Anda di halaman 1dari 5

Manisfestasi klinis (tanda dan gejala) PRM

Menurut Sujiyatini (2009), tanda dan gejala ketuban pecah dini yaitu:
1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda – tanda infeksi yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang PRM

Materi 1
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut (Tanto, 2014); (Nugroho, 2012);
(Norma, 2013); (Sujiyatini, 2009) :
a) Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara :
1) Mengecek warna, konsentrasi bau dan pH cairan. Pengukuran pH cairan
dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus (Nitrazin Test). Bila ada
cairan ketuban maka kertas lakmus akan berubah dari warna merah menjadi
warna biru. Selama kehamilanpH normal vagina yaitu 4,5-6 sedangkan pH
cairan amnion 7,1- 7,3.
2) Mikroskopik (tes pakis), dilakukan dengan cara meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
b) Pemeriksaan USG, dilakukan untuk mengetahui jumlah cairan ketuban serta
mengkonfirmasi adanya oligohidramnion. Normal volume cairan ketuban antara 250-
1200 cc.
c) Hindari adanya infeksi, infeksi terjadi apabila suhu badan ibu >37,50C, air ketuban
keruh dan berbau, leukosit >15000/mm3.

Komplikasi PRM

Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin yaitu :


1. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum, apalagi bila terlalu
sering dilakukan pemeriksaan dalam. Selain itu juga dapat menyebabkan infeksi
puerpuralis pada masa nifas, peritonitis dan septikemia. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, suhu badan naik, nadi cepat dan
tampak gejala-gejala infeksi. Ini akan meningkatkan angka kematian dan angka
kesakitan pada ibu.
2. Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dulu terjadi sebelum gejala pada ibu
dirasakan. Selaput ketuban yang pecah merupakan jalan masuk kuman dari dunia
luar sehingga akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan pada janin.
Komplikasi pada janin yang diakibatkan dari ketuban pecah dini antara lain :
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan, periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.
b. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat. Sekitar 30% kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu yang
mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi, biasanya karena asfiksia.
c. Sindrom deformasi janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasipulmonar.
d. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamniositis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang
terhadap masuknya penyebab infeksi.

Penatalaksanaan PRM

Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang paling tinggi mencapai well born
baby dan well health mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah dini adalah
apabila kehamilan kurang dari 26 minggu karena untuk mempertahankannya memerlukan
waktu lama. Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram, induksi dapat dipertimbangkan.
Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang diikuti histerektomi.
Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan. Tindakan
ini akan menambah reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru janin.
Pemberian betametason 12 minggu dilakukan dengan interval 24 jam dan 12 minggu
tambahan, maksimum dosis 24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin setelah
satu minggu belum lahir, pemberian berakortison dapat diulang lagi.

Indikasi melakukan pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:


1. Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah 6, 12,
atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
pengukuran  per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

Penanganan yang dilakukan pada ketuban pecah dini, antara lain:


1. Konservatif
a. Rawat di rumah sakit
b. Berikan antibiotik (ampisilin 4×500 mg dan metronidazol 2×500 mg selama 7
hari).
c. Jika usia kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban tidak keluar
lagi.
d. Pada usia kehamilan 29-34 minggu dimana air ketuban masih tetap keluar, maka
dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 35 minggu (hal
ini sangat tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap bayi
prematur).
e. Pada usia kehamilan 29-34 minggu dapat diberikan steroid untuk memacu
pematangan paru janin serta dilakukan pemeriksaan kadar lesitin dan
sfingomielin jika memungkinkan.
f. Bila ketuban pecah dini > 6 jam, diberikan antibiotik (golongan penisilin seperti
ampisilin atau amoksisilin, atau eritrosin jika tidak tahan terhadap penisilin)
g. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan 20-37 minggu
 Antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin: Ampisilin 4x500 mg
selama 7 hari ditambah eritromisin peroral 3x250 mg perhari selama 7 hari.
 Kortikosteroid pada ibu, untuk memperbaiki kematangan paru janin.
 Dexamethasone 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam, atau
 Betamethasone 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam.
h. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu
 Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.
 Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan
 Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotik.
 Nilai serviks
 Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
 Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan secara SC.
i. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik sama halnya jika terjadi
amnionitis, yaitu:
 Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan
 Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV
setiap 24 jam.
 Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan.
 Jika persalinan dengan SC, lanjutkan antibiotik dan berikan metronidazol
500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
 Nilai serviks
 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin.
 Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lakukan SC.
2. Aktif, dilakukan jika janin sudah viable (> 36 minggu)
a. Kehamilan > 36 minggu, atau TBJ > 2500 gr, induksi dengan oksitosin, dan bila
gagal, lakukan SC
b. Pada keadaan letak lintang, CPD, bokong, dilakukan SC
c. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau
perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yag dilapisi plastik.
d. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban
pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU
intramuskular dan ampisilin 1g peroral. Bila pasien tidak tahan ampisilin,
berikan eriromisin 1g peroral.
e. Bila keluarga pasien menolak dirujuk, pasien disuruh istirahat dalam posisi
berbaring miring, berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular
dan ampisilin 1 gr peroral diikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan
dosis yang sama.
f. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri :
 Bila pelvik skor < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio caesar.
 Bila pelvik skor > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
 Bila ada infeksi berat, lakukan SC.

Anda mungkin juga menyukai