Anda di halaman 1dari 7

Posisi menteri ESDM saat ini dijabat dan dirangkap Menteri Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam
melihat semakin kompleksnya permasalahan energi nasional kita, Presiden harus segera
mencari menteri ESDM definitif. Setidaknya saat ini ada tiga tantangan bagi menteri baru
ESDM untuk mengembangkan energi alternatif di Indonesia, khususnya energi yang berasal
dari panas bumi atau geotermal. Pertama, biaya eksplorasi panas bumi yang mahal sehingga
tidak menarik lagi bagi investor untuk menanamkan invetasi di sektor panas bumi. Kedua,
semakin murahnya harga energi fosil yang menjadikan energi panas bumi stagnan untuk
dikembangkan sebagai energi alternatif. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat dalam
mengurangi emisi CO2 membuat investasi di bidang energi alternatif sebagai energi yang
ramah lingkungan kurang mendapat perhatian. Indonesia memiliki potensi energi panas bumi
cukup besar, yakni sekitar 27 ribu Mw. Sayangnya dari jumlah tersebut baru sekitar 1.300
Mw yang dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Energi listrik yang
berasal dari panas bumi termasuk energi baru terbarukan dan ramah lingkungan. Sumber
energi panas bumi tidak akan habis untuk anak cucu kita dan tersebar di wilayah Nusantara.
Hambatan untuk pengembangan energi listrik panas bumi di Indonesia antara lain biaya
eksplorasi masih cukup tinggi. Sebagai contoh, untuk menghasilkan 1 Mw listrik yang
berasal dari panas bumi, diperlukan biaya sekitar US$3 juta, atau setara Rp40 miliar. Biaya
tersebut termasuk pembebasan lahan, biaya infrastruktur, biaya pengeboran sumur, dan servis
penunjang lainnya. Sementara itu, risiko biaya eksplorasi panas bumi relatif masih tinggi
sehingga tidak menarik bagi investor maupun perbankan untuk membiayai pengembangan
energi alternatif ini. Dari total 1.300 Mw listrik panas bumi yang sudah dibangun, sebagian
besar dibangun swasta asing yang padat modal dan biaya sendiri. Pertamina Geotermal
Energi (PGE) yang diharapkan menjadi lokomotif pengembangan energi panas bumi di
Indonesia baru mampu membangun sekitar 550 Mw. Ini membuktikan pengembangan energi
terbarukan oleh pemerintah masih setengah hati, sedangkan rencana korporasi PLN untuk
mengambil alih Pertamina Geotermal Energi masih menuai pro dan kontra. Apakah aksi
korporasi ini akan mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia atau malah
sebaliknya? Kalau tujuannya hanya menaikkan daya tawar dan leverage PLN, langkah ini
akan mematikan perusahaan pengembang panas bumi lainnya karena sebagai single buyer
listrik panas bumi di Indonesia, PLN dengan mudah menawar semurah mungkin tarif listrik
panas bumi. Dengan demikian, bisnis panas bumi tidak menarik lagi. Bukan tidak mungkin
pemain-pemain panas bumi yang sudah investasi di usaha panas bumi bakal hengkang dari
Indonesia. Akan tetapi, kalau tujuannya memperpendek jalur birokrasi pembelian listrik
panas bumi dan saling mengisi kekurangan masing-masing, rencana akuisisi PGE oleh PLN
justru bisa mendorong bisnis panas bumi di Indonesia. Dalam kurun dua tahun terakhir ini,
harga minyak bumi terus merosot. Harga minyak bumi saat ini berkisar di harga US$40 per
barel. Banyak negara penghasil minyak bumi jadi kolaps ekonominya, seperti Venezuela
yang sudah diambang kebangkrutan. Bahkan bank-bank sudah tidak mau lagi membiayai
eksplorasi minyak bumi. Semakin murahnya harga energi yang berasal dari fosil akan
mengancam pengembangan energi alternatif. Kelebihan energi fosil saat ini selain murah,
energi fosil mudah dieksplorasi. Kelebihan lain, energi fosil mudah dikemas dan dikonversi
ke energi lain. Akan tetapi, konsumsi energi fosil yang tinggi akan meningkatkan emisi CO2,
sedangkan tingginya emisi karbon akan berpengaruh pada perubahan iklim dan lingkungan.
Sonia Labatt dalam bukunya Carbon Finance mengatakan dampak dari emisi CO2 yang
tinggi akan menggerus sekitar 20% dari global gross domestic product (GDP). Karena itu,
kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mencegah kerusakan lingkungan sangat penting.
Pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu dan bekerja sama untuk mendorong
penggunaan energi alternatif yang rendah mengemisikan CO2. Sebagai gambaran,
masyarakat Selandia Baru negara yang sudah maju dalam pemanfaatan energi panas bumi,
rela membayar dengan harga tinggi untuk pemakaian listrik yang berasal dari panas bumi.
Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan patut kita contoh. Para petani di Selandia Baru
akan melarang pengeboran eksplorasi yang menggunakan mesin bor yang tidak kedap suara
karena suara berisik dari pengeboran eksplorasi panas bumi di wilayah pertanian akan
mengganggu ekosistem burung sehingga dikhawatirkan itu akan mengganggu proses
penyerbukan tanaman. Teknologi pengeboran kedap suara untuk pengeboran panas bumi di
Selandia Baru sangat popular. Listrik yang ramah lingkungan tersebut dijual dengan sedikit
mahal ke masyarakat. Masyarakat Selandia Baru pun bisa menerimanya, sedangkan fungsi
pemerintah hanya menyediakan jaringan listrik. Pemasok listrik ramah lingkungan dari
masyarakat maupun pihak swasta. Menteri ESDM sebelumnya, Sudirman Said, memiliki
program percepatan eksplorasi panas bumi untuk mewujudkan program energi yang ramah
lingkungan. Walaupun belum berjalan sesuai dengan harapan, program tersebut sudah
menyadarkan kita tentang pentingnya menggunakan energi terbarukan untuk anak cucu kita
nanti. Saya kenal baik dengan mas Dirman saat sama-sama mengambil master degree di
School of Public Business Management, George Washington University, Washington DC.
Bagi Mas Dirman, urusan idealisme dan visi kebangsaan tidak perlu diragukan lagi. Apalagi,
untuk kepentingan masyarakat banyak, Sudirman akan gigih memperjuangkannya. Kalau
Sudirman Said telah berhasil meletakkan dasar-dasar reformasi birokrasi di ESDM dalam
rangka efisiensi, kita berharap menteri ESDM yang baru mampu menjawab tantangan energi
alternatif, khususnya energi panas bumi di Indonesia.

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/62271/tantangan-energi-panas-bumi-di-
indonesia
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI
Oleh
Sjafra Dwipa
Sub Direktorat Panas Bumi - DIM
 

1.       Pendahuluan
Dalam skala energi mix (bauran energi) nasional, pemanfaatan panas bumi terutama
untuk keperluan listrik selama 25 tahun masih sangat kecil (3% dari total konsumsi listrik
national). Di lain pihak keterdapatan enegi terbarukan dan ramah lingkungan ini di Indonesia
berlimpah, mencapai 40% potensi dunia. Cadangan tersebut setara dengan 11 milyar barrel
minyak, jumlah yang cukup besar untuk menunda net oil importer dan mendukung
diversivikasi energi primer bila saja panas bumi dapat dioptimumkan. Persoalan tersendatnya
pengembangan panas bumi nasional sangat
klasik, diantaranya karena kebijakan fiskal Jumlah
yang belum konsisten, besarnya investasi No Propinsi
Lokasi
awal dan faktor keekonomian.
1 Aceh 17
2.       Kondisi Saat Kini 2 Sumatera Utara 16
3 Sumatera Barat 16
a.      Potensi Panas Bumi 4 Riau 1
Penyebaran manifestasi panas bumi di 5 Jambi 8
Indonesia pada umumnya berasosiasi dengan 6 Bengkulu 4
busur gunungapi. Busur ini terbentang 7 Bangka-Belitung 3
sepanjang ± 7 ribu km, dari ujung Sumatra 8 Sumatera Selatan 6
melalui Jawa, Nusatenggara, Banda sampai 9 Lampung 13
kepulauan Sangihe. Dari hasil kegiatan 10 Banten 5
penyelidikan yang dilakukan baik oleh
11 Jawa Barat 40
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya
12 Jawa Tengah 14
Mineral maupun oleh pengembang panas
bumi sampai 2003 telah terinventarisir 251 13 Yogyakarta 1
daerah panas bumi dan tersebar di 26 propinsi 14 Jawa Timur 11
(Tabel 1). Total potensi energi panas bumi 15 Bali 5
sekitar 27.140,5 MW yang dibagi atas sumber 16 Nusa Tenggara Barat 3
daya 14.080,5 MW dan cadangan 13.060 MW 17 Nusa Tenggara Timur 18
(Tabel 2). Data tersebut dimutakhirkan setiap 18 Sulawesi Utara 5
tahun sesuai dengan tingkat penyelidikan. 19 Gorontalo 2
  20 Sulawesi Tengah 14
  21 Sulawesi Selatan 16
22 Sulawesi Tenggara 13
Table 1. Sebaran Lokasi Panas Bumi
23 Maluku Utara 9
  24 Maluku 6
b.      Pemanfaatan Panas Bumi 25 Papua 2
Pemanfaatan energi panas bumi untuk 26 Kalimantan Barat 3
pembangkit listrik baru memberikan Total Lokasi 251
kontribusi sebesar 3% atau 807 MW dari total
konsumsi listrik national. Listrik tersebut dihasilkan dari 7 lapangan yang telah berproduksi
yaitu: Kamojang, Darajat, Wayang Windu dan Salak in Jawa Barat; Dieng di Jawa Tengah;
Sibayak di Sumatra Utara dan Lahendong di Sulawesi Utara (Gambar 1).
 
 

Tabel 2. Potensi Energi Panas Bumi Indonesia


SUMBER DAYA
CADANGAN (MWe)
(MWe)
KAPASITAS
LOKASI TER- MUNG
SPEKU- HIPO- - TER- TERPASANG
LATIF TETIS DUG BUKTI
A KIN
SUMATERA 5.630 2.353 5.433 15 389 2
JAWA 2.362,5 1.591 2.860 603 1.837 785
BALI Â–
NUSA 175 427 871 - 14 -
TENGGARA
SULAWESI 925 125 721 110 65 20
MALUKU 275 117 142 - - -
KALIMANTA
50 - - - - -
N
PAPUA 50 - - - - -
Total 9.467,5 4.613 10.027 728 2.305 Total
251 Lokasi 14.080,5 13.060 807 MWe
Total : 27.140,5

3.       Peluang Pengembangan
a.      Potensi Yang Tersedia Cukup Besar
Penyebaran manisfestasi panas bumi terdapat hampir diseluruh kepulauan Indonesia.
Telah diketahui bahwa 70 dari 251 lokasi merupakan lapangan yang mempunyai reservoir
berentalphi tinggi (temperatur dan tekanan tinggi) dengan potensi sekitar 20 ribu MW.
Sedangkan sisanya 7 ribu MW merupakan lapangan yang mempunyai reservoir berentalphi
sedang dan rendah.
b.      Energi Bersih Lingkungan
Setelah Indonesia meretifikasi Kyoto Protokol, keunggulan lingkungan energi panas
bumi yang selama ini belum secara ekonomi diapresiasi kini memiliki kesempatan untuk
meningkatkan nilai keekonomiannya. Misalnya dengan memanfaatkan Clean Development
Mechanism (CDM) produk Kyoto Protokol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju
harus mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2% terhadap emisi tahun 1990, dapat
melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun setelah
tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.
c.      Regulasi
Telah tesedia perangkat perundang-undangan sektor energi seperti UU 15/2005 tentang
ketenaga listrikan, UU 27/2003 tentang panas bumi, Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003-
2020. Dalam waktu dekat, pemerintah akan menetapkan kebijakan Pengelolaan Energi
Nasional 2005-2025. Semua regulasi tersebut telah membuka perhatian terhadap isu
lingkungan dan pengembangan yang berkelanjutan. Khusus dibidang panas bumi telah
disusun Blue Print dan Road-map pengembangannya.
d.      Kebutuhan Energi Listrik
Kebutuhan pembangkit tenaga listrik masih akan tumbuh dengan cepat sejalan dengan
kebutuhan untuk menaikan rasio elektrifikasi dari 50% menjadi 90% pada tahun 2020 (KEN).
Pengembangan panas bumi cocok karena dapat dikembangkan secara bertahap sesuai
keekonomiannya.
 

 
Gambar 1. Kapasitas Terpasang PLTP
 

e.      Keunggulan Komparatif
Sebagai energi terbarukan, panas bumi dapat diandalkan sebagai pasokan jangka
panjang. Bebrapa PLTP di Itali masih berproduksi setelah 100 tahun, sedangkan di Selandia
Baru dan Amerika Utara masih beroperasi setelah 50 tahun. Kamojang sampai saat ini sudah
berproduksi selama 22 tahun. Dalam pengoperasiannya, penggunaan lahan PLTP relatif kecil
dan tidak tergantung musim. Disamping pembangkit tenaga listrik, energi ini dapat
dimanfaatkan untuk pengeringan hasil pertanian, pengawetan hasil perikanan dan parawisata.

4.       Tantangan Pengembangan
a.      Kebijakan Fiskal
Pengusahaan panas bumi untuk existing contract berlandaskan UU MIGAS 8/1991 dan
Kepmen KEU 776/KMK.04/1992, dimana “barang operasi yang diimpor oleh pengusaha
untuk keperluan pengusahaan sumber daya panas bumi tidak dipungut bea masuk, PPN, pajak
penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan”. Perlakuan khusus terhadap panas
bumi menjadikan tahun 90-an sebagai era “booming” investasi di bidang panas bumi.
Sedangkan kebijakan perpajakan saat ini tidak lagi memberlakukan incentive diatas.
Pembayaran bagian pemerintah sebesar 34% setelah memenuhi Net Operating
Income (NOI) sangat menarik bagi pengembang panas bumi. Kebijakan baru dari beberapa
PEMDA berupa pajak daerah dan pungutan-pungutan restribusi daerah merupakan biaya
tambahan bagi pengembang.
Kebijakan tentang pemegang IUP panas bumi yang baru untuk membayar iyuran tetap,
iyuran produksi dan royalti mengakibatkan berkurangnya bagian untuk pengembang. Hasil
simulasi yang dilakukan oleh pengembang menunjukan besaran pembayaran bagian
pemerintah dan pemerintah daerah berkisar 42% sampai 44%.
b.      Investasi Awal Besar
Pengembangan panas bumi sangat padat modal terutama pada tahap awal yaitu tahapan
eksplorasi yang berdampak kepada aspek pembiayaan dan nilai dari keseluruhan proyek serta
penentuan harga steam yang diperoleh.
Seperti semua eksplorasi sumberdaya alam, eksplorasi panas bumi juga beresiko tinggi.
Keterdapatan  reservoar panas bumi dibentuk oleh tatanan dan kondisi geologi yang
komplek.Tidak ada garansi bahwa pemboran eksplorasi atau pemboran produksi akan
mendapatkan fluida panas yang ditargetkan. Pengembang harus siap baik mental maupun
finansial menerima eksplorasi sebagai kegiatan yang mengandung resiko.
Berbeda dengan energi fosil, untuk pembangkit listrik bahan bakarnya telah tersedia,
kegiatan hanya terfokus pada tahapan pembangkitan tenaga listrik. Namun dalam waktu
jangka panjang biaya pengembangan panas bumi akan lebih kecil karena pasokan energi terus
berlangsung, tidak demikian halnya dengan jenis energi lain yang harus didatangkan dari
tempat lain.
c.      Harga Jual Uap dan Listrik
Harga jual listrik atau uap dari pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini secara
keekonomian belum begitu menarik bagi investor. Harga jual uap berkisar antara 3,7 cents
US$/kWh sampai dengan 3,8 cents US$/kWh. Sedangkan harga jual listrik berkisar antara
4,20 cents US$/kWh sampai 4,44 cents US$/kWh dengan eskalasi 1,5% per tahun.
Subsidi yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap bahan bakar minyak dan energi
juga berdampak negatif pada pengembangan panas bumi di Indonesia. Kebijakan subsidi ini
mengakibatkan energi panas bumi kalah bersaing.
5.       Kesimpulan dan Diskusi
Peluang memajukan pengembangan panas bumi yang cadangannya melimpah
dimungkinkan, bila semua pihak dapat dan mau memahami persoalan yang dihadapi.
Dimengerti bahwa daya beli PT. PLN (Persero) masih terbatas karena kemampuan beli
masyarakat akan energi sebagai basic need ini juga terbatas. Sebaliknya, perlu dipahami juga
bahwa Require Rate of Return (RRR) bagi developer masih belum tercapai khususnya bagi
PMA. Rencana pemerintah untuk menaikan harga listrik menjadi sekitar 7 cents US$/kWh
pada 2005, akan mempercepat tercapainya RRR.
Untuk pengembangan lapangan baru, bantuan pendanaan melalui CDM perlu diusahakan
untuk membantu biaya investasi awal. Disamping itu, perlu jaminan pembelian setelah uap
ditemukan. Hal ini mengingat panas bumi bukan komoditi yang dapat diekspor tetapi hanya
dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik.
Dalam Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, terlihat bahwa pemerintah mendorong
pemanfaatan sumber energi domestic dan terbarukan. Kebijakan ini memberikan penekanan
untuk mengurangi peranan BBM dalam energy mix dari 50% pada 2004 menjadi 25% pada
2025, mengurangi subsidi BBM menurut skim harga rasionalisasi BBM secara bertahap,
menyesuaikan tarif dasar listrik untuk mencapai harga keekonomiannya dan meningkatkan
pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Khusus untuk panas bumi, kontribusinya
dalam energy mix ditargetkan dari 807 Mwe pada tahun 2005 menjadi 9500 Mwe pada tahun
2025.
Kebijakan fiskal membebaskan pajak impor untuk barang operasi guna keperluan
pengusahaan panas bumi, perlu dipertimbangkan untuk diberikan kembali. Hal ini untuk
mendorong proyek axisting contract agar menambah kapasitas produksinya sesuai dengan
komitmen kontrak. Dengan incentive ini diharapkan investasi akan meningkat dan target
pengembangan panas bumi akan tercapai yang pada akhirnya akan membantu untuk
menunda net oil importer dan mendukung diversivikasi energi primer.

Sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=379&Itemid=395

Anda mungkin juga menyukai