Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ANALISIS POTENSI DAN KEBERLANJUTAN GEOTHERMAL


SEBAGAI SUMBER ENERGI BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Disusun Oleh :

DWI NURWANTO 30000423410001

RIFQI MUQORROBIN 30000423410003

JOKO SANTOSO 30000423410006

ROMI AZHAR 30000423410010

YASMIN BISMI ALIFA 30000423410013

DIMAS SAIFUR RIZAL 30000423410014

PROGRAM STUDI MAGISTER ENERGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

i
SEMARANG

2023

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

DAFTAR TABEL....................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Deskripsi dan Sumber....................................................................................3


2.1.1 Kondisi Aktual pengembangan Panas Bumi di Indonesia......................5
2.2 Potensi Pendukung.........................................................................................7
2.3 Analisa Berkelanjutan..................................................................................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................29

3.1 Kesimpulan..................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Entalpi (Nasrudin et al,


2016)........................................................................................................................5
Tabel 2 Kapasitas Terpasang Pembangkit Panas Bumi di Jawa Barat (ESDM,
2020)........................................................................................................................6
Tabel 3 20 WKP Panas Bumi yang akan dilelang 2022 - 2024 (ESDM, 2020)....13
Tabel 4 Total Kapasitas Panas Bumi di Dunia dan Pemanfaatannya....................15
Tabel 5 Pengguna Energi Panas Bumi untuk Tenaga Listrik dan Non-Listrik......15
Tabel 6 Potensi Cadangan Sumberdaya Panas Bumi di Indonesia tahun 2015.....16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Infografis terkait Energi Panas Bumi/Geothermal..................................3


Gambar 2 Potensi Panas Bumi di Dunia..................................................................7
Gambar 3 Persentase proyeksi kapasitas pembangkit listrik EBT 2019-2028........8
Gambar 4 Kapasitas PLP Terpasang di Indonesia (ESDM, 2020)..........................9
Gambar 5 Peta potensi dan cadangan sumberd aya panas bumi di Indonesia.......15
Gambar 6 Analisis Keberlanjutan Geothermal......................................................17
Gambar 7 Perbandingan Emisi CO2 yang berasal dari Batu Bara, natural gas, dan
geothermal..............................................................................................................19
Gambar 8 KEN dan RUEN Panas Bumi (Sumber: EBTKE: 2019)......................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia menempati urutan pertama negara dengan potensi panas bumi


terbesar di dunia, dimana potensi energi ini tersebar di 285 lokasi sepanjang area
vulkanik. Potensi energi panas bumi yang cukup banyak di Indonesia sangat
memungkinkan untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, misalnya sebagai
pembangkit listrik dan industri pertanian, karena sebagian besar memiliki entalpi
yang cukup tinggi dari total potensi sekitar 29 GWe. Ditambah lagi total potensi
cadangan dan sumber daya energi panas bumi mencapai kurang lebih 28.579
MWe.

Berada di kawasan ring of fire, Indonesia menyimpan 40% cadangan


panas bumi dunia. Berdasarkan data Badan Geologi-Kementerian ESDM
(Desember 2020), total potensi energi panas bumi Indonesia diperkirakan
mencapai 23,7 GW. Dari potensi tersebut, Pemerintah telah menetapkan Wilayah
Kerja Panas Bumi (WKP) & Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan
Eksplorasi (WPSPE) yang siap dikembangkan.

Jumlah potensi sumber daya geotermal Indonesia sekitar 11.073 Megawatt


listrik (MWe) dan cadangannya sekitar 17.506 MWe
(Dewan energi Nasional, 2014)
. Kapasitas pembangkit listrik secara nasional yang pada akhir 2016
memproduksi listrik 59,6 Gigawatt (GWe) atau 59.600 MWe (databoks, 2017).
Maka, jika potensi tersebut digunakan semua sebagai pembangkit listrik, maka
menambah kapasitas 18% dari total produksi listrik saat ini. Penyebaran sumber
energi geotermal ini hampir merata, bisa ditemukan lebih dari 300 titik dari
Sabang sampai Merauke (Darma et al., 2010).

Dalam Road Map Pengembangan Geotermal yang disusun oleh


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia menargetkan

1
mengembangkan energi geotermal sekitar 7000 MW pada 2025
(Pemerintah RI, 2006)
. Sebuah program yang cukup ambisius. Karena itu dibutuhkan investasi
yang besar, penyiapan teknologi eksplorasi dan produksi, manajemen, penyediaan
sumberdaya manusia yang kompeten dengan jumlah yang cukup, serta dukungan
iklim investasi yang menarik bagi investor (Daud, 2019).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan persoalan sebagai berikut:

1. Bagaimana geothermal dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber


energi di Indonesia?
2. Bagaimana potensi pemanfaatan geothermal di Indonesia?
3. Bagaimana analisis keberlanjutan geothermal di Indonesia?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan, ditentukan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pemanfaatan geothermal sebagai salah satu sumber


energi di Indonesia.
2. Mengidentifikasi potensi pemanfaatan geothermal di Indonesia.
3. Mengidentifiaksi analisis keebrlanjutan geothermal di Indonesia.

2
BAB II.
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi dan Sumber

Energi panas bumi atau geothermal merupakan energi hijau, karena rendah
emisi ddan merupakan energi terbarukan dan dapat digunakan untuk beragam
keperluan, salah satunya untuk menghasilkan listrik. Energi panas bumi dapat
berupa uap air ataupun air panas yang berasal dari pemanasan batuan dan air,
bersama dengan unsur lainnya. Sumber energi panas bumi terbentuk dari kerak
bumi.

Gambar 1 Infografis terkait Energi Panas Bumi/Geothermal

3
Sebagai salah satu negara yang dilintasi ring of fire, Indonesia menyimpan
potensi panas bumi dan hal ini ditunjukkan dengan adanya 117 gunung api aktif
dan tersebar di seluruh pelosok tanah air dan tersebar di pulau Sumatera, Jawa,
Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi (Nasruddin et al, 2016). Potensi panas bumi
di Indonesia tersebut diperkirakan sekitar 29.544 MW. Namun, pemanfaatan
panas bumi secara nasional baru 8% atau sekitar 2.130,7 MW. Indonesia memiliki
potensi energi panas bumi terbesar di dunia, yang mencakup sekitar 40% dari
potensi dunia. Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan bauran
pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan target 7,2 GW pada tahun 2025, dan
17,6 GW pada tahun 2050 (RUEN, 2017).

Energi yang terkandung di dalam fluida panas bumi adalah air yang dapat
berbentuk uap, cair dan atau keduanya sebagai campuran (Nasruddin et al, 2016).
Energi panas bumi yang digunakan sebagai pembangkit listrik biasanya disebut
sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik ini
ramah lingkungan, dan sebagai pembangkit terbarukan dan berkelanjutan karena
karakteristik sumber energinya (Alison & Blodgett, 2012).

Secara umum pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia dibagi menjadi


dua jenis: penggunaan langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan langsung
memanfaatkan panas yang terkandung dalam fluida panas bumi untuk berbagai
keperluan contohnya sebagai pemanas ruangan, pertanian/agroindustri, perikanan,
pariwisata dan lainnya. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung contohnya
pemanfaatan untuk pembangkit listrik.

Klasifikasi utilisasi sumber geothermal berdasarkan themodinamika dan


entalphi dari reservoir sebagaimana gambar 1. Berdasarkan Lindal diagram
dikelompokan dalam temperatur fluida, entalpi panas bumi diklasifikasikan
menjadi rendah, sedang dan tinggi (Ahmadi et al, 2020). Tabel 1 dapat dijadikan
acuan untuk 5 kategori panas bumi yaitu: hot-water systems, twophase, liquid-
dominated systems, low-enthalpy systems, twophase, liquid-dominated, medium-
enthalpy system, two-phase, liquid-dominated-high-enthalpy system dan two-
phase, vapor dominated systems (Eylem Kaya, 2011). Sistem energi panas bumi

4
di negara ini umumnya sistem hidrotermal yang bersuhu tinggi yang lebih dari
225°C, dan hanya sedikit sistem hidrotermal yang memilikinya suhu sekitar 150–
225°C. Meski potensi panas bumi besar di Indonesia, hingga Saat ini
pemanfaatannya masih belum optimal, terutama untuk pemanfaatan sebagai
pembangkit listrik (Nasruddin et al, 2016).

Tabel 1 Klasifikasi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Entalpi (Nasrudin et al,


2016)

Jawa Barat merupakan provinsi yang menghasilkan energi panas bumi


terbesar dengan keenam PLTP existing, dimana 1194 MW dari 2130,7 MW atau
56% dari energi listrik dari PLTP eksisting yang sudah di Indonesia (EBTKE,
2020). Berdasarkan road map panas bumi nasional, tahun 2025 sekitar 39,5%
persen pengembangannya adalah berada di wilayah Jawa Barat. Jawa Barat
memiliki potensi panas bumi yang paling besar di antara 30 provinsi yang ada di
Indonesia, dimana total potensi sumber daya yaitu 2159 MW dan total potensi
cadangan 3765 MW, dan bila di total kedua nya adalah 5924 MW (RUEN, 2017).
Berdasarkan data ESDM tentang statistik penjualan tenaga listrik kepada
pelanggan rumah tangga dan industri, dimana Jawa Barat menempati urutan
pertama konsumsi tenaga listrik per tahun 2019 dengan total konsumsi rumah
tangga 18.753,88 GWh dan industri 24.051,64 GWh (ESDM, 2020).

2.1.1 Kondisi Aktual pengembangan Panas Bumi di Indonesia

Pada tahun 2014 sampai tahun 2019, ada kenaikan penambahan kapasitas
terpasang dari panas bumi dari 1403,3 MW menjadi 2130,7 MW. Peran

5
pemerintah dalam mewujudkan energi ramah lingkungan dengan meningkatkan
aksesibilitas masyarakat untuk mendapatkan listrik dapat dilihat pada gambar 2
dengan meningkatnya besaran total nilai kapasitas terpasang pembangkit listrik
panas bumi dari tahun 2014 sampai dengan 2019. PLT Panas Bumi memiliki
peningkatan dalam hal penyediaan kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar
727 MW sejak tahun 2014. Peningkatan yang signifikan pada sektor panas bumi
tidak lepas dari peran penentu arah kebijakan dalam hal mendukung regulasi yang
dapat menguntungkan seluruh kalangan terutama dalam hal regulasi dan
perizinan.

Proses tersebut juga meningkatkan iklim investasi di sektor panas bumi


sehingga memungkinkan dapat menarik bertambahnya calon investor baik di
dalam maupun luar negeri. Pada tahun 2019, PNBP penerimaan negara bukan
pajak, meningkat menjadi Rp. 1,9 triliun dibandingkan dengan PNPB di tahun
2014 sebesar Rp 756 M dari sektor PLTP. Sedangkan pada Tabel 2 di gambarkan
mengenai kapasitas terpasang PLTP yang ada di Jawa Barat, dimana total
kapasitas terpasang adalah 1194 MW (ESDM, 2020).

Tabel 2 Kapasitas Terpasang Pembangkit Panas Bumi di Jawa Barat (ESDM,


2020)

6
2.2 Potensi Pendukung

Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar ke dua di


dunia, dengan kapasitas terpasang berdasarkan RUPTL 2019-2028 sebesar 2.131
MW. Panas bumi memiliki peranan penting dalam transisi energi dengan
pemanfaatan energi bersih yang digalakkan, dengan proyeksi persentase kapasitas
pembangkit mencapai 27%, Adapun potensi sumber daya energi panas bumi di
dunia seperti pada gambar 2 sedangkan persentase proyeksi kapasitas pembangkit
pada gambar 3.

Gambar 2 Potensi Panas Bumi di Dunia

7
Gambar 3 Persentase proyeksi kapasitas pembangkit listrik EBT 2019-2028

Dalam perkembangan potensi panas bumi Indonesia adalah 27.483 MW


pada tahun 2005, 27.510 MW pada tahun 2006, 27.601 pada tahun 2007 dan
27.670 MW pada November 2008. (Kasbani & Dahlan, 2008). Pada tahun 2017
potensi panas bumi Indonesia meningkat menjadi 29.544 MW (RUEN, 2017).
Jumlah potensi tersebut terdiri dari potensi panas bumi pada kelas sumber daya
dan cadangan. Kelas potensi menunjukkan tingkat kelengkapan data yang
tersedia. Potensi pada kelas sumber daya didapatkan melalui perhitungan dengan
menggunakan metode perbandingan, yaitu dengan membandingkan daya listrik di
suatu daerah panas bumi dengan daerah panas bumi lain yang telah berproduksi
dan mempunyai kemiripan karakteristik. Adapun untuk potensi pada kelas
cadangan didapatkan melalui perhitungan dengan menggunakan metode
volumetris dengan menggunakan beberapa asumsi, diantaranya asumsi ketebalan
reservoir. Asumsi ketebalan yang digunakan untuk daerah panas bumi di pulau
Sumatera dan Jawa adalah 2 km sedangkan untuk daerah di luar Sumatera dan
Jawa adalah 1 km (Kasbani & Dahlan, 2008).

8
Gambar 4 Kapasitas PLP Terpasang di Indonesia (ESDM, 2020)

Berdasarkan Laporan Kementrian ESDM, 2017 mengenai potensi Panas


Bumi Indonesia, khusunya di provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut (ESDM,
2017):

1. WKP Cibereum Parabakti

WKP Cibeureum Parabakti, dimana area ini sudah di kelola oleh PT Pertamina
Geothermal Energi dan Star Energy Geothermal Salak, kapasitas terpasang 377
MW dalam 6 unit pembangkit, dengan total area luas WKP adalah 102.200 Ha.
Sistem panas bumi Awibengkok (Salak) berasosiasi dengan beberapa pusat erufsi
volkanik di sekitar gunung Salak. SK WKP 2067 - K/30/MEM/2012. WKP ini
berada di dalam hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi dan sebagian
besar di wilayah umum atau lainnya. Sistem panas bumi salak berlokasi di daerah
pegunungan dengan kisaran ketinggian antara 950 sampai 1500 m diatas
permukaan laut. Dibagian barat dari geothermal Salak terdapat Cianten Caldera
yang merupakan gunung api yang lebih tua.

2. WKP Cibuni

9
Ijin pengusahaan dipegang oleh PT Kopjasa Keahlian Teknosa. Kawah cibuni ini
memiliki cadangan terduga sebesar 140 MW, dimana rencana pengembangan
adalah 10 MW. Total luas WKP adalah 9541 Ha. SK izin pengusahaan
2821K/30/MEM/2015 dimana pemegang ijin adalah PT Kopjasa Keahlian
Teknosa.

3. WKP Cisolok Cisukarame

WKP Cisolok Cisukarame, SK WKP 1937/K/30/MEM/2007, saat ini ijin


pengusahaan dipegang oleh PT Jabar Rekind Geothermal, dimana diduga
memiliki cadangan 45MW dan rencana pengembangan adalah 45 MW. Total luas
WKP adalah 15.580 Ha. Sistem panas bumi Cisolok Cisukarame berasosiasi
terletak diantara area Cisolok-Cisukarame, area Sangiang (manifestasi airpanas),
dan area Gunung Talaga-Halimun dimana didominasi air panas (hot water
dominated system) dengan temperature 180 - 200°C.

4. WKP Gunung Ciremai

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 150 MW dengan rencana
pengembangan 110 MW. Total luas WKP adalah 38.560 Ha. SK WKP
7633K/30/MEM/2016. WKP gunung ciremai berasosiasi dengan sistem panas
bumi yang berasal dari reservoir gunung ciremai, hal ini dicirikan dengan
manifest permukaan berupa mata air panas dengan temperature 42°C hingga
56,3°C yang muncul di daerah Sangkanhurip dan Pejambon. Reservoir Gunung
ciremai diperkirakan merupakan reservoir sistem dominasi air panas yang
ditunjukan dengan ditemukannya sinter silica di air panas Pejambon.

5. WKP Gunung Galungung

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 264 MW, dengan rencana
pengembangan 110 MW. Total luas WKP adalah 57.330 Ha. SK WKP
4284K/30/MEM/2014. Berdasarkan hasil penghitungan geothermometer
temperature panas bumi ini adalah 225°C dimana sistem panas bumi ini
berasosiasi dengan kawah gunung galungung dan perbukitan Sepuluh Ribu.

10
6. WKP Gunung Gede Pangrango

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 85 MW dan rencana


pengembangan 55 MW. Total luas WKP adalah 92.790 Ha. SK WKP
2778K/30/MEM/2014 Gunung Gede pangrango memiliki temperature reservoir
panas bumi > 225°C, potensi bahaya geologi Gunung Gede merupakan tipe A
maka potensi bencana geologi berupa letusan gunung api dapat menjadi kendala.

7. WKP Gunung Tampomas

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 50 MW dan rencana


pengembangan 45 MW. SK WKP 1790K/33/MEM/2007 dengan total luas WKP
adalah 27.010 Ha. Pemegang ijin pengusahaan adalah PT Wijaya Karya Jabar
Power. Manifestasi mata air panas yang ditemukan ada di atas gunung
Tampomas, dimana berdasarkan perhitungan geothermometer adalah sekitar 187 –
208 °C.

8. WKP Gunung Tangkuban perahu

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 90 MW dan rencana


pengembangan 60 MW. SK WKP 2996K/30/MEM/2007 dengan total luas WKP
adalah 44.710 MW Ha. Pemegang ijin pengusahaan adalah PT PLN (Persero).
Berdasarkan penghitungan geothermometer reservoir panas bumi disekitar WKP
Gunung Tangkuban perahu mempunyai temperature 240 - 320°C. Luas WKP
Tangkuban Perahu secara administratif meliputi Kabupaten Bandung Barat,
Kabupaten Subang, dan Kabupaten Purwakarta. Potensi bahaya geologi
Tangkuban Perahu meliputi aktivitas gunung api dan longsoran.

9. WKP Kamojang Darajat

Dimana WKP ini pemegang ijin pengusahaan dibawah PT Pertamina Geothermal


Energy dan Star Energy Geothermal Darajat. WKP Kamojang Darajat ini
memiliki kapasitas terpasang 505 MW. SK WKP 2067K/30/MEM/2012. Dimana
luas WKP 45.380 Ha. Berada di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Garut. PT PGE sudah memulai operasional nya dimana unit 1 Kamojang 1 sudah

11
beroperasi di tahun 1983, dengan total 8 unit pembangkit dan unit 8 beroperasi
pada tahun 2015 dengan kapasitas 35MW.

10. WKP Karaha Cakrabuana

Dimana WKP ini memiliki cadangan terduga sebesar 190 MW dan kapasitas
terpasang 30 MW. Pemegang ijin pengusahaan adalah PT Pertamina Geothermal
Energy. SK WKP 2067K/30/MEM/2012 dengan total 64.510 Ha. Area WKP ini
berada di Kabupaten Garut. Pada tahap 1 unit 1 PT PGE sudah melakukan
commissioning 30 MW di tahun 2018.

11. WKP Pangalengan

Dimana WKP ini dimiliki perusahaan yaitu PT Geodipa (Persero), dan PT


Pertamina Geothermal Energy - Star Energy Wayang Windu. Kapasitas terpasang
Wayang Windu (1) 110 MW, Wayang Windu (2) 117 MW dan Patuha (1) 55
MW. SK WKP 2067K/30/MEM/2012 dengan luas WKP 152.300 Ha. Star Energy
Wayang Windu dan PT PGE membentuk Kontrak Operasi Bersama untuk
mengembangkan wilayah ini, dimana Wayang Windu Unit 1 beroperasi di tahun
2000 dan unit 2 beroperasi di tahun 2008. Pada tahun 2014 PT Geodipa Energi
(Patuha) mengoperasikan unit 1 Patuha 1 sebesar 55MW.

12
Tabel 3 20 WKP Panas Bumi yang akan dilelang 2022 - 2024 (ESDM, 2020)

Ada beberapa potensi di wilayah Jawa Barat yang belum memiliki


penetapan WKP oleh pemerintah (ESDM, 2017), antara lain:

1) Potensi Bujal Jasing. Potensi spekulatif adalah sebesar 25 MW. Dimana


area nya ada disekitar Gunung Endut.

2) Potensi Ciarinem.Potensi spekulatif adalah sebesar 25 MW. Areanya


berada di sekitar Gunung Papandayan.

3) Potensi Cibalong. Potensi spekulatif adalah sebesar 25 MW. Areanya


berada di daerah Cibalong.

4) Potensi Cibingbin. Potensi spekulatif 50 MW. Areanya berada di daerah


didekat Gunung Ciremai.

13
5) Potensi Ciheuras. Potensi spekulatif 25 MW. Areanya berada di daerah
Ciheuras-Cipatujah.

6) Potensi Cilayu. Potensi spekulatif 100 MW. Areanya berada di daerah


Wayang Windu.

7) Potensi Cipacing. Potensi spekulatif 25 MW. Areanya berada di daerah


Gunung Sadakeling dan Gunung Talaga Bodas.

8) Potensi Ciseeng. Potensi Hipotesis 100 MW. Areanya berada di daerah


Ciseeng Bogor.

9) Potensi Gunung Cakrabuana. Potensi spekulatif 25 MW. Areanya berada


di daerah Gunung Cakrabuana.

10) Potensi Gunung kromong. Potensi spekulatif 25 MW. Areanya berada di


daerah Gunung Kromong.

11) Potensi Jampang. Potensi spekulatif 225 MW. Areanya berada di daerah
Jampang Sukabumi.

12) Potensi Saguling. Potensi spekulatif 25 MW. Areanya berada di daerah


Rajamandala.

13) Potensi Subang. Potensi spekulatif 50 MW. Areanya berada di daerah


Subang.

14) Potensi Tanggeung-Cibungur. Potensi spekulatif 100 MW. Areanya


berada di daerah Cianjur.

Total kapasitas panas bumi di dunia dan pemanfaatannya dapat dilihat


pada tabel 1, sedangkan pengguna energi panas bumi untuk tenaga listrik dan non-
listrik (direct-use) di dunia dapat dilihat pada tabel 2

14
Tabel 4 Total Kapasitas Panas Bumi di Dunia dan Pemanfaatannya

Tabel 5 Pengguna Energi Panas Bumi untuk Tenaga Listrik dan Non-Listrik

Potensi dan cadangan sumber daya panas bumi Indonesia tahun 2015 diperkirakan
sebesar 29.543,5, namun kapasitas terpasang baru sebesar 1.513 MW (sekitar
4,35%), dengan perincian sebagaimana yang tercantum pada gambar dan tabel 6.

Gambar 5 Peta potensi dan cadangan sumberd aya panas bumi di Indonesia

15
Tabel 6 Potensi Cadangan Sumberdaya Panas Bumi di Indonesia tahun 2015

Potensi panas bumi di Indonesia yang ada pada tahun 2015 sebesar
29.543,5 MW (sekitar 40% dari cadangan dunia), sehingga berpotensi besar
menggantikan energi berbasis fosil sebagai sumber energi. Direktur Utama PT.
Pertamina Geothermal Energi Abadi Poernomo menjelaskan bahwa energi listrik
dari panas bumi mampu menghemat penggunaan sumber energi tidak terbarukan
seperti minyak bumi atau batu bara. Bila dikonversikan, setiap 100 MW kapasitas
terpasang panas bumi setara dengan menggunakan 4.250 barel minyak per hari,
atau setara dengan memanfaatkan 864 ton batu bara per hari. Kepala Badan
Geologi Kementerian ESDM Suchyar mengatakan bahwa potensi tersebut dengan
menghitung masa operasi selama 30 tahun, maka setara dengan pemakaian
minyak bumi sebesar 12 milyar barel, sementara cadangan minyak bumi
Indonesia saat ini sekitar 6,4 milyar barel.

2.3 Analisa Berkelanjutan

Secara umum, pengembangan geothermal memakan waktu sekitar 8 tahun


sebelum mulai beroperasi. Waktu tersebut dikategorikan menjadi tiga stase, yakni
eksplorasi, pengembangan, dan eksploitasi dan operasi. Fase eksplorasi memakan
waktu sekitar tiga hingga lima tahun, memuat tahapan survei geologi, geofisika
dan geokimia, melakukan pra-studi kelayakan, pembebeasan lahan pembangunan
infrastruktur dan pengeboran sumur. Sedangkan fase pengembangan merujuk
pada pembebasan lahan, pembangunan infrastruktur, pengeboran sumur dan

16
reinjeksi, studi kelayakan, pembuatan FEED dan konstruksi EPC, fase ini
memakan sekitar tiga hingga lima tahun. Selanjutnya merupakan fase eksploitasi
dan operasi yang dapat berlangsung hingga leih dari 30 tahun, yakni merupakan
produksi, pemeliharaan lapangan uap dan pengembangan pembangkit listrik
tenaga geothermal. Lebih lanjut seperti pada gambar berikut,

Gambar 6 Analisis Keberlanjutan Geothermal

2.3.1 Keuntungan Energi Panas Bumi

Menurut Asplund (2008) keuntungan energi panas bumi antara lain adalah
biaya pembangkitan listrik yang rendah, kompetitif dibandingkan dengan
pembangkit listrik berbahan bakar fosil, biaya pembangkit listrik tenaga panas
bumi adalah konstan selama masa pakai fasilitas karena tidak ada bahan bakar
yang dibeli dan biaya fasilitas sebagian besar tetap, sumber energi konstan
sepanjang waktu (tidak intermittent/berselang seperti tenaga angin atau surya),
sumber energi terbarukan karena berasal dari inti bumi dan fluidanya

17
disirkulasikan kembali ke bumi, pembangkit listrik panas bumi binary-cycle tidak
menghasilkan polusi dan emisi GRK, energi panas bumi dihasilkan secara
domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak bumi.

Keunggulan lain dari energi panas bumi adalah dalam faktor kapasitas
(capacity factor), yaitu perbandingan antara beban rata‐rata yang dibangkitkan
oleh pembangkit dalam suatu periode (average load generated in period) dengan
beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut (maximum load).
Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata ‐rata 95%, jauh lebih
tinggi bila dibandingkan dengan faktor kapasitas dari pembangkit listrik yang
menggunakan batu bara, yang besarnya hanya 60‐70%. Beberapa kekuatan
(strength) energi panas bumi di Indonesia antara lain adalah: 16 potensi sumber
daya panas bumi Indonesia diperkirakan setara 28 GW, sumber daya panas bumi
merupakan sumber energi terbarukan sehingga pemanfaatannya bisa
berkelanjutan; energi panas bumi berpeluang untuk mendapatkan dana karbon
kredit; dukungan UU No. 27/2003, kegiatan pemanfaatan panas bumi sejalan
dengan upaya pelestarian lingkungan.

Lain dari pada itu, emisi CO 2 yang dihasilkan oleh geothermal juga
memiliki nilai yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan batu bara atupun
natural gas. Berdasarkan gambar berikut, teihat bahwa untuk setiap 2.349 lb
CO2/MWh emisi yang berasal dari batu bara, geothermal hanya menghasilkan 180
lb/CO2/MWh.

18
Gambar 7 Perbandingan Emisi CO2 yang berasal dari Batu Bara, natural gas, dan
geothermal

2.3.2 Kelemahan Energi Panas Bumi

Kelemahan energi panas bumi antara lain adalah pembangkit listrik panas
bumi hanya ekonomis di daerah panas bumi aktif, pembangkit listrik panas bumi
membutuhkan investasi yang sangat mahal untuk eksplorasi, pengeboran, dan
pembangunan pembangkit, pembangunan pembangkit listrik panas bumi dapat
mempengaruhi stabilitas tanah di daerah sekitarnya dan aktivitas seismik dapat
timbul karena pengeboran; sumber panas bumi dapat habis jika tidak dikelola
dengan baik.

Kelemahan (weakness) energi panas bumi di Indonesia antara lain saat ini
harga listrik panas bumi relatif belum kompetitif dibandingkan dengan harga
listrik dari energi lainnya karena harga listrik dari energi lainnya belum
memperhitungkan tambahan biaya eksternal (biaya lingkungan, dan lainnya), pada
umumnya potensi panas bumi di daerah yang mempunyai keterbatasan
infrastruktur di daerah, belum adanya peraturan pelaksanaan dari UU No. 27/2003
tentang Panas Bumi, sehingga belum ada kesamaan pandangan antara pemerintah
pusat dan daerah mengenai pengelolaan panas bumi serta menimbulkan
kekhawatiran masih terjadinya monopoli, panas bumi bersifat site specific
sehingga pemanfaatannya bersifat setempat, tidak dapat diperjualbelikan sebagai

19
komoditas sebelum dikonversikan menjadi energi listrik, pengusahaan panas bumi
untuk pembangkit tenaga listrik harus memperhatikan risiko tinggi dari eksplorasi
dan eksploitasi

Apabila dibandingkan dengan sumber energi listrik yang lain, baik


berdasarkan skema tunggal ataupun skema staging, biaya listrik geothermal
memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya. Skema tunggal
merujuk pada harga listrik yang tidak berubah hingga akhir masa PPA, sedangkan
harga listrik akan berubah setelah melalui periodik capital expenditure pada
skema staging. Adapun perbandingan bagi beberapa sumber energi listrik seperti
pada tabel berikut (Yurika, 2020).

Tabel 7 Skema harga listrik berasarkan jenis pembangkit

2.3.3 Peluang Energi Panas Bumi

Peluang (opportunity) energi panas bumi di Indonesia antara lain adalah


pemanfaatan panas bumi dapat mengurangi devisa dari pemanfaatan energi
berbasis fosil, sehingga dapat meningkatkan ketahanan dalam negeri, adanya
krisis listrik dan pertumbuhan permintaan listrik di sekitar daerah yang
mempunyai potensi panas bumi, masih besarnya ketergantungan terhadap BBM
yang menyebabkan masalah keamanan pasokan energi nasional, komitmen dunia

20
sesuai dengan Kyoto Protocol untuk mengurangi emisi CO2 dapat dimanfaatkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk mengurangi emisi yang signifikan
hingga tahun 2020, kompetensi SDM dan kemampuan teknologi nasional selama
lebih dari 25 tahun pengembangan panas bumi dapat menjadi modal dalam
pemanfaatan panas bumi Indonesia, potensi panas bumi Indonesia sebesar 28.000
MW (sekitar 40% dari cadangan dunia) yang merupakan salah satu yang terbesar
di dunia dapat dijadikan sebagai peluang menjadikan Indonesia sebagai center of
excellent di bidang panas bumi yang dapat menjadi pusat perhatian bagi investasi,
SDM, dan teknologi, penerapan otonomi daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999
memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyusun perencanaan dan
kebijakan energi daerah amanat UU No. 30/2009 tentang ketenagalistrikan untuk
memprioritaskan pemanfaatan energi setempat dan terbarukan, tekanan global
mengenai lingkungan hidup mendorong pengembangan pemakaian energi baru
dan terbarukan termasuk panas bumi melalui rangsangan insentif, dengan adanya
kepastian hukum dapat mengembalikan kepercayaan investor.

2.3.4 Ancaman Energi Panas Bumi

Ancaman (threat) energi panas bumi di Indonesia antara lain belum


tersedianya sumber daya manusia yang kompeten khususnya di daerah; investasi
di industri panas bumi kurang diminati karena tingkat pengembalian modal yang
rendah dan tidak pasti; pola pengusahaan panas bumi yang belum bankable;
kemungkinan munculnya peraturan-peraturan daerah yang tidak sinkron dengan
kebijakan panas bumi; kesulitan untuk mewujudkan tarif listrik yang menarik bagi
pengembangan panas bumi; pengembangan energi panas bumi adalah bisnis yang
sarat akan dana, dengan pengeluaran terbesar dilakukan sebelum pembangkit
berproduksi.

Risiko terbesar dalam panas bumi adalah pembuktian akan ada atau
tidaknya suatu reservoir aktif, dan langkah ini membutuhkan kegiatan pengeboran
dan pengetesan sumur yang ekstensif untuk mengidentifikasi area yang produktif
dari lapangan tersebut; risiko lain adalah kepastian pemanfaatan panas bumi
setelah cadangannya ditemukan; risiko besar dari proyek panas bumi yang lain

21
adalah faktor risiko suatu Negara, yang menyangkut keadaan institusional, legal,
kebijakan, politik dan masalah perekonomian; tax incentive dimungkinkan tetapi
akan mendapat tantangan yang luas dari sektor perpajakan dan ini memerlukan
upaya yang khusus dari departemen teknis; teknologi dan kemampuan memelihara
existing geothermal projects yang ada agar dapat berkelanjutan; banyaknya
infrastruktur yang tidak tersedia di daerah terpencil di sekitar prospek panas bumi
yang memungkinkan dikembangkan; keinginan nasional untuk memanfaatkan
SDM dan kemampuan teknologi nasional yang membutuhkan upaya peningkatan
kompetensi yang berkesinambungan; tidak adanya kebijakan harga energi untuk
menempatkan persaingan harga secara proporsional diantara sumber energi primer
Indonesia

2.3.5 Permasalahan Energi Panas Bumi di Indonesia

Permasalahan pengembangan panas bumi di Indonesia antara lain adalah


belum adanya ketentuan perundangan yang selaras untuk seluruh pemangku
kepentingan; kebijakan menyangkut kegiatan hulu dan hilir geothermal belum
sinkron, lelang WKP oleh Pemda sedangkan proses PPA (Power Purchasing
Agreement) antara pengembang dan PLN; limit harga pasokan panas bumi USD
9,7 sen/kWh sesuai Permen No. 32/2009 masih menyisakan perbedaan persepsi
antara buyer dan seller; limit harga patokan dan uncertainty eksplorasi yang tinggi
berakibat waktu dan cost overruns, memerlukan skema asuransi untuk
mengkompensasi risiko; biaya investasi tinggi, terbatasnya mekanisme insentif
dan rendahnya kemampuan self financing; tumpang tindihnya wilayah
pengembangan panas bumi dengan wilayah cagar alam dan atau wilayah Taman
Nasional; waktu eksloprasi dan studi kelayakan selama 3 – 5 tahun berpotensi
target penyelesaian (Completion of Date, COD) PLTP pada FTP (Fast Track
Program) II tidak tercapai.

2.3.6 Tantangan Pengembangan Panas Bumi Di Indonesia

22
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
penggunaan energi panas bumi. Meskipun demikian, pasokan listrik hasil panas
bumi di Indonesia baru mencapai 1.189 MW.

Hingga saat ini, minat investor di sektor panas bumi masih sangat kurang.
Minimnya minat investor ini terkait dengan risiko usaha panas bumi yang tinggi.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi memerlukan teknologi dan biaya
investasi yang cukup tinggi. Hanya segelintir perusahaan besar dan multinasional
yang mampu melakukan investasi dalam skala besar. Saat ini tidak ada investasi
baru (green field) di sektor ini, kebanyakan investasi yang terjadi adalah investasi
untuk perbaikan dan perawatan infrastruktur tur/peralatan yang sudah dibangun
sebelumnya. Saat ini kegiatan eksplorasi harus dilakukan sendiri oleh
investor/pengembang, dan mereka tidak mendapatkan jaminan kerugian apabila
kegiatan eksplorasi ini mengalami kegagalan.

Risiko lain adalah sekalipun kegiatan eksplorasi berhasil, tidak ada


jaminan bahwa investasi yang telah dikeluarkan akan sebanding dengan tarif
listrik yang dijual kepada pengguna. Tidak adanya jaminan bahwa investor akan
mendapatkan harga listrik panas bumi yang menguntungkan, membuat mereka
enggan untuk memasuki sektor panas bumi. Ditambah adanya risiko PLN sebagai
pembeli tunggal gagal melakukan pembelian. Saat ini, power purchasing
agreement (PPA) antara PLN dan pengembang tidak memiliki standar baku. Hal
ini juga menjadi salah satu kendala dis-incentive bagi investor panas bumi. Selain
itu, investor juga mengeluhkan kurangnya insentif dan mekanisme harga yang
sesuai dengan manfaat bagi lingkungan hidup untuk melakukan investasi terutama
dengan risiko lebih tinggi di wilayah panas bumi yang belum dieksplorasi.

Kendala lain adalah lokasi sumber energi yang berada di daerah terpencil
dengan akses infrastruktur yang sangat minim bahkan nihil. Upaya pengembangan
akan terkendala pada ketersediaan sarana infra- struktur. Keterbatasan
kemampuan pemerintah dalam mengadakan sarana infrastruktur merupakan
tantangan bagi pengembangan sektor panas bumi.

23
Di samping itu, keterbatasan kebijakan dan regulasi untuk mendukung
undang-undang panas bumi juga merupakan tantangan serius. UU panas bumi saat
ini belum didukung oleh peraturan pelaksanaan di lapangan yang mendetail dan
jelas. Akibatnya, sering kali terjadi konflik terkait pengusahaan panas bumi
karena perbedaan interpretasi terhadap UU panas bumi. Hal ini diperparah dengan
panjangnya proses perizinan di pusat dan daerah.

Kendala lain adalah terbatasnya kemampuan institusional untuk


merencanakan pengembangan energi panas bumi dan melibatkan para
pengembang. Institusi yang berwenang tidak memiliki cukup sumber daya
manusia/staf yang memiliki kemampuan/keahlian khusus di bidang teknis
perencanaan pengembangan energi panas bumi. Selain itu, ada keterbatasan
kemampuan (kompetensi) panitia lelang WKP dalam memberikan informasi/data
teknis yang diperlukan oleh investor untuk mengetahui kelayakan WKP yang ada.
Selain itu, keterlibatan sektor swasta juga sangat minim dalam perencanaan
pengembangan.

Tantangan lainnya adalah lemahnya kemampuan lokal dalam bidang


pengkajian sumber daya, pembuatan peralatan, konstruksi serta menjalankan dan
merawat fasilitas pembangkit panas bumi. Akibatnya, sebagian besar tenaga ahli
dan peralatan harus didatangkan dari luar.

Meskipun banyak tantangan, panas bumi tetap menjadi prioritas


pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik, menjaga ketahanan energi di
dalam negeri serta menjadi bagian penting strategi pertumbuhan yang
berkelanjutan. Saat ini yang diperlukan adalah kebijakan yang konsisten untuk
menciptakan iklim usaha yang kondusif di sektor ini.

2.3.7 Strategi Pengembangan Energi Panas Bumi

Ke depan, pemerintah perlu segera merumuskan peraturan pelaksanaan


untuk mengimplementasikan UU panas bumi secara konsisten. Pemerintah perlu
merumuskan rencana aksi yang detail dengan dukungan kebijakan yang konsisten.

24
Rencana aksi ini perlu didukung adanya koordinasi lapangan yang baik,
melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang, asosiasi dan para
pemangku kepentingan lainnya. Iklim investasi yang kondusif harus diciptakan,
regulasi yang panjang dan tidak jelas mengurangi daya tarik investasi di sektor
ini. Oleh karena itu, izin pengusahaan panas bumi yang berbelit-belit perlu
disederhanakan sehingga tidak mempersulit investor untuk mulai melakukan
usahanya.

Selanjutnya dari sisi pendanaan, pemerintah juga perlu mengembangkan


kerja sama dengan swasta dalam usaha panas bumi. Selama ini pemerintah tidak
bisa melakukan eksplorasi karena terkendala masalah pembiayaan. Sementara itu,
pihak swasta enggan berinvestasi dalam eksplorasi karena tidak adanya kepastian
usaha dan jaminan dari pemerintah terkait usaha panas bumi. Adanya upaya untuk
menyediakan penjaminan bagi sektor hulu, diharapkan dapat meningkatkan minat
investor untuk memasuki sektor ini.

Untuk menarik investor, pemerintah perlu memberikan insentif tingkat


pengembalian investasi yang menarik bagi investor panas bumi. Dalam hal ini,
pemerintah bisa memberikan berbagai insentif fiskal (pembebasan pajak) dan
moneter (tingkat suku bunga) untuk mendorong minat investor di sektor panas
bumi. Kebijakan tax holiday bisa diberikan kepada perusahaan multinasional yang
masuk ke sektor ini dan bermitra dengan usaha lokal.

Kebijakan subsidi BBM bukan merupakan kebijakan yang kondusif bagi


iklim usaha sektor panas bumi. Upaya mendorong peralihan kepada sumber
energi alternatif perlu digalakkan. Pemerintah perlu berkomitmen untuk
mengurangi subsidi BBM secara bertahap dan menyosialisasikan program energi
terbarukan dan ramah lingkungan.

Terakhir, dukungan pengembangan SDM untuk sektor panas bumi sangat


penting. Saat ini Indonesia kekurangan tenaga-tenaga profesional di sektor energi
panas bumi. Mulai dari tahap perencanaan, eksplorasi, dan eksploitasi, kita masih
memerlukan tenaga-tenaga ahli yang kompeten di bidang panas bumi. Dalam hal

25
ini, pemerintah bersama-sama dengan perguruan tinggi dan industri perlu berkoor-
dinasi untuk memajukan program studi keteknisan dan program akreditasi bagi
para lulusan program geologi, geokimia, geofisika, dan sebagainya.

2.3.8 Arah Kebijakan Energi Primer Panas Bumi

Dasar hukum pemanfaatan energi panas bumi terletak dalam PP no 79


tahun 2014 tentang kebijakan energi Nasional. Hal itu tertuang dalam Paragraf 3
Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Pasal 12 yang menjelaskan bahwa
pemanfaatan Sumber energi terbarukan dari jenis energi aliran dan terjunan air,
energi panas bumi, energi gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan energi
angin diarahkan untuk ketenagalistrikan (PP No 79, 2014).

Gambar 8 KEN dan RUEN Panas Bumi (Sumber: EBTKE: 2019)

Berdasarkan data pada Gambar 8. dapat dilihat bahwa pemerintah


berencana agar pemanfaatan energi baru terbarukan dimaksimalkan. Hal itu
tertuan kedalam sejumlah peraturan tentang Kebijakan Energi dan rencana umum
energi nasional. Sehingga pemanfaatan listrik bisa mencapai target capaian 92,2
MTOE pada tahun 2025 yang diarahkan menjadi pemanfaatan listrik dengan
target capaian 69,2 MTOE dan non listrik dengan target capaian 23,0 MTOE.

26
Untuk pemanfaatan energi panas bumi sendiri ditargetkan 7,2 GW per tahun
2025, namun baru tercapai sekitar 1,95 GW pada tahun 2018.

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pun menargetkan kapasitas


terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) mencapai 7.000
megawatt (MW) pada 2025. Sejalan dengan RUEN, bauran energi dari EBT
ditargetkan mencapai 23% pada 2025. Konsumsi energi per kapita mencapai 1,4
ton of oil equivalent (ToE) dan konsumsi listrik per kapita sebanyak 2.500 kWh.
Selanjutnya, di 2050, bauran energi dari EBT diproyeksikan terus meningkat
hingga 31% dengan konsumsi energi per kapita mencapai 3,2 ToE dan konsumsi
listrik per kapita mencapai 7.000 kWh (EBTKE, 2020).

Untuk mencapai sasaran pengembangan PLTP di atas, kegiatan yang


dilakukan (Perpres No 22, 2017), antara lain:

1. Menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Layanan Umum


(BLU) untuk mengembangkan PLTP.
2. Mengalokasikan pembiayaan pengembangan panas bumi melalui
Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman kepada BUMN.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas survei potensi sumber daya dan
cadangan panas bumi.
4. Melakukan pelelangan WK panas bumi minimal 7 WK per tahun.
5. Menyiapkan rekomendasi WK panas bumi minimal 4 WK per tahun.
6. Memberikan penugasan survei pendahuluan dan/atau eksplorasi kepada
Badan Usaha.
7. Menyusun kebijakan harga jual listrik panas bumi.
8. Meningkatkan survei pendahuluan dan/atau eksplorasi oleh instansi
Pemerintah.

2.3.9 Keekonomian Energi Primer Panas Bumi

Salah satu kendala terbesar di dalam pengembangan panas bumi untuk


pembangkit listrik adalah tingkat keekonomian tarif listrik panas bumi. Tarif

27
keekonomian yang ditetapkan pemerintah tidak selalu dapat menjamin
keekonomian proyek listrik panas bumi yang ada. Untuk dapat mencapai tingkat
keekonomian yang layak perlu ada penyesuaian tarif listrik panas bumi yang ada
(Rakhmanto, 2016).

Kementerian ESDM menyatakan kebutuhan investasi untuk menambah


kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) jadi 7.200 MW pada 2025
sekitar US$15 miliar. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi (EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto mengatakan proyek
pengembangan PLTP memiliki nilai sebesar US$3 juta untuk menghasilkan 1
MW listrik.

Pelaku usaha panas bumi mengakui pengembangan listrik berbasis


geothermal di Indonesia terhitung lambat, karena skema tarif pembelian listrik
yang masih menjadi Tarik ulur sehingga potensi 59 PLTP (pembangkit listrik
panas bumi) belum bisa diberdayakan. Padahal potensi panas bumi sangat besar.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada 59
proyek PLTP berkapasitas total 2.145 megawatt (MW) yang siap konstruksi tetapi
belum memiliki Power Purchase Agreement (PPA). Di luar itu, sebanyak 14
proyek PLTP (825 MW) masih dalam proses negosiasi/amandemen PPA
(Gunawan, 2019).

Ketua Umum Asosiasi Panas bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi


mengatakan Indonesia membutuhkan investasi sekitar US$36,24 miliar untuk
menambah kapasitas terpasang PLTP sebesar 8.000 MW hingga 2030.
Menurutnya, kebutuhan investasi untuk 1 MW mencapai kisaran US$5 juta atau
sedikit di bawah angka tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa investasi proyek
PLTP memang besar karena pengembang tidak hanya perlu membangun
pembangkit maupun mengebor sumur, tetapi juga membangun infrastruktur
setempat. Setidaknya, biaya yang perlu dikeluarkan pengembang untuk mengebor
sumur dapat mencapai US$7 juta. Biaya proyek tersebut belum termasuk
infrastruktur yang perlu dibangun. Dengan biaya pinjaman yang tinggi dan
ditambah tingginya investasi, keuntungan investasi yang harus didapat

28
pengembang setidaknya mampu mencapai 13 persen hingga 14 persen
(Wiratmini, 2019).

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ditentukan kesimpulan sebagai berikut:

1. Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas


bumi di Indonesia tersebut diperkirakan sekitar 29.544 MW atau sekitar
40% dari potensi panas bumi di dunia.
2. Pemanfaatan panas bumi di Indonesia masih relatif kecil yakni baru 8%
atau sekitar 2.130,7 MW.
3. Kendala dalam pemanfaatan energi panas bumi antara lain investasi di
industri panas bumi kurang diminati karena tingkat pengembalian modal
yang rendah dan tidak pasti; pola pengusahaan panas bumi yang belum
bankable; kemungkinan munculnya peraturan-peraturan daerah yang tidak
sinkron dengan kebijakan panas bumi; kesulitan untuk mewujudkan tarif
listrik yang menarik dan relatif belum kompetitif dibandingkan dengan
harga listrik dari energi lainnya.
4. Upaya pemerintah dalam mendorong pemanfaatan potensi panas bumi
salah satunya yang telah dilakukan adalah dengan memberikan insentif
fiskal yang berupa tax allowance untuk kegiatan pengusahaan tenaga
panas bumi yang mencakup kegiatan eksploitasi dan eksplorasi. Untuk
mencapai sasaran pengembangan PLTP Pemerintah juga telah
menetapkan sejumlah kegiatan yang dituangkan dalam Perpres Nomor 22
Tahun 2017 tentang RUEN diantaranya menyusun kebijakan harga jual
listrik panas bumi dan mengalokasikan pembiayaan pengembangan panas
bumi melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman kepada
BUMN.
5. Dengan potensi energi panas bumi yang demikian besar dan adanya upaya
pemerintah untuk memprioritaskan pengembangan energi panas bumi,
diharapkan industri panas bumi dapat berkembang di Indonesia.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Darma, S., Harsoprayitno, S., Setiawan, B., WSoedibjo, A., Ganefianto, N., & Stimac,
J. (2010). Geothermal Energy Update: Geothermal Energy Development and
Utilization in Indonesia. In Proceedings World Geothermal Congress (Issue 12).
MW.
Databoks. (2017, September 28). Berapa Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional?
Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/09/28/berapa-
kapasitas-pembangkit-listrik-nasional
Daud, Y. (2019, April 4). Energi geotermal di Indonesia: potensi, pemanfaatan, dan
rencana ke depan. The Conversation. https://theconversation.com/energi-
geotermal-di-indonesia-potensi-pemanfaatan-dan-rencana-ke-depan-112921
Dewan energi Nasional. (2014). Outlook Energi Indonesia 2014. Kementerian Energi
Dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.
Ermawati, T., Dwiastuti, I., Purwanto, & Negara, S. D. (2014). Pengembangan Industri
Energi Alternatif: Studi Kasus Energi Panas Bumi Indonesia. Jakarta: LIPI Press
Nurwahyudin, D. S., & Harmoko, U. (2020). Pemanfaatan dan Arah Kebijakan
Perencanaan Energi Panas Bumi di Indonesia Sebagai Keberlanjutan
Maksimalisasi Energi Baru Terbarukan. Jurnal Energi Baru dan Terbarukan, 1(3),
111-123. https://doi.org/10.14710/jebt.2020.10032
Pemerintah RI. (2006). Blueprint Pengelolaan energi Nasional 2006 - 205.
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Blueprint_PEN_tgl_10_Nop_2007.
pdf
Yurika. (2020, January 15). Penentuan Harga, Instrumen Krusial Pengembangan
Energi Terbarukan. Dunia Energi. https://www.dunia-energi.com/penentuan-
harga-instrumen-krusial-pengembangan-energi-terbarukan/

32

Anda mungkin juga menyukai