Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini siapa yang tak kenal dengan kendaraan transportasi baik itu

pribadi atau umum. Bahkan saat ini tak jarang orang tua membolehkan anak-

anaknya menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, mereka pun tak takut

menjalankannya dijalan raya. Seiring banyaknya kendaraan pribadi ataupun

umum  banyak juga kejadian negatif karenanya. Terutama kecelakaan lalu

lintas seperti kecelakaan sesama pengendara motor, motor dengan mobil atau

lainnya. Akibat dari kecelakaan yang terjadi yaitu kematian, cacat, dan juga

fraktur (Nurma, 2016).

Fraktur telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat

pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang.

Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di bawah

penyakit jantung koroner dan tuberculosis). Fraktur merupakan ancaman

potensial maupun aktual terhadap integritas seseorang, sehingga akan

mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan

respon berupa nyeri (Mediarti, et al., 2015).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2014-2016

terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur

akibat kecelakaan lalu lintas. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi

diintegritas tulang. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu

kecelakaan kerja, kecelakaan laulu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga

1
2

bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes

RI, 2016).

Pada saat terjadi fraktur atau patah tulang, jaringan disekitarnya juga

akan terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan lunak,perdarahan ke

otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan

pembuluh darah. Dampak dari fraktur ini dapat menyebabkan nyeri,

terganggunya mobilitas fisik, selain itu dalam waktu panjang dapat

mengakibatkan ansietas, karena fraktur yang tidak kunjung sembuh sehingga

dapat terjadi dilakukannya amputasi bagian tubuh tertentu. Selain itu

memungkinkan terkontaminasi oleh miikroorganisme yang dapat

menyebabkan infeksi (Muttaqin, 2015).

Dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas

bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi di antara fraktur

lainnya yaitu sekitar 46,2%. Pada tahun 2017, dari 45.987 orang dengan fraktur

ekstremitas bawah akibat kecelakaan,19.629 orang mengalami fraktur femur,

14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970

orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil dikaki dan 336 orang

mengalami fraktur fibula (Depkes RI, 2017).

Fraktur Cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang

tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai

kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)

sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang

patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2016).


3

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara jumlah

kasus fraktur cruris semakin meningkat setiap tahunnya, jumlah kasus fraktur

cruris pada tahun 2017 sebanyak 201 orang, pada tahun 2018 jumlah kasus

fraktur cruris sebanyak 267 orang dan tahun 2019 sebanyak 322 orang (Profil

Dinkes Prov.Sultra, 2019).

Berdasarkan Rekam Medik di BLUD Rumah Sakit Konawe, jumlah

kasus pasien fraktur cruris pada tahun 2018 berjumlah 24 orang, tahun 2019

berjumlah 29 orang dan periode Januari-April 2020 jumlah kasus pasien

fraktur cruris berjumlah 9 orang (RM BLUD RS Konawe, 2020).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

membahas kasus ini untuk dijadikan kasus Karya Tulis Ilmiah dengan judul

”Asuhan Keperawatan Klien Tn. I dengan gangguan sistem musculoskeletal

post operasi fraktur cruris dekstra di Ruang Bedah BLUD Rumah Sakit

Konawe” selama 3 hari dari tanggal 27 April – 29 April 2020.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan pada klien Tn. I dengan gangguan sistem

musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra di Ruang Bedah BLUD

Rumah Sakit Konawe.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada klien Tn. I dengan gangguan sistem

musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra


4

b. Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai prorioritas pada klien Tn. I

dengan gangguan sistem musculoskeletal post operasi fraktur cruris

dekstra

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien Tn. I dengan

gangguan sistem musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra

d. Melakukan implementasi asuhan keperawatan pada klien Tn. I dengan

gangguan sistem musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra

e. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada klien Tn. I dengan

gangguan sistem musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang penerapan asuhan

keperawatan pada pasien post operasi fraktur cruris dekstra

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat/pasien

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi

masyarakat/pasien tentang penanganan pasien post operasi fraktur

cruris dekstra.

b. Bagi institusi/pendidikan

Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan

mengenai asuhan keperawatan pada pasien post operasi fraktur cruris

dekstra, yang relevan di masa-masa mendatang.


5

c. Bagi RS

Sebagai bahan informasi bagi BLUD Rumah Sakit Konawe

khususnya mengenai asuhan keperawatan pada klien Tn. I dengan

gangguan sistem musculoskeletal post operasi fraktur cruris dekstra.

D. Metode Penelitian

1. Tempat dan waktu pelaksanaan studi kasus

Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Bedah BLUD Rumah Sakit

Konawe pada tanggal 27 April – 29 April 2020.

2. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang objektif dan relevan dengan melakukan

pengumpulan data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu :

a. Studi kepustakaan

Mempelajari isi literatur-literatur atau buku-buku dan situs

internet yang relevan dengan masalah yang dibahas oleh penulis.

b. Studi kasus

Menggunakan pendekatan proses keperawatan pada klien yang

meliputi pengkajian, analisa data, penerapan diagnosa keperawatan,

penyusunan rencana tindakan dan evaluasi asuhan keperawatan.

Untuk melengkapi data/informasi dalam pengkajian menggunakan

beberapa cara antara lain:

a. Observasi

Mengadakan pengamatan langsung pada klien dengan cara

melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan dan

keadaan klien.
6

b. Wawancara

Mengadakan wawancara dengan klien dan keluarga, dengan

mengadakan pengamatan langsung.

c. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik terhadap klien melalui : inspeksi,

palpasi, auskultasi dan perkusi.

d. Studi dokumentasi

Penulis memperoleh data dan medical record dan hasil

pemeriksaan laboratorium.

e. Metode diskusi

Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait yaitu perawat

yang bertugas di ruang bedah BLUD Rumah Sakit Konawe.

3. Teknik penulisan

Disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab yaitu:

BAB I : Latar belakang, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, metode

dan teknik penulisan.

BAB II :  Tinjauan teoritis terdiri dari konsep dasar medik, terdiri dari

pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,

pemeriksaan diagnostik, penanganan medik. Sedangkan

konsep dasar keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

BAB III : Tinjauan kasus yang memuat tentang pengamatan kasus yang

meliputi pengkajian diagnosa keperawatan, rencana

keperawatan, implementasi dan evaluasi.


7

BAB IV : Pembahasan kasus yaitu membandingkan antara teori dengan

kasus nyata.

BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya

disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,

kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari

yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem

(Bruner & Sudarth, 2011).

Fraktur cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang

tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai

kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)

sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang

patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2016).

B. Klasifikasi Fraktur

Jenis – jenis fraktur adalah :

1. Berdasarkan tempat (Fraktur

humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).

8
9

2. Berdasarkan komplit atau

ketidakkomplitan fraktur:

a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran

b. Fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah

tulang.

3.  Berdasarkan bentuk dan

jumlah garis patah :

a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b.  Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c.  Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada  tulang yang sama

4. Berdasarkan posisi fragmen :

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang

juga disebut lokasi fragmen

5. Berdasarkan sifat fraktur

(luka yang ditimbulkan).

a. Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
10

utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri

yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1)   Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

2)   Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

3)   Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

4)   Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

ddan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan fraktur

dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang

yang dibagi menjadi 3 grade :

1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )

2) Grade II :luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif

3) Grade III : luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami

kerusakan jaringan lunak yang ekstensif (Smeltzer, 2010).

C. Etiologi

Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang

mengalami :

1. Trauma langsung/ direct trauma


11

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut

mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan

patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat

terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu

sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini

disebut dengan fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan (Corwin, 2010).

D. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar

dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi

terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi


12

plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang

merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Helmi, 2016). 

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur adalah :

1.  Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan

fraktur.

2.  Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya

tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,

elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Helmi,

2016). 

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna

yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.
13

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan

ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya

otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai

2 inci).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang

lebih berat.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Corwin, 2010)

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan


14

proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-

ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan

hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-

ray:

a. Bayangan jaringan lunak.

b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik

khususnya seperti:

a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang

lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja

tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa.

d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak (Helmi, 2016).


15

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada

tahap penyembuhan tulang (Helmi, 2016).

3. Pemeriksaan lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

fraktur.

d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang.

f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Helmi, 2016).

G. Stadium Penyembuhan Fraktur

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur

merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan


16

membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk

oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium 1 : Pembentukan hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium

ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium 2 : Proliferasi seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang

telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus

masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang

patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,

tergantung frakturnya.

3. Stadium 3 : Pembentukan kalus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi

sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur

dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan

periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih


17

padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu

setelah fraktur menyatu.

4. Stadium 4 : Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang

lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

5. Stadium 5 : Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang

oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.

Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih

tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk,

dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Brunner &

Suddarth, 2011).

H. Komplikasi

1. Umum

a. Shock

b. Kerusakan organ

c. Kerusakan saraf

d. Emboli lemak
18

2. Dini

a. Cedera arteri

b. Cedera kulit dan jaringan.

c. Cedera partement syndrom

3. Lanjut

a. Stiffnes (kaku sendi)

b. Degenerasi sendi

c. Penyembuhan tulang terganggu

d. Mal union

e. Non union

f. Delayed union

g. Cross union (Corwin, 2010).

I. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,

namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk

mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan

juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).

Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.

a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling

tulang.

b. Pemasangan gips
19

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang

yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai

dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :

1) Immobilisasi dan penyangga fraktur

2) Istirahatkan dan stabilisasi

3) Koreksi deformitas

4) Mengurangi aktifitas

5) Membuat cetakan tubuh orthotik

     Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips

adalah:

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

2) Gips patah tidak bisa digunakan

3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan

klien

4) Jangan merusak / menekan gips

5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /

menggaruk

6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang

lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti

pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal

tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :
20

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban

dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan

sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang

tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :

b.  Traksi manual

Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan

pada keadaan emergency.

c. Traksi mekanik, ada 2 macam :

1) Traksi kulit (skin traction)

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal

otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

2) Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang

merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan

luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang /

jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

1)   Mengurangi nyeri akibat spasme otot

2)   Memperbaiki & mencegah deformitas

3)   Immobilisasi

4)   Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

5)   Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


21

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya

tarik

2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan

pemberat  agar reduksi dapat dipertahankan

3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus

4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

3. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam

pada pecahan-pecahan tulang.

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak

keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini

disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi

dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang

bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma

fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.

Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang

normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini

dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan

paku (Smeltzer, 2010).

b.
22

J. Pathway
23

K. Fokus Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-

masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap

ini. Tahap ini terbagi atas:

1. Anamnesa

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang

mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ) .

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien

digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi

faktor presipitasi nyeri.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

3) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.


24

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien

tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak

menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian

tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan

menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan

penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit

untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki

sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga

diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.


25

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan

kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

f. Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat

g. Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik:

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah

kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk.

riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1) Aktivitas istirahat

Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena

mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder

dari pembengkakan jaringan nyeri.

2) Sirkulasi

Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /

ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia (respon stress,

hivopolemia)

3) Neurosensori

Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan


26

Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi

krepitasi.

4) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi

pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang pada

imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf spasme atau kram

otot (setelah imobilisasi)

5) Keamanan

Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,

pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

6) Penyuluhan

Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)

pengetahuan terbatas.

L. Fokus Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang sering muncul pada pasien post operasi fraktur

antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (misalnya abses,

amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,

latihan fisik berlebihan).

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang, gangguan muskuloskeletal, nyeri.


27

4. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis

(misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan).

5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh

primer : kerusakan integritas kulit.

6. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang

terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan sumber informasi (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

M. Fokus Intervensi

a. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

(misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,

prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3x 24 jam diharapkan: - Manajemen nyeri
Utama: - Pemberian analgesik
- Tingkat nyeri Pendukung:
Tambahan: - Aromaterapi
- Fungsi gastrointestinal - Dukungan hipnotis diri
- Kontrol nyeri - Dukungan pengungkapan
- Mobilitas fisik kebutuhan
- Penyembuhan luka - Edukasi efek samping obat
- Perfusi miokard - Edukasi manajemen nyeri
- Perfusi perifer - Kompres dingin
- Pola tidur - Edukasi proses penyakit
- Status kenyamanan - Edukasi teknik nafas
28

- Tingkat cedera - Kompres dingin


- Kompres panas
- konsultasi
- latihan pernafasan
- Manajemen efek samping obat
- Manajemen kenyamanan
lingkungan
- Manajemen medikasi
- Manajemen sedasi
- Manajemen terapi radiasi
- Pemantauan nyeri
- Pemberian obat
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral
- Pemberian obat topikal
- Pengaturan posisi
- Perawatan amputasi
- Perawatan kenyamanan
- Teknik distraksi
- Tekhnik imajinasi terbimbing
- Terapi akupuntur
- Terapi bantuan hewan
- Terapi humor
- Terapi murattal
- Terapi musik
- Terapi pemijatan
- Terapi relaksasi
- Terapi sentuhan
- Transcutaneous Electrical Nerve
Simulation (TENS)
.
29

b. Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler.

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3x 24 jam diharapkan: - Pemantauan respirasi
Utama: - Terapi oksigen
- Pertukaran gas Pendukung:
Tambahan: - Dukungan berhenti merokok
- Keseimbangan asam basa - Dukungan ventilasi
- Konservasi energi - Edukasi berhenti merokok
- Perfusi paru - Edukasi pengukuran respirasi
- Respon ventilasi mekanik - Edukasi fisioterapi dada
- Tingkat delirium - Fisioterapi dada
- Insersi jalan nafas buatan
- Konsultasi via telpon
- Manajemen asam basa
- Manajemen asam basa :
Alkalosis Respiratorik
- Manajemen asam basa :
Asidosis Respiratorik
- Manajemen energy
- Manajemen jalan nafas
- Manajemen jalan nafas buatan
- Manajemen ventilasi buatan
- Pencegahan aspirasi
- Pemberian obat
- Pemberian obat inhalasi
30

- Pemberian obat interpleura


- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat intramuskuler
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral
- Pengaturan posisi
- Pengambilan sampel darah
arteri
- Penyapihan ventilasi mekanik
- Perawatan emboli paru
- Perawatan selang dada
- Reduksi ansietas

c.  Diagnosa 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

integritas struktur tulang, gangguan muskuloskeletal, nyeri.

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3x 24 jam Diharapkan: - Dukungan Ambulasi
Utama: - Dukungan Mobilisasi
- Mobilitas Fisik Pendukung:
Tambahan: - Dukungan Kepatuhan Program
- Berat Badan Pengobatan
- Fungsi Sensori - Dukungan Perawatan Diri
- Keseimbangan - Dukungan Perawatan Diri :
- Konservasi Energi BAB/BAK
- Koordinasi Pergerakan - Dukungan Perawatan Diri :
- Motivasi Berpakaian
- Pergerakan Sendi - Dukungan Perawatan Diri :
- Status Neurologis Makan/Minum
31

- Status Nutrisi - Dukungan Perawatan Diri :


- Toleransi Aktivitas Mandi
- Edukasi Latihan Fisik
- Edukasi Teknik Ambulasi
- Edukasi Teknik Transfer
- Konsultasi Via Telepon
- Latihan Ortogenik
- Manajemen Energi
- Manajemen Lingkungan
- Manajemen Mood
- Manajemen Nutrisi
- Manajemen Nyeri
- Manajemen Medikasi
- Manajemen Program Latihan
- Manajemen Sensasi Perifer
- Pemantauan Neurologis
- Pemberian Obat
- Pemberian Obat Intravena
- Pembidaian
- Pencegahan jatuh
- Pencegahan luka tekan
- Pengaturan posisi
- Pengekangan fisik
- Petrawatan kaki
- Perawatan sirkulasi
- Perawatan tirah baring
- Perawatan traksi
- Promosi berat badan
- Promosi kepatuhan program
latihan
- Promosi latihan fisik
- Tekhnik latihan penguatan otot
32

- Tekhnik latuhan penguatan sendi


- Terapi aktivitas
- Terapi pemijatan
- Terapi relaksasi otot progresif

d. Diagnosa 4 : Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan).

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3 x 24 jam Diharapkan: - Perawatan integritas kulit
Utama: - Perawatan luka
- Integritas kulit dan jaringan Pendukung:
Tambahan: - Dukungan perawatan diri
- Pemulihan pasca bedah - Edukasi perawatan diri
- Penyembuhan luka - Eduksi perawatan kulit
- Perfusi perifer - Edukasi perilaku upaya
- Respon alergi lokal kesehatan
- Status nutrisi - edukasi pola perilaku kebersihan
- Status sirkulasi - Edukasi program pengobatan
- Termoregulasi - Konsultasi
- Latihan rentang gerak
- Manajemen nyeri
- Pelaporan status kesehatan
- Pemberian obat
- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat intramuskular
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat kulit
- Pemberian obat subkutan
33

- Pemberian obat topikal


- Penjahitan luka
- Perawatan area insisi
- Perawatan imobilisasi
- Perawatan kuku
- Perawatan luka bakar
- Perawatan luka tekan
- Perawatan skin graft
- Perawatan pasca SC
- Teknik latihan penguatan otot
dan sendi
- Terapi lintah
- Skrining kanker
- .
e.  Diagnosa 5 : Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh primer : kerusakan integritas kulit.

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3 x 24 jam Diharapkan: - Manajemen imunisasi/vaksinasi
Utama: - Pencegahan infeksi
- Tingkat infeksi Pendukung:
Tambahan: - Dukungan pemeliharaan rumah
- Integritas kulit dan jaringan - Dukungan perawatn diri : mandi
- Kontrol risiko - Edukasi pencegahan luka tekan
- Status imun - Edukasi seksualitas
- Status nutrisi - Induksi persalinan
- Latihan batuk efektif
- Manajemen jalan nafas
- Manajemen imunisasi/vaksinasi
34

- Manajemen lingkungan
- Manajemen nutrisi
- Manajemen medikasi
- Pemantauan elektrolit
- Pemantauan nutrisi
- Pemantauan tanda vital
- Pemberian obat
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral
- Pencegahan luka tekan
- Pengaturan posisi
- Perawatan amputasi
- Perawatan area insisi
- Perawatan kehamilan resiko
tinggi
- Perawatan luka
- Perawatan luka bakar
- Perawatan luka tekan
- Perawatan pasca persalinan
- Perawatan perineum
- Perawatan persalinan
- Perawatan persalinan resiko
tinggi
- Perawatan selang
- Perawatan selang dada
- Perawatan selang gastrointestinal
- Perawatan selang umbilical
- Perawatan sirkumsisi
- Perawatan skin graft
- Perawatan terminasi kehamilan
35

f.  Diagnosa 6 : Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan

dengan kurang   terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan sumber

informasi.

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan selama Utama:


3 x 24 jam Diharapkan: - Reduksi ansietas
Utama: - Terapi relaksasi
- Tingkat pengetahuan Pendukung:
Tambahan: - Bimbingan sistem kesehatan
- Memori - Edukasi aktivitas/istirahat
- Motivasi - Edukasi alat bantu dengar
- Proses informasi - Edukasi analgesia terkontrol
- Tingkat agitasi - Edukasi berat badan efektif
- Tingkat kepatuhan - Edukasi berhenti merokok
- Edukasi dehidrasi
- Edukasi dialysis peritoneal
- Edukasi diet
- Edukasi edema
- Edukasi efek samping obat
- Edukasi fisioterapi dada
- Edukasi hemodialisis
- Edukasi infertilitas
- Edukasi irigasi kandung kemih
- Edukasi irigasi colostomi
- Edukasi irigasi urostomi
- Edukasi keamanan anak
- Edukasi keamanan bayi
- Edukasi kelekatan ibu dan bayi
36

- Edukasi keluarga berencana


- Edukasi keluarga : pola
kebersihan
- Edukasi kemoterapi
- Edukasi keselamatan
lingkungan
- Edukasi keselamatan rumah
- Edukasi keterampilan
psikomotor
- Edukasi komunikasi efektif
- Edukasi latihan berkemih
- Edukasi latihan fisik
- Edukasi manajemen demam
- Edukasi manajemen nyeri
- Edukasi manajemen stress
- Edukasi mobilisasi
- Edukasi nutrisi
- Edukasi nutrisi anak
- Edukasi nutrisi bayi
- Edukasi nutrisi parenteral
- Edukasi orang tua : fase anak
- Edukasi perawatan kulit
- Edukasi perawaan mata
- Edukasi perawatan mulut
- Edukasi perawatan nefrostomi
- Edukasi perawatan patah tulang
- Edukasi perawatan perineum
- Edukasi perawatan selang drain
- Edukasi perawatan stoma
- Edukasi perawatan
trakheostomy
- Edukasi perawatan urostomy
37

- Edukasi perilaku upaya
kesehatan
- Edukasi perkembangan bayi
- Edukasi persalinan
- Edukasi pijat bayi
- Edukasi pencegahan infeksi
- Edukasi pencegahan jatuh
- Edukasi luka tekan
- Edukasi pencegahan
osteoporosis
- Edukasi penggunaan alat
kontrasepsi
- Edukasi penggunaan alat bantu
- Edukasi pengukuran nadi
radialis
- Edukasi pengukuran respirasi
- Edukasi pengukuran suhu tubuh
- Edukasi pengukuran tekanan
darah
- Edukasi pengurangan resiko
- Edukasi pola perilaku
kebersihan
- Edukasi preoperatif
- Edukasi program pengobatan
- Edukasi prosedur tindakan
- Edukasi proses keluarga
- Edukasi proses penyakit
- Edukasi reaksi alergi
- Edukasi rehabilitasi jantung
- Edukasi resep obat
- Edukasi seksualitas
- Edukasi stimulasi bayi/anak
38

- Edukasi tekhnik adaptasi


- Edukasi tekhnik ambulasi
- Edukasi orangtua : fase bayi
- Edukasi orangtua : fase remaja
- Edukasi pada pengasuh
- Edukasi pemberian makanan
pada anak
- Edukasi pemberian makanan
parenteral
- Edukasi penilaian keselamatan
- Edukasi pengukuran respirasi
- Edukasi penyalahgunaan
alcohol
- Edukasi penyalahgunaan zat
- Edukasi perawatan bayi
- Edukasi perawatan diri
- Edukasi perawatan gigi palsu
- Edukasi perawatan gips
- Edukasi kateter urine
- Edukasi perawatan kehamilan
- Edukasi tekhnik mengingat
- Edukasi tarik nafas
- Edukasi pemberian makanan
- Edukasi terapi antikoagulan
- Edukasi terapi cairan
- Edukasi terapi darah
- Edukasi terapi relaksasi otot
progresif
- Edukasi terapi termoreguasi
- Edukasi terapi toilet training
- Edukasi vaksin
- Edukasi vitamin
39

- Konseling
- Konsultasi
- Promosi edukasi laktasi di
komunitas
- Promosi kesiapan penerimaan
informasi
- Promosi literasi kesehatan
(Sumber Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018 & 2019)
40

Anda mungkin juga menyukai