PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Efisiensi
_______________________________________________________________________________
7. EFISIENSI
Kehilangan energi panas yang terjadi di PLTU, sebagian besar terjadi di Kondensor, yaitu
terbuangnya panas akibat dibawa oleh air pendingin kondensor ke laut, sungai ataupun ke
udara luar pada kondensor yang dilengkapi menara pendingin ( Cooling tower ). Semakin
besar losses akan semakin kecil efisiensi dan pada akhirnya biaya produksi energi listrik per
KWH akan semakin tinggi.
Dengan memahami masalah efisiensi, diharapkan para operator dapat mengambil tindakan
seperlunya agar unit PLTU yang di operasikan memiliki efisiensi tinggi dalam batas – batas
operasi yang tetap aman.
Efisiensi merupakan istilah yang bayak di gunakan di berbagai bidang. Namun dalam
bahasa ini pengertian efisiensi adalah khusus mengenai efisiensi unit PLTU atau bagian dari
sistem dalam unit PLTU.
Efisiensi akan menyatakan hubungan antara INPUT dan OUTPUT. Karena adanya LOSSES
yang tidak dapat di hindarkan dalam proses perubahan energi di PLTU maka :
OUTPUT
EFISIENSI =
INPUT
Atau
INPUT – LOSSES
EFISIENSI =
INPUT
Dalam kondisi ideal yaitu apabila LOSSES = 0 maka besarnya efisiensi adalah 1 (satu )
atau 100 %.
Seperti yang sudah di jelaskan terdahulu, PLTU mengubah energi kimia bakar menjadi
energi listrik.
Urutan selengkapnya adalah :
a. Energi Kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas. Proses ini terjadi di dalam
ketel ( Boiler ).
b. Energi panas diubah menjadi energi mekanis. Proses ini terjadi di Turbin.
c. Energi mekanis di ubah menjadi Energi Listrik. Proses ini terjadi di Generator
listrik.
ENERGI LISTRIK
BAHAN
BAKAR
BOILER TURBIN GENERATOR
LISTRIK
Akibat keseluruhan dari rantai proses konversi energi ini adalah output energi listrik di
peroleh dari input bahan bakar.
Efisiensi siklus dapat di hitung apabila data – data tersebut di bawah ini di ketahui :
Contoh :
Suatu unit PLTU dibebani 100 MW, dalam satu jam menghabiskan bahan bakar batubara
sebanyak 50.000 kg. Nilai kalor bahan bakar adalah 23.000 Kj/Kg.
Berapa efisiensi siklus keseluruhan (Overall effisiensi) ?
Jawab :
Panas masuk = Berat bahan bakar X Nilai Kalor
= 50.000 X 23.000 Kj/Kg
= 1.150.000.000 Kj
OUTPUT
Overall Efficiency =
INPUT
360.000.000
=
1.150.000.000
= 0, 3130
= 31,30 %
Efisiensi siklus juga dapat dihitung apabila efisiensi komponen yang membentuk siklus
tersebut diketahui .
Contoh
Energi INPUT, OUTPUT dan LOSSES dapat digambarkan dalam neraca panas sebagai
berikut:
LOSSES 70%
Pada PLTU modern dengan bahan bakar batubara, efisiensi siklusnya berkisar sekitar 35%
saja atau terdapat Losses sebesar 65%.
Perhitungan efisiensi dengan menggunakan satuan panas biasa dinamakan perhitungan
Efisiensi Termal.
Apabila dalam perhitungan efisiensi di perbandingkan energi Output dibagi Input, maka
dalam perhitungan Heat Rate adalah kebalikan dari perhitungan efisiensi dan satuan energi
Output tidak harus dengan satuan energi Input.
Contoh :
INPUT = 1.150.000.000 Kj
OUTPUT = 100.000 Kwh
INPUT
HEAT RATE =
OUTPUT
1.150.000.000 Kj
=
100.000 Kwh
= 11.500 Kj/KWh
3 4
2
1
500 4
400
300
2 3
o
200
Useful
100 1 Heat
5
0
- 100 Rejected
Heat
- 200
- 273 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
O
Entropy, kJ/kg K
Dari gambar , terlihat bahwa unsur-unsur dalam siklus adalah sebagai berikut :
• Input = (h4 - h3) +(h3 - h2) + (h2 - h1) = h4 - h1
• Losses = T (S5 - S1)
• Output = h4 - h5
Input - Losses
ηRS = x 100%
Input
Sebagai contoh misalnya tekanan boiler untuk siklus seperti gambar adalah 100 bar absolut.
Temperatur uap keluar Superheater = 500 0C dan tekanan kondensor = 0,07 bar absolut.
Berapakah efisiensi Rankine untuk siklus tersebut.
Untuk menyelesaikan persoalan ini diperlukan bantuan Tabel Uap. Karena titik 4 ada diluar
garis lengkung jenuh, maka digunakan tabel uap panas lanjut. Untuk tekanan 100 bar dan
temperatur 500 0C, diperoleh :
h4 = 3374,6
S4 = S5 = 6,6994.
Sedangkan dari Tabel Uap jenuh untuk tekanan 0,07 bar diperoleh :
hf = h1 = 163,4
Sf = S1 = 0,5591.
3211,2 - 1916,848
= x 100 % = 40,3 %
3211,2
Dengan demikian terbukti bahwa efisiensi siklus Rankine Superheat lebih tinggi dibanding
efisiensi siklus Rankine sederhana.
Pada PLTU berkapasitas besar, ternyata pemanas lanjut saja masih kurang memenuhi
kebutuhan. Untuk itu, selain pemanas lanjut juga dilengkapi dengan pemanas ulang uap
(Reheater). Pada siklus dengan pemanas ulang, uap dari turbin tekanan tinggi dialirkan
kembali kedalam elemen pemanas ulang (Reheater) untuk dipanaskan lagi dan baru
kemudian dialirkan ke turbin tekanan menengah dan turbin tekanan rendah. Proses yang
berlangsung dalam pemanas ulang sama dengan proses yang berlangsung dalam
supereheater yaitu pemanasan uap secara isobar. Tampilan siklus Rankine Superheat
Reheat terlihat seperti gambar.
6
Reheater
5
Boiler 4
Superheater
L.P. CYL
H.P. I.P.
3 CYL DOUBLE
Baut FLOW
Cylinder
7
2
FEED
Pumps
1
500
4 6
400
300
2 3 5
o
200
100 1
0 7
- 100
- 200
- 273 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
O
Entropy, kJ/kg K
• Input = (h6 - h5) + (h4 - h3) + (h3 - h2) + (h2 - h1) = (h6 - h5) + (h4 - h1).
• Output = (h6 - h7) + (h4 - h5)
• Losses = T1 (S7 - S1).
Sebagai contoh misalkan siklus seperti gambar , tekanan dan temperatur uap masuk turbin
tekanan tinggi (T.T) adalah 100 bar dan 500 0C. Tekanan dan temperatur uap keluar turbin
(TT) adalah 40 bar dan 300 0C yang selanjutkan dialirkan kembali ke Reheat. Temperatur
uap keluar reheater = 500 0C. Uap tersebut selanjutnya mengalir kedalam turbin tekanan
menengah dan turbin tekanan rendah untuk akhirnya masuk ke kondensor. Tekanan
kondensor adalah 0,07 bar absolut. Berapakah efisiensi Rankine untuk siklus tersebut ?.
Untuk menyelesaikan masalah kembali diperlukan Tabel Uap, karena titik 4,5 dan 6 ada
diluar garis lengkung jenuh, maka dipakai tabel uap panas lanjut. Dari tabel tersebut untuk
tekanan 40 bar dan temperatur 500 0C, diperoleh :
h6 = 3445
S6 = S7 = 7,0909
h5 = 2962
h4 = 3374,6
Sedangkan dari tabel uap jenuh untuk tekanan 0,07 bar diperoleh :
= 44,80 %
Dengan demikian terbukti lagi bahwa dengan penambahan pemanas ulang, maka efisiensi
siklus menjadi lebih tinggi lagi. Selain menguntungkan dari sisi efisiensi, pemanas ulang juga
dapat memperpanjang umur turbin tekanan rendah karena kualitas uap bekas pada siklus
dengan pemanas ulang menjadi lebih baik.
Ketel konvensional mendapatkan Heat Input dari hasil pembakaran bahan bakar, baik bahan
bakar padat, cair atau gas Bahan bakar padat yang banyak digunakan diantaranya adalah
kayu, peat, lignate (brown coal), bitiminous coal dan antracite. Bahan bakar cair yang banyak
digunakan untuk proses pembakaran didalam ketel adalah HSD dan Heavy Oil, sedangkan
bahan bakar gas umumnya menggunakan gas alam.
Contoh komposisi bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada rekasi pembakaran bahan bakar dengan oksigen dilepaskan sejumlah panas yang
besarnya tergantung dari nilai kalor bahan bakar dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
Nilai kalor bahan bakar dapat dinyatakan dalam Nilai Kalor Terendah atau Lower Calarific
Value (LCV) dan dapat pula dinyatakan dalam Nilai Kalor Teratas atau Higher Calorific Value
(HCV) atau Gross Calorific Value (GVC).
HCV adalah panas total yang dihasilkan dari proses pembakaran. Bahan bakar mengandung
Gas Hydrogen yang apabila bereaksi akan membentuk air. Air yang terbentuk akan
menyerap sebagian panas sehingga air tersebut berubah menjadi uap. Panas yang diserap
ini tidak dapat dimanfaatkan.
LCV adalah panas yang bermanfaat atau HCV dikurangi panas yang digunakan untuk
menerapkan air yang terbentuk.
Apabila diasumsikan penguapan air tersebut pada temperatur jenuh, maka panas laten
penguapan adalah 588,76 kcal/kg uap air (Catatan : 1 kcal ≈ 4,187 Kj)
Apabila prosesntasi uap air dalam Flue Gas sebesar X%, maka :
X
LCV = ( HCV - ) 588,76 kcal/kg Flue Gas.
100
Dalam menghitung efisiensi ketel, perlu dijelaskan apabila menggunakan LCV atau HCV.
Unsur-unsur bahan bakar yang dapat menghasilkan panas adalah C,S dan H .
Harga HCV dan LCV dapat dihitung apabila komposisi bahan bakar diketahui .
Contoh perhitungan :
O
HCV = 8100.C + 34 400 ( H - ) + 2220 S kcal / kg bahan bakar
8
0,07
= 8100 x 0,75 + 34400 ( 0,05 - ) + 2220 x 0,02 kcal/kg bahan bakar
8
O
Dengan asumsi bahwa ( H - ) adalah berat hydrogen untuk
proses pembakaran 8
Idealnya, semua panas yang dihasilkan dari proses pembakaran diserap oleh ketel untuk
pemanasan dan penguapan air, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua panas dapat
diserap oleh ketel, karena sebagian kecil terbuang sebagai losses, diantaranya ;
Agar supaya panas yang diserap oleh Ketel maksimal, maka kerugian-kerugian tersebut
diatas harus dibuat minimal.
Kandungan air dalam bahan bakar, terutama pada bahan bakar batubara biasanya
diakibatkan oleh penimbunan batubara yang kurang baik, misalnya terkena hujanKerugian
yang diakibatkan oleh adanya air dalam bahan bakar adalah sebanyak :
Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu, hydrogen dalam bahan bakar akan membentuk air,
dan air ini menyerap panas untuk penguapan .
Gas asap yang keluar ke Cerobong terutama terdiri dari CO2 , Nitrogen, Udara lebih dan Uap
air. Banyaknya panas yang terbuang ke cerobong tergantung dari temperatur dan volume
flue gas.Prosentase CO2 tidak dapat dikurangi karena gas tersebut merupakan unsur utama
produk pembakaran.
Udara lebih masih memungkinkan untuk dikurangi dengan catatan tidak menyebabkan
pembakaran menjadi tidak sempurna, karena udara lebih ini diperlukan untuk sempurnanya
pembakaran. Sebagian besar dari Udara adalah Nitrogen, jadi dengan mengurangi udara
lebih berarti mengurangi volume hydrogen. Uap air yang terbentuk dari proses pembakaran
hydrogen sulit untuk dikurangi, sedangkan yang masih memungkinkan adalah mengurangi
kadar air dalam bahan bakar.
Kondisi lain yang mempengaruhi besarnya panas terbuang ke cerobong adalah temperatur
flue gas, oleh karena itu temperatur flue gas harus dibuat serendah mungkin dalam batas
amannya agar tidak terjadi pengembangan sulphur yang akan menyebabkan korosi.
Pembakaran yang tidak sempurna dapat diakibatkan oleh pengabutan bahan bakar tidak
baik, butir batubara serbuk terlalu besar, percampuran bahan bakar dengan udara tidak
homogen, kekurangan udara lebih dan lain sebagainya.
Akibat dari pembakaran tidak sempurna mungkin terjadi adanya serbuk atau butir-butir
cairan bahan bakar terbawa ke cerobong, atau jatuh ke bagian bawah ruang bakar
(furnance).
Pembakaran tidak sempurna juga dapat menghasilkan gas CO yaitu gas yang masih dapat
terbakar. Gas CO ini akan terbuang ke cerobong. Baik adanya bahan bakar yang belum
terbakar maupun gas CO akan mengurangi jumlah panas yang dihasilkan oleh proses
pembakaran.
7.2.7. Kerugian Karena Masih ada Unsur-unsur Bahan Bakar Belum Terbakar
dalam Abu/Debu.
Kerugian ini diakibatkan oleh radiasi (pancaran panas) dari ketel. Perhitungan panas radiasi
sulit dilakukan dan umumnya mempunyai nilai kecil apabila boiler di isolasi dengan baik.
OUTPUT
EFISIENSI =
INPUT
Input ketel merupakan jumlah panas yang diberikan oleh bahan bakar.
Output ketel adalah jumlah panas yang diberikan kepada air pengisi yang masuk ke ketel
untuk memproduksi uap pada kondisi keluar dari superheater (Ditambah jumlah panas yang
diberikan ke Reheater apabila ketel tersebut dilengkapi Reheater).
Jumlah panas Output ini dapat dihitung dengan menggunakan tabel uap yaitu dengan cara
menghitung selisih entalphy antara uap keluar superheater dengan entalphy air masuk ketel.
Perhitungan dengan cara Direct Method sulit dilaksanakan pada PLTU berbahan bakar
Batubara, karena coal weigher (alat penimbang batubara) bukan merupakan bagian dari
Milling Plant sehingga jumlah berat batubara dibakar sulit untuk diketahui dengan akurat.
Disamping itu untuk mendapatkan nilai kalor batubara terlebih dulu diambil sample dan
dianalisa di laboratorium. Karena lamanya perbedaan waktu antara pengambilan sample
dengan mendapatkan hasil analisa, nilai kalor batubara yang dibakar mungkin berbeda
dengan yang dianalisa.
Cara perhitungan yang lebih baik adalah menggunakan Loss Method, yaitu terlebih dulu
menghitung Losses (seperti yang sudah dijelaskan terdahulu), kemudian dihitung besarnya
output dan input.
OUTPUT
EFISIENSI =
INPUT
OUTPUT
=
OUTPUT + LOSSES
TABEL 4 :
Contoh Besarnya Losses Untuk Boiler Modern
PENYEBAB LOSSES %