Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN ANAK

“KONSEP IMUNISASI”

OLEH :

SILVANI

193110192

2B

DOSEN PENGAMPU :

Hj. METRI LIDYA, S.Kp.M.Biomed

D3 KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN AJAR 2020/2021


RESUME KONSEP IMUNISASI

A. PENGERTIAN

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak terpajan penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang
diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Satgas IDAI, 2008).
Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir
sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.
(Depkes RI, 2005).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Permenkes RI 12, 2017).

Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif
dengan memberikan antibody atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan.
Contohnya pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu misalnya
immunoglobulin antitetanus untuk penderita tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama
karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti kekebalan alami yang diperoleh janin dari ibu
akan perlahan menurun dan habis.

Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara alamiah
atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut
imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin dan tindakannya disebut
vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan
pasif karena adanya memori imunologis walaupun tidak sebaik kekebalan aktif yang terjadi
karena infeksi alamiah.

Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang jika masuk ke
dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat anti. Bila antigen itu
kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman
disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan
membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi
antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang
masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2011).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit
tersebut adalah difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), measles (campak), polio dan
tuberculosis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari imunisasi yaitu, antara lain:
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%
desa/kelurahan pada tahun 2010.
b. Tercapainya ERAPO (Eradikasi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar
di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar
pada tahun 2008.
c. Tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal MNTE (Maternal
Neonatal Tetanus Elimination).
d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak
turun pada tahun 2006.
e. Peningkatan mutu pelayanan imunisasi.
f. Menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection
practices).
g. Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste disposal management).
C. JENIS IMUNISASI

Imunisasi dasar merupakan imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia satu
tahun. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal.
Setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang
terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes dan 1
dosis campak /MR (Kemenkes RI, 2018)

a. BCG (Bacillius Calmette Guerine)


Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular.
Efek samping umumnya tidak ada, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah dan biasanya akan sembuh
sendiri. Kontra-indikasi imunisasi BCG yaitu tidak dapat diberikan pada anak yang
berpenyakit TB atau menunjukan uji mantoux positif atau pada anak yang mempunyai
penyakit kulit yang berat/menahun (Maryunani, 2010 : 215-217).
b. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati.
Efek samping imunisasi umumnya tidak ada, jika pun terjadi yaitu berupa keluhan
nyeri pada tempat suntikan yang disusul demam dan pembengkakan, reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari. Kontra-indikasi imunisasi hepatitis B yaitu tidak
dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat (Maryunani, 2010 : 221-222)
c. DPT-HB-Hib
Imunisasi DPT-HB-Hib merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri, pertusis, tetanus, pneumonia (radang paru), dan meningitis
(radang selaput otak). Efek samping biasanya berupa bengkak, nyeri dan kemerahan
pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul. Kontra-indikasi imunisasi yaitu
tidak dapat diberikan pada anak yang mempunyai penyakit atau kelainan saraf baik
bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf, anak yang
sedang demam/sakit keras dan yang mudah mendapatkan kejang dan mempunyai sifat
alergi, seperti eksim atau asma (Maryunani, 2010 : 217-218).
d. Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan
dapat mengakibatkan lumpuh. kontraindikasi imunisasi polio yaitu ditangguhkan pada
anak dengan diare berat atau sedang sakit parah seperti demam tinggi (diatas
suhu38C) dan tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan, HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, serta pada anak yang sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum (Maryunani, 2010 : 218-
219).
e. Measles-Rubella (MR)
Rubella atau campak jerman merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus rubella,
sebuah togavirus yang menyelimuti dan memiliki RNA genom untai tunggal. Virus
ini ditularkan melalui jalur pernafasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar
getah bening serta ditemukan dalam darah 5-7 hari setelah infeksi dan menyebar ke
seluruh tubuh. Rubella ditularkan melalui oral droplet, dari nasofaring.
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit campak. Efek samping mungkin terjadi demam ringan dan
terdapat efek kemerahan/bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8
setelah penyuntikan, kemungkinan terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Kontra-indikasi imunisasi campak yaitu pada anak dengan penyakit infeksi akut yang
disertai demam, gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat,
penyakit keganasan, serta pada anak dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur,
kanamisin, dan eritromisin (antibiotik) (Maryunani, 2010 : 219-220)
D. JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI & IMUNISASI TAMBAHAN

UMUR JENIS IMUNISASI INTERVAL MINIMAL UNTUK JENIS


IMUNISASI YANG SAMA
0-24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
Sumber : Permenkes RI 12, 2017

Catatan:

a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan
akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari
b. Bayi lahir di institusi rumah sakit, klinik dan bidan praktik swasta, imunisasi BCG
dan polio 1 diberikan sebelum dipulangkan
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia
<1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux
d. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi
berusia 1 tahun.

JADWAL MUNISASI TAMBAHAN

a. Jadwal Imunisasi pada balita


1) 18 bulan : DPT/HB/HiB
2) 24 bulan : Campak
b. Jadwal imunisasi usia sekolah
1) 1 SD : DT dan Campak
2) 2 SD : TD
3) 3 SD : TD
c. Jadwal imunisasi Lanjutan Tetanus Toksoid (LTT)
1) TT1 : DPT, HB, Hib 1
2) TT2 : DPT, HB, Hib 2
3) TT3 : DT
4) TT4 : Td
5) TT5 : Td

(Status TT1 sampai TT5 dihitung sejak imunisasi dasar pada bayi)

E. REAKSI IMUNISASI/KIPI

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi dan diduga karena imunisasi. Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) / Adverse Event Following Immunization (AEFI) adalah kejadian
medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek simpang,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi
suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.

a. Faktor Penyebab
Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5
kelompok faktor etiologi yaitu:
b) Kesalahan program/teknik pelaksanaan (Programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat
terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
1) Dosis antigen (terlalu banyak)
2) Lokasi dan cara menyuntik
3) Sterilisasi semprit dan jarum suntik
4) Jarum bekas pakai
5) Tindakan aseptik dan antiseptik
6) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
7) Penyimpanan vaksin
8) Pemakaian sisa vaksin
9) Jenis dan jumlah pelarut vaksin
10) Tidak memperhatikan petunjuk produsen
c) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,
pusing, mual, sampai sinkope.
d) Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian
tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian
khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk
kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
e) Faktor kebetulan (Koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai
dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan
imunisasi.
f) Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI (Ranuh, dkk., 2005, p.97-98).
b. Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya
makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
a) Reaksi KIPI lokal
1) Abses pada tempat suntikan
2) Limfadenitis
3) Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis
b) Reaksi KIPI susunan syaraf pusat
1) Kelumpuhan akut
2) Ensefalopati
3) Ensefalitis
4) Meningitis
5) Kejang
c) Reaksi KIPI lainnya
1) Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
2) Reaksi anafilaksis
3) Syok anafilaksis
4) Demam tinggi >38,5°C
5) Episode hipotensif-hiporesponsif
6) Osteomielitis
7) Menangis menjerit yang terus menerus

Setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15


menit. untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai
KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu

F. PERAWATAN PASCA IMUNISASI


a. Penangulangan :
a) Demam, nyeri : beri obat demam / nyeri
b) Demam , gelisah : minum sering, baju tipis
c) Kulit bintik-bintik merah : mandi, beri bedak 

Saat ini memang telah ada pilihan imunisasi anak yang tidak menyebabkan demam.
Namun, demam atau tidaknya si kecil setelah imunisasi sebenarnya tergantung daya tahan
tubuh anak. Untuk membuat anak merasa lebih nyaman setelah imunisasi, bisa melakukan
beberapa hal ini:

a. Biarkan Si Kecil Istirahat


Setelah diimunisasi, anak biasanya akan merasa mengantuk dan tidur lebih lama dari
biasanya. Hal ini terjadi karena vaksin mulai bekerja. Biarkan si kecil beristirahat
hingga tubuhnya kembali segar dan bisa beraktivitas seperti biasa.
b. Tetap Susui seperti Biasa
Si kecil mungkin akan menjadi lebih manja dan tidak mau lepas dari Bunda setelah
imunisasi. Sebaiknya Bunda tidak melarang si kecil dan turuti rasa manjanya. Tetap
susui dan gendong si kecil untuk membantu meredakan rasa kurang nyaman yang
mungkin dirasakannya.
c. Berikan Paracetamol Jika Demam
Demam setelah imunisasi adalah efek samping yang cukup sering terjadi. Bila si kecil
demam, Bunda bisa memberikan paracetamol. Ini adalah obat yang biasa diresepkan
dokter untuk mengantisipasi demam usai imunisasi, terutama imunisasi DPT, Hib,
dan campak. dapat meminta paracetamol dalam bentuk drops atau sirup agar
memudahkan pemberiannya.
d. Kompres Dingin Bila Bengkak
Bengkak pada bekas suntikan imunisasi si kecil adalah hal yang umum terjadi juga.
Berikan kompres dingin di area bekas imunisasi yang bengkak untuk mengurangi rasa
sakit dari bengkak tersebut.
e. Perhatikan kondisi anak
Tubuh si kecil mungkin akan mengalami reaksi terhadap imunisasi seperti demam,
mual, sulit tidur, atau bengkak pada bagian yang mendapat suntikan. Reaksi seperti
itu wajar dan biasanya akan pulih setelah 1-2 hari. Namun, bila si kecil mengalami
gejala seperti menangis terus-menerus, sulit bernapas, demam lebih dari 40 derajat
Celcius, atau kejang, segera bawa si kecil ke dokter. Bisa jadi si kecil mengalami
reaksi alergi terhadap vaksin yang ia dapatkan.
TELAAH JURNAL
Jurnah "pemberian imunisasi BCG pada bayi (1-3 bulan) berdasarkan tingkat
pengetahuan dan sikap ibu" sangat bermanfaat bagi para ibu untuk mencegah bayi
atau anak terserang penyakit TBC yang berat, seperti : Meningitis TBC dan TBC
milier. Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap
penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan
atau dimatikan. Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular
khusus nya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yang diberikan tidak hanya
anak sejak masih bayi hingga remaja tetapi juga kepada dewasa
Link jurnal :
https://jurnal.stikes-aisyiyah
palembang.ac.id/index.php/JAM/article/download/328/276
LAMPIRAN JURNAL
DAFTAR PUSTAKA

Satgas Imunisasi IDAI. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Keempat.Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.

Satgas Imunisasi IDAI. (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia

Yuliastati, Nining.2016. KeperawatanAnak. Jakarta Selatan: depkesRI

Anda mungkin juga menyukai