Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM DENGAN PRE EKLAMSI BERAT

Oleh :

Een Heryati

NIM: 433131490120051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM DENGAN PRE EKLAMSI BERAT

A. Konsep Dasar Post Partum

1. Definisi

Masa nifas (peurperium) adalah pulihnya kembali mulai dari partus atau
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil, lamanya 6 – 8 minggu. Masa nifas dimulai sejak berakhirnya
pengeluaran plasenta hingga kembalinya alat reproduksi seperti sebelum
hamil.

2. Priode Masa Nifas

a) Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b) Puerperium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat –a  lat genetalia yang lamanya 6 –8  minggu.

c) Puerperium remote

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,  bulanan,
bahkan tahunan.

B. Adaptasi Fisiologi Post Partum

1. Involusio uterus

Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali


seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang
keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri 3 jari
dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang
tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-
10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang
normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana
epitelisasi memakan waktu tiga minggu.

2. Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong


berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang- kadang terdapat
perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk
rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari
hanya dapat dilalui 1 jari.

3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-
hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh
apakah ibu menyusui atau tidak.

4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu. Tergantung pada
Keadaan/status sebelum persalinan, lamanya partus kala II dilalui, besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya
edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-
pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).

5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.

Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada
wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun
dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah
depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi.

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya


secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,
dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

6. Sistem Gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya
karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan.
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam
setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan
masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion
kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada
bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam
masa laktasi (Saleha, 2009).

7. Sistem musculoskeletal

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa


pasca partum antara lain:

a. Nyeri punggung bawah

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang


sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada
sistem muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.

Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung


sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan.
Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-
hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik
dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat
dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.

b. Sakit kepala dan nyeri leher

Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher
yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi
umum.

c. Nyeri pelvis posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area
sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah
dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka
pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat
membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong
dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman
saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi
simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini
tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas
pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan
mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan
lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan
disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
e. Diastasis rekti

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5
cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat
pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis
dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi
besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah
keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah
antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika
perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,
kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-
up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari –h  ari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta
adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat
atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk.

8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta,
terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.

e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah


berbau busuk.

f. Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.

9. Pembuluh Darah Rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah


yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah
yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersumbat karena perubahan
pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.

10. Vagina dan perineum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi


biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis
menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari
dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit.
Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan- lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
 berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi)
lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).

11. Sistem Kardiovaskuler

a. Volume Darah

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya


kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan
keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun
sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang
diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi
kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang
dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini
akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai
kelima post
 patum.

Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :

1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran

 pembuluh darah maternal 10%-15%.

2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus


vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama
wanita hamil.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang
biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi
umum.

12. Tanda-tanda Vital

Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai


akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika
terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam
melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis
(infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis
(peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.

Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan
proses persalinan yang lama.

Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi


orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing
segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil
pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan.
Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg
yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa
menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih
lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil
pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

13. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta.
Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan
desidua dan selaput janin.

C. Konsep Dasar Pre Eklamsi Berat

1. Definisi

Pre-eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias berupa hipertensi, proteinuri,
dan edema pada bagian kaki atau tangan. Pre-eklamsia cenderung terjadi
pada trimester kedua (diatas 20 minggu). Pre-eklamsia timbul akibat
kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan.

2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang
diperkirakan terjadi, adalah :
a) Kelainan aliran darah menuju rahim.
b) Kerusakan pembuluh darah.
c) Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d) Diet atau konsumsi makanan yang salah.

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan pada


usia remaja dan kehamilan pada wanita usia diatas 40 tahun. Faktor lainnya
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya pre- eklamsia, yaitu:
a) Riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya.
b) Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
c) Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d) Obesitas.
e) Mengandung lebih dari satu janin.
f) Riwayat diabetes, kelainan ginjal

3. Manifestasi Klinis

Preeklamsi berat ditandai dengan:


a) Sakit kepala.

b) Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.

c) Nyeri di daerah lambung.

d) Mual atau muntah.

e) Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih dari 1
jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)

f) Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih

g) Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)

4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan
resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat
diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors.
Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh
yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation.

Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan endotelial vaskuler yang


disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi arteriolar. Sirlulasi arteri
terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi yang bergantian.
Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma kedalam ruang
ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit. Tekanan
osmotik koloid menurun saat protein masuk keruang ekstravaskuler, dan
wanita beresiko mengalami hipovolemia dan perubahan perfusi dan
oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi paru non kardiogenik atau
kardiogenik. Edema paru non kardiogenik terjadi karena kapiler pulmonari
menjadi lebih permeabel dan rentang terhadap kebocoran cairan. Edema paru
kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler
pulmonari, peningkatan ini terjadi karena penumpukan cairan dalam bantalan
pulmonari. Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga mengurangi
perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan GFR
dan oliguria. Kerusakan endotelial kapiler glomerulus memungkinkan
protein menembus membran kapiler dan masuk kedalam urine, yang
menyebabkan proteinuria, peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan
kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh vasospasme multisistem dan
kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati menyebabkan iskemik dan
nekrosis (Manuaba, 2009).
5. Pemeriksaan Diagnostik

Gambaran klinis preeklamsia berat, bila ditemukan salah satu dari


tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg, edema, oligouria <400 cc/24
jam, proteinuria 5g/24 jam dan terdapat disnpea sianosis (Manuaba,
2007). Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan berikut:
a) Urine: pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+)   diikuti pemeriksaan urin
24 jam.
b) Darah: pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa preeklamsia
berat adalah dengan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, tes
fungsi hati, tes fungsi ginjal untuk mengetahui total urin selama 24
jam kreatinin klirens (Varney, 2007).

6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda


dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang
kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Sebagai
tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:

1) Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan


intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan
dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan
magnesium sulfat hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat
tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis.

Jika terjadi toksisitas, segera berikan antidot kalsium glukonas 10%


secara intravena selama 3 menit.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO4  tidak
tersedia, atau syarat pemberian MgSO 4  tidak dipenuhi. Cara
pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.

3) Pemberian obat antikejang.

4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema


paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.

5) Pemberian antihipertensi

Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off ) tekanan


darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan
MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan
darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180
mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.

c. Komplikasi

1) Berkurangnya aliran darah menuju plasenta.

Pre-eklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa


darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah,
maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi
sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat
kurang.

2) Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran


prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu
keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada
pendengaran dan penglihatan.
3) Lepasnya plasenta.

Pre-eklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding


rahim sebelum lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat
mengancam bayi maupun ibunya.
4) Sindrom HELLP

HELLP adalah singkatan dari Hemolysis (perusakan sel darah


merah), Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya
kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam
keseluruhan darah). Gejalanya pusing dan muntah, sakit kepala serta
nyeri perut atas.
5) Eklampsia

Jika pre-eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia.


Eklamsia dapat mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh
ibu, seperti otak, hati atau ginjal. Eklamsia berat menyebabkan ibu
mengalami koma, kerusakan otak bahkan berujung pada kematian
janin maupun ibunya.

d. Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

a) Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau


lebih dari 35 tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan,
agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor
medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk,
alasan masuk, keadaan umum, tanda vital dengan tekanan
darah diatas 160/100.
b) Keluhan utama

Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada


ekstremitas atau tubuh, sering buang air kecil.
c) Data Riwayat penyakit

 Riwayat kesehatan sekarang.

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan


gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan
yang dirasakan pasien. Pada PEB meliputi pusing, nyeri
kepala, nyeri epigastrium, bengkak dan sering buang air
kecil.
 Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit


sekarang, misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin,
HIV/AIDS, dll.
d) Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan,


dan nifas sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan
(GPA)  jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature,
jumlah kegugura, jumlah persalinan dengan tindakan,
riwayat pedarahan, riwayat kehamilan dengan hypertensi,
berat badan bayi lahir.
e) Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah
dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di
mana tindakan tersebut berlangsung.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak


hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera
pendengaran dan penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,
laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap
kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik,
dan seterusnya.

b) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar


tubuh dengan jari.

 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat


suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.
 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit
kulit untuk mengamati turgor.
 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot
atau respon nyeri yang abnormal

c) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak


langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan
informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan
dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya
cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada
tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut
atau tidak.

d) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan


bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan
menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar:
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (albumin yang menurun) dan urin (protein
dalam urin +3 atau +4 serta pemeriksaan penunjang.

5) Data lain-lain :

a) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah


diberikan selama dirawat di RS.
b) Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana
pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban
pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
c) Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien

d) Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien


setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan
menggunakan KB jenis apa.
e) Kaji kondisi bayi

f) Payudara

g)  Pemeriksaan genetalia (vulva oeden / tan)

h) VT

i) Vagina

j) Lochea

6) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a) Hipovolemia

b) Nyeri akut

c) Resiko syok

d) Resiko infeksi
7) Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Intervensi
Keperawatan
1. Hipovolemia Manajemen Perdarahan Pervaginam
(D.0022) Tindakan :
Observasi
 Idetifikasi keluhan ibu (mis kelar darah banyak,
pusing, pandangan tidak jelas)
 Monitor keadaan uterus abdomen (mis TFU di
atas umbilikus, teraba lembek, benjolan)
 Monitor kesadaran dan tanda vital
 Monitor kehilangan cairan
 Monitor kadar HB
Terpeutik
 Posisikan supine atau trendelenberg
 Pasang oksimetri nadi
 Berikan oksigen via kanul nasal 3 L/menit
 Pasang iv line dengan selang set transfusi
 Pasang kateter untuk mengosongkan kandung
kemih
 Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian uterotonika
 Kolaborasi pemberian antikoagulan
2. Nyeri akut Manajemen nyeri
(D.0077) Tindakan :
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. Tens, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolabirasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Risiko Syok Pencegahan syok
(D.0039) Tindakan:
observasi
 Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi , frekuensi nafas , TD, MAP)
 Monitor status oksigen (oksimetri nadi , AGD)
 Monitor status cairan (masukan dan haluaran ,
turgor kulit , CRT)
 Monitor tingkat Kesadaran dan respon pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis , jika
perlu
 Pasang jalur IV , jika perlu
 Pasang karteter urine untuk menilai produksi
urine , jika perlu
 Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
 Jelaskan tanda gejala syok
 Anjurkan melapor jika menemukan /merasakan
tanda gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfusi daarah , jika perlu
 Kolaborasi pemeberian antiflamasi , jika perlu
4. Resiko Pencegahan Infeksi
infeksi Tindakan:
(D.0142) Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik
Terapeutik
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda gan gejala infeksi
 Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M., 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6 ed.
Yogyakarta: Mocomedia.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015.  Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. 10 penyunt. Jakarta: EGC.
Ladewig, P. W., London, M. L. & O, S. B., 2006.  Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi
Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. G., 2009.  Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013.  Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta: mocomedia.
Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nurjannah, I., 2016.  ISDA (Intan's Screening Diagnoses Assesment). 6 ed.
Yogyakarta: Mocomedia.
Prawirohardjo, S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP.
Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2009.  Buku asuhan patologi kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai