Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

“IMUNISASI”

Disusun Oleh :

Melizani Musafak Putri ( 18930009 )

Putri Ayu Andina ( 18930049 )

Silvera Zaina Nuzula ( 17930102 )

Thoyyibah ( 17930099 )

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020 – 2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

“IMUNISASI”

Topik : Imunisasi

Sub pokok bahasan :

1. Definisi Imunisasi
2. Manfaat Imunisasi
3. Penyakit yang dapa dicegah dengan imunisasi
4. Jenis – Jenis Imunisasi
5. KIPI ( Kejadian Ikutan Paksa Imunisasi )
6. Jadwal Imunisasi
7. Tempat dilakukan Imunisasi

Sasaran : Orang tua yang memiliki balita

Target : Balita

Hari/Tanggal : Tahap konfirmasi

Waktu : Tahap Konfirmasi

Tempat : JL. Karya wiguna Rt 1 Rw 1 Tegaldondo, Kec karangploso, Kab Malang

Penyuluh : Anggota kelompok 6 mata kuliah perilaku sehat Farmasi UIN malang

I. Latar Belakang

Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus. Kematian anak per tahun di seluruh
dunia dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank, 2009). Di Indonesia,
imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat
diperlukan untuk melakukan pengendalian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),
seperti tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, poliodan
hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population
immunity) (Pusat Komunikasi,2011).
II. Tujuan

Penekanan konsep penyuluhan lebih pada upaya mengubah perilaku sasaran agar
berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga
pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh penyuluh kesehatan
maka penyuluhan berikutnya akan dijalankan sesuai dengan program yang telah direncanakan
(Septiarani, dkk, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penyuluhan untuk membantu
para orang tua mengetahui lebih jauh tentang imunisasu yang baik dan benar. Dengan adanya
penyuluhan ini diharapkan para orang tua tidak hanya mengetahui tetapi diharapkan berpengaruh
terhadap perilaku dan pola fikir tentang imunisasi.
III. Materi Penyuluhan

3.1. Definisi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekolompok masyarakat atau bahkan menghilangkan suatu
penyakit tertentu dari dunia (Ranuh, dkk, 2017).

3.2. Manfaat Imunisasi (Proverawati,2010)

a) Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat
atau kematian.
b) Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman.
c) Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.

3.3. Penyakit yang dapa dicegah dengan imunisasi (Kemenkes,2020)

a) Hepatitis B : Penyakit pada organ hati yang dapat berlangsung beberapa minggu bahkan
seumur hidup.
b) DPT : Difteri merupakan penyakit yang dapat membuat bayi sulit bernapas, lumpuh, dan
mengalami gagal jantung. Tetanus merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kaku otot
dan mulut mengunci. Sementara itu, pertusis adalah batuk yang sangat parah hingga tidak
bisa bernapas dan juga mengakibatkan kematian.
c) BCG : Penyakit tuberkulosis (TB) yang terkadang juga bisa berkembang menjadi
meningitis.
d) Polio : Penyakit polio yang sangat menular dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen
e) HiB : Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi di otak,paru-paru,dan saluran pencernaan.
f) MR : Campak adalah penyakit menular dan menyebabkan demam tinggi dan ruam serta
dapat berujung pada kebutaan, ensefalitis, hingga kematian. Sementara rubella adalah
infeksi virus yang bisa berdampak ringan pada anak, tetapi berakibat fatal bagi ibu hamil.

3.4 Jenis – Jenis Imunisasai

1. Imunisasi wajib

Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang
sesuai dengan kebutuhannya. Imunisasi wajib terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi tambahan dan
imunisasi khusus (Kemenkes,2014).

1.1 Imunisasi Rutin

Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus


sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan(Kemenkes,2014).

a. Imunisasi Dasar (Kemenkes,2014)

a) Vaksin BCG

 Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.


 Efek samping : 2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul
kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan,
kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–
10 mm.
 Penanganan efek samping : Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan
cairan antiseptik.
b) Vaksin DPT-HB-HIB

 Indikasi : Untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B,
dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan.
 Efek samping : Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi
suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi
berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat
terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.
 Penanganan efek samping : Jika demam, kenakan pakaian yang tipis, Bekas suntikan yang
nyeri dapat dikompres air dingin, Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–
4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam), Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat, Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.

c) Vaksin Hepatitis B

 Kontraindikasi : Penderita infeksi berat yang disertai kejang.


 Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
 Penanganan : Jika demam, kenakan pakaian yang tipis, Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam), Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat,
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
d) Vaksin Polio Oral
 Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
 Efek Samping : Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat
vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit
segera diberi dosis ulang.
 Penanganan : -
e) Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
 Indikasi : Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised,
kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra
indikasi.
 Efek samping : Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan
bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama
satu atau dua hari.
 Penanganan : Jika demam, kenakan pakaian yang tipis, Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam), Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat,
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
f) Vaksin campak
 Indikasi : Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
 Efek samping : Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama
3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
 Penanganan : Jika demam, kenakan pakaian yang tipis, Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam), Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat,
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.

b. Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulang untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau
untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah
tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur(Kemenkes,2014).

a) Vaksin DT
 Indikasi : Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak.
 Efek samping : Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang
bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
 Penanganan : Jika demam, kenakan pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam), anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
b) Vaksin Td
 Indikasi : Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun.
 Efek samping : Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan
(20–30%) serta demam (4,7%)
 Penanganan : -
c) Vaksin TT
 Indikasi : Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
 Efek samping : Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
 Penanganan : Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.

1.2 Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling berisiko
terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Yang termasuk dalam
kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi
Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB
(Outbreak Response Immunization/ORI) (Kemenkes,2014).

1.3 Imunisasi Khusus

Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi


masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit
tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi
Meningitis Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-
Rabies(Kemenkes,2014).

2. Imunisasi Pilihan

Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu,
yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus,
Japanese Ensephalitis, dan HPV(Kemenkes,2014).
3.5 KIPI (kejadian ikutan pasca-imunisasi)

1. Pengertian

KIPI adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi vaksin,
reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang
tidak dapat ditentukan(Kemenkes,2014).

2. Penyebab
a. Klasifikasi lapangan
 Kesalahan prosedur
Sebagian besar KIPI berhubungan dengan kesalahan prosedur yang meliputi
kesalahan prosedur penyimpanan, pengeloalaan dan tata laksana pemberian
vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur
imunisasi. Misalnya, dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara
penyuntikan, sterilisasi syringe dan jarum suntik, jarum bekas pakai, tindakan
aseptik dan antiseptik, kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan
vaksin, pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak
memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan
lain-lain). (Akib, 2011).
 Reaksi suntikan
Reaksi suntikan langsung, meliputi rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada
tempat suntikan. Adapun reaksi tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing,
mual, sampai sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan dengan kandungan yang
terdapat pada vaksin, yang sering terjadi pada vaksinasi massal.
(Kemenkes,2014)
 Induksi vaksin/reaksi vaksin
Pencegahan terhadap reaksi vaksin, di antaranya perhatikan indikasi kontra,
tidak memberikan vaksin hidup kepada anak defisiensi imunitas, ajari orangtua
menangani reaksi vaksin yang ringan dan anjurkan untuk segera kembali
apabila ada reaksi yang mencemaskan (paracetamol dapat diberikan 4x sehari
untuk mengurangi gejala demam dan rasa nyeri), kenali dan atasi reaksi
anafilaksis, siapkan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas lengkap. (Akib,
2011).
 Factor kebetulan
 Penyebab tidak diketahui
b. Klasifikasi kausalitas
Pada tahun 2009, WHO merekomendasikan klasifikasi kausalitas baru berdasarkan 2
aspek, yaitu waktu timbulnya gejala (onset time) dan penyebab lain yang dapat
menerangkan terjadinya KIPI (alternative explanation: no, maybe, yes)
(Kemenkes,2014) .

3. Kelompok resiko tinggi KIPI


Hal yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI yaitu apakah resipien
termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adalah anak yang mendapat reaksi
simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir rendah(Kemenkes,2014).
4. Pemantauan KIPI
Pemantauan KIPI merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari penemuan, pelacakan,
analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi. Tujuan utama pemantauan KIPI
adalah untuk mendeteksi dini, merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi
dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi
(Kemenkes,2014).
a. Kasus KIPI yang harus dilaporkan
Kurun waktu terjadi KIPI Gejala klinis

Dalam 24 jam Reaksi anafilaktoid (reaksi akut hipersensitif), syok


anafilaktik, menangis keras terus lebih dari 3 jam
(persistent inconsolable screaming), episode
hipotonik-hiporesponsif, Toxic shock syndrome
(TSS).
Dalam 5 hari Reaksi lokal yang berat, sepsis, abses di tempat
suntikan (bakteria/steril)
Dalam 15 hari Kejang, termasuk kejang demam (6–12 hari untuk
campak/ MMR; 0–2 hari untuk DPT), ensefalopati
(6–12 hari untuk campak/MMR; 0–2 hari untuk
DPT).
Dalam 3 bulan Acute flaccid paralysis/lumpuh layu (4–30 hari
untuk penerima OPV; 4–75 hari) untuk kontak,
neuritis brakialis (2–28 hari sesudah imunisasi
tetanus), trombositopenia (15–35 hari sesudah
imunisasi campak/MMR).
Antara 1 hingga 12 bulan Limfadenitis, Infeksi BCG menyeluruh
sesudah imunisasi BCG (Disseminated BCG infection),
Osteitis/osteomeolitis.
Tidak ada batas waktu Setiap kematian, rawat inap, atau kejadian lain yang
berat dan kejadian yang tidak biasa, yang dianggap
oleh tenaga kesehatan atau masyarakat ada
hubungannya dengan imunisasi.

Untuk kasus KIPI dengan reaksi yang ringan, seperti reaksi lokal, demam, dan
gejala-gejala sistemis yang dapat sembuh sendiri, tidak perlu dilaporkan. Jika ada
keraguan apakah suatu kasus harus dilaporkan atau tidak, sebaiknya dilaporkan, agar
mendapat umpan balik positif apabila kasus tersebut dilaporkan (Kemenkes,2014).
4.6 Jadwal Imunisasi
4.7. Tempat dilakukan imunisasi
Program keluarga harapan merupakan sebagai salah satu bentuk perluasan cakupan
jaminan sosial berupa bantuan sosial kepada keluarga-keluarga miskin, baik di pedesaan
maupun di perkotaan (Wulansari dan M. Nadjib, 2017). Di Indonesia, program imunisasi diatur
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh
unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan pelayanan
imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi rutin dapat diperoleh pada: (
Markum, 1997).
1. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas
pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin
2. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat
diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau
melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
3. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau
rumah sakit swasta.

V. Sasaran

Sasaran dalam penyuluhan ini adalah orang tua yang memiliki balita, sehingga dapat
menerapkan hasil dari penyuluhan dan sadar bahwa imunisasi sangat penting untuk dilakukan.

VI. Metode

Penyuluhan ini dilakukan dengan metode ceramah

VII. Media

Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah power point

VIII. Pengorganisasian

Penyuluhan ini dibagi tugas agar penyuluhan dapat terstruktur, berikut pembagian tugas
dalam penyuluhan :
Penyuluh : Putri Ayu Andina ( 18930049 )

Moderator : Melizani Musafak Putri ( 18930009 )


Administrasi : Silvera Zaina Nuzula ( 17930099 )

Operator : THOYYIBAH ( 17930099 )

IX. Proses Pelaksanaan

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. 10 menit Pendaftaran peserta kegiatan : Penyembutan Peserta dan tahap
Silvera pendaftaran peserta,dan pemberian
kuisoner tentang jalannya acara
2. 5 menit Pembukaan : Putri Salam serta sambutan dari tokoh desa
dan sambutan dari perwakilan
penyuluh (kelompok)
3. 15 menit Pematerian : Melizani Penyampaian materi kepada peserta

4. 10 menit Sesi tanya jawab : semua Peserta menyampaiakan pertanyaan


anggota kelompok yang berkaitan dengan tema atau topik
Penyuluhan
5. 3 menit Penutup : Thoyyibah Pembacaan Doa

6. 5 menit Pengumpulan kuisoner : Silvera Peserta emngumpulkan kuisoner


evaluasi kegiatan dan dapat
meninggalkan lokasi

X. Evaluasi (struktur, proses, hasil, pengorganisasian)

Evaluasi akan diisi saat setelah dilakukan penyuluhan berdasarkan evaluasi penyuluh
(Kelompok) dan Kuisoner peserta.

XI. Pertanyaan

1. Apakah efek samping dialami pada setiap balita atau pada hal tertentu?

Pada saat balita diberikan imunisasi, efek samping yang ditimbulkan biasanya ruam dan
kemerahan pada kulit, nyeri hingga demam ringan. Ibu – ibu diharapkan untuk tidak panic
berlebihan apabila anak ibu timbul demam. Demam yang ditimbulkan akibat setelah imunisasi
merupakan respon tubuh terhadap imunisasi, penanggulangan yang dapat diberikan seperti yang
telah dijelaskan yaitu dengan memberikan kompres hangat, memakai pakaian tipis, dan jika perlu
diberikan paracetamol sesuai dengan resep dokter. Perihal efek samping lainnya merupakan efek
samping penyerta namun tidak semua terjadi setelah imunisasi.

2. Apakah untuk pemberian seluruh jenis vaksin diberikan secara bersamaan?

Pemberian vaksin atau imunisasi diberikan dengan waktu yang berbeda, dimana jadwal
dari imunisasi ini telah diatur oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, berikut jadwalnya :

3. Apa dampak yang terjadi jika tidak dilakukan imunisasi pada balita?

Jika tidak mendapat imunisasi, anak akan lebih mudah terserang infeksi dan penyakit yang
lebih serius. Selain itu, mereka juga memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi, yang bias
berujung pada kecacatan bahkan kematian. Hal ini karena tubuhnya tidak diperkuat dengan sistem
pertahanan khusus yang dapat mendeteksi beberapa jenis penyakit berbahaya. Tubuh manusia
tidak dapat mengenali virus penyakit yang masuk dan karenanya tidak dapat menahannya. Ini akan
memudahkan bakteri penyakit berkembang biak dan menginfeksi tubuh anak. Jika anak tidak
divaksinasi sama sekali maka anak akan berisiko sakit, bahkan penyakit ini bisa menyebabkan
anak tersebut meninggal. Sistem kekebalan anak-anak yang tidak divaksinasi tidak sekuat anak-
anak yang tidak divaksinasi. Hal ini karena tubuh anak tidak dapat mengenali virus penyakit yang
masuk ke dalam tubuh sehingga tidak dapat melawannya.
4. Bagaimana cara membedakan vaksin asli dan palsu?

Menurut Kepala Divisi Corporate Secretary PT Bio Farma, Rahman Rustan, ada beberapa
kriteria yang bisa dipakai untuk membedakan vaksin asli atau palsu, di antaranya:

 Isi produk vaksin asli dan palsu berbeda


 Bentuk vaksin yang berubah, misalnya vaksin campak yang harusnya berbentuk beku
kering menjadi cair
 Pembeliannya tidak melalui distributor resmi

Sebenarnya cara yang paling efektif untuk membuktikan keaslian sebuah vaksin yaitu dengan
cara uji laboratorium. Namun bagi masyarakat umum dapat dilakukan melalui kasat mata.

Ciri vaksin palsu:

 Harga jual lebih murah


 Dijual bebas
 Tidak ada tanda dot merah
 Bentuk kemasan lebih kasar
 Nomor batch tidak terbaca
 Warna rubber stopper (tutup vial) berbeda dari produk asli
 Tidak ada nomor izin edar (NIE) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
 Terdapat perbedaan pada cetakan barcode kemasan vaksin palsu

Ciri vaksin asli:

 Kemasan masih disegel


 Terdapat label yang mencantumkan keterangan seputar vaksin pada ampul
 Label ampul biasanya dilepas dan ditempelkan pada buku kesehatan begitu vaksinasi, lalu
kemasan dihancurkan

5. Evaluasi jalannya penyuluhan ?

A. Menurut Notoadmodjo (2007), indikasi keberhasilan yang dapat dilihat pada diri seseorang
pada setiap tahapan proses penyuluhan adalah sebagai berikut:

 Tahap sadar (arwarness). Pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru
karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.
 Tahap minat (interest). Pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak
tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau
informasi yang lebih terperinci.
 Tahap menilai (evaluation). Pada tahap ini seseorang mulai menilai atau
menimbangmenimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, .
 Tahap mencoba (trial). Pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam
skala kecil sebagai upaya meyakinkan apakah dapat dilanjutkan atau tidak.
 Tahap penerapan atau adopsi (adoption). Pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal
baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

B. Menurut Notoatmodjo (2010) Metode Penyuluhan adalah sebagai berikut:

 Metode Ceramah: Metode ini adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu
ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran,sehingga memperoleh
informasi sesuai yang diinginkan.
 Metode Diskusi Kelompok: Metode diskusi merupakan pembicaraan yang direncanakan
dan telah dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan
 Metode Curah Pendapat: Metode curah pendapat adalah suatu bentuk pemecahan masalah
di mana setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang
terpikirkan oleh masing-masing peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat yang akan
dilakukan selanjutnya
 Metode Panel: Metode Panel adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan
pengunjung atau peserta tentang sebuah topik
 Metode Bermain peran: Metode bermain peran adalah memerankan sebuah situasi dalam
kehidupan manusia tanpa diadakan latihan yang biasanya dilakukan oleh dua orang atau
lebih
 Metode Demonstrasi: Metode demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan
pengertian, ide ,dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti
 Metode Simposium: Metode simposium adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh
2 sampai 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat
 Metode Seminar: Metode seminar adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul
untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai
bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA

Akib P.A., Purwanti A. 2011. Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI) Adverse Events Following
Imumunization (AEFI). Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi keempat. Penyunting:
Ranuh Gde, Suyitno H, Hadinegoro S.R.S, Kartasasmita C.B, Ismoedijanto dkk. Jakarta: IDAI.
IDAI. 2017. Jadwal Imunisasi. Jakarta: IDAI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Pentingnya Imunisasi Dasar Lengkap untuk Anak Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pentingnya Imunisasi Dasar Lengkap untuk AnakIndonesia.
Kemenkes.2014. Buku Ajar Imunisasi. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. Jakarta.

Markum, A.H. 1997. Imunisasi Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Proverawati , A. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta : Nuha MedikaPusat

Komunikasi Publik. 2011. Pertemuan Koordinasi dalam Rangka Persiapan Tahun 2012 sebagai
Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin dan Kampanye Imunisasi Tambahan Campak dan Polio 2011
di 17 Provinsi . Indonesia.

Ranuh, I G, dkk. 2017. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Septiarini, R, dkk. 2015. Pengaruh Penyuluhan Mengenai Imunisasi terhadap Pengetahuan dan
Sikap Ibu di Desa Sukarapih Kec. Sukasari. JSK. Volume 1. Nomor 2.

WHO, UNICEF, World Bank. 2009. State Of The World’s Vaccines And Immunization 3rd
Edition. Geneva: World Health Organization.

Wulansari dan M. Nadjib. 2017. Determinan Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap pada Penerima
Program Keluarga Harapan. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia. Volume 4. Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai