“KONSEP IMUNISASI”
OLEH :
SILVANI
193110192
2B
DOSEN PENGAMPU :
D3 KEPERAWATAN PADANG
A. PENGERTIAN
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak terpajan penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang
diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Satgas IDAI, 2008).
Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir
sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.
(Depkes RI, 2005).
Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif
dengan memberikan antibody atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan.
Contohnya pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu misalnya
immunoglobulin antitetanus untuk penderita tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama
karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti kekebalan alami yang diperoleh janin dari ibu
akan perlahan menurun dan habis.
Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara alamiah
atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut
imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin dan tindakannya disebut
vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan
pasif karena adanya memori imunologis walaupun tidak sebaik kekebalan aktif yang terjadi
karena infeksi alamiah.
Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang jika masuk ke
dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat anti. Bila antigen itu
kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman
disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan
membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi
antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang
masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2011).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit
tersebut adalah difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), measles (campak), polio dan
tuberculosis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari imunisasi yaitu, antara lain:
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%
desa/kelurahan pada tahun 2010.
b. Tercapainya ERAPO (Eradikasi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar
di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar
pada tahun 2008.
c. Tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal MNTE (Maternal
Neonatal Tetanus Elimination).
d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak
turun pada tahun 2006.
e. Peningkatan mutu pelayanan imunisasi.
f. Menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection
practices).
g. Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste disposal management).
C. JENIS IMUNISASI
Imunisasi dasar merupakan imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia satu
tahun. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal.
Setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang
terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes dan 1
dosis campak /MR (Kemenkes RI, 2018)
Catatan:
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan
akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari
b. Bayi lahir di institusi rumah sakit, klinik dan bidan praktik swasta, imunisasi BCG
dan polio 1 diberikan sebelum dipulangkan
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia
<1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux
d. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi
berusia 1 tahun.
(Status TT1 sampai TT5 dihitung sejak imunisasi dasar pada bayi)
E. REAKSI IMUNISASI/KIPI
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi dan diduga karena imunisasi. Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) / Adverse Event Following Immunization (AEFI) adalah kejadian
medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek simpang,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi
suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
a. Faktor Penyebab
Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5
kelompok faktor etiologi yaitu:
b) Kesalahan program/teknik pelaksanaan (Programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat
terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
1) Dosis antigen (terlalu banyak)
2) Lokasi dan cara menyuntik
3) Sterilisasi semprit dan jarum suntik
4) Jarum bekas pakai
5) Tindakan aseptik dan antiseptik
6) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
7) Penyimpanan vaksin
8) Pemakaian sisa vaksin
9) Jenis dan jumlah pelarut vaksin
10) Tidak memperhatikan petunjuk produsen
c) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,
pusing, mual, sampai sinkope.
d) Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian
tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian
khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk
kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
e) Faktor kebetulan (Koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai
dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan
imunisasi.
f) Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI (Ranuh, dkk., 2005, p.97-98).
b. Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya
makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
a) Reaksi KIPI lokal
1) Abses pada tempat suntikan
2) Limfadenitis
3) Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis
b) Reaksi KIPI susunan syaraf pusat
1) Kelumpuhan akut
2) Ensefalopati
3) Ensefalitis
4) Meningitis
5) Kejang
c) Reaksi KIPI lainnya
1) Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
2) Reaksi anafilaksis
3) Syok anafilaksis
4) Demam tinggi >38,5°C
5) Episode hipotensif-hiporesponsif
6) Osteomielitis
7) Menangis menjerit yang terus menerus
Saat ini memang telah ada pilihan imunisasi anak yang tidak menyebabkan demam.
Namun, demam atau tidaknya si kecil setelah imunisasi sebenarnya tergantung daya tahan
tubuh anak. Untuk membuat anak merasa lebih nyaman setelah imunisasi, bisa melakukan
beberapa hal ini:
Satgas Imunisasi IDAI. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Keempat.Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Satgas Imunisasi IDAI. (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia