Oleh :
Een Heryati
NIM: 433131490120051
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Masa nifas (peurperium) adalah pulihnya kembali mulai dari partus atau
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil, lamanya 6 – 8 minggu. Masa nifas dimulai sejak berakhirnya
pengeluaran plasenta hingga kembalinya alat reproduksi seperti sebelum
hamil.
a) Puerperium dini
b) Puerperium intermedial
c) Puerperium remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan,
bahkan tahunan.
1. Involusio uterus
2. Serviks
3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-
hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh
apakah ibu menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu. Tergantung pada
Keadaan/status sebelum persalinan, lamanya partus kala II dilalui, besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya
edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-
pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada
wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun
dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah
depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi.
6. Sistem Gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya
karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan.
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam
setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan
masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion
kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada
bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam
masa laktasi (Saleha, 2009).
7. Sistem musculoskeletal
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher
yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi
umum.
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area
sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah
dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka
pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat
membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong
dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman
saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi
simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini
tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas
pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan
mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan
lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan
disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5
cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat
pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis
dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi
besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah
keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah
antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika
perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,
kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-
up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari –h ari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta
adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat
atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk.
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta,
terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
a. Volume Darah
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan
proses persalinan yang lama.
13. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta.
Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan
desidua dan selaput janin.
1. Definisi
Pre-eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias berupa hipertensi, proteinuri,
dan edema pada bagian kaki atau tangan. Pre-eklamsia cenderung terjadi
pada trimester kedua (diatas 20 minggu). Pre-eklamsia timbul akibat
kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan.
2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang
diperkirakan terjadi, adalah :
a) Kelainan aliran darah menuju rahim.
b) Kerusakan pembuluh darah.
c) Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d) Diet atau konsumsi makanan yang salah.
3. Manifestasi Klinis
e) Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih dari 1
jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan
resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat
diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors.
Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh
yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
b. Penatalaksanaan Keperawatan
5) Pemberian antihipertensi
c. Komplikasi
d. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
2) Pemeriksaan Fisik
5) Data lain-lain :
f) Payudara
h) VT
i) Vagina
j) Lochea
a) Hipovolemia
b) Nyeri akut
c) Resiko syok
d) Resiko infeksi
7) Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Intervensi
Keperawatan
1. Hipovolemia Manajemen Perdarahan Pervaginam
(D.0022) Tindakan :
Observasi
Idetifikasi keluhan ibu (mis kelar darah banyak,
pusing, pandangan tidak jelas)
Monitor keadaan uterus abdomen (mis TFU di
atas umbilikus, teraba lembek, benjolan)
Monitor kesadaran dan tanda vital
Monitor kehilangan cairan
Monitor kadar HB
Terpeutik
Posisikan supine atau trendelenberg
Pasang oksimetri nadi
Berikan oksigen via kanul nasal 3 L/menit
Pasang iv line dengan selang set transfusi
Pasang kateter untuk mengosongkan kandung
kemih
Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian uterotonika
Kolaborasi pemberian antikoagulan
2. Nyeri akut Manajemen nyeri
(D.0077) Tindakan :
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non verbal
Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. Tens, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolabirasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Risiko Syok Pencegahan syok
(D.0039) Tindakan:
observasi
Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi , frekuensi nafas , TD, MAP)
Monitor status oksigen (oksimetri nadi , AGD)
Monitor status cairan (masukan dan haluaran ,
turgor kulit , CRT)
Monitor tingkat Kesadaran dan respon pupil
Periksa riwayat alergi
Terapeutik
Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis , jika
perlu
Pasang jalur IV , jika perlu
Pasang karteter urine untuk menilai produksi
urine , jika perlu
Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
Jelaskan tanda gejala syok
Anjurkan melapor jika menemukan /merasakan
tanda gejala awal syok
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi daarah , jika perlu
Kolaborasi pemeberian antiflamasi , jika perlu
4. Resiko Pencegahan Infeksi
infeksi Tindakan:
(D.0142) Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik
Terapeutik
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda gan gejala infeksi
Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.