RETENSIO PLASENTA
Oleh :
Een Heryati
NIM: 433131490120051
2020
A. Konsep dasar
1. Adaptasi Fisiologis dan Psikologi Ibu Post Partum
a) Adaptasi Fisiologis Ibu Post Partum
Sistem Reproduksi
- Uterus
Proses Involusi
- Kontraksi uterin
- Afterpains
- Lokhea
1) Lokhe rubra
2) Lokhea serosa
3) Lokhea Alba
- Cerviks
Pada ibu dengan luka episiotomy maka harus menjaga kebersihan daerah
perenium minimal selama 2 minggu postpartum. Proses penyembuhan
luka episiotomy sama dengan luka insisi pada tindakan bedah lainnya.
Tanda-tanda infeksi menurut Davidson (1974) raitu REEDA harus
dipantau. Proses penyembuhan akan terjadi setelah minggu 2-3
postpartum
Hemoroid juga dapat ditemukan pada ibu postpartum, terutama pada ibu
yang mengedan kuat saat persalinan. Ibu mungkin mengeluh gatal, tidak
nyaman atau terdapat perdarahan selama defekasi. Hemoroid akan
berkurang setelah 6 minggu postpartum.
Sistem endokrin
- Hormone plasenta
Sistem perkemihan
Sistem Gastrointestinal
Nafsu makan
Ibu postpartum akan merasa kelaparan setelah melahirkan karena energi yang
dikeluarkan saat persalinan.
BAB spontan mungkin terjadi pada hari 2-3 postpartum. Keterlambatan ini
disebabkan oleh penurunan tonus otot kolon selama persalinan dan
postpartum, diare, kekurangan makanan atau dehidrasi.
Payudara
Saat mulai menyusui, massa berupa kanting ASI dapat terba di payudara,
hanya berbeda dengan massa pada tumor atau karsinoma, massa pada payu
dara ibu menyusui berpindah-oindah dan tidak menetap.
Sistem kardiovaskuler
Volume darah
Cardiac output
CO akan meningkat disbanding saat kehamilan pada 30-60 menit setelah
persalinan.
Komponen darah
Sistem persyarafan
Sakit kepala saat postpartum dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
eklamsia, stress kehilangan cairan serbrospinal saat dilakukan spinal anastesi.
Sistem Muskuloskeletal
Relaksi sendi terutama pada sendi panggul yang terjadi selama persalinan
kembali mendekat dan stabil pada minggu ke 6-8 postpartum.
Sistem integument
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah :
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan
bayinya. Perasaan ibu lebih snsitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang
perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian
penyuluhan / pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.
Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
2. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta berada didalam Rahim dan tidak
keluar dengan sendirinya secara alami. Ketika tidak terjadi, plasenta harus segera
dikeluarkan dari Rahim ibu.
Jika plasenta tetap tertahan didalam Rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa,
mengakibatkan infeksi dan bahkan kematian.
Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit, setelah kelahiran bayi, namun ada
juga yag baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat
menyusui untuk pertama kalinya dapat memicu aliran hormone oksitosin sehingga
mendorong perlepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam kelahiran bayi
plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio plasenta.
3. Etiologi
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian
terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva).
Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
4. Tanda dan Gejala
Bila sisa plasenta tertahan dirahim setelah melahirkan, akan mengalami gejala sehari
setelah melahirkan diantaranya:
1) Demam
2) Kram dan kontraksi yang parah
3) Bau busuk yang mengandung residu jaringan besar
4) Mengalami pendarahn terus-menerus
5) Menghambat produksi susu
Plasenta setelah melahirkan sinyal untuk produksi ASI, jika plasenta tetap tertahan
didalam Rahim, sinyal ini terputus sehingga pasokan asi berubah.
5. Patofisiologi
Normalnya plasenta akan terlepas secara spontan dari tempat implantasi beberapa
menit setelah kelahiran bayi. Adanya kesukaran plasenta untuk dilepaskan terjadi
akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus seperti adanya plasenta akreta,
plasenta inkreta, atau plasenta perkreta. Disebut plasenta akreta saat plasenta
melekat pada myometrium. Plasenta ikreta terjadi ketika plasenta menginvasi
myometrium, dan plasenta perkreta terjadi saat plasenta menginvasi myometriumdan
serosa, kaadang-kadang dapat menginvasi organ yang berdekatan seperti kandung
kemih. Faktor predisposisi terjadi plasenta akreta adalah bekas seksio sesarea.
Plasenta previa, pernah kuret berulang dan multiparitas. Setelah plasenta dilakukan
pengangkatan plasenta, kita harus berhati-hati untuk adanya kotiledon yang
tertinggal dan menyebabkan pendarahan yang disebut rest plasenta.
6. Pathway keperawatan
8. Penatalaksanaan
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita
menghadapi perdarahan post partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu
parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya
inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus
dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu
pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan penolong
memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut
diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan
depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan
melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila
plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas
simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan
ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat
mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih
harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap
cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Data Subjektif
- Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, <20 tahun atau >35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, pandangan kabur
- Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan, kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion dan
riwayat kehamilan dengan pre eklamsi.
Data objektif
- Inpeksi : edema tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi: untun mengetahui TFU, letak janin dan lokasi edema
- Perkusi : untuk mengetahui reflek patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleksi positif
- Auskultasi : mendengarkan DJJ, TD > 140/90mmhg, preeklamsia berat TD
sistolik >160 mmHg dan atau TD diastolic >110 mmHg
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologiis untuk
mengurangi rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Observai
fisik Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Fasilitasi melakukan pergerakan
Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
3. Resiko infeksi Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik
Terapeutik
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda gan gejala infeksi
Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. DPP PPNI.