KELOMPOK 11
Sopiana
Tia Nur Octaviani
Verenica Dewi Fitriani
Wawan
Yeni Noviyanti
Yesi Yustikasari
Siti Maria Ulfah
I. Tujuan Umum
1. Pengertian bermain
2. Kategori bermain
3. Jenis permainan
4. Ciri-ciri bermain
5. Klasifikasi bermain
6. Fungsi bermain
IV. Metode
V. Media
1. Sap
2. Poster
3. Video Mengenai Bermain Terapeutik Dirumah Dimasa Pandemi.
disampaikan Memperhatikan
Mendengarkan
Ciri-ciri bermain
Mendengarkan
Klasifikasi bermain
Mendengarkan
Fungsi bermain
Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas
bermain
Tahap perkembangan bermain
tahap perkembangan
Masa pandemi
pandemi
Penutup:
salam
1. Evaluasi struktur
2. Evaluasi proses
peserta penyuluhan
Peserta penyuluhan berperan aktif dalam diskusi dan tanya jawab
3. Evaluasi hasil
A. PENGERTIAN BERMAIN
Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak
disadari (Wholey and Wong, 1991). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan keinginan untuk memperoleh kesenangan (Foster, 1989). Bermain adalah kegiatan
yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir
(Hurlock). Bermain adalah ungkapan bahasa secara alami pada anak yang diekspresikan
Kesimpulan: Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan konflik dari
anak yang tidak disadarinya serta dialami dengan kesenangan yang diekspresikan melalui
B. KATEGORI BERMAIN
1. Bermain aktif Yaitu anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak sendiri atau
kegembiraan timbul dari apa yang dilakukan oleh anak. Contoh: bermain sepak bola.
2. Bermain pasif/hiburan Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakukan
aktivitas (hanya melihat), kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Contoh:
C. JENIS PERMAINAN
1. Permainan bayi Permainan sederhana oleh anggota keluarga dilakukan pada usia 0-1
2. Permainan perorangan Untuk menguji kecakapan, ada peraturan sedikit, dilakukan pada
4. Permainan tim Permainan terorganisir, punya aturan tertentu, dilakukan pada usia
5. Permainan dalam ruang Permainan pada anak sakit atau lelah, dilakukan pada cuaca
D. CIRI-CIRI BERMAIN
E. KLASIFIKASI BERMAIN
1. Menurut Isi
a. Social affective play Anak belajar memberi respon dan berhubungan dengan orang
lain terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan dalam bentuk permainan,
misalnya orang tua berbicara memanjakan anak tertawa senang, dengan bermain
b. Sense of pleasure play Anak memperoleh kesenangan dari satu obyek yang ada
disekitarnya, dengan bermain dapat merangsang perabaan alat, misalnya bermain air
roda tiga.
d. Dramatika play (Role play) Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya
a. Solitary play Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa
orang lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita todler.
b. Paralel play Permainan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak todler dan pre
c. Asosiatif play Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktifitas yang
sama tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak
dan terencana dan ada aturan tertentu. Saling diskusi dan memiliki tujuan tertentu.
F. FUNGSI BERMAIN
kemampuan fisiknya. Bayi dengan penglihatan, taktil, dan rangsangan. Todler dan pra
sekolah melalui gerakan tubuh, dimana kematangan dan maturitas akan membedakan
masing-masing usia.
2. Perkembangan Kognitif/intelektual Membantu mengenal benda sekitar(warna, bentuk,
disekitarnya baik dalam hal warna, ukuran, dan pentingnya benda tersebut. Contoh:
3. Kreatifitas Anak mengembangkan kreatifitas, mencoba ide baru, bermain dengan semua
media, puas dengan kreatifitas baru, dan minat terhadap lingkungan tinggi. Misalnya
menyusun balok.
4. Perkembangan Sosial Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan
mempelajari peran dalam kelompok, belajar memberi dan menerima, belajar benar salah,
5. Kesadaran Diri (Self awarness) Anak belajar memahami kemampuan dirinya, kelemahan
6. Perkembangan Moral Diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, bertingkah laku
menerapkan kejujuran.
8. Perkembangan Komunikasi Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi anak yang
belum dapat mengatakan secara verbal, misalnya: melukis, menggambar, bermain peran.
2. Status kesehatan, pada anak sakit maka perkembangan psikomotor dan kognitif
terganggu.
3. Jenis kelamin, dimana anak laki-laki lebih tertarik dengan mekanikal sementara anak
5. Alat permainan.
6. Intelegensia.
2. Tahap Permainan Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap perminan. 3.
berikutnya.
1. Bayi (1 bulan)
a. Visual: permainan dapat dilihat dengan jarak dekat (20-25 Cm), gantungkan benda
a. Visual: buat ruangan menjadi terang, gambar, cermin ditembok, bawa bayi ke
keluarga.
dengan lotion/bedak.
a. Visual: bermain cermin, anak nonton TV, beri mainan dengan warna terang.
b. Auditori: anak bicara, ulangi suara yang dibuat, panggil nama, remas kertas didekat
a. Visual: mainan berwarna, bermain depan cermin,”ciluk ….ba”, beri kertas untuk
dirobek-robek.
b. Auditori: panggil nama “Mama …Papa, dapat menyebutkan bagian tubuh, beri tahu
yang anda lakukan, ajarkan tepuk tangan dan beri perintah sederhana.
berenang.
d. Kinetik: letakkan mainan agak jauh lalu suruh anak untuk mengambilnya.
a. Visual: perlihatkan gambar dalam buku, ajak pergi ke berbagai tempat, bermain bola,
b. Auditori: tunjukkan bagian tubuh dan sebutkan, kenalkan dengan suara binatang.
c. Taktil: beri makanan yang dapat dipegang, kenalkan dingin, panas dan hangat.
d. Boneka bayi.
d. Perhatiannya singkat.
h. Senang musik/irama.
b. Alat masak.
c. Malam, lilin.
d. Boneka, blockies, telepon, gambar dalam buku, bola, dram yang dapat dipukul,
krayon, kertas.
c. Papan tulis/kapur.
1. Pengertian APE adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak
2. Kegunaan
3. Syarat
c. Desainnya harus jelas. Memiliki ukuran, susunan, warna tertentu serta jelas maksud
dan tujuannya.
e. Dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah.
f. Harus tetap menarik.
h. Tidak mudah rusak. Jika ada bagian yang rusak mudah diperbaiki dan diganti,
pemeliharaan mudah, terbuat dari bahan yang mudah didapat, harga terjangkau.
a. Motorik kasar: sepeda roda tiga/dua, mainan yang ditarik dan didorong.
e. Menolong diri sendiri: gelas/piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki.
f. Tingkah laku sosial: alat permainan yang dapat dipakai bersama seperti bola, tali,
dakon.
b. Alat permainan dianggap bagus atau perlu oleh orang tua tapi kontradiksi bagi anak.
K. MASA PANDEMI
semua kegiatan seperti bekerja, belajar dan beribadah dilakukan di rumah. Karena itu,
dikenal dengan istilah work from home (WFH), study from home (SFH), atau pray in
house (PIH). Kini, rumah telah menjadi titik sentral kegiatan apa pun bagi semua anggota
keluarga. Sebagai anak-anak, mereka masih menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai
siswa yang belajar di rumah. Ia mengerjakan semua pelajaran, pekerjaan rumah (homework),
maupun tugas-tugas sekolah di rumah. Mereka tetap belajar sebagaimana seperti biasanya
sebagai siswa sekolah, namun semuanya itu dikerjakan di rumah. Usai belajar, anak-anak
masih memiliki banyak waktu luang. Jika tidak tahu, waktu luang tersebut akan berlalu sia-
sia.
Namun demikian, anak-anak pasti tahu apa yang akan mereka lakukan. Mereka dapat
bermain. Bermain ialah kegiatan sukarela yang menyenangkan yang dapat dilakukan oleh
siapa pun. Bermain dapat dilakukan oleh anak, remaja, orang dewasa, dan bahkan orang
1. Homoluden
bersifat universal. Siapa pun umat manusia yang berasal dari berbagai bangsa, suku
bangsa, budaya, adat-istiadat, agama atau aliran kepercayaan mana pun, menyukai
kegiatan bermain. Bermain telah dilakukan oleh individu sejak masih janin ketika masih
Selanjutnya, bayi, anak, remaja, orang dewasa dan lanjut usia tetap melakukan kegiatan
bermain. Jadi kegiatan bermain tidak mengenal usia. Di masa perkembangan anak-anak
dikenal dengan istilah "dunia anak adalah bermain". Kegiatan utama seorang anak
adalah bermain. Tiada hari tanpa bermain. Dalam pandangan teori rekapitulasi disebut
bahwa bermain sebagai proses pembelajaran bagi seorang anak untuk melatih
Karena itu, dikenal dengan permainan peran tradisional yang sangat memasyarakat.
Anak-anak dapat berperan sebagai dokter, tentara, polisi, pilot, ayah, ibu atau peran apa
saja. Anak-anak meniru peran orang dewasa, bahwa mereka berharap dapat memiliki
Demikian pula mereka yang sudah lanjut usia, mereka memiliki banyak waktu luang.
Mereka sudah pensiun dan tidak bekerja lagi. Jika mereka menyia-nyiakan waktu
luangnya, maka mereka akan merasakan kesepian. Karena itu, mereka dapat bermain
untuk mengisi waktu luangnya. Dalam konsep pengembangan teori kognitif, maka
2. Surplus energy
PBB sebuah organisasi dunia juga menyatakan bahwa setiap umat manusia, khususnya
anak-anak memiliki hak untuk bermain. Jadi tidak ada seorang pun yang dapat melarang
bagi siapa pun untuk bermain. Dalam pandangan teori surplus energi dikatakan bahwa
tersebut melalui kegiatan bermain. Bagi anak-anak perempuan, mereka bisa memainkan
permainan tradisional yang dapat dilakukan di rumah, misalnya bermain congklak, bola
bekel. Bagi anak laki-laki, mereka bisa bermain halma, ludo atau ular tangga. Namun
demikian, kini anak-anak dapat bermain gadget atau handphone yang menyediakan
banyak jenis permainan elektronik. Cukup bermodalkan handphone Android dan
elektronik. Salah satunya adalah Mobile Legend, sebuah permainan yang sangat
digemari oleh anak-anak di seluruh dunia. Ketika mereka sudah merasa asyik bermain,
Dalam ini, orangtua tidak perlu merasa kuatir. Sebab mereka dapat membagi waktu
kegiatan bermain yang wajar, normal dan tidak menyimpang dari norma-norma sosial
masyarakat. Mereka masih berada dalam koridor nilai-nilai kesusilaan. Jangan sampai,
anak-anak mengunduh konten pornografi, atau hal-hal yang melanggar ajaran agama.
Dengan pengawasan yang ketat, anak-anak pun akan mematuhi aturan yang diterapkan
orangtua di rumah. Yang terpenting adalah orangtua memberi kebebasan bermain bagi
Stop! Jangan pandang enteng kegiatan bermain! Sigmund Freud, eorang psikoanalisis
klasik menegaskan bahwa bermain memiliki nilai terapeutik. Bermain adalah kegiatan
individu. Bermain sebagai sarana terapi untuk mengatasi kondisi stres, cemas, takut,
Di masa pandemi Covid 19 ini, bermain bisa menjadi salah satu solusi ampuh yang
dapat diterapkan oleh siapa pun. Masyarakat umum seperti orangtua mencemaskan
adanya penularan covid 19 yang dapat terjadi pada anak-anaknya. Yang merasa cemas,
justru, orangtuanya. Karena itu, yang perlu memperoleh terapi adalah orangtua, bukan
anak-anak. Dengan demikian, orangtualah yang seharusnya melakukan terapi bagi diri-
emosi (emotion bonding). Orangtua merasa lebih dekat dan akrab dengan anak-anak.
Hal ini memberi keuntungan bagi orangtua maupun anak-anak. Orangtua lebih leluasa
untuk mengajar, mendidik maupun membina anak-anak agar mereka memiliki karakter
positif di masa depan. Sifat-sifat negatif yang dianggap sebagai kekurangan dalam diri
Demikian pula, anak-anak lebih leluasa untuk berkomunikasi dari hati ke hati kepada
orangtua. Karena sudah tidak ada jarak emosional antara orangtua dengan anak-anak di
orangtua dan anak-anak, akibatnya bermanfaat secara positif bagi pemulihan hubungan
komunikasi dalam keluarga. Jika pandemi covid 19 berakhir, maka seluruh anggota
keluarga (orangtua dan anak-anak) dapat melakukan peran sosial yang lebih baik di
masyarakat. Orangtua dapat kembali bekerja meniti karir dengan dukungan penuh dari
anak-anak. Demikian pula, anak-anak dapat kembali meraih prestasi di sekolah. Dengan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bermain bagi Anak di Rumah pada Masa
baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/23/174802620/bermain-bagi-anak-di-rumah-
pada-masa-pandemi-covid-19?page=all.
Foster and Humsberger. 2008. Family Centered Nursing Care of Children. WB sauders
Perkembangan anak. jilid I. Erlangga. Jakarta Markum, dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Whaley and Wong.2015. Nursing Care infants and children. Fourth Edition. Mosby Year Book.
Toronto. Canada