Anda di halaman 1dari 17

SERAT WEDHATAMA

Pintu Pembuka Rahasia Spiritual Raja-Raja Mataram

Serat Wedhatama (asal kata dalam bahasa Jawa; Wredhatama)


merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta
berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya,
pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat
Jawa/Solo). Beliau adalah enterpreneur sejati yang sangat sukses memakmurkan
rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula
Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) dengan melibatkan
masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng.
Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun Balapan di kota
Solo. Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Hebatnya,
perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan pena, sudah cukup membuat
penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi contoh sikap perilaku utama,
dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad a la Kejawen); “nglurug tanpa
bala” dan “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan diraih secara kesatria,
tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan
nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati.
Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal
karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif dan
bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau adalah Ngarsa
Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri
Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku”
spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraih kesempurnaan
hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni “warangka
manjing curiga” atau meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama
raganya lenyap tanpa bekas.
Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan
olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi
siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu
dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat
universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam
Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan
ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi “jalan setapak”
bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang
tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntun step
by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat
Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri
sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk
melihat rahasia kegaiban (meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia
langit).
Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah
dalam bentuk tembang agar mudah diingat dan lebih “membumi”. Sebab sebaik
apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di
dalam “menara gadhing” yang megah.
Kami sangat bersukur kepada Gusti Allah, dan berterimakasih sebesar-
besarnya kepada Eyang-eyang Gusti dan para Ratu Gung Binatara yang telah
njangkung lan njampangi kami dalam membedah dan medhar ajaran luhur ini,
sehingga dengan “laku” yang sangat berat dapat kami susun dalam bahasa
Nasional. Karena keterbatasan yang ada pada kami, mudah-mudahan tidak
mengurangi makna yang terkandung di dalamnya. Tanpa adanya kemurahan
Gusti Allah dan berkat doa restu dari para leluhur agung yang bijaksana, kami
menyadari sungguh sulit rasanya, memahami dan menjabarkan kawruh atau
pitutur yang maknanya persis sama sebagaimana teks aslinya. Mudah-mudahan
hakikat yang tersirat di dalam pelajaran ini dapat diserap secara mudah oleh
para pembaca yang budiman. Harapan saya mudah-mudahan tulisan ini
bermanfaat bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang agama dan
kepercayaannya. Bagi siapapun yang lebih winasis pada sastra Jawa, saya
tampilkan juga teks aslinya. Mudah-mudahan para pembaca, dapat memberikan
koreksi, kritik dan saran kepada saya.
PANGKUR (Sembah Raga/Syariat)
1 Mingkar mingkuring angkara, Meredam nafsu angkara dalam diri,
Akarana karanan mardi siwi, Hendak berkenan mendidik putra-putri
Sinawung resmining kidung, Tersirat dalam indahnya tembang,
Sinuba sinukarta, dihias penuh variasi,
Mrih kretarta pakartining ngelmu agar menjiwai hakekat ilmu luhur,
luhung yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara)
Kang tumrap neng tanah Jawa, agama sebagai “pakaian” kehidupan.
Agama ageming aji.
2 Jinejer neng Wedatama Disajikan dalam serat Wedhatama,
Mrih tan kemba kembenganing agar jangan miskin pengetahuan
pambudi walaupun sudah tua pikun
Mangka nadyan tuwa pikun jika tidak memahami rasa sejati (batin)
Yen tan mikani rasa, niscaya kosong tiada berguna
yekti sepi asepa lir sepah, samun, bagai ampas, percuma sia-sia,
Samangsane pasamuan di dalam setiap pertemuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi. sering bertindak ceroboh memalukan.
3 Nggugu karsaning priyangga, Mengikuti kemauan sendiri,
Nora nganggo peparah lamun angling, Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal
Lumuh ing ngaran balilu, bunyi),
Uger guru aleman, Namun tak mau dianggap bodoh,
Nanging janma ingkang wus Selalu berharap dipuji-puji.
waspadeng semu (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami
Sinamun ing samudana, (ilmu sejati) tak bisa ditebak
Sesadon ingadu manis berwatak rendah hati,
selalu berprasangka baik.
4 Si pengung nora nglegawa, (sementara) Si dungu tidak menyadari,
Sangsayarda deniro cacariwis, Bualannya semakin menjadi jadi,
Ngandhar-andhar angendhukur, ngelantur bicara yang tidak-tidak,
Kandhane nora kaprah, Bicaranya tidak masuk akal,
saya elok alangka longkanganipun, makin aneh tak ada jedanya.
Si wasis waskitha ngalah, Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
Ngalingi marang si pingging. Menutupi aib si bodoh.
5 Mangkono ngelmu kang nyata, Demikianlah ilmu yang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati, Senyatanya memberikan ketentraman hati,
Bungah ingaran cubluk, Tidak merana dibilang bodoh,
Sukeng tyas yen denina, Tetap gembira jika dihina
Nora kaya si punggung anggung Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
gumrunggung Ingin dipuji setiap hari.
Ugungan sadina dina Janganlah begitu caranya orang hidup.
Aja mangkono wong urip.
6 Urip sepisan rusak, Hidup sekali saja berantakan,
Nora mulur nalare ting saluwir, Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut.
Kadi ta guwa kang sirung, Umpama goa gelap menyeramkan,
Sinerang ing maruta, Dihembus angin,
Gumarenggeng anggereng Suaranya gemuruh menggeram,
Anggung gumrunggung, berdengung
Pindha padhane si mudha, Seperti halnya watak anak muda
Prandene paksa kumaki. masih pula berlagak congkak
7 Kikisane mung sapala, Tujuan hidupnya begitu rendah,
Palayune ngendelken yayah wibi, Maunya mengandalkan orang tuanya,
Bangkit tur bangsaning luhur, Yang terpandang serta bangsawan
Lha iya ingkang rama, Itu kan ayahmu !
Balik sira sarawungan bae durung Sedangkan kamu kenal saja belum,
Mring atining tata krama, akan hakikatnya tata krama
Nggon anggon agama suci. dalam ajaran yang suci
8 Socaning jiwangganira, Cerminan dari dalam jiwa raga mu,
Jer katara lamun pocapan pasthi, Nampak jelas walau tutur kata halus,
Lumuh asor kudu unggul, Sifat pantang kalah maunya menang sendiri
Semengah sesongaran, Sombong besar mulut
Yen mangkono keno ingaran Bila demikian itu, disebut orang yang terlena
katungkul, Puas diri berlagak tinggi
Karem ing reh kaprawiran, Tidak baik itu nak !
Nora enak iku kaki.
9 Kekerane ngelmu karang, Di dalam ilmu yang dikarang-karang
Kekarangan saking bangsaning gaib, (sihir/rekayasa)
Iku boreh paminipun, Rekayasa dari hal-hal gaib
Tan rumasuk ing jasad, Itu umpama bedak.
Amung aneng sajabaning daging Tidak meresap ke dalam jasad,
kulup, Hanya ada di kulitnya saja nak
Yen kapengok pancabaya, Bila terbentur marabahaya,
Ubayane mbalenjani. bisanya menghindari.
10 Marma ing sabisa-bisa, Karena itu sebisa-bisanya,
Bebasane muriha tyas basuki, Upayakan selalu berhati baik
Puruita-a kang patut, Bergurulah secara tepat
Lan traping angganira, Yang sesuai dengan dirimu
Ana uga angger ugering kaprabun, Ada juga peraturan dan pedoman bernegara,
Abon aboning panembah, Menjadi syarat bagi yang berbakti,
Kang kambah ing siyang ratri. yang berlaku siang malam.
11 Iku kaki takok-eno, Itulah nak, tanyakan
marang para sarjana kang martapi Kepada para sarjana yang menimba ilmu
Mring tapaking tepa tulus, Kepada jejak hidup para suri tauladan yang
Kawawa nahen hawa, benar,
Wruhanira mungguh sanyataning dapat menahan hawa nafsu
ngelmu Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
Tan mesthi neng janma wredha Yang tidak harus dikuasai orang tua,
Tuwin mudha sudra kaki. Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !
12 Sapantuk wahyuning Gusti Allah, Siapapun yang menerima wahyu Tuhan,
Gya dumilah mangulah ngelmu Dengan cermat mencerna ilmu tinggi,
bangkit, Mampu menguasai ilmu kasampurnan,
Bangkit mikat reh mangukut, Kesempurnaan jiwa raga,
Kukutaning jiwangga, Bila demikian pantas disebut “orang tua”.
Yen mengkono kena sinebut wong Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa
sepuh, nafsu
Lire sepuh sepi hawa, Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma
Awas roroning atunggil dengan Tuhan)
13 Tan samar pamoring sukma, Tidak lah samar sukma menyatu
Sinuksmaya winahya ing ngasepi, meresap terpatri dalam keheningan semadi,
Sinimpen telenging kalbu, Diendapkan dalam lubuk hati
Pambukaning warana, menjadi pembuka tabir,
Tarlen saking liyep layaping aluyup, berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Pindha pesating sumpena, Seperti terlepasnya mimpi
Sumusuping rasa jati. Merasuknya rasa yang sejati.
14 Sejatine kang mangkana, Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah
Wus kakenan nugrahaning Hyang Tuhan,
Widhi, Kembali ke alam yang mengosongkan,
Bali alaming ngasuwung, tidak mengumbar nafsu duniawi,
Tan karem arameyan, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal
Ingkang sipat wisesa winisesa wus, muasalmu
Mulih mula ulanira. Mulane wong Oleh karena itu,
anom sami. wahai anak muda sekalian…
(lanjut ke SINOM)

SINOM (Sembah Cipta/Kalbu/Tarekat)


15 Nulada laku utama Contohlah perilaku utama,
Tumrape wong Tanah jawi, bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
Wong agung ing Ngeksiganda, orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati, Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi, yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan
Sudane hawa lan nepsu, prihatin (bertapa),
Pinepsu tapa brata, serta siang malam
Tanapi ing siyang ratri, selalu berkarya membuat hati tenteram bagi
Amamangun karyenak tyasing sesama (kasih sayang)
sesama.
16 Samangsane pasamuan, mamangun Dalam setiap pergaulan,
marta martani, membangun sikap tahu diri.
Sinambi ing saben mangsa, Setiap ada kesempatan,
Kala kalaning asepi, Di saat waktu longgar,
Lelana teki-teki, mengembara untuk bertapa,
Nggayuh geyonganing kayun, menggapai cita-cita hati,
Kayungyun eninging tyas, hanyut dalam keheningan kalbu.
Sanityasa pinrihatin, Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan
Puguh panggah cegah dhahar lawan hawa nafsu),
nendra. dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur.
17 Saben mendra saking wisma, Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),
Lelana lalading sepi, berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),
Ngingsep sepuhing supana, menghirup tingginya ilmu,
Mrih pana pranaweng kapti, agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.
Tis tising tyas marsudi, Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
Mardawaning budya tulus, memperdayakan akal budi
Mesu reh kasudarman, menghayati cinta kasih,
Neng tepining jalanidhi, ditepinya samudra.
Sruning brata kataman wahyu Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika
dyatmika. (hidup yang sejati).
18 Wikan wengkoning samodra, Memahami kekuasaan di dalam samodra
Kederan wus den ideri, seluruhnya sudah dijelajahi,
Kinemat kamot hing driya, “kesaktian” melimputi indera
Rinegan segegem dadi, Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi,
Dumadya angratoni, berhasil berkuasa,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul, Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana, Naik menggapai awang-awang,
Umara marak maripih, (kemudian) datang menghadap dengan penuh
Sor prabawa lan wong agung hormat,
Ngeksiganda kepada Wong Agung Ngeksigondo.
19 Dahat denira aminta, Memohon dengan sangat lah beliau,
Sinupeket pangkat kanthi, agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam
Jroning alam palimunan, ing gaib,
pasaban saben sepi, tempatnya berkelana setiap sepi.
Sumanggem anyanggemi, Bersedialah menyanggupi,
Ing karsa kang wus tinamtu, kehendak yang sudah digariskan.
Pamrihe mung aminta, Harapannya hanyalah meminta
Supangate teki-teki, restu dalam bertapa,
Nora ketang teken janggut suku Meski dengan susah payah.
jaja.
20 Prajanjine abipraya, Perjanjian sangat mulia,
Saturun-turuning wuri, untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian
Mangkono trahing ngawirya, hari.
Yen amasah mesu budi, Begitulah seluruh keturunan orang luhur,
Dumadya glis dumugi, bila mau mengasah akal budi
Iya ing sakarsanipun, akan cepat berhasil,
Wong agung Ngeksiganda, apa yang diharapkan orang besar Mataram,
Nugrahane prapteng mangkin, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di
Trah tumerah dharahe padha seluruh darah keturunannya, dapat memiliki
wibawa. wibawa.
21 Ambawani tanah Jawa, Menguasai tanah Jawa (Nusantara),
Kang padha jumeneng aji, yang menjadi raja (pemimpin),
Satriya dibya sumbaga, satria sakti tertermasyhur,
Tan lyan trahing Senopati, tak lain keturunan Senopati,
Pan iku pantes ugi, hal ini pantas pula
Tinelad labetipun, sebagai tauladan budi pekertinya,
Ing sakuwasanira, Sebisamu, terapkan di zaman nanti,
Enake lan jaman mangkin, Walaupun tidak bisa
Sayektine tan bisa ngepleki kuna. persis sama seperti di masa silam.
22 Lowung kalamun tinimbang, Mending bila dibanding orang hidup tanpa
Ngaurip tanpa prihatin, prihatin,
Nanging ta ing jaman mangkya, namun di masa yang akan datang (masa kini),
Pra mudha kang den karemi, yang digemari anak muda,
Manulad nelad nabi, meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan,
Nayakengrat gusti rasul, yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,
Anggung ginawe umbag, setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,
Saben seba mampir masjid, Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik
Ngajab-ajab tibaning mukjijat pangkat).
drajat.
23 Anggung anggubel sarengat, Hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan
Saringane tan den wruhi, hakekatnya tidak dikuasai,
Dalil dalaning ijemak, Pengetahuan untuk memahami makna dan suri
Kiyase nora mikani, tauladan tidaklah mumpuni
Ketungkul mungkul sami, Mereka lupa diri, (tidak sadar)
Bengkrakan mring masjid agung, bersikap berlebih-lebihan di masjid besar,
Kalamun maca kutbah, Bila membaca khotbah
Lelagone Dandanggendis, berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),
Swara arum ngumandhang cengkok suara merdu bergema gaya palaran (lantang
palaran bertubi-tubi).
24 Lamun sira paksa nulad, Jika kamu memaksa meniru,
Tuladhaning Kangjeng Nabi, tingkah laku `Kanjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah, Oh, nak terlalu naif,
Wateke tan betah kaki, Biasanya tak akan betah nak,
Rehne ta sira Jawi, Karena kamu itu orang Jawa,
Sathithik bae wus cukup, sedikit saja sudah cukup.
Aywa guru aleman, Janganlah sekedar mencari sanjungan,
Nelad kas ngepleki pekih, Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,
Lamun pangkuh pangangkah yekti apabila mampu,
karahmat. memang ada harapan mendapat rahmat.
25 Naging enak ngupa boga, Tetapi seyogyanya mencari nafkah,
Reh ne ta tinitah langip, Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,
Apata suweting Nata, Apakah mau mengabdi kepada raja,
Tani tanapi agrami, Bercocok tanam atau berdagang,
Mangkono mungguh mami, Begitulah menurut pemahamanku,
Padune wong dahat cubluk, Sebagai orang yang sangat bodoh,
Durung wruh cara arab, Belum paham cara Arab,
Jawaku wae tan ngenting, Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Parandene paripaksa mulang putra. Namun memaksa diri mendidik anak.
26 Saking duk maksih taruna, Dikarenakan waktu masih muda,
Sadhela wus anglakoni, Keburu menempuh belajar pada agama,
Aberag marang agama, Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang
Maguru anggering kaji, terpendam dalam hatiku, menjadi
Sawadine tyas mami, sangat takut akan hari kemudian,
Banget wedine ing mbesuk, Keadaan di akhir zaman,
Pranatan ngakir jaman, Tidak tuntas keburu “mengabdi”
Tan tutug kaselak ngabdi, Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.
Nora kober sembahyang gya
tinimbalan.
27 Marang ingkang asung pangan, Kepada yang memberi makan,
Yen kesuwen den dukani, Jika kelamaan dimarahi,
Abubrah kawur tyas ingwang, Menjadi kacau balau perasaanku,
Lir kiyamat saben ari, Seperti kiyamat saban hari,
Bot Allah apa Gusti, Berat “Allah” atau “Gusti”,
Tambuh tambuh solahingsun, Bimbanglah sikapku,
Lawas lawas nggraita, Lama-lama berfikir,
Rehne ta suta priyayi, Karena anak turun priyayi,
Yen mamriha dadi kaum temah Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista,
nistha.
28 Tuwin ketip suragama, begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru
Pan ingsun nora winaris, dakwah agama.
Angur baya ngantepana, Karena aku bukanlah keturunannya,
Pranatan wajibing urip, Lebih baik memegang teguh
Lampahan angluluri, aturan dan kewajiban hidup,
Kuna kumunanira, Menjalankan pedoman hidup
Kongsi tumekeng samangkin, warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga
Kikisane tan lyan amung ngupa kelak kemudian hari.
boga. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.
29 Bonggan kan tan merlok-na, Salahnya sendiri yang tidak mengerti,
Mungguh ugering ngaurip, Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,
Uripe lan tri prakara, hidup dengan tiga perkara;
Wirya arta tri winasis, Keluhuran (kekuasaan), harta (kemakmuran),
Kalamun kongsi sepi, ketiga ilmu pengetahuan.
Saka wilangan tetelu, Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara
Telas tilasing janma, itu,
Aji godhong jati aking, habis lah harga diri manusia.
Temah papa papariman ngulandara. Lebih berharga daun jati kering, akhirnya
mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta.
30 Kang wus waspadha ing patrap, Yang sudah paham tata caranya,
Manganyut ayat winasis, Menghayati ajaran utama,
Wasana wosing jiwangga, Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,
Melok tanpa aling-aling, akan melihat tanpa penghalang,
Kang ngalingi kalingling, Yang menghalangi tersingkir,
Wenganing rasa tumlawung, Terbukalah rasa sayup menggema.
Keksi saliring jaman, Tampaklah seluruh cakrawala,
Angelangut tanpa tepi, Sepi tiada bertepi,
Yeku ingaran tapa tapaking Hyang Yakni disebut “tapa tapaking Hyang Sukma”.
Suksma.
31 Mangkono janma utama, Demikianlah manusia utama,
Tuman tumanem ing sepi, Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),
Ing saben rikala mangsa, Di saat-saat tertentu,
Masah amemasuh budi, Mempertajam dan membersihkan budi,
Laire anetepi, Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,
Ing reh kasatriyanipun, berbuat susila rendah hati,
Susilo anor raga, pandai menyejukkan hati pada sesama,
Wignya met tyasing sesami, itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.
Yeku aran wong barek berag
agama.
32 Ing jaman mengko pan ora, Di zaman kelak tiada demikian,
Arahe para taruni, sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,
Yen antuk tuduh kang nyata, tidak pernah dijalani,
Nora pisan den lakoni, Lalu hanya menuruti kehendaknya,
Banjur njujurken kapti, Kakeknya akan diajari,
Kakekne arsa winuruk, dengan mengandalkan gurunya,
Ngandelken gurunira, yang dianggap pandita negara yang pandai,
Panditane praja sidik, serta sudah menguasai makrifat.
Tur wus manggon pamucunge
Mring makripat
PUCUNG (Sembah Jiwa/Hakekat)
33 Ngelmu iku Ilmu (hakekat) itu
Kalakone kanthi laku diraih dengan cara menghayati dalam setiap
Lekase lawan kas perbuatan,
Tegese kas nyantosani dimulai dengan kemauan.
Setya budaya pangekese dur Artinya, kemauan membangun kesejahteraan
angkara terhadap sesama,
Teguh membudi daya
Menaklukkan semua angkara
34 Angkara gung Nafsu angkara yang besar
Neng angga anggung gumulung ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau
Gegolonganira hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang
Triloka lekeri kongsi akan
Yen den umbar ambabar dadi berubah menjadi gangguan.
rubeda.
35 Beda lamun kang wus sengsem Berbeda dengan yang sudah menyukai dan
Reh ngasamun menjiwai,
Semune ngaksama Watak dan perilaku memaafkan
Sasamane bangsa sisip pada sesama
Sarwa sareh saking mardi selalu sabar berusaha
martatama menyejukkan suasana,
36 Taman limut Dalam kegelapan.
Durgameng tyas kang weh limput Angkara dalam hati yang menghalangi,
Karem ing karamat Larut dalam kesakralan hidup,
Karana karoban ing sih Karena temggelam dalam samodra kasih sayang,
Sihing sukma ngrebda saardi kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang
pengira sebesar gunung
37 Yeku patut tinulat tulat tinurut Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikuti
Sapituduhira, seperti semua nasehatku.
Aja kaya jaman mangkin Jangan seperti zaman nanti
Keh pra mudha mundhi diri Banyak anak muda yang menyombongkan diri
Rapal makna dengan hafalan ayat
38 Durung becus kesusu selak besus Belum mumpuni sudah berlagak pintar.
Amaknani rapal Menerangkan ayat
Kaya sayid weton mesir seperti sayid dari Mesir
Pendhak pendhak angendhak Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain.
Gunaning jalma
39 Kang kadyeku Yang seperti itu
Kalebu wong ngaku aku termasuk orang mengaku-aku
akale alangka Kemampuan akalnya dangkal
Elok Jawane denmohi Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Paksa langkah ngangkah met Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di
Kawruh ing Mekah Mekah,
40 Nora weruh tidak memahami
rosing rasa kang rinuruh hakekat ilmu yang dicari,
lumeketing angga sebenarnya ada di dalam diri.
anggere padha marsudi Asal mau berusaha
kana kene kaanane nora beda sana sini (ilmunya) tidak berbeda,
41 Uger lugu Asal tidak banyak tingkah,
Den ta mrih pralebdeng kalbu agar supaya merasuk ke dalam sanubari.
Yen kabul kabuka Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup
Ing drajat kajating urip yang sebenarnya.
Kaya kang wus winahya sekar Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom
srinata (di atas).
42 Basa ngelmu Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai
Mupakate lan panemune dengan cara pandang kita.
Pasahe lan tapa Dapat dicapai dengan usaha yang gigih.
Yen satriya tanah Jawi Bagi satria tanah Jawa,
Kuna kuna kang ginilut tripakara dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara
yakni;
43 Lila lamun kelangan nora gegetun Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,
Trima yen ketaman Sabar jika hati disakiti sesama,
Sakserik sameng dumadi Ketiga ; lapang dada sambil
Tri legawa nalangsa srah ing berserah diri pada Tuhan.
Bathara
44 Bathara gung Tuhan Maha Agung
Inguger graning jajantung diletakkan dalam setiap hela nafas
Jenek Hyang wisesa Menyatu dengan Yang Mahakuasa
Sana pasenedan suci Teguh mensucikan diri
Nora kaya si mudha mudhar Tidak seperti yang muda,
angkara mengumbar nafsu angkara.
45 Nora uwus Tidak henti hentinya
Kareme anguwus uwus gemar mencaci maki.
Uwose tan ana Tanpa ada isinya
Mung janjine muring muring kerjaannya marah-marah
Kaya buta buteng betah anganiaya seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan
menganiaya sesama.
46 Sakeh luput Semua kesalahan
Ing angga tansah linimput dalam diri selalu ditutupi,
Linimpet ing sabda ditutup dengan kata-kata
Narka tan ana udani mengira tak ada yang mengetahui,
Lumuh ala ardane ginawa gada bilangnya enggan berbuat jahat
padahal tabiat buruknya membawa kehancuran.
47 Durung punjul Belum cakap ilmu
Ing kawruh kaselak jujul Buru-buru ingin dianggap pandai.
Kaseselan hawa Tercemar nafsu selalu merasa kurang,
Cupet kapepetan pamrih dan tertutup oleh pamrih,
tangeh nedya anggambuh sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa.
mring Hyang Wisesa
GAMBUH (Langkah Catur Sembah)
48 Samengko ingsun tutur Kelak saya bertutur,
Sembah catur supaya lumuntur Empat macam sembah supaya dilestarikan;
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta,
Ing kono lamun tinemu ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa,
Tandha nugrahaning Manon anakku !
Di situlah akan bertemu dengan
pertanda anugrah Tuhan.
49 Sembah raga punika Sembah raga adalah
Pakartine wong amagang laku Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”
Susucine asarana saking warih Menyucikan diri dengan sarana air,
Kang wus lumrah limang wektu Yang sudah lumrah misalnya lima waktu
Wantu wataking weweton Sebagai rasa menghormat waktu
50 Inguni uni durung Zaman dahulu belum
Sinarawung wulang kang sinerung pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
Lagi iki bangsa kas ngetokken Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,
anggit memamerkan ke-bisa-an nya
Mintokken kawignyanipun amalannya aneh aneh
Sarengate elok elok
51 Thithik kaya santri Dul Kadang seperti santri “Dul” (gundul)
Gajeg kaya santri brai kidul Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan
Saurute Pacitan pinggir pasisir Sepanjang Pacitan tepi pantai
Ewon wong kang padha nggugu Ribuan orang yang percaya.
Anggere padha nyalemong Asal-asalan dalam berucap
52 Kasusu arsa weruh Keburu ingin tahu,
Cahyaning Hyang kinira yen karuh cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,
Ngarep arep urub arsa den kurebi Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan
Tan wruh kang mangkono iku anugrah) namun gelap mata
Akale kaliru enggon Orang tidak paham yang demikian itu
Nalarnya sudah salah kaprah
53 Yen ta jaman rumuhun Bila zaman dahulu,
Tata titi tumrah tumaruntun Tertib teratur runtut harmonis
Bangsa srengat tan winor lan laku sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin,
batin jadi tidak membuat bingung
Dadi nora gawe bingung bagi yang menyembah Tuhan
Kang padha nembah Hyang Manon
54 Lire sarengat iku Sesungguhnya sariat itu
Kena uga ingaran laku dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.
Dhingin ajeg kapindone ataberi Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan
Pakolehe putraningsun badan
Nyenyeger badan mrih kaot agar lebih baik,
55 Wong seger badanipun badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya
Otot daging kulit balung sungsum menjadi segar,
Tumrah ing rah memarah Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.
Antenging ati Ketenangan hati membantu
Antenging ati nunungku Membersihkan kekusutan batin
Angruwat ruweding batos
56 Mangkono mungguh ingsun Begitulah menurut ku !
Ananging ta sarehne asnafun Tetapi karena orang itu berbeda-beda,
Beda beda panduk pandhuming Beda pula garis nasib dari Tuhan.
dumadi Sebenarnya tidak cocok
Sayektine nora jumbuh tekad yang pada dijalankan itu
Tekad kang padha linakon
57 Nanging ta paksa tutur Namun terpaksa memberi nasehat
Rehne tuwa tuwase mung catur Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi
Bok lumuntur lantaraning reh utami petuah.
Sing sapa temen tinemu Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah
Nugraha geming kaprabon laku utama.
Barang siapa bersungguh-sungguh akan
mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.
58 Samengko sembah kalbu Nantinya, sembah kalbu itu
Yen lumintu uga dadi laku jika berkesinambungan juga menjadi olah
Laku agung kang kagungan Narapati spiritual.
Patitis tetesing kawruh Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.
Meruhi marang kang momong Tujuan ajaran ilmu ini;
untuk memahami yang mengasuh diri (guru
sejati/pancer)
59 Sucine tanpa banyu Bersucinya tidak menggunakan air
Mung nyunyuda mring hardaning Hanya menahan nafsu di hati
kalbu Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-
Pambukane tata titi ngati ati hati (eling dan waspada)
Atetep telaten atul Teguh, sabar dan tekun,
Tuladan marang waspaos semua menjadi watak dasar,
Teladan bagi sikap waspada.
60 Mring jatining pandulu Dalam penglihatan yang sejati,
Panduk ing ndon dedalan satuhu Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.
Lamun lugu legutaning reh maligi Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan
Lageane tumalawung konsentrasi
Wenganing alam kinaot Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup
dalam keheningan
Itulah, terbukanya “alam lain”
61 Yen wus kambah kadyeku Bila telah mencapai seperti itu,
Sarat sareh saniskareng laku Saratnya sabar segala tingkah laku.
Kalakone saka eneng ening eling Berhasilnya dengan cara;
Ilanging rasa tumlawung Membangun kesadaran, mengheningkan cipta,
Kono adiling Hyang Manon pusatkan fikiran kepada energi Tuhan.
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah
keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib
rahasia Tuhan)
62 Gagare ngunggar kayun Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)
Tan kayungyun mring ayuning Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
kayun Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi gagal.
Marma den awas den emut Maka awas dan ingat lah
Mring pamurunging kalakon dengan yang membuat gagal tujuan
63 Samengko kang tinutur Nanti yang diajarkan
Sembah katri kang sayekti katur Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan
Mring Hyang Sukma sukmanen kepada Hyang sukma (jiwa).
saari ari Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari
Arahen dipun kacakup Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !
Sembaling jiwa sutengong
64 Sayekti luwih perlu Sungguh lebih penting, yang
Ingaranan pepuntoning laku disebut sebagai ujung jalan spiritual,
Kalakuwan tumrap kang bangsaning Tingkah laku olah batin, yakni
batin menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat
Sucine lan awas emut akan alam nan abadi kelak.
Mring alaming lama maot
65 Ruktine ngangkah ngukut Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil,
Ngiket ngruket triloka kakukut mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai.
Jagad agung ginulung lan jagad alit Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,
Den kandel kumadel kulup Pertebal keyakinanmu anakku !
Mring kelaping alam kono Akan kilaunya alam tersebut.
66 Kaleme mawi limut Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang
Kalamatan jroning alam kanyut berkabut”,
Sanyatane iku kanyatan kaki Mendapat firasat dalam alam yang
Sejatine yen tan emut menghanyutkan,
Sayekti tan bisa awor Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !
Sejatinya jika tidak ingat
Sungguh tak bisa “larut”
67 Pamete saka luyut Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan
Sarwa sareh saliring panganyut batin)
Lamun yitna kayitnan kang mitayani Tetap sabar mengikuti “alam yang
Tarlen mung pribadinipun menghanyutkan”
Kang katon tinonton kono Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan
tidak lain hanyalah diri pribadinya
yang tampak terlihat di situ
68 Nging away salah surup Tetapi jangan salah mengerti
Kono ana sajatining urub Di situ ada cahaya sejati
Yeku urub pangareb uriping budi Ialah cahaya pembimbing,
Sumirat sirat narawung energi penghidup akal budi.
Kadya kartika katonton Bersinar lebih terang dan cemerlang,
tampak bagaikan bintang
69 Yeku wenganing kalbu Yaitu membukanya pintu hati
Kabukane kang wengku winengku Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara
Wewengkone wis kawengku neng cahaya/nur dengan jiwa/roh).
sireki Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai
Nging sira uga kawengku Tapi kau (roh) juga dikuasai
Mring kang pindha kartika byor oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.
70 Samengko ingsun tutur Nanti ingsun ajarkan,
Gantya sembah ingkang kaping Beralih sembah yang ke empat.
catur Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.
Sembah rasa karasa wosing dumadi Terjadinya sudah tanpa petunjuk,
Dadine wis tanpa tuduh hanya dengan kesentosaan batin
Mung kalawan kasing batos
71 Kalamun durung lugu Apabila belum bisa membawa diri,
Aja pisan wani ngaku aku Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,
Antuk siku kang mangkono iku kaki mendapat laknat yang demikian itu anakku !
Kena uga wenang muluk Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah
Kalamun wus padha melok mengetahui dengan nyata.
72 Meloke ujar iku Menghayati pelajaran ini
Yen wus ilang sumelanging kalbu Bila sudah hilang keragu-raguan hati.
Amung kandel kumandel Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada
Amarang ing takdir takdir
Iku den awas den emut itu harap diwaspadai, diingat,
Den memet yen arsa momot dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
73 Pamoting ujar iku Melaksanakan petuah itu
Kudu santosa ing budi teguh sarta Harus kokoh budipekertinya
sabar tawekal legaweng ati Teguh serta sabar
Trima lila ambeg sadu tawakal lapang dada
Weruh wekasing dumados Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat
dipercaya
Mengerti “sangkan paraning dumadi”.
74 Sabarang tindak tanduk Segala tindak tanduk
Tumindake lan sakadaripun, dilakukan ala kadarnya,
Den ngaksama kasisipaning sesami, memberi maaf atas kesalahan sesama,
Sumimpanga ing laku dur, menghindari perbuatan tercela,
Hardaning budi kang ngrodon. (dan) watak angkara yang besar.
75 Dadya weruh iya dudu, Sehingga tahu baik dan buruk,
Yeku minangka pandaming kalbu, Demikian itu sebagai ketetapan hati,
Ingkang buka ing kijab bullah agaib, Yang membuka penghalang/tabir antara insan dan
Sesengkeran kang sinerung, Tuhan,
Dumunung telenging batos. Tersimpan dalam rahasia,
Terletak di dalam batin.
76 Rasaning urip iku, Rasa hidup itu
Krana momor pamoring sawujud, dengan cara manunggal dalam satu wujud,
Wujudollah sumrambah ngalam Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
sakalir, bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah
Lir manis kalawan madu, ungkapannya.
Endi arane ing kono.
77 Endi manis endi madu, Mana manis mana madu,
Yen wis bisa nuksmeng pasang apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,
semu, Bagaimana pengertian sabda Tuhan,
Pasamoaning hebing kang Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas
Mahasuci, dipahami secara lahir dan batin.
Kasikep ing tyas kacakup,
Kasat mata lair batos.
78 Ing batin tan kaliru Dalam batin tak keliru,
Kedhap kilap liniling ing kalbu, Segala cahaya indah dicermati dalam hati,
Kang minangka colok celaking Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat
Hyang Widhi, Tuhan,
Widadaning budi sadu, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur
Pandak panduking liru nggon. (hilang nafsu),
Agar dapat merasuk beralih “tempat”.
79 Nggonira mrih tulus, Agar usahamu berhasil,
Kalaksitaning reh kang rinuruh, Dapat menemukan apa yang dicari,
Nggyanira mrih wiwal warananing upayamu agar dapat melepas penghalang
gaib, kegaiban,
Paranta lamun tan weruh, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang
Sasmita jatining endhog. bagaimana terjadinya telur.
80 Putih lan kuningipun, Putih dan kuningnya,
Lamun arsa titah, bila akan mewujud (menetas),
titah teka mangsul, wujud datang berganti,
Dene nora mantra-mantra yen ing tak disangka-sangka,
lair, bila kelahirannya
Bisa aliru wujud, dapat berganti wujud,
Kadadeyane ing kono. Kejadiannya di situ !
81 Istingarah tan metu, Dipastikan tidak keluar,
Lawan istingarah tan lumebu, juga tidak masuk,
Dene ing njro wekasane dadi njawi, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di
Rasakna kang tuwajuh, luar,
Aja kongsi kabasturon. Rasakan sunguh-sungguh,
Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.
82 Karana yen kebanjur, Sebab apabila sudah terlanjur,
Kajantaka tumekeng saumur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada
Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, gunanya bila kelak mati,
Dadi wong ina tan weruh, Menjadi orang hina yang bodoh,
Dheweke den anggep dayoh. dirinya sendiri malah dianggap tamu.
https://sabdalangit.wordpress.com

TEMBANG KINANTHI
83 Mangka kanthining tumuwuh, Padahal bekal hidup,
Salami mung awas eling, selamanya waspada dan ingat,
Eling lukitaning alam, Ingat akan pertanda yang ada
Dadi wiryaning dumadi, di alam ini,
Supadi nir ing sangsaya, Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya
Yeku pangreksaning urip. lepas dari sengsara.
Begitulah memelihara hidup.
84 Marma den taberi kulup, Maka rajinlah anak-anakku,
Anglung lantiping ati, Belajar menajamkan hati,
Rina wengi den anedya, Siang malam berusaha,
Pandak panduking pambudi, merasuk ke dalam sanubari,
Bengkas kahardaning driya, melenyapkan nafsu pribadi,
Supaya dadya utami.` Agar menjadi (manusia) utama.
85 Pangasahe sepi samun, Mengasahnya di alam sepi (semedi),
Aywa esah ing salami, Jangan berhenti selamanya,
Samangsa wis kawistara, Apabila sudah kelihatan,
Lalandhepe mingis mingis, tajamnya luar biasa,
Pasah wukir reksamuka, mampu mengiris gunung penghalang,
Kekes srabedaning budi. Lenyap semua penghalang budi.
86 Dene awas tegesipun, Awas itu artinya,
Weruh warananing urip, tahu penghalang kehidupan,
Miwah wisesaning tunggal, serta kekuasaan yang tunggal,
Kang atunggil rina wengi, yang bersatu siang malam,
Kang mukitan ing sakarsa, Yang mengabulkan segala kehendak,
Gumelar ngalam sakalir. terhampar alam semesta.
87 Aywa sembrana ing kalbu, Hati jangan lengah,
Wawasen wuwus sireki, Waspadailah kata-katamu,
Ing kono yekti karasa, Di situ tentu terasa,
Dudu ucape pribadi, bukan ucapan pribadi,
Marma den sembadeng sedya, Maka tanggungjawablah, perhatikan
Wewesen praptaning uwis. semuanya sampai tuntas.
88 Sirnakna semanging kalbu, Sirnakan keraguan hati,
Den waspada ing pangeksi, waspadalah terhadap pandanganmu,
Yeku dalaning kasidan, Itulah caranya berhasil,
Sinuda saka sethithik, Kurangilah sedikit demi sedikit godaan
Pamothahing nafsu hawa, hawa nafsu,
Linalantih mamrih titih. Latihlah agar terlatih.
89 Aywa mematuh nalutuh, Jangan terbiasa berbuat aib,
Tanpa tuwas tanpa kasil, Tiada guna tiada hasil,
Kasalibuk ing srabeda, terjerat oleh aral,
Marma dipun ngati-ati, Maka berhati-hatilah,
Urip keh rencananira, Hidup ini banyak rintangan,
Sambekala den kaliling. Godaan harus dicermati.
90 Umpamane wong lumaku, Seumpama orang berjalan,
Marga gawat den liwati, Jalan berbahaya dilalui,
Lamun kurang ing pangarah, Apabila kurang perhitungan,
Sayekti karendhet ing ri. Tentulah tertusuk duri,
Apese kasandhung padhas, celakanya terantuk batu,
Babak bundhas anemahi. Akhirnya penuh luka.
91 Lumrah bae yen kadyeku, Lumrahnya jika seperti itu,
Atetamba yen wus bucik, Berobat setelah terluka,
Duweya kawruh sabodhag, Biarpun punya ilmu segudang,
Yen tan nartani ing kapti, bila tak sesuai tujuannya,
Dadi kawruhe kinarya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan
Ngupaya kasil lan melik. pamrih.
92 Meloke yen arsa muluk, Baru kelihatan jika keinginannya muluk-
Muluk ujare lir wali, muluk,
Wola wali nora nyata, Muluk-muluk bicaranya seperti wali,
Anggepe pandhita luwih, Berkali-kali tak terbukti,
Kaluwihane tan ana, merasa diri pandita istimewa,
Kabeh tandha tandha sepi. Kelebihannya tak ada,
Semua bukti sepi.
93 Kawruhe mung ana wuwus, Ilmunya sebatas mulut,
Wuwuse gumaib gaib, Kata-katanya di gaib-gaibkan,
Kasliring thithik tan kena, Dibantah sedikit saja tidak mau, mata
Mancereng alise gathik, membelalak alisnya menjadi satu,
Apa pandhita antiga, Apakah yang seperti itu pandita
Kang mangkono iku kaki, palsu,..anakku ?
94 Mangka ta kang aran laku, Padahal yang disebut “laku”,
Lakune ngelmu sejati, sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka
Tan dahwen pati openan, omong kosong dan tidak suka
Tan panasten nora jail, memanfaatkan hal-hal sepele yang bukan
Tan njurungi ing kahardan, haknya,
Amung eneng mamrih ening. Tidak iri hati dan jail,
Tidak melampiaskan hawa nafsu.
Sebaliknya, bersikap tenang agar
menggapai keheningan jiwa.
95 Kaunanging budi luhung, Luhurnya budipekerti,
Bangkit ajur ajer kaki, pandai beradaptasi, anakku !
Yen mangkono bakal cikal, Demikian itulah awal mula,
Thukul wijining utami, tumbuhnya benih keutamaan,
Nadyan bener kawruhira, Walaupun benar ilmumu,
Yen ana kang nyulayani. bila ada yang mempersoalkan..
96 Tur kang nyulayani iku, Walau orang yang mempersoalkan itu,
Wus wruh yen kawruhe nempil, sudah diketahui ilmunya dangkal,
Nanging laire angalah, tetapi secara lahir kita mengalah,
Katingala angemori, berkesanlah persuasif,
Mung ngenaki tyasing liyan, sekedar menggembirakan hati orang lain.
Aywa esak aywa serik. Jangan sakit hati dan dendam.
97 Yeku ilapating wahyu, Begitulah sarat turunnya wahyu,
Yen yuwana ing salami, Bila teguh selamanya,
Marga wimbuh ing nugraha, dapat bertambah anugrahnya,
Saking heb Kang mahasuci, dari sabda Tuhan Mahasuci,
Cinancang pucuking cipta, terikat di ujung cipta,
Nora ucul ucul kaki. tiada terlepas-lepas anakku.
98 Mangkono ingkang tinamtu, Begitulah yang digariskan,
Tampa nugrahaning Widhi, Untuk mendapat anugrah Tuhan.
Marma ta kulup den bisa, Maka dari itu anakku,
Mbusuki ujaring janmi, sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang
Pakoleh lair batinnya, bodoh terhadap perkataan orang lain,
Iyeku budi premati. nyaman lahir batinnya,
yakni budi yang baik.
99 Pantes tinulat tinurut, Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru,
Laladane mrih utami, Wahana agar hidup mulia,
Utama kembanging mulya, kemuliaan jiwa raga.
Kamulyan jiwa dhiri, Walaupun tidak persis, seperti nenek
Ora ta yen ngeplekana, moyang dahulu.
Lir leluhur nguni-uni.
100 Ananging ta kudu kudu, Tetapi harus giat berupaya, sesuai
Sakadarira pribadi, kemampuan diri,
Aywa tinggal tutuladan, Jangan melupakan suri tauladan,
Lamun tan mangkono kaki, Bila tak berbuat demikian itu anakku,
Yekti tuna ing tumitah, pasti merugi sebagai manusia.
Poma kaestokna kaki. Maka lakukanlah anakku !

Anda mungkin juga menyukai