Anda di halaman 1dari 7

TELAAHAN STAF

Tentang
Pelaksanaan Eksplorasi Panas Bumi oleh Pemerintah pada WKP yang Dikelola
oleh Badan Usaha Pengembang Panas Bumi

1. Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan terus digiatkan untuk memenuhi
pasokan energi listrik yang ramah lingkungan. Energi panas bumi merupakan salah satu
energi energi terbarukan yang memiliki potensi besar di Indonesia. Energi panas bumi
merupakan energi setempat yang tidak dapat ditransportasikan dan memiliki karakteristik
berbeda-beda untuk setiap lokasi (site specific).
Indonesia hingga tahun 2020 memiliki potensi panas bumi cukup besar yaitu sebesar 23,9
GW, akan tetapi utilisasi energi paans bumi yang telah dicapai melalui kegiatan
pemanfaatan tidak langsung berupa instalasi PLTP hingga tahun 2020 baru sebesar 8,9%
atau dengan kapasitas terpasang PLTP sebesar 2.130,7 MW, sehingga diperlukan upaya
percepatan pengembangan panas bumi. Dengan adanya dorongan dari industri panas
bumi serta sebagai strategi Pemerintah untuk menurunkan risiko eksplorasi dan
meningkatkan competitiveness harga listrik panas bumi, Menteri ESDM telah memberikan
arahan agar Kementerian ESDM c.q. Badan Geologi melaksanakan peningkatan kualitas
data geosains melalui akuisisi data dan pengeboran eksplorasi panas bumi, meliputi
kegiatan survei geologi, survei geokimia, survei geofisika (gravity dan magnetotellurik),
sampai dengan pengeboran sumur eksplorasi. Program eksplorasi panas bumi oleh
Pemerintah merupakan salah satu quick wins Kementerian ESDM.
Kegiatan akuisisi data geosains merupakan bagian dari konfirmasi data subsurface
sebelum dilakukan pengeboran eksplorasi. Namun demikian, belum dapat mengurangi
risiko pengembangan panas bumi. Faktor risiko pengembangan panas bumi dipengaruhi
oleh beberapa aspek, yaitu sumber daya, penyelesaian pekerjaan, off-taker, supply-
demand, harga panas bumi, operasi dan regulasi (ESMAP, 2012). Risiko pengembangan
panas bumi pada akhir tahap eksplorasi meliputi survei geosains rinci yaitu berkisar antara
90-95%, sehingga tidak signifikan untuk menurunkan harga listrik yaitu sebesar 0,01-0,4
sen USD/kWh. Risiko tersebut saat ini belum dapat dijembatani oleh kepastian harga listrik
panas bumi yang atraktif yang dapat menarik para investor untuk berinvestasi di bidang
panas bumi.
Risiko pengembangan pada akhir tahap eksplorasi (meliputi survei geosains dan
pengeboran eksplorasi 2 slim hole dan 1 standard hole) diharapkan dapat diturunkan
hingga 50% (tergantung pada hasil pengeboran), sehingga diestimasi dapat menurunkan
harga listrik panas bumi secara signifikan yaitu sebesar 0,42-2,53 sen USD/kWh.
Direktorat Jenderal EBTKE dan Badan Geologi, Kementerian ESDM telah Bersama-sama
menyusun usulan prioritas wilayah eksplorasi oleh Pemerintah yang diseleksi berdasarkan
kriteria teknis dan non teknis dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Kriteria
teknis meliputi heat source, temperatur reservoir, struktur geologi, manifestasi, tipe fluida,
kelengkapan data geosains yang tersedia, dan kualitas infrastruktur sedangkan kriteria non
teknis yaitu tata guna lahan, demand listrik, dan kondisi social acceptance.
Berdasarkan kriteria tersebut diidentifikasi terdapat 41 Wilayah Pengembangan Baru
(Green field) dengan sumber daya sebesar 3526 MW dan rencana pengembangan 1.193
MW. Rincian usulan 20 wilayah panas bumi yang akan dieksplorasi oleh Pemerintah pada
tahap 1 di TA 2020-2024 sebagaimana pada Tabel 1.
Tabel 1. Prioritas Wilayah Eksplorasi Panas Bumi oleh Pemerintah
Rencana Est.
Status Sumber
No. Nama Wilayah/ Provinsi Pengembangan temperature
Wilayah Daya (MW)
(MW) (oC)
Cisolok Cisukarame, Jawa
1 WKP 45 20 200
Barat
2 Nage, NTT WKP 39 20 230
Bittuang, Sulawesi
3 Wilayah Terbuka 28 20 230
Selatan
4 Tampomas, Jawa Barat WKP 100 45 208
5 Ciremai, Jawa Barat WKP 60 55 210
6 Marana, Sulawesi Tengah WKP 70 20 154
7 Gunung Endut, Banten WKP 180 40 180
8 Sembalun, NTB WKP 100 20 165
9 Guci, Jawa Tengah WKP 100 55 281
Sipoholon Ria-Ria,
10 WKP 60 20 180
Sumatera Utara
Bora Polu, Sulawesi
11 WKP 123 40 220
Tengah
12 Lokop, Aceh Wilayah Terbuka 41 20 210
Limbong, Sulawesi
13 Wilayah Terbuka 20 5 220
Selatan
14 Maritaing, NTT Wilayah Terbuka 190 30 200
Gunung Batur-Kintamani,
15 Wilayah Terbuka 58 40 230
Bali
Gunung Galunggung,
16 WKP 289 110 >225
Jawa Barat
17 Papandayan, Jawa Barat Wilayah Terbuka 195 40 290
18 Banda Baru, Maluku Wilayah Terbuka 54 40 190
19 Sajau, Kalimantan Utara Wilayah Terbuka 17 13 190
20 Sumani, Sumatera Barat WKP 100 30 190
Total 1.869 683

Kegiatan eksplorasi pada tahap 1 di tahun 2020-2024 akan dilaksanakan pada 20 wilayah
dengan rincian kegiatan meliputi akuisisi data geosains pada 20 wilayah panas bumi,
pembangunan infrastruktur dan pengeboran eksplorasi pada 19 wilayah panas bumi.
Rincian kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah c.q. Badan Geologi
meliputi:
a. Penyiapan dan evaluasi wilayah prioritas wilayah panas bumi.
b. Koordinasi dan sosialisasi kepada instansi dan pihak terkait.
c. Proses perizinan/non perizinan yang diperlukan diantaranya meliputi Penyusunan dan
Persetujuan Dokumen UKL/UPL, Izin Lingkungan, Persetujuan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Panas Bumi, SIPPA/Izin Pendayagunaan SDA, Rekomendasi Teknis
SIPPA, dan Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3.
d. Akuisisi data geosains meliputi penambahan data geosains, survei LiDAR, integrasi
hasil akuisisi data, analisis konseptual model dan simulasi numerik model reservoir,
well targeting dan peer review.
e. Pembangunan infrastruktur meliputi pembebasan lahan, penyiapan infrastruktur jalan
dan well pad serta fasilitas pendukung lainnya.
f. Pengeboran Eksplorasi meliputi pengeboran 2 sumur slim hole dan 1 sumur standard
hole, komplesi dan uji sumur.
Sesuai SNI 6009/2017, kegiatan pengeboran eksplorasi diperlukan untuk meningkatkan
klasifikasi cadangan dari cadangan mungkin (possible) menjadi cadangan terduga
(probable) dengan memperoleh data dan informasi sebagai berikut:
1. Konfirmasi model konseptual sistem panas bumi daerah penelitian melalui pengeboran
yang menembus batuan penudung (clay cap) hingga mencapai zona reservoir.
2. Pengukuran langsung temperatur reservoir.
3. Pengukuran langsung fluida reservoir dan/atau data uji produksi sumur dalam hal
sumur flowing.
Wilayah panas bumi yang akan dieksplorasi melalui program ini sebagian besar merupakan
wilayah marginal yang didominasi oleh sistem panas bumi medium temperatur. Namun
pelaksanaan program pengeboran sumur eksplorasi pada 20 lokasi ditargetkan pada tahun
2021-2024 diharapkan dapat dipergunakan sebagai upaya peningkatan kualitas data
geosains dan pengeboran sebelum sebuah wilayah kerja ditawarkan kepada Badan Usaha.
Selain itu kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan kelas cadangan cadangan
mungkin (possible) menjadi cadangan terduga (probable).

2. Permasalahan
Adapun latar belakang pelaksanaan eksplorasi panas bumi oleh pemerintah pada WKP yang
dikelola oleh badan usaha pengembang panas bumi, yaitu:
a. Ketersediaan sumber daya panas bumi di Indonesia yang besar.
Sumber daya panas bumi yang telah termanfaatkan baru mencapai 8,9% dari total sumber
daya yang tersedia sebesar 23.765,5 MW hingga akhir 2020.
b. Sumber daya dan cadangan yang telah dieksplorasi dan belum dikembangkan masih
besar.
Hasil evaluasi mengindikasikan ketersediaan 9,1 GW cadangan panas bumi yang tersedia
dan belum dikembangkan pada lapangan yang telah dikelola badan usaha.
c. Rencana pengembangan panas bumi.
Rencana kapasitas terpasang PLTP sebesar 9.300 MW pada tahun 2025.
d. Keterlibatan Badan Usaha Pengembang panas bumi.
1) Wilayah Kerja Panas Bumi yang dikelola dengan mekanisme Kuasa Pengusahaan
Panas Bumi, Kontrak Operasi Bersama, Izin Pengusahaan, Izin Panas Bumi dan
Penugasaan kepada BUMN di bidang panas bumi.
2) Wilayah Penugasaan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) yang dikelola
dengan mekanisme PSPE.
e. Arahan dari Menteri ESDM dan Inspektorat Jenderal KESDM untuk mempercepat
pengembangan panas bumi dengan fokus pada pelaksanaan proyek yang telah
dieksplorasi dan memiliki cadangan terbukti (proven).
Tabel 2. Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia dari Proyek yang telah dan sedang
Dikelola oleh Badan Usaha pada WKP dan Wilayah PSPE
Cadangan
Cadangan dan (mungkin, Kapasitas Potensi untuk
No Provinsi Sumber Daya terduga, Terpasang Pengembangan
(MW) terbukti) (MW) (MW)
(MW)

1 Aceh 520 407 0 407

2 Sumatera Utara 1.590 1.177 384 793

3 Sumatera Barat 866 368 85 283

4 Jambi 398 373 0 373

5 Bengkulu 704 630 0 630


6 Lampung 1.497 1.247 220 1.027

7 Sumatera Selatan 1.109 718 55 663

8 Banten 385 285 0 285

9 Jawa Barat 3.147 2.778 1194 1.584

10 Jawa Tengah 1.184 914 60 854

11 Jawa Timur 779 647 0 647

12 Bali 276 226 0 226

13 NTB 69 69 0 69

14 NTT 479 468 12,5 456

15 Sulawesi Utara 730 710 0 590

16 Maluku 101 56 0 56

17 Maluku Utara 217 217 120 217

Total 14.051 11.290 2.130,7 9.159,3

Tabel 3. Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia dari Proyek yang telah
dan sedang dikelola oleh Badan Usaha (WKP dan Wilayah PSPE)
Tabel 4. Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia dari Proyek yang telah
dan sedang dikelola oleh Badan Usaha (WKP dan Wilayah PSPE)

Keterangan:
 WKP Kamojang – Darajat, Provinsi Jawa Barat untuk area prospek Kamojang dikelola
sendiri oleh PT Pertamina Geothermal Energy sedangkan area prospek Darajat
dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (KOB) dengan Star Energy Geothermal
Darajat II, Ltd.
 WKP Pengalengan, Provinsi Jawa Barat untuk area prospek Wayang Windu dikelola
melalui KOB PT Pertamina Geothermal Energy dengan Star Energy Geothermal
Wayang Windu, Ltd sedangkan area prospek Patuha dikelola oleh PT Geo Dipa
Energi.

3. Dasar Hukum
Kegiatan eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah sejalan dengan ketentuan yang tercantum
pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung,
yaitu bahwa Menteri ESDM dapat melakukan survei pendahuluan atau survei pendahuluan
dan eksplorasi untuk menetapkan WKP serta melaksanakan penambahan data pada
wilayah panas bumi melalui kegiatan survei geosains, survei landaian suhu, pengeboran uji
dan/atau pengeboran sumur eksplorasi. Dasar hukum pelaksanaan kegiatan eksplorasi
yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi;
b. Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional;
e. Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2010 tentang Percepatan Pembangunan;
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahu 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
g. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan dan Tugas Fungsi
Kementerian;
h. Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
i. Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penugasan Survei
Pendahuluan dan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi;
j. Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2017 tentang Wilayah Kerja Panas Bumi
untuk Pemanfaatan Tidak Langsung;
k. Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan
Data dan Informasi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung;
l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Barang
Milik Negara;
m. Keputusan Menteri ESDM Nomor 12.K/HK.02/MEM.E/2021 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi oleh Pemerintah.

4. Analisis
Evaluasi dan analisis terhadap pelaksanaan eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah pada
WKP yang dikelola oleh Badan Usaha adalah sebagai berikut:
a. Opsi 1: Pengembalian sebagain WKP (relingusih)
1) Mengikuti proses bisnis yang ada saat ini (mengikuti ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun
2017 sehingga tidak memerlukan perubahan regulasi.
2) Pada WKP yang telah selesai dilakukan eksplorasi dapat dilakukan pengembalian
Sebagian WKP (relinguish) oleh PT Pertamina (Persero) selaku Pemegang Kuasa
Pengusahaan dan Pemegang Izin Panas Bumi (IPB). Untuk area relinguish yang
masiih terdapat area prospek pengembalian lain, Pemerintah akan melakukan
penambahan data melalui pengeboran eksplorasi. Kemudian WKP tersebut akan
ditetapkan Kembali sebagai WKP dan selanjutnya dapat ditawarkan kepada Badan
Usaha melalui:
a) Penugasan kepada BUMN; atau
b) Pelelangan WKP kepada Badan Usaha swasta.
b. Opsi 2: Tidak melalui pengembalian sebagian WKP (diperlukan diskresi sebagai dasar
hukum untuk mengesampingkan bisnis proses yang telah ada saat ini).
1) Perlu disusun dalam bentuk Keputusan Menteri ESDM.
2) Tujuan diskresi diarahkan untuk mengatasi stagnasi Pemerintahan dalam keadaan
tertentu guna pemanfaatan kepentingan umum (disertasi alas an teknis) sesuai
Pasal 22 ayat 2 huruf d Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentnag Administrasi
Pemerintahan, yaitu:
a) Kelayakan proyek PLTP dengan harga listrik yang ada saat ini dinilai belum
memenuhi keekonomian.
b) Penambahan kapasitas terpasang saat ini belum optimal.
c) Cadangan yang tersedia masih besar.
d) Mengurangi risiko eksplorasi.
c. Syarat bahwa diskresi tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan
telah dihapus oleh Pasal 175 angka 2 Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, sehingga terdapat dasar untuk mengesampingkan bisnis proses yang telah
diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2017.
d. Pemberian insentif dapat diberikan sebagai pendekatan konteks pengawasan dan
pembinaan usaha terhadap Badan Usaha yang belum mengoptimalkan sumber daya
dan cadangan. Urgensi pelaksanaan, yaitu target bauran energi baru terbarukan
sebesar 23% pada tahun 2025 dan target road map panas bumi sebesar 9.300 MW
pada tahun 2030.
e. Dalam hal well pad yang dibebaskan (menjadi asset Barang Milik Negara (BMN))
dan/atau sumur hasil pengeboran eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah
menghasilkan aset fisik berupa sumur standard hole yang dapat diproduksikan
ditetapkan sebagai BMN, maka hasil pengeboran eksplorasi panas bumi oleh
Pemerintah dapat dipindahtangankan dengan mengacu Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 111 Tahun 2016 melalui mekanisme: penjualan, tukar menukar, hibah, dan
penyertaan modal oleh Pemerintah. BMN hasil eksplorasi juga dapat dikelola
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan 115/2020 yang salah satunya
dilakukan melalui mekanisme sewa BMN maupun kerja sama operasi.
Dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Sumur slim hole dan sumur standard hole yang tidak dapat diproduksikan akan
diperguankan sebagai penyediaan data dan informasi panas bumi yang dalam
pelaksanaannya dapat dipergunakan sebagai sumur monitoring.
2) Hasil pengeboran eksplorasi slim hole untuk penyediaan data dan informasi panas
bumi akan ditujukan sebagai insentif kepada Badan Usaha dalam bentuk data
geosains hasil pengeboran, sedangkan well pad yang dibangun oleh Pemerintah
pada Areal Penggunaan Lain (APL) juga akan menjadi BMN. Sebagai contoh
terdapat aset well pad dan sumur landaian suhu di WKP Cisolok Cisukarame yang
dibebaskan dan dibangun oleh Badan Geologi di APL dan kawasan hutan.
Pemanfaatan APL dilakukan melalui pembebebasan lahan sedangkan
pemanfaatan kawasan hutan konservasi dilakukan melalui mekanisme Izin
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (IPJLPB).
3) Aset well pad dan sumur standard hole yang berproduksi dengan mengacu Pasal
100 Peratuaran Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2016, bahwa dalam hal
dilakukan Penyertaan Modal Negara diperlukan penetapan dalam bentuk
Peraturan Pemerintah.

Jakarta, 8 Maret 2021


Analis Kebijakan Ahli Madya, Analis Kebijakan Ahli Muda,

Havidh Nazif Andi Susmanto

Anda mungkin juga menyukai