ANALISIS KASUS KETUBAN PECAH DENGAN KETUBAN KENTAL
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya diartikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan pada pembukaan < 3 cm pada primipara dan < 5 cm pada multipara. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun preterm (Prawiroharjo, 2010). Masalah KPD berkaitan dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu, ketuban dinyatakan pecah jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung dan pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Nugroho, 2013). Beberapa faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi penyebab KPD ialah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multigravida, merokok, defesiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkompeten, polihidramnion, riwayat KPD sebelumya, kelainan selaput ketuban, tekanan intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugrahini, 2017). Komplikasi yang bisa disebabkan KPD pada ibu, yaitu infeksi masa nifas, meningkatkan operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas, mortalitas maternal. Sedangkan pada janin KPD dapat menyebabkan prematuritas (sindrom distress pernafasan, hipotermia, masalah pemberian makan pada neonatal, perdarahan intraventikuler, gangguan otak dan resiko cerebral palsy, anemia, skor APGAR rendah, ensefelopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal ginjal, distress pernafasan) dan oligohidramnion (Marni, dkk, 2016) Diagnosis KPD ditegakkan dengan anamnesa, inspeksi, tes valsava, pemeriksaan dengan speculum dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan penunjang memperhatikan data hasil pengkajian terhadap riwayat klien seperti jumlah cairan yang hilang karena keluarnya sedikit cairan terus menerus dan perasaan basah pada celana dalamnya. Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan Kegel, waktu terjadi pecah ketuban, warna dan bau cairan serta hubungan seksual terakhir dapat digunakan sebagai data untuk diagnosis KPD. Disamping itu pemeriksaan fisik dengan melakukan palpasi abdomen, pemeriksaan speculum steril serta uji laboratorium (uji pakis positif, uji kertas nitrizin positif dan pemeriksaan specimen untuk kultur streptokokus Grup B) dapat membantu diagnosis KPD (Omo, Kadar, 2015). Jika telah mendekati tanggal persalinan, ketuban bisa pecah dengan sendirinya atau spontan. Air ketuban normalnya berwarna putih keruh hingga kekuningan dan tidak berbau. Segera infokan tenaga kesehatan jika ketuban yang keluar berwarna kehijauan, berbau tidak sedap atau bercampur dengan darah. Air ketuban berwarna tidak normal seperti kehijauan, kekuningan, konsistensinya kental, berbau busuk atau jika terdapat demam selama kehamilan, kemungkinan menandakan adanya kelainan pada janin atau infeksi pada ketuban. Kondisi tersbut memerlukan penanganan segera.
B. KENDALA RUJUKAN BERDASARKAN ALGORITMA (MANDIRI-PKM-RS)
Kompetensi dari profesi bidan dalam menolong persalinan adalah persalinan fisiologis. Persalinan fisiologis merupakan persalinan yang dilakukan melalui vagina tanpa disertai penyakit atau keadaan patologis baik pada ibu maupun pada janin. Ketuban pecah dini merupakan salah satu contoh keadaan patologis pada ibu yang dapat membahayakan janin dan ibunya jika tidak segera ditolong di tempat pelayanan kesehatan yang lengkap. Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal harus mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efesien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Berikut beberapa kendala saat melakukan rujukan: a. Pencatatan di buku register penerimaan rujukan pasien tidak lengkap b. Bidan BPM kurang kompeten mengambil keputusan/terlalu lama c. Alat rujukan tidak memadai d. Bidan kekurangan personil saat melakukan rujukan sehingga kesulitan saat menangani pasien e. Keluarga tidak mau dilakukan rujukan/keluarga pasien terlambat mengambil keputusan f. Akses jalan dari BPM ke tingkat faskes yang lebih tinggi, sulit dilalui atau terlalu jauh lokasinya g. Pasien mengalami asfiksia akibat terjadinya infeksi KPD h. DJJ janin tidak normal atau distress akibat terjadinya infeksi i. Pembukaan aktif dan terjadi partus spontan dengan bayi premature j. Pemberian surat balasan rujukan kepada fasilitas atau petugas kesehatan yang merujuk tidak terstandar dengan baik k. Prosedur standar menerima rujukan balik belum terlaksana. Koordinasi rujukan maternal ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi tingkatannya telah terlaksana dengan beberapa keterbatasan C. PENATALAKSANAAN KASUS Penatalaksanaan KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi Respirator Distress Syndrom (RDS) dan kalau menempuh dengan cara konservatif dengan maksud untuk member waktu pematangan paru harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Oleh karena itu, kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umut kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang. Adapun penatalaksanaan ketuban pecah dini, diantaranya: a) Tatalaksana umum 1) Berikan eritmisin 4x500 mg selama 10 hari 2) USG 3) Rujuk ke fasilitas yang memadai b) Tatalaksana khusus 1)Di rumah sakit rujukan, tatalaksana sesuai dengan usia kehamilan Lebih dari atau sama dengan 34 mingggu. Lakukan induksi persalinan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi. 24-34 minggu. Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, kematian janin, lakukan persalinan segera. Berikan deksametason 6 mg tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam. Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin. 2) <24 minggu. Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu dan janin. Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan. Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), yaitu: Tatalaksana Umum. Rujuk pasien ke rumah sakit. Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam. Terminasi kehamilan. Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah persalinan. Jika dilakukan persalinan SC, lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam. Tatalaksana Khusus Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau, berika antibiotika). Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan beri antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari. Adapun penanganan yang dapat dilakukan adalah: a. Konservatif Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak ada ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama 1 minggu). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan deksametason. Observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan 32–37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32–37 minggu,ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leokosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32–37 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali b. Aktif Kehamilan dengan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostsol 25 ug–50 ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Apabila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio caesarea. Apabila skor pelvik > 5, induksi persalinan.