Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa soal


Suatu perusahaan farmasi ingin mengetahui nilai optimum tentang
bahan penyusun obat-obatan yang dilakukan untuk melihat solubility kapsul
yang akan dibuat. Faktor (variabel independen) yang digunakan adalah
Limonene dengan kadar minimal 18 mg dan maksimal 81 mg, bahan
penyusun Cremophor EL dengan kadar minimal 7.2 mg dan maksimal 57.6
mg. Bahan yang terakhir adalah Capmule GMO50 dengan kadar minimal
1.8 mg dan maksimal 7.2 mg. Menurut data tersebut akan dilakukan
percobaan optimasi dengan menggunakan metode Box Behnken Design
(BBD).

4.2 Analisa hasil


4.2.1 Analisa Fit Summary meliputi lack of fit test, sequential model
sum of squares dan model summary statistic, bandingkan antara
nilai suggested dan aliased

Menurut hasil praktikum yang dilakukan, pada analisa hasil


Lack of Fit Test metode yang disarankan (Suggested) untuk
digunakan adalah metode Quadratic. Metode Quadratic ini memiliki
nilai Sum of Square sebesar 318.72, Degree of Freedom (df) adalah
3, nilai Mean of Square sebesar 106.24, nilai F-value sebesar 6.56
dan nilai p-value sebesar 0,0504. Metode yang disarankan adalah
Quadratic dikarenakan memiliki nilai F-value dan nilai p-value
paling kecil dibanding metode lain. Pada tabel juga dihasilkan
metode yang tidak disarankan (Aliased) untuk dipakai yaitu metode
Cubic dengan nilai Sum of Square sebesar 0,00000 dan nilai df
adalah 0 serta tidak memiliki nilai Mean of Square, F-value dan p-
value. Metode Cubic tidak disarankan karena tidak memiliki nilai
Mean of Square, F-value dan p-value.

Menurut hasil praktikum yang dilakukan pada analisa


Sequential Model Sum of Squares [Type 1] metode yang disarankan
(Suggested) untuk dipakai adalah metode Quadratic vs 2FI. Metode
Quadratic vs 2FI memiliki nilai Sum of Square sebesar 11384.62,
nilai df sebesar 3, nilai Mean of Square sebesar 3794.87, nilai F-
value sebesar 69.26 dan nilai p-value <0.0001. Metode ini
disarankan oleh aplikasi dikarenakan memiliki nilai p-value paling
kecil dibanding metode lain. Metode yang tidak disarankan
(Aliased) untuk dipakai adalah metode Cubic vs Quadratic. Metode
Cubic vs Quadratic memiliki nilai Sum of Square sebesar 318.72,
nilai df sebesar 3, nilai Mean of Square sebesar 106.24, F-value

sebesar 6.56 dan p-value sebesar 0,0504.

Menurut hasil praktikum yang dilakukan dihasilkan analisa


Model Summary Statistics. Metode yang disarankan (Suggested)
pada tabel ini untuk dipakai adalah metode Quadratic dengan nilai
Std. Dev. sebesar 7.40, nilai R2 adalah 0.9779, nilai Adjusted R2
sebesar 0.9496, nilai Predicted R2 adalah 0.7008 dan nilai Press
adalah 5200.74. Metode Quadratic disarankan karena memiliki nilai
regresi yang paling mendekati satu. Metode yang tidak disarankan
(Aliased) untuk dipakai adalah metode Cubic dengan nilai Std. Dev.
adalah 4.03, nilai R2 adalah 0.9963, nilai Adjusted R2 adalah 0.9851
dan tidak memiliki nilai Predicted R2 dan nilai Press. Data ini
walaupun memiliki nilai regresi hampir mendekati satu namun tidak
disarankan untuk digunakan karena tidak memiliki nilai Predicted
R2 dan Press. Metode yang disarankan adalah Quadratic karena
dapat mengidentifikasi bahwa metode matematis ini memiliki
signifikansi yang tinggi dan dapat digunakan untuk menghasilkan
nilai Solubility yang paling tinggi dan Hal ini dikarenakan nilai R
squared adjustde dan R-Squared predicted paling mendekati 1
sehingga disarankan model Quadratic (Putra, 2012).

4.2.2 Tuliskan Fx Model yang digunakan serta process order yang di


sarankan oleh software

Menurut data praktikum yang dihasilkan maka diketahui


bahwa Process Order yang digunakan adalah Quadratic. FX model
pada Process Order ditunjukkan oleh huruf “m” warna hijau yang
berada di sebelah kiri. FX model tersebut adalah Intercept, A-
Limonene, B-Crenophor EL, C-Capmule GMO50, AB, AC, BC, A2,
B2 dan C2.

4.2.3 Jelaskan hasil Analisa ANOVA yang meliputi


a. Tabel hasil ANOVA
Menurut hasil praktkum maka akan dihasilkan tabel Anova for
Quadratic Model. Menurut tabel diatas maka dihasilkan Source Model
sebagai data yang signifikan dan Lack of Fit sebagai yang tidak
signifikan. Data yang significant yaitu Source Model memiliki nilai Sum
of Square sebesar 16998.95, nilai df sebesar 9, nilai Mean of Square
sebesar 1888.77, nilai F-value sebesar 34.47 dan nilai p-value <0.0001.
Hal ini berarti membuktikan bahwa Source model signifikan karena p-
value lebih kecil dari 0.0001. Untuk yang tidak signifikan maka yaitu
Source Lack of Fit memiliki nilai Sum of Square sebesar 318.72, nilai d
sebesar 3, nilai Mean of Square sebesar 106.24, F-value sebesar 6.56 dan
p-value sebesar 0,0504. Hasil ini sesuai dengan literatur karena analisis
ANOVA terhadap model mampu menjelaskan hubungan antara variabel
dan respon. Ketika nilai p-value kurang dari a yaitu 0,05 maka model
tersebut bersifat signifikan (Hardono, 2015).

b. Tabel Fit Statistics


Menurut hasil praktikum dihasilkan tabel ANOVA yaitu tabel Fit
Statistics. Pada tabel dihasilkan Std Dev. sebesar 7,40, nilai Mean
sebesar 41, nilai C.V. % sebesar 18.05. Dihasilkan juga nilai R2 sebesar
0.9779 dan nilai Adjusted R2 sebesar 0,9496, nilai Predicted R2 sebesar
0.7008 dan nilai Adeq Precision sebesar 14.4357. Nilai dari Cv
(Coefesien Variances) merupakan nilai yang didapatkan dari pembagian
std deviadi dengan mean lalu dikalikan 100%. Ketika Cv semakin tinggi
maka persebaran data makin besar tetapi nilai CV harus rendah agar data
makin presisi. Ketika sinyal makin tinggi dan nois makin kecil maka
hasilnya akan semakin bagus. Ketika ratio makin besar hasil semakin
bagus sehingga semakin presisi.

c. Persamaan Akhir dari Coded Equation dan Actual Equation

Menurut data hasil praktikum dihasilkan tabel Final Equation in


Terms of Coded Factors. Pada tabel didapatkan persamaan akhir dari
Coded Equation. Persamaan akhir Coded Equation yaitu:
Solubility = 79,158 + -6,06 * A + -13,7287 * B + -5,99375 * C + 9,1175
* AB + -26,0125 * AC + 11,025 * BC + -26,1515 * A^2 + -39,014 * B^2
+ -15,919 * C^2.

Dimana A merupakan kadar Limonene, B merupakan Cremophor


EL dan C merupakan Capmule GMO50.
Menurut data hasil praktikum maka dihasilkan tabel Final
Equation in Terms of Actual Factors. Kemudian akan didapatkan
persamaan akhir dari Actual Equation yaitu sebagai berikut:

Solubility = -83,0504 + 3,42102 * Limonene + 2,13851 * Cremophor EL


+ 27,3227 * Capmule GMO50 + 0,0114859 * Limonene * Cremophor
EL + -0,30585 * Limonene * Capmule GMO50 + 0,162037 * Cremophor
EL * Capmule GMO50 + -0,0263558 * Limonene^2 + -0,0614355 *
Cremophor EL^2 + -2,18368 * Capmule GMO50^2
Dengan rumus diatas maka dapat dihitung nilai Solubility berdasarkan
kadar masing masing bahan penyusunnya.

d. Koefisien dari Coded Factors

Menurut data hasil praktikum akan dihasilkan tabel Coefficients in


Terms of Coded Factors. Dalam hasil dari tabel diketahui bahwa Factor
Intercept memiliki nilai Coefficient Estimate sebesar 79.16, nilai df
sebesar 1, nilai Standard Error sebesar 3.31, nilai 95% Cl Low sebesar
71.33, nilai 95% Cl High sebesar 86.99 dan tidak memiliki nilai
VIF(Variance Inflantiom Factor). Factor A-Limonene memiliki nilai
Coefficient Estimate sebesar -6.06, nilai df sebesar 1, nilai Standard
Error sebesar 2.62, nilai 95% Cl Low sebesar -12.25, nilai 95% Cl High
sebesar 0.1282 dan nilai VIF sebesar 1. Factor B-Cremophor EL
memiliki nilai Coefficient Estimate sebesar -13.73, nilai df sebesar 1,
nilai Standard Error sebesar 2.62, nilai 95% Cl Low sebesar -19.92, nilai
95% Cl High sebesar -7.54 dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor)
sebesar 1. Untuk Factor C-Capmule GMO50 memiliki nilai Coefficient
Estimate sebesar -5.99, nilai df sebesar 1, nilai Standard Error sebesar
2.62, nilai 95% Cl Low sebesar -12.18, nilai 95% Cl High sebesar 0.1944
dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor) sebesar 1. Factor AB
memiliki nilai Coefficient Estimate sebesar 9.12, nilai df sebesar 1, nilai
Standard Error sebesar 3.70, nilai 95% Cl Low sebesar 0.3661, nilai 95%
Cl High sebesar 17.87 dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor) sebesar
1. Factor AC memiliki nilai Coefficient Estimate sebesar -26.01, nilai df
sebesar 1, nilai Standard Error sebesar 3.70, nilai 95% Cl Low sebesar -
34.76, nilai 95% Cl High sebesar -17.26 dan nilai VIF(Variance
Inflantiom Factor) sebesar 1. Factor BC memiliki nilai Coefficient
Estimate sebesar 11.02, nilai df sebesar 1, nilai Standard Error sebesar
3.70, nilai 95% Cl Low sebesar 2.27, nilai 95% Cl High sebesar 19.78
dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor) sebesar 1. Factor A2 memiliki
nilai Coefficient Estimate sebesar -26.15, nilai df sebesar 1, nilai
Standard Error sebesar 3.61, nilai 95% Cl Low sebesar -34.68, nilai 95%
Cl High sebesar -17.62 dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor)
sebesar 1.01. Factor B2 memiliki nilai Coefficient Estimate sebesar -
39.01, nilai df sebesar 1, nilai Standard Error sebesar 3.61, nilai 95% Cl
Low sebesar -47.54, nilai 95% Cl High sebesar -30.48 dan nilai
VIF(Variance Inflantiom Factor) sebesar 1.01. Factor C2 memiliki nilai
Coefficient Estimate sebesar -15.92, nilai df sebesar 1, nilai Standard
Error sebesar 3.61, nilai 95% Cl Low sebesar -24.45, nilai 95% Cl High
sebesar -7.39 dan nilai VIF(Variance Inflantiom Factor) sebesar 1.01.

4.2.4 Print screen hasil countour dan 3D contour. Jelaskan dengan


menggunakan literatur (1 literatur)

a. Contour AB dan 3D Contour AB

Menurut hasil praktikum dari data Contour AB maka


dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 7,2. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Pada Contour diatas
terdapat lingkaran berwarna merah yang disebut dengan design
point. Dari Contour diatas dapat diambil kesimpulan yaitu semakin
gelap warnanya maka semakin tinggi solubilitasnya dan akan
semakin maksimal.

Menurut hasil praktikum dari data dihasilkan Contour 3D


AB dimana merupakan hubungan grafik Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yang digunakan
adalah Capmule GMO50 sebesar 7,2. Pada gambar Contour 3D AB
dapat dilihat tingkat solubility nya berdasarkan ketinggian Contour
yang dihasilkan. Pada Contour diatas terdapat lingkaran berwarna
merah yang disebut dengan design point. Maka dapat disimpulkan
bahwa ketika Contour 3D semakin tinggi dan semakin gelap maka
tingkat solubility nya juga akan semakin tinggi. Solubility yang
dihasilkan memiliki nilai Low sebesar 1.6 dan nilai High sebesar
82.06.
b. Contour AC dan 3D Contour AC

Menurut hasil praktikum dari data Contour AC maka


dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 32,4. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Pada Contour diatas
terdapat lingkaran berwarna merah yang disebut dengan design
point. Dari Contour diatas dapat diambil kesimpulan yaitu semakin
gelap warnanya maka semakin tinggi solubilitasnya dan akan
semakin maksimal.

Menurut hasil praktikum dari data dihasilkan Contour 3D


AC dimana merupakan hubungan grafik Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yang digunakan
adalah Capmule GMO50 sebesar 32,4. Pada gambar Contour 3D
AC dapat dilihat tingkat solubility nya berdasarkan ketinggian
Contour yang dihasilkan. Pada Contour diatas terdapat lingkaran
berwarna merah yang disebut dengan design point. Maka dapat
disimpulkan bahwa ketika Contour 3D semakin tinggi dan semakin
gelap maka tingkat solubility nya juga akan semakin tinggi.
Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low sebesar 1.6 dan nilai
High sebesar 82.06
c. Contour BC dan 3D Contour BC
Menurut hasil praktikum dari data Contour BC maka
dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 49,5. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Pada Contour diatas
terdapat lingkaran berwarna merah yang disebut dengan design
point. Dari Contour diatas dapat diambil kesimpulan yaitu semakin
gelap warnanya maka semakin tinggi solubilitasnya dan akan
semakin maksimal.

Menurut hasil praktikum dari data dihasilkan Contour 3D


BC dimana merupakan hubungan grafik Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yang digunakan
adalah Capmule GMO50 sebesar 49,5. Pada gambar Contour 3D BC
dapat dilihat tingkat solubility nya berdasarkan ketinggian Contour
yang dihasilkan. Pada Contour diatas terdapat lingkaran berwarna
merah yang disebut dengan design point. Maka dapat disimpulkan
bahwa ketika Contour 3D semakin tinggi dan semakin gelap maka
tingkat solubility nya juga akan semakin tinggi. Solubility yang
dihasilkan memiliki nilai Low sebesar 1.6 dan nilai High sebesar
82.06.
Grafik Contour ini akan menunjukkan bagaimana komponen
saling mempengaruhi pada nilai respon solubility. Warna-warna
pada grafik Contour akan menunjukkan respon solubility dimana
semakin gelap warnanya maka solubility akan semakin baik. Garis-
garis dari titik-titik pada grafik Contour akan menunjukkan
kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda
menghasilkan respon solubility yang sama. Bentuk permukaan dari
hubungan interaksi antar komponen ini dapat dilihat pada grafik 3D
Contour (Nurmiah et al., 2013).

4.2.5 Analisa hasil nilai optimum, Tuliskan nilai desirability pada titik
maksimum untuk masing – masing factor Print Screen hasil
Analisa grafiknya. Tuliskan fungsi nilai Desirability (1
Literatur)

Menurut data hasil praktikum yang dilakukan maka optimasi


dengan metode Box Benhken Design menghasilkan satu solusi. Hasil
dari solusi tersebut adalah dalam pembuatan kapsul komposisinya
adalah dengan Limonene sebesar 48.314, Cremophor EL sebesar
27.040 dan Capmule GMO50 sebesar 3.877. Maka komposisi tersebut
akan menghasilkan nilai solubility paling optimal sebesar 81.428 dan
nilai desirability sebesar 0.922.
Menurut hasil praktikum dari data Contour AB maka
dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 7,2. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Dari Contour diatas dapat
diambil kesimpulan yaitu semakin gelap warnanya maka semakin
tinggi solubilitasnya dan akan semakin maksimal.

Menurut hasil praktikum dari data Contour AC maka


dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 32,4. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Dari Contour diatas dapat
diambil kesimpulan yaitu semakin gelap warnanya maka semakin
tinggi solubilitasnya dan akan semakin maksimal.
Menurut hasil praktikum dari data Contour BC maka
dihasilkan grafik hubungan antara Limonene (sumbu X) dan
Chremophor EL (sumbu Y) dengan Actual Factor yaitu Capmule
GMO50 sebesar 49,5. Solubility yang dihasilkan memiliki nilai Low
sebesar 1.6 dan nilai High sebesar 82.06. Dari Contour diatas dapat
diambil kesimpulan yaitu semakin gelap warnanya maka semakin
tinggi solubilitasnya dan akan semakin maksimal.
Maka menurut praktikum dihasilkan nilai desirability dan
nilai solubility sama yaitu 0.922 dan 81.428. Nilai desirability
merupakan nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan
kemampuan program untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan pada
produk akhir. Kisaran nilainya dari 0 sampai 1,0. Semakin
mendekati angka 1,0 nilai desirability maka menunjukkan
kemampuan program untuk menghasilkan produk yang dikehendaki
sempurna. Tujuan optimasi bukan untuk memperoleh nilai
desirability, namun untuk mencari kondisi terbaik yang
mempertemukan semua fungsi tujuan. Semakin tinggi tingkat
desirability, maka hasil respon akan semakin mendekati nilai yang
diprediksi (Risfaheri, 2018).

Anda mungkin juga menyukai