Anda di halaman 1dari 24

141

BAB VII
OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

7.1 OPERASI OPTIMAL SISTEM TENAGA LISTRIK


7.1.1 Pendahuluan
Sistem tenaga listrik terdiri atas komponen tenaga listrik yaitu pembangkit tenaga listrik,
sistem transmisi dan sistem distribusi. Pembangkit pembangkit tenaga listrik yang
lokasinya berjauhan satu sama lain terhubung ke sistem melalui sistem transmisi yang
luas untuk mencatu tenaga listrik pada beban yang tersebar, disebut sebagai sistem
interkoneksi. Adanya sistem interkoneksi menyebabkan :
1. Keandalan sistem yang semakin Tinggi
2. Effisiensi pembangkitan tenaga listrik dalam sistem meningkat
3. Mempermudah penjadwalan pembangkit
Sebuah sistem tenaga listrik merupakan sebuah unit usaha dimana selain faktor
teknis, faktor ekonomis sangat dominan dalam pengoperasiannya. Secara umum selalu
dijaga kondisi balance (kesetimbangan) antara pendapatan (penjualan) dan pengeluaran
(pembiayaan) agar dapat diperoleh margin keuntungan yang layak, sehingga unit usaha
dapat dijaga kelangsungannya. Demikian pula untuk unit usaha tenaga listrik, Penjualan
listrik dalam bentuk pemakaian energi (kWh) oleh konsumen yang harganya diatur dalam
sistem tarif tertentu ( di Indonesia menggunakan Keppres). Pengeluaran (pembiayaan)
dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik meliputi : 1) Belanja pegawai, 2) Belanja
barang dan jasa, 3) Pemeliharaan dan Penyusutan, 4) Penelitian/pengembangan, 5) Pajak,
dsb, 6) Bahan baku energi ( BBM, Batubara, Nuklir, Air dsb), 7) Losses, dan lain lain.
Bagian terbesar dari pembiayaan adalah untuk bahan baku energi ( sekitar 80 %),
selain itu naik/turunnya pemakaiannya selalu terkait dari penggunaan energi listrik oleh
beban. Pembiayaan terbesar ini terletak di pembangkit – pembangkit , sehingga sangat
diperlukan cara pengoperasian total pembangkitan yang efisien.
Dengan terhubungnya banyak pembangkit kedalam sebuah sistem interkoneksi
memberikan kemungkinan pengaturan output setiap pembangkit juga biaya
pembangkitannya dapat diatur pada tingkat yang rendah/optimum.
142

Tujuan utama dari operasi system tenaga listrik memenuhi kebutuhan daya demand
dengan biaya yang minimum, dimana sistem harus aman dengan dampak terhadap
lingkungan di bawah standar, mempunyai keandalan yang memenuhi standar dan dapat
melayani permintaan secara continue sepanjang waktu. Berkaitan dengan itu dalam
mencapai tujuan di atas, maka perlu dijadualkan pembangkit secara efisien atau dengan
OPF. Dengan OPF maka biaya total produksi dari suplai/pembangkit minimum.

7.1.2 Pemodelan Biaya Bahan Bakar Pembangkit Thermal.


Di atas telah dijelaskan tujuan operasi optimal secara umum, pada bagian ini dibahas
model biaya bahan bakar untuk pembangkit thermal yang beroperasi optimal. Model
biaya bahan bakar di sini adalah berkaitan dengan daya aktif yang diproduksi oleh
pembangkit. Timbul suatu pertanyaan mengapa daya aktif yang menjadi pokok
pembahasan, karena bahan bakar digunakan pada penggerak mula, sedangkan telah
diketahui bahwa penggerak mula menghasilkan daya aktif. Pembahasan bahwa bahan
bakar yang merupakan input dan keluaran adalah daya aktif. Demikian model biaya
bahan bakar dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
F ( p)     p   p2 (7.1)

Persamaan (7.1) biasa disebut model input-output (F-P), dengan kurva input– output
seperti gambar 7.1.

Gambar 7.1 Kurva Input – Output sebuah Pembangkit Listrik Tenaga


Thermal
143

Dalam satuan standar internasional (SI) yang merupakan input adalah thermal
dengan satuan MJ/h atau Kcal/h dan satuan British Temperatur Unit dengan satuan
Mbtu/h dengan daya keluaran dengan satuan Megawatt (MW). Biaya total operasi sistem
tenaga listrik adalah terdiri dari : biaya bahan bakar, biaya pegawai dan biaya
pemeliharaan.
Heat rate kurva input-output seperti pada gambar 7.1 yang merupakan contoh untuk
pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan batubara, minyak bumi dan gas.

Gambar 7.2. Kurva incremental heat

Karakteristik incremental Heat rate dapat diperlihatkan seperti pada gambar 7.2
F
yaitu versus P. Satuan dari heat tare adalah MJ/KWh. Heat rate untuk pembangkit
P
listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara, minyak bumi atau gas. Dapat dilihat
pada Tabel 7.1.
Pada operasi ekonomi pembangkit listrik secara umum yang telah diberikan seperti
pada persamaan 7.1. Dalam menentukan harga parameter  ,  dan  pada persamaan
(7.1), dapat dilakukan dengan meminimisasi dan memberikan simbol J

J  {  Pi   Pi 2  F ( Pi )}2


144

Tabel 7.1 Net Present Rates untuk bahan bakar fosil yang digunakan pada pembangkit
listrik Thermal dan variasi beban

100 % 80 % 60 % 40 % 25 %
Fossil Unit
Output Output Output Output Output
Fuel Rating
MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh
Coal 50 11,59 11,69 12,82 12,82 14,13
Oil 50 12,12 12,22 12,59 13,41 14,78
Gas 50 12,13 12,43 12,81 13,64 15,03
Coal 200 10,01 10,09 10,41 11,07 12, 21
Oil 200 10,43 10,52 10,84 11,54 12,72
Gas 200 10,59 10,68 11,01 11,72 12,91
Coal 400 9,49 9,53 9,75 10,31 11,25
Oil 400 9,91 9,96 10,18 10,77 11,75
Gas 400 10,01 10,06 10,29 10,88 11,88
Coal 600 9,38 9,47 9,77 10,37 11,40
Oil 600 9,80 9,90 10,20 10,84 11,91
Gas 600 9,91 10,01 10,31 10,96 12,04
Coal 800/1200 9,22 9,28 9,54 10,14
Oil 800/1200 9,59 9,65 9,92 10,55
Gas 800/1200 9,70 9,75 10,03 10,67

Untuk memperoleh jawaban  ,  dan  , defrensial parsial J disamakan dengan nol


J n


  2[  Pi  
i 1
Pi 2  F ( Pi )] 0

J n


  2P [  Pi  
i 1
i Pi 2  F ( Pi )]  0

J n


  2P [  Pi  
i 1
i
2
Pi 2  F ( Pi )]  0

Persamaan disusun kembali, diperoleh,

 n   n  n
(n)     Pi     Pi 2    F (P ) i (7.2)
 i 1   i 1  i 1
145

 n   n   n  n
  Pi     Pi 2     Pi 3    P F (P )
i i
(7.3)
 i 1   i 1   i 1  i 1

 n 2  n   n  n
  Pi     Pi 3     Pi 4    P F (P ) 2 (7.4)
i i
 i 1   i 1   i 1  i 1

Dengan menyelesaikan persamaan linear di atas, maka  ,  dan  dapat ditentukan


nilainya seperti contoh di bawah ini:

Contoh Soal 7.1 :


Data untuk kurva tingkat panas heat rate yang diharapkan untuk sebuah unit pembangkit
listrik dalam sebuah pusat pembangkit listrik tenaga thermal yang ditunjukkan di bawah
ini

MW 70 75 112,5 150

Btu/kWh 8200 8150 7965 7955

a. Carilah titik corresponding pada kurva input-output (input dalam Btu/h).


b. Carilah parameter  ,  dan  dari persamaan biaya

Penyelesaian
a. Fungsi F(Pi ) sebagai masukan dan ditentukan untuk berbagai variasi (Pi )
seperti pada tabel yang dikalikan dengan daya output. Dengan demikian untuk:
P1 = 70 MW, diperoleh:
F1 = 8200 x 70 x 103 = 574 x 106 Btu/jam.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh:
Untuk P2 = 75 MW F2 = 611 x 106 Btu/h
Untuk P3 = 112, 5 MW F3 = 896 x 106 Btu/h
Untuk P4 = 150 MW F4 = 1190 x 106 Btu/h
b. Besaran yang telah diperoleh, dapat diurutkan sebagai berikut untuk perhitungan
selanjutnya.
146

n= 4

P i = 407,50 MW

P i
2
= 45, 68125 x 103

P i
3
= 5,5637 x 106

P i
4
= 7,22 x 108

F i = 3,271 x 103

P i Fi = 3,65305 x 105

P i
2
Fi = 4,43645 x 107

Maka jawabannya,

0 (407,5) (45,68125 x 10 3 )    3,271 x 10


3

 3 6      3,65305 x 10 5 

(407,5) (45,68125 x 10 ) (5,5637 x 10 )     
(45,68125 x 10 3 ) (5,5637 x 10 6 ) (7,22 x 10 8 )     7 
  4,43645 x 10 

Dengan menyelesaikan persamaan diatas diperoleh nilai  ,  dan 

  69,23
  6,98
  3,288 x10 3

Selanjutnya biaya bahan bakar dapat ditentukan dengan persamaan:

F( Pi ) = 69,23 + 6,98 P + 3, 2828 x 10-3 P2 M B t u / h


147

7.1.3 Operasi Optimal Pembangkit Listrik Tenaga Thermal


Pada pembahasan ini diambil m buah pembangkit thermal yang beroperasi pada
suatu bus yang sama, seperti diperlihatkan pada gambar 7.3.

Gambar 7.3 m buah pembangkit thermal beroperasi pada satu bus yang sama

Pembangkit tersebut mempunyai biaya bahan yang berbeda yaitu (Fi) dengan daya
aktif (Pi) yang dimodelkan dengan persamaan polynomial kuadrat, biaya bahan bakar
total dari ”plant” adalah merupakan penjumlahan setiap unit pembangkit dengan satuan
$/jam.
m
F      i Pi   i Pi
2
i (7.5)
 1

Dimana  i , i dan  i adalah suatu konstanta

Dalam menentukan biaya minimum (F), maka persamaan (7.5) di deffrensial


terhadap (Pi) dan disamakan dengan nol.

dF
 0, dengan ( i  1 .........m) (7.6)
dPi

Nilai optimal untuk daya yang dibangkitkan dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut:
148

 i
Pi  (7.7)
 2 i

Daya aktif optimal dan biaya minimal, kalau differensial derajat dua dari (F)
terhadap Pi nilainya positif. Kondisi ini dapat diperoleh apabila nilai:

i  0

Pada persamaan (7.7) dapat diperoleh daya yang dibangkitkan negatif apabila
 i dan  i adalah positif nilainya untuk suatu pendefferensialan parsial dilakukan dua
kali.
Masalah optimisasi untuk memperoleh biaya minimum maka kendalanya harus daya
dalam keadaan seimbang, apabila rugi-rugi transmisi diabaikan fungsi kendala dapat
dituliskan sebagai berikut:

m
PD  

(P )
1
i (7.8)

Jika tidak ada fungsi kendala, maka persamaan (7.7) merupakan suatu penjumlahan
seperti berikut:

m
1 m
i
 ( Pi
 1

) 
2

 
1 i

Dalam metode Lagrange fungsi kendala dapat dituliskan


m
PD  

(P )  0
1
i (7.9)

Kalau metode lagrange (  ) ditarafkan fungsi daya, maka diperoleh rumus:


m
F  FT  [ PD  

( F )]
1
i (7.10)

Diamana,

dF
  0
dPi
149

(7.11)

Perlu dicatat bahwa jika semua pembangkit independent t, dengan menggunakan


metode pengali Lagrange diperoleh nilai  yang sama yaitu:

F1 F2
  (7.12)
P1 P2

Selanjutnya (  ) yang merupakan pertambahan biaya dalam analisis optimisasi daya


bahan bakar pada suatu system pembangkit energi listrik. Grafik pertambahan biaya
pembangkitan seperti pada gambar 7.4 pada kondisi optimal dari persamaan (7.11) dapat
dirumuskan menjadi:

i  2 2 Pi    0 (7.13)

Gambar 7.4. Ilustrasi pertumbuhan biaya atau pertambahan pembebanan

Selanjutnya nilai dapat ditentukan dengan memperoleh persamaan yang diturunkan


diperoleh:
m
 i 
2 PD  



1  i 

  m
(7.14)



1
i 1
150

Pada akhirnya dalam pembangkitan optimal dengan penurunan diperoleh persamaan


seperti:

  i
Pi  (7.15)
2 i

Contoh Soal 7.2


Dua buah unit pembangkit listrik tenaga thermal yang dioperasikan dalam satu bus
memberikan model persamaan biaya sebagai berikut:

F1  462,28  8,28 P1  0,00053 P1 GJ / h


2

F2  488,44  8,65 P2  0,00056 P2 GJ / h


2

dimana P1 dan P2 dalam MW, Pembangkit daya ini mensuplai ke beban sebesar 1000
MW. Jika rugi transmisi diadimana P1 dan P2 dalam MW diabaikan, tentukan besar daya
yang disuplai masing-masing pembangkit dan nilai pertambahan biaya pembangkitan

Penyelesaian :

Dengan menggunakan persamaan (7.13) dan (7.9) diperoleh,

8,28 + 2 (0,00053) P -  =0
8,65 + 2 (0,00056) P1 -  =0
P1 + P2 = 1000 MW
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh jawaban
P1 = 683,49 MW

P2 = 316,51 MW

Selanjutnya diperoleh incremental cost

 =9,0
151

7.1.4 Perhitungan Rugi-rugi Transmisi


Masalah operasi optimal telah dibicarakan di atas dimana keseimbangan daya dengan
rugi transmisi diabaikan. Pada bagian ini untuk operasi ekonomis sistem tenaga listrik
ditinjau rugi-rugi transmisi, ambil statu sistem seperti pada gambar (7.6), sistem radial
dengan satu pembangkit.

Gambar 7.6 Sistem transmisi radial

Mencari rugi daya P1 dengan daya yng dipasok oleh pembangkit PG ke pusat PD ,
Diagram ekivalen dari sistem di atas adalah seperti pada Gambar 7.7.

Gambar 7. 7 Rangkaian ekivalent sistem radial

Pada gambar diperoleh rugi-rugi transmisi:

PL  3 I
2
R

dimana R adalah tahanan dari saluran dalam Ohm/phasa. Arus I dapat diperoleh dari :
152

Pa
I 
 3 Va  cos  a

dimana ;

Pa = daya yang dibangkitkan oleh generator

Va = tegangan line to line (phasa ke phasa)

cos  a = factor daya generator

Dengan asumsi ke dua persamaan di atas, diperoleh :

R
PL 
2
Pa
cos  a
2 2
Va
Asumsikan bahwa tegangan generator Va dan cos  a konstan, maka diperoleh

PL  B Pa
2

Dimana,

R
B 
cos 2 a
2
Va

Kalau ditinjau dari dua sumber pemasok daya ke pusat beban seperti pada gambar 7.8.

Gambar 7.8. Sistem radial dengan dua sumber pemasok pada demand PD
153

Berdasarkan pada persamaan (7.16) maka rugi daya dapat diperoleh:

PL  B11 P1
2

Dimana
RD
B11 
V1
2
Pf 2

RD = Nilai real dari Zbus


V1 = tegangan bus generator P1
pf1 = faktor daya pada bus 1

Tinjau dua sumber pemasok daya pada pusat beban seperti pada gambar 7.9.

Gambar 7.9. Dua saluran radial yang terhubung ke beban

Dua pembangkit terhubung ke bus pusat beban dengan tahanan masing-masing R1D dan
R2D sehingga rugi daya adalah :

PL  3 I1 R1D  3 I 2
2 2
R2 D

R 1D R2 D
 P1 2  P 2 2
V1   pf1 
2 2
V2   pf1 
2 2

PL  B11 P1
2
(7.17)

Selanjutnya ditinjau sistem radial dengan tiga saluran seperti pada gambar 7.10.
154

Gambar 7.10. Sistem pemasok daya dua sumber dengan tiga saluran

Pada gambar 7.10, tiga saluran dua sumber pemasok daya yaitu P1 dan P2 untuk
memenuhi permintaan PD. Pada saluran bus beban PD ada turunan R3D, sehingga
diperoleh rugi saluran transmisi.

PL  B11 P1  2 B12 P1P2  B22 P2


2 2
(7.18)

Besar arus dapat ditentukan dengan harga mutlak.

P1
I1 
3 V1  pf1 

P2
I2 
3 V2  pf 2 

P3
I3 
3 V3  pf 3 

Sekarang kalau diambil : PD  P1  P2

Diperoleh,
P2  P2
I3 
3 V3  pf 3 
155

kemudian disubsitusikan ke dalam persamaan (7.18), diperoleh:

PL 
R1D
P   2 R2 D
P2 2  R3 D
P1  P1 
2

V1  pf1  V3  pf 2  V3  pf 3 
2 2 1 2 2 2 3

Dengan demikian besar konstanta B dapat ditentukan, yaitu

R1D R3 D
B11  
V1
2
 pf1  2
V3
2
 pf3 2 (7.19)

R2 D R3 D
B22   (7.20)
V2
2
 pf 2  2
V3
2
 pf3 2
R3 D
B12  (7.21)
V3
2
 pf3 2

Contoh Soal 7.3


Pada gambar 7.10 dua sumber daya memasok daya ke beban dengan sistem tiga saluran,
data diberikan dalam per unit (pu) adalah:
V1  1,05 V2  1,03 V3  1,00
R1D = 0,05 ;  pf1   0,95
R2D = 0,04  pf 2   0,95
R3D = 0,03  pf 3   0,85
Tentukanlah persamaan rugi transmisi dengan menggunakan persamaan (7.19) sampai
dengan (7.21) diperoleh:

0,05 0,03
B11    0,062604705  0,0626
1,05
2
0,95 2
1
2
0,852
0,04 0,03
B22    0,0937
1,03
2
0,95 2
1
2
0,852

0,03
B12   0,0415
1
2
0,852
156

maka diperoleh persamaan rugi daya saluran transmisi per unit sebagai berikut:
PL  B11 P1  2 B12 P1P2  B22 P2
2 2

PL  0,0626P1  2 x 0,0415 P1P2  0,0937 P2


2 2

PL  0,0626P1  0,083 P1 P2  0,0937 P2


2 2

Masalah rugi daya pada saluran transmisi dijelaskan Korn’s, dalam ”Korn’s Loss
Formula” untuk suatu sistem pemasok daya dengan dua sumber dan satu pusat beban.

PL  B11 Pg1  2 B12 Pg1Pg 2  B22 Pg 2  B10 Pg1  B20 Pg 2  B00


2 2

Atau dapat ditulis,

2 2 z
PL   Pgi Bij Pg j 
 1 j 1


B
1
P
10 gi  B00

Selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk persamaan matriks:

 B11 B12   Pg1   B10 


PL  P
g1 Pg 2   B22 
   Pg1 
Pg 2    B00 (7.22)
 B21  Pg 2   B20 

Kalau jumlah pembangkit banyak dan jaringan, misalnya (m) maka Korn’s Loss
Formula dapat ditulis:

m m m
PL  B10   Bi 0 Pi
 1


P
1 j 1
i B ij Pj (7.23)

7.2 OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK


Operasi ekonomis sangatlah penting untuk sebuah sistem tenaga listrik untuk
mengembalikan modal yang telah diinvestasikan. Tarif ditetapkan oleh sebuah badan
pengatur dan penting nya pengamanan tekanan tempat bahan bakar pada perusahaan
tenaga listrik untuk memperoleh efisiensi maksimum yang memungkinkan. Efisiensi
157

maksimum mengurangi biaya kilowattjam pada konsumen dan biaya pada perusahaan
yang mensupplai kilowattjam yang juga meningkatkan harga bahan bakar, buruh, supplai
dan perawatan
Ekonomis operasional melibatkan pembangkitan daya dan pentransmisian yang
dapat dibagi kedalam dua bagian; satu berhubungan dengan biaya minimum produksi
daya dan disebut penjadualan ekonomis (economic dispatch) dan yang lain berhubungan
dengan rugi-rugi transmisi minimum dari daya yang dibangkitkan ke beban. Untuk
kondisi beban khusus, penjadwalan ekonomis menentukan daya keluaran dari setiap
pembangkit (dan setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit) yang akan
meminimalisasi biaya bahan bakar keseluruhan yang diperlukan untuk melayani beban
sistem. Dengan demikian, penjadualan ekonomis fokus pada koordinasi biaya produksi
pada semua pembangkit tenaga listrik yang beroperasi pada sistem dan merupakan
penekanan utama pada bagian ini.
Masalah rugi-rugi minimum dapat diasumsikan dalam beberapa bentuk tergantung
pada bagaimana pengendalian aliran daya dalam sistem dievaluasikan. Masalah
penjadualan ekonomis dan juga masalah rugi-rugi minimum dapat diselesaikan dengan
cara program aliran daya optimal (optimal power-flow-OPF program). Perhitungan OPF
dapat dilihat sebagai rangkaian perhitungan aliran daya Newton-Raphson yang
konvensional dimana parameter yang dapat dikontrol secara otomatis ditambahkan untuk
memenuhi batasan-batasan jaringan dan meminimalisasi fungsi objektive yang khusus.
Pada bab ini kita akan menggunakan pendekatan klasik penjadualan ekonomis.
Pertama-tama kita akan mempelajari pendistribusian keluaran pembangkitan antara
generator atau unit pembangkit dalam sebuah pusat pembangkit yang paling ekonomis.
Metode yang kita kembangkan yang juga menggunakan penjadualan ekonomis keluaran
pembangkit untuk beban yang diberikan sistem tanpa mempertimbangkan rugi-rugi
transmisi. Kemudian kita mengekspresikan rugi-rugi transmisi sebagai sebuah fungsi out
put dari pembangkit-pembangkit yang bervariasi. Kemudian kita menentukan bagaimana
keluaran dari setiap pembangkit dari sebuah sistem penjadualan untuk mendapatkan
biaya minimal dari daya yang disupplai ke beban.
Karena beban total dari sistem tenaga listrik berubah-ubah sepanjang hari, kontrol
keluaran daya pembangkit yang terkoordinir sangat lah penting untuk memastikan
158

pembangkitan ke beban seimbang sehingga frekuensi sistem akan dekat dengan nilai
operasi nominal, biasa nya 50 atau 60 hz. Berdasarkan hal itu, masalah pengontrolan
pembangkit otomatis (automatic generation control) dikembangkan dari sudut pandang
steady-state. Juga karena beban harian bervariasi, penggunaan harus ditentukan
berdasarkan dasar ekonomis, mana generator start-up, mana yang shut-down dan
urutannya bagaimana. Prosedur perhitungan untuk membuat keputusan itu disebut
pengaturan unit pembangkit (unit commitment), yang juga dikembangkan pada level
perkenalan pada bab ini.

7.2.1 Kesepakatan Unit Pembangkit Tenaga Listrik


Kesepakatan unit dapat didefenisikan sebagai proses pengambilan keputusan yang
optimal, penjadualan start-up dan shut-down unit-unit pembangkit guna meminimumkan
biaya operasi selama periode pengamatan yang menjamin tercukupinya cadangan daya.
Asumsi yang biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kesepakatan unit
adalah:

1. Beban sistem setiap periode pengamatan adalah konstan dan telah diberikan
(diperoleh dari estimasi beban)
2. Rugi-rugi transmisi diabaikan
3. Cadangan daya panas telah ditentukan.

Berdasarkan asumsí di atas kesepakatan unit dapat diformulasikan sebagai berikut :

7.2.1.1 Fungsi Obyektif

Minimisasi (Biaya bahan bakar + biaya Start-up)


N I
COST   ( FCOSTi ( Gi H ))  SCOSTi ), H  1,2,...., N (7.24)
H 1 i 1

Keterangan:
COST = Biaya total selama periode pengamatan
I = Jumlah unit pembangkit
FCOSTi ( Gi H ) = Biaya yang dibutuhkan untuk membangkitkan daya sebesar Gi
oleh unit pembangkit ke-i pada jam ke-H
159

SCOSTi = biaya start-up pembangkit ke I

N = total periode pengamatan

7.2.1.2 Kriteria Pembatas


Kesetimbangan daya pembangkit dan beban
I

 i 1
Gi H  L( H ) H = 1, 2,…, N (7.25)

Keterangan:
Gi H = daya yang dibangkitkan oleh unit ke – I jam ke-H

L(H) = beban pada jam ke –H

7.2.1.3 Kapasitas Pembangkitan

Pmin i  PiH  Pmax i H = 1, 2, ….N (7.26)

Keterangan:
PiH = daya yang dibangkitkan oleh unit ke-i jam ke-H
Pmax i = kapasitas pembangkitan maksimum unit ke-i
Pmin i = kapasitas pembangkitan minimum unit ke-i

7.2.1.4 Spanning reverse margin

P i 1
max i S iH  L( H )  R ( H ), H = 1, 2, ….N (7.27)

Keterangan:
Pmax i = kapasitas pembangkitan maksimum ke-i
SiH = status unit ke-I ( On or Off )
R (H ) = cadangan daya yang diizinkan pada jam ke-H
L(H ) = beban pada jam ke –H

7.2.1.5 Minimum up time


160

Suatu unit pembangkit apabila sedang beroperasi (On) tidak dapat dimatikan
seketika sebelum minimum up time nya terpenuhi.

7.2.1.6 Minimum down time


Unit pembangkit thermal tidak dapat dihidupkan dengan seketika karena
memerlukan waktu untuk menaikkan temperature dan tekanan untuk siap
membangkitkan daya. Dibutuhkan sejumlah biaya energi untuk menghidupkan unit-unit
tersebut, biaya energi tersebut disebut biaya start-up. Biaya start-up diformulasikan
sebagai berikut :
Csu  Csi (1  e  vt )  C f (7.28)

Keterangan:
Csu = biaya start-up
C si = biaya dingin
Cf = biaya konstan untuk pemeliharaan
V = laju pendinginan
t = lama waktu unit off

7.2.2 Operasi Ekonomis dengan mengabaikan Rugi-Rugi Saluran Transmisi


Pada pusat pembangkit tenaga umumnya dioperasikan lebih dari satu unit pembangkit
tenaga listrik. Untuk melakukan pembagian beban diantara pembangkit tenaga listrik
yang berdekatan letaknya, rugi-rugi transmisi dapat diabaikan walaupun pada
kenyataannya rugi-rugi tetap ada.
Biaya bahan bakar dan biaya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga
listrik dengan mengabaikan rugi transmisi dapat dinyatakan sebagai berikut :
N
FT  F
i 1
i( Pi )  F1 ( P1 )  F2 P2  ..............Fn ( Pn ) (7.29)

PR  PT (7.30)
PT  P i P1  P2  P3  ............  Pn (7.31)

Biaya pembangkitan, daya output dan beban dapat digambarkan sebagai berikut:
161

Gambar 7.12 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban


suatu pusat pembangkit listrik thermal

7.2.3 Operasi Ekonomis Dengan Memperhitungkan Rugi-Rugi Saluran Transmisi

Umumnya letak pusat-pusat pembangkit jauh dari pusat beban, sehingga penyaluran daya
harus melalui saluran transmisi yang panjangnya bias mencapai ratusan kilometer.
Akumulasi rugi daya pada saluran transmisi dalam satu tahu bisa mencapai 12 digit.
Dengan demikian, untuk pendekatan yang lebih realistis susut daya atau rugi-rugi daya
pada saluran transmisi harus diperhitungkan dalam optimasi biaya operasi pembangkit
tenaga listrik.
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dapat direpresentasekan
seperti gambar 7.13 berikut :

Gambar 7.13 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban


suatu pusat pembangkit listrik thermal
162

Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dinyatakan seperti pada
persamaan :
n
FT   F (P )  F (P )  F (P
i 1
i i 1 1 2 2 )  F3 ( P3 )  ......  FN ( PN ) (7.32)

Keterangan ;
Fi = fungsi biaya pembangkit ke-i
Pi = daya keluaran pembangkit ke-i
Total daya yang disuplai oleh N pembangkit ke sistem adalah :
n
PT  P
i 1
gi  Pg1  Pg 2  ..................  PgN (7.33)

Keterangan ;
PT = total daya yang dibangkitkan (MW)
Pgi = total daya yang dibangkitkan oleh pembangkit ke-i
Fungsi biaya seperti pada persamaan (49) akan diminimalkan dengan memperhatikan
fungsi kendala operasi (constraining), yaitu persamaan neraca daya.

n
PL  PD  P
i 1
i  0 (7.34)

Keterangan ;
PL = rugi daya pada saluran transmisi (MW)
PD = daya beban (MW)
Kendala lain yang juga harus diperhatikan adalah kendala teknis setiap pembangkit, yaitu
daya maksimum dan minimum yang disyaratkan
Pgi( Min)  Pgi  Pgi(max) (7.35)

Salah satu cara untuk menyelesaikan problem optimasi adalah dengan Metode Pengali
Langrange ( Methode of Lagrange Multipliers). Sebuah fungsi biaya baru C, dibentuk
dengan menggabungkan fungsi biaya pembangkitan dan persamaan kendala sistem, yaitu

C Fi  P 
    L  1  0 (7.36)
Pgi Pgi  Pgi 
163

Untuk setiap keluaran pembangkit Pg1, Pg2, .........PgN disebabkan oleh Fi hanya
bergantung pada Pgi, maka turunan parsial Fi dapat dinyatakan sebagai turunan penuh,
sehingga persamaan (7.36) dapat dinyatakan sebagai berikut.
 
 1  dF
   1 (7.37)
1   PL  dPgi
 Pgi 

Untuk setiap nilai ke-i persamaan diatas sering dinyatakan dalam bentuk,
dF1
  L1 (7.38)
dPgi

Dalam hal ini,


 
 1 
L1    (7.39)
1  PL 
 Pgi 

Persamaan (7.38) menyatakan biaya bahan bakar paling minimum yang diperoleh saat
biaya tambahan bahan bakar dikalikan dengan faktor penalti adalah sama untuk semua
unit pembangkit dalam sistem. Sehingga untuk tiga pembangkit pada pusat pembangkit
dengan bus yang sama berlaku bahwa :
dF1 dF2 dF3
  L1  L2  L3 (7.40)
dPgi dPg 2 dPg 3

Namun masalahnya adalah apabila batasandaya maksimum dan minimum dari setiap
pembangkit dijadikan sebagai suatu fungsi kendala operasi dan kelompok pembangkit
yang dioperasikan memiliki karakteristik operasi berbeda maka keadaan seperti yang
dinyatakan pada persamaan (7.40) sering tidak terpenuhi.
Pola distribusi cadangan daya pada metode Operasi Ekonomis konvensional tidak
praktis karena metode ini mempunyai keterbatasan dalam menangani kapasitas
maksimum pembangkitan dan perbedaan laju kenaikan pembangkitan.
Jika seluruh kapasitas cadangan ditanggung oleh satu unit, maka kemampuan untuk
mensuplai beban puncak sistem tersebut akan minimum. Agar laju kenaikan pembangkit
164

untuk membangkitkan cadangan daya lebih maksimal, maka cadangan daya harus
didistribusi kepada beberapa unit yang mempunyai kapasitas pembangkit besar. Sehingga
perlu ditentukan jumlah minimal dan cadangan daya panas yang telah ditentukan. Unit-
unit tersebut ditandai sebagai unit yang harus tetap beroperasi selama pengamatan (must
run unit).

Anda mungkin juga menyukai