjaga kebersihan daerah
perenium minimal selama 2 minggu postpartum. Proses penyembuhan
luka episiotomy sama dengan luka insisi pada tindakan bedah lainnya.
Tanda-tanda infeksi menurut Davidson (1974) raitu REEDA harus
dipantau. Proses penyembuhan akan terjadi setelah minggu 2-3
postpartum

Hemoroid juga dapat ditemukan pada ibu postpartum, terutama pada ibu
yang mengedan kuat saat persalinan. Ibu mungkin mengeluh gatal, tidak
nyaman atau terdapat perdarahan selama defekasi. Hemoroid akan
berkurang setelah 6 minggu postpartum.

 Sistem endokrin
- Hormone plasenta

Keadaan hormone plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan


seperti human plasenta laktogen (hPL), human corionik gonadotropin
(HCG). Estrogen dan progesterone mencapai kadar terendah pada
minggu pertama postpartum.

- Hormone Hipofisis dan fungsi ovarium

Hormone prolaktin meningkat secara progresif selama kehamilan dan


setelah melahirkan akan tetapi meningkat pada ibu menyusui. Kadar
prolactin akan ditentukan oleh lama dan frekuensi menyusui, status
nutrisi ibu, serta kekuatan bayi dalam menghisap.
 Abdomen

Abdomen pada ibu postpartum kembali normal hampir seperti kondisi


sebelum hamil setelah minggu ke-6 postpatum.

 Sistem perkemihan

Steroid yang tinggi selama kehamilan menyebabkan fungsi ginjal menjadi


meningkat. Setelah persalinan, kadar steroid berkurang dan fungsi ginjal juga
menurun. Ginjal akan kembali normal seperti sebelum hamil 1 bulan.

 Sistem Gastrointestinal

Nafsu makan

Ibu postpartum akan merasa kelaparan setelah melahirkan karena energi yang
dikeluarkan saat persalinan.

Buang air besar

BAB spontan mungkin terjadi pada hari 2-3 postpartum. Keterlambatan ini
disebabkan oleh penurunan tonus otot kolon selama persalinan dan
postpartum, diare, kekurangan makanan atau dehidrasi.

 Payudara

Saat mulai menyusui, massa berupa kanting ASI dapat terba di payudara,
hanya berbeda dengan massa pada tumor atau karsinoma, massa pada payu
dara ibu menyusui berpindah-oindah dan tidak menetap.

 Sistem kardiovaskuler

Volume darah

Perubahan volume darah dipengaruhi oleh kehilangan dan pengeluaran


edema fisiologis saat kehamilan. Volume darah yang bertambah (1000-15000
ml) selama kehamilan akan berkurang sampai 2 minggu postpartum dan
kembali ke kondisi sebelum kehamilan pada bulan ke-6 post partum.

Cardiac output
CO akan meningkat disbanding saat kehamilan pada 30-60 menit setelah
persalinan.

Komponen darah

Selama 72 jam setelah persalinan Hb dan Ht akan meningkat hingga 7 hari


setelah persalinan. Tidak terdapat destruksi sel darah merah selama periode
postpartum dan kadar sel darah merah akan kembali normal setelah minggu
postpartum

 Sistem persyarafan

Sakit kepala saat postpartum dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
eklamsia, stress kehilangan cairan serbrospinal saat dilakukan spinal anastesi.

 Sistem Muskuloskeletal

Relaksi sendi terutama pada sendi panggul yang terjadi selama persalinan
kembali mendekat dan stabil pada minggu ke 6-8 postpartum.

 Sistem integument

Kleasma gravidarum biasanya menghilang pada akhir kehamilan.


Hiperpigmentasi pada aerola dan linea nigra mungkin masih ada sampai
setelah persalinan.

b) Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum


 Taking In (berlangsung hari 1-2 postpartum)

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari


pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya
sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka
jaitan, kurang tidur, kelelahan, hal yang perlu diperhatikan pada fase ini
adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.

Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah :

- Kekecewaan pada bayinya


- Ketidaknyaman sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
- Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
- Kritikan suami atau keluarga tentang perawatn bayinya.
 Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan
bayinya. Perasaan ibu lebih snsitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang
perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian
penyuluhan / pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.

 Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.

Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebgai berikut :

- Fisik, istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih


- Psikologi, dukungan dari keluarga sangat diperlukan
- Sosial, perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu data sedih dan
menemani saat ibu merasa kesepian

2. Pengertian

Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta berada didalam Rahim dan tidak
keluar dengan sendirinya secara alami. Ketika tidak terjadi, plasenta harus segera
dikeluarkan dari Rahim ibu.

Jika plasenta tetap tertahan didalam Rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa,
mengakibatkan infeksi dan bahkan kematian.

Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit, setelah kelahiran bayi, namun ada
juga yag baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat
menyusui untuk pertama kalinya dapat memicu aliran hormone oksitosin sehingga
mendorong perlepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam kelahiran bayi
plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio plasenta.
3. Etiologi

Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :

 Plasenta belum lepas dari dinding uterus


 Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian
terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :

 Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva).
 Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
 Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
4. Tanda dan Gejala

Bila sisa plasenta tertahan dirahim setelah melahirkan, akan mengalami gejala sehari
setelah melahirkan diantaranya:

1) Demam
2) Kram dan kontraksi yang parah
3) Bau busuk yang mengandung residu jaringan besar
4) Mengalami pendarahn terus-menerus
5) Menghambat produksi susu

Plasenta setelah melahirkan sinyal untuk produksi ASI, jika plasenta tetap tertahan
didalam Rahim, sinyal ini terputus sehingga pasokan asi berubah.

5. Patofisiologi
Normalnya plasenta akan terlepas secara spontan dari tempat implantasi beberapa
menit setelah kelahiran bayi. Adanya kesukaran plasenta untuk dilepaskan terjadi
akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus seperti adanya plasenta akreta,
plasenta inkreta, atau plasenta perkreta. Disebut plasenta akreta saat plasenta
melekat pada myometrium. Plasenta ikreta terjadi ketika plasenta menginvasi
myometrium, dan plasenta perkreta terjadi saat plasenta menginvasi myometriumdan
serosa, kaadang-kadang dapat menginvasi organ yang berdekatan seperti kandung
kemih. Faktor predisposisi terjadi plasenta akreta adalah bekas seksio sesarea.
Plasenta previa, pernah kuret berulang dan multiparitas. Setelah plasenta dilakukan
pengangkatan plasenta, kita harus berhati-hati untuk adanya kotiledon yang
tertinggal dan menyebabkan pendarahan yang disebut rest plasenta.
6. Pathway keperawatan

7. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya


 Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (HB) dan
hematrokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
 Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)
dan Activated P atrial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

8. Penatalaksanaan
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita
menghadapi perdarahan post partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu
parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya
inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus
dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu
pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan penolong
memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut
diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan
depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan
melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila
plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas
simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan
ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat
mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih
harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap
cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
 Data Subjektif
- Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, <20 tahun atau >35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, pandangan kabur
- Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan, kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion dan
riwayat kehamilan dengan pre eklamsi.

 Data objektif
- Inpeksi : edema tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi: untun mengetahui TFU, letak janin dan lokasi edema
- Perkusi : untuk mengetahui reflek patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleksi positif
- Auskultasi : mendengarkan DJJ, TD > 140/90mmhg, preeklamsia berat TD
sistolik >160 mmHg dan atau TD diastolic >110 mmHg

2. Diagnosa keperawatan utama


1) Nyeri akut
2) Gangguan mobilitas fisik
3) Resiko infeksi

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa
No Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologiis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Observai
fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakan
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
3. Resiko infeksi Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik
Terapeutik
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda gan gejala infeksi
 Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. (2014). Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta.


Bare, Brenda G.,(2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DPP PPNI.

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai