Anda di halaman 1dari 9

ECONOMIC DISPATCH PEMBANGKIT MENGGUNAKAN METODE

CONSTRICTION FACTOR PARTICLE SWARM OPTIMAZATION


(CFPSO)
Khairudin Syah1, Harry Soekotjo Dachlan,2, Mahfudz Shidiq,3
Pasca Sarjana Program Magister dan Doktor Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Dhien_72@yahoo.com 1, harrysd@brawijaya.ac.id 2, mahfudz@brawijaya.ac.id 3

Abstrak
Pada pengoperasian pembangkit, sebagian besar biaya operasi yang dikeluarkan adalah untuk keperluan bahan
bakar. Perubahan kebutuhan energi listrik disisi beban akan menimbulkan fluktuasi biaya bahan bakar.
Penyaluran daya dari pembangkit dalam suatu sistem sangat berkaitan dengan biaya produksi pembangkit
listrik. Penerapan Economic Dispatch akan didapatkan biaya pembangkitan yang minimum terhadap produksi
daya listrik yang dibangkitkan unit-unit pembangkit pada suatu sistem kelistrikan. Dalam tulisan ini untuk
memecahkan persoalan Economic Dispatch (ED) dalam suatu sistem kelistrikan digunakan metode Constriction
Factor Particle Swarm Optimazation (CFPSO). Dalam menghitung Economic Dispatch dilakukan dengan
batasan Equality dan Inequality.
Kata Kunci constriction Factor particle swarm optimazation, economic dispatch.

I. PENDAHULUAN
Biaya operasi dari suatu sistem pembangkit
tenaga listrik merupakan biaya terbesar
dalam pengoperasian suatu perusahaan
pembangkit tenaga listrik. Biaya yang
dikeluarkan oleh suatu perusahaan listrik
untuk menghasilkan energi listrik dalam
suatu sistem ditentukan oleh biaya
investasi dan biaya operasi pembangkit.
Biaya bahan bakar merupakan biaya
operasi pembangkit yang dioperasikan
pada sistem. Output pembangkit yang
dihasilkan selalu diupayakan sama dengan
besar kebutuhan disisi beban. Perubahan
kebutuhan energi listrik disisi beban akan
menimbulkan fluktuasi biaya bahan bakar,
korelasi keduanya disebut input output
suatu
pembangkit
tenaga
listrik.
Penyaluran daya dari pembangkit dalam
suatu sistem sangat berkaitan dengan biaya
produksi pembangkit listrik.

Dispatch maka akan didapatkan biaya


pembangkitan yang minimum terhadap
produksi daya listrik yang dibangkitkan
unit-unit pembangkit pada suatu sistem
kelistrikan. Solusi dari masalah Economic
Dispatch telah menjadi perhatian para
peneliti dengan berbagai metode baik
secara
determnistik
maupun
undeterministik. Pendekatan deterministik
berdasarkan matematika teknik sedangkan
pendekatan
undeterministik
meliputi
heuristik dan teknik probabilitas. Solusi
deterministik dalam masalah Economic
Dispatch seperti metode Lagrange, Iterasi
Lamda
dan
Base
Point.
Solusi
undeterministik
masalah
Economic
Dispatch berdasarkan pendekatan heuristik
seperti Particle Swarm Optimization,
Hybrid Chaotic Particle Swarm Optimizer,
Genetic
Algorithm,
Ant
Colony
Optimization, Metode Taguchi.

Analisis aliran daya optimal untuk


meminimalkan biaya pembangkitan biasa
dikenal dengan istilah Economic Dispatch
(ED).
Economic
Dispatch
adalah
pembagian pembebanan pada unit-unit
pembangkit yang ada dalam sistem secara
optimal ekonomi pada harga beban sistem
tertentu. Dengan penerapan Economic

Sudah banyak metoda yang digunakan


untuk menyelesaikan masalah ED dan
semua bertujuan untuk meminimalkan
biaya operasi sistem pembangkit. Pada
penelitian ini dalam menyelesaikan ED
dengan menggunakan metode Constriction
Factor Particle Swarm Optimization
(CFPSO). Metode Constriction Factor

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Particle Swarm Optimization (CFPSO)


adalah metode undeterministik yang
memodifikasi dari metode Particle Swarm
Optimization (PSO) standar. Dalam
menghitung Economic Dispatch dilakukan
dengan batasan Equality dan Inequality.
Batasan Equality mencerminkan suatu
keseimbangan antara total daya yang
dibangkitkan dengan total daya beban pada
sistem. Batasan Inequality mencerminkan
batas
minimum
dan
maksimum
pembangkitan yang harus dipenuhi
sehingga diperoleh total biaya bahan bakar
yang optimum.
II. Metodelogi Penelitian
2.1 Economi Dispatch
Penyelesaian masalah operasi ekonomis
pembangkit dalam sistem tenaga listrik
yaitu menentukan unit-unit pembangkit
untuk mensuplai kebutuhan beban dengan
biaya
yang
optimum
dengan
memperhatikan batas-batas daya yang
dibangkitkan. Konfigurasi sistem yang
terdiri
dari
N
pembangkit
yang
dihubungkan dengan busbar untuk
melayani beban listrik (PR) seperti yang
ditunjukan pada gambar 1. Input untuk
unit-unit pembangkit Fi mewakili biaya
dari unit tersebut. Output masing-masing
unit Pi yaitu daya listrik yang
dibangkitkan.

sehingga diperoleh biaya operasional tiap


unit pembangkit yang ekonomis dengan
menggunakan batasan equality dan
inequality constrains [1]. Fungsi biaya dari
tiap generator dapat diformulasikan secara
matematis sebagai suatu fungsi obyektif
seperti yang diberikan pada persamaan :
N

FT Fi ( Pi )

(1)

i 1

dengan
FT
= total biaya pembangkitan
(Rp).
F1(Pi) = fungsi biaya input-output
dari generator i.
N
= jumlah unit generator
= indeks dari dispatchable unit
i
Karakteristik input output pembangkit
adalah karakteristik yang menggambarkan
hubungan antara input bahan bakar
(liter/jam) dan output yang dihasilkan oleh
pembangkit
(MW). Secara umum,
karakteristik input output pembangkit
didekati dengan fungsi polinomial orde dua
yaitu :
Fi ai bi Pi ci Pi 2
(2)
dengan :
Fi = Input bahan bakar pembangkit ke- i
(liter/jam).
Pi = Output pembangkit ke- i (MW).
ai bi ci = Konstanta input-output
pembangkit ke- i .
Penentuan parameter ai, bi dan ci
membutuhkan data yang diperoleh dari
hasil percobaan yang berhubungan dengan
input bahan bakar Hi (rupiah/jam) dan
output pembangkit Pi (MW). Karakteristik
input output unit pembangkit dapat
dinyatakan sebagai berikut [1] :

Gambar 1. Konfigurasi Beberapa


Pembangkit Mensuplai Beban
Sumber : Allen J. Wood (1996).
Economic Dispatch adalah pembagian
pembebanan pada setiap unit pembangkit

Input dari pembangkit dinyatakan dalam :


H = Mbtu/jam (energi panas yang
dibutuhkan), atau
F = Rp/jam (total biaya bahan bakar)
Output dari pembangkit dinyatakan dalam :
P = MW (daya).
21

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

utput setiap unit generator mempunyai


batas
minimum
dan
maksimum
pembangkitan yang harus dipenuhi
(inequality constrain) yaitu [1] :
Pi min Pi Pi max
(3)
dengan
Pi min, Pi max adalah output daya
minimum dan maksimum generator i.
Pada kesetimbangan daya, Equality
constraint harus dipenuhi yaitu total daya
yang dibangkitkan oleh masing-masing
unit pembangkit harus sama dengan total
kebutuhan beban pada sistem.
Equality constraint kesetimbangan daya
adalah[1] :
N

Pi PR

optimum dapat diperoleh dari persamaan


Lagrange sama dengan nol.
P
P
L FT

R i 0
Pi Pi
Pi Pi
(6)

FT
0 1 0
Pi
FT

Pi
kondisi operasi ekonomis adalah:
2ai Pi bi
i 1

(4)

i 1

dengan :
Pi = output masing-masing generator
(MW).
PR = total kebutuhan beban pada
sistem (MW).
2.1. Metode Lagrange
Salah satu metoda konvensional yang
umum digunakan untuk menyelesaikan
masalah optimisasi biaya atau economic
dispatch adalah metoda Lagrange. Metode
Lagrange terbagi menjadi dua yaitu losses
diabaikan dan losses diperhitungkan.
Dalam sistem tenaga, kerugian transmisi
merupakan kehilangan daya yang harus
ditanggung oleh sistem pembangkit. Jadi
kerugian transmisi ini merupakan beban
bagi sistem tenaga.
Pendekatan yang khas pada metoda
Lagrange untuk ditambahkan dalam fungsi
objektif disebut dengan faktor pengali
Lagrange. Persamaan faktor pengali
Lagrange dituliskan pada persamaan (5).
n

L FT PR Pi
(5)
i 1

Persamaan Lagrange tersebut merupakan


fungsi dari output pembangkit, keadaan

(7)

P P
i

Pi min Pi Pi max
dengan :
L
: Faktor pengali Lagrange
FT
: Total biaya pembangkitan (Rp)
Pi
: Ouput pembangkit ke-i (MW)
PR
: Total kebutuhan beban pada
sistem (MW)
ai,bi : Konstanta input pembangkit
ke- i .
Dua persamaan pertama dalam (7) dapat
ditulis dalam bentuk matrik
2a1 0
0 2a
2

.
.

0
0
1
1

.
.

.
.

.
.

2an
1

1 P1 b1
1 P2 b2
. . .


. . .
. . .


1 Pn bn
0 PR

(8)

Dengan menggunakan batasan persamaan


kesetimbangan daya (equality constraint )
dimana total daya yang dibangkitkan oleh
masing-masing unit pembangkit harus
sama dengan total kebutuhan beban,
seperti pada persamaan (7). Penggunaan
batasan
pertidaksamaan
(inequality
constraint), daya output dari tiap unit
harus lebih besar dari atau sama dengan
daya minimum yang dibolehkan dan harus
22

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

juga kurang dari atau sama dengan daya


maksimum yang diperbolehkan.
=
untuk
,
,
untuk

untuk

=
=

,
,

2.2. Constriction Factor Particle Swarm


Optimization (Cfpso)
Dalam implementasinya, ditemukan bahwa
kecepatan partikel dalam PSO standard
diupdate terlalu cepat dan nilai minimum
fungsi tujuan yang dicari sering terlewati.
Karena itu kemudian dilakukan modifikasi
atau perbaikan terhadap algoritma PSO
standard. Persamaan (9) adalah algoritma
PSO
yang
dimodifikasi
dengan
menggunakan
Constriction
Factor
Approach (CFA). Clerc memperkanalkan
parameter
ini
untuk
memodifikasi
algoritma PSO yang disebut dengan
Constriction Factor Particle Swarm
Optimization
(CFPSO).
Persamaan
modifikasi velocity pada setiap particle
dengan menggunakan constriction factor
dapat dinyatakan seperti pada Persamaan
(10) berikut :

Xi

: Posisi individu i pada iterasi k


Pbest i : Posisi terbaik dari individu i

Gbest i : Posisi terbaik dari


individu i
K
: Koefisien constriction

kelompok

Pada umumnya peneliti menerapkan


constriction factor pada algoritma PSO
dengan mengeset nilai c1 dan c2 = 2.05
sehingga diperoleh nilai
K = 0.729.
Semakin besar nilai maka K menjadi
semakin kecil dan efek peredaman menjadi
lebih baik.
2.3.Implementasi
CFPSO
Pada
Penyelesaian Economic Dispatch
Untuk mengetahui implementasi algoritma
CFPSO dalam penyelesaian economic
dispatch pembangkit.

'
k1
k
k k
k k
Vi1 K(Vi c1rand
Xi ))
i Xi )c2rand
1x(Pbest
2x(Gbest

(9)

dengan
coefisient constriction :
K

'

2
2

, dengan c 1 c 2 , dan 4

(10)
dengan :
Vi k : Velocity individu i pada iterasi k

Vi : Velocity individu i rand 1 , rand 2


: Bilangan random antara 0 dan 1
c1 ,c2 : Koefisien akselerasi

Gambar 2. Diagram alir Algoritma


Constriction Factor Particle Swarm
Optimization (CFPSO)
23

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Beberapa parameter algoritma CFPSO


dalam penyelesaian economic dispatch
diantaranya:
1. Fungsi Objektif
Merupakan suatu persamaan dari
sebuah persoalan optimasi. Didalam
penelitian ini fungsi objectivenya
merupakan fungsi biaya dari tiap
pembangkit dengan persamaan :
Fi ai bi Pi ci Pi 2 dengan ai, bi dan
ci merupakan koefisien biaya dan Pi
adalah output pembangkit.
2. Kumpulan Partikel / Swarm
Pencarian nilai optimum dalam CFPSO
dilakukan secara simultan terhadap
sejumlah nilai solusi yang disebut
dengan swarm. Swarm merupakan suatu
kumpulan partikel. Pertikel-partikel
dalam swarm dianologikan sebagai
nilai-nilai pembangkit yang dibangkit
secara acak dalam batasan inequality
(Pimin Pi Pimax). Semakin besar
jumlah partikel yang digunakan akan
membuat perhitungan semakin lama,
akan tetapi jika partikel yang digunakan
terlalu sedikit maka propabilitas dalam
menemukan solusi yang lebih baik
menjadi lebih kecil. Jumlah partikel
yang digunakan umumnya antara 20
50 partikel. Dalam penelitian ini akan
menggunakan
30
partikel
dan
disimbolkan sebagai Xik.
3. Velocity (kecepatan)
Semua partikel bergerak menuju titik
optimal dengan kecepatan tertentu.
Awalnya semua kecepatan dari partikel
diasumsikan sama dengan nol.Suatu
nilai kecepatan vektor
yang
menggerakkan proses optimisasi yang
menentukan arah di mana suatu partikel
berpindah untuk memperbaiki posisinya
semula dirumuskan sebagai ;
'

k
k
k
Vi1k1 K(Vik c1rand
(Pbest
(Gbest
Xik))
1x
i X
i )c
2rand
2x

4. Koefisien Akselerasi
Nilai untuk koefisien akselerasi yaitu
nilai c1 dan c2 yang menunjukkan bobot
dari sebuah partikel terhadap posisi dari

suatu kelompok. Nilai koefisien


akselerasi dibangkitkan secara random
dalam rentang 0 dan 4 . Selain nilai c1
dan c2, koefiseien akselerasi yang
lainnya adalah nilai rand1 dan rand2
yang nilainya antara 0 dan 1.
5. Pbest dan Gbest
Pbest merupakan suatu nilai posisi
terbaik pada suatu partikel dari sebuah
persoalan
optimasi,
dan
Gbest
merupakan nilai posisi terbaik dari
seluruh nilai yang diperoleh dari
kumpulan swarm. Dan dalam penelitian
ini, nilai Pbest dan Gbest adalah nilai daya
output pembangkit yang optimal yang
dibangkitkan berdasarkan batasan daya
output tiap unit pembangkit.
6. Coefisient Constriction
Dalam CFPSO, Coefisient Constriction
merupakan
suatu
nilai
yang
ditambahkan
untuk
mengurangi
kecepatan
pada
formula
update
kecepatan pada PSO standart. Nilai K
merupakan nilai Coefisient Constriction
yang dipengaruhi oleh nilai . Nilai
adalah penjumlahan nilai c1 dan c2.
Semakin besar nilai maka K akan
menjadi semakin kecil dan efek
peredaman akan semakin baik. Nilai K
akan meredam kecepatan selama iterasi
yang
memungkinkan
mencapai
konvergen secara lebih akurat dan
efisien dibandingkan dengan algoritma
PSO standart. Nilai c1 dan c2
dibangkitkan secara random antara 0
dan 4, sedangkan nilai = c1 + c2.
Dalam penelitian ini persamaan
Coefisient Constriction adalah
K

'

2
2

, dengan

, dan

III. Pembahasan Dan Hasil


3.1. Data Penelitian
Pada penelitian ini, simulasi dilakukan
menggunakan data sistem kelistrikan 500
kV Se-Jawa Timur dengan metode
24

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Lagrange dan metode Constriction Factor


Particle Swarm Optimization (CFPSO).
Data yang digunakan merupakan data riil
pembangkitan dan data beban sistem
kelistrikan 500 kV Se-Jawa Timur. Sistem
interkoneksi kelistrikan 500 kV Se-Jawa
timur terdiri atas 8 (delapan) bus dengan 9
(sembilan) saluran dan 3 (tiga) pembangkit
tenaga listrik. Pembangkit-pembangkit
yang terpasang antara lain pembangkit
Gresik, Grati, dan Paiton. Ketiga
pembangkit merupakan pembangkit termal
atau tenaga uap, adapun pembangkit Grati
berfungsi sebagai pembangkit slack.
Sistem interkoneksi 500 KV Jawa Timur
dapat digambarkan dalam bentuk single
line diagram pada gambar 3.

Gambar 3. Sistem Interkoneksi 500 kV SeJawa Timur

Data pembebanan sistem kelistrikan 500


kV Se-Jawa Timur pada penulisan ini
adalah data pembebanan sistem 500 kV
Jawa Timur pada tanggal 13 Juli 2011
pukul 19.30 WIB. Data sistem interkoneksi
500 KV Se-Jawa Timur ditunjukkan pada
tabel-tabel berikut : Data pembangkitan
sistem 500 kV Jawa Timur ditunjukan
pada Tabel 1, data fungsi biaya
pembangkit ditunjukan pada Tabel 2, data
pembebanan sistem 500 kV Jawa Timur
pada tanggal 13 Juli 2011 pukul 19.30
WIB ditunjukkan pada tabel 3 dan data
saluran sistem 500 kV Jawa Timur pada
Tabel 4.
Tabel 1. Data Pembangkitan Sistem
Interkoneksi 500 KV Jawa Timur
Daya Aktif (MW)
Min
Maks

No

Pembangkit

Grati

198

461,83

Paiton

2070

3395

Gresik

931

1052,52

Sumber : PT. PLN (Persero) P3B Jawa


Bali, Region Jawa Timur dan Bali.

Tabel 2. Data Fungsi Biaya Pembangkit Sistem Interkoneksi 500 KV Jawa Timur
No
Pembangkit
Fungsi Biaya (Rp/Jam)
1
2
3

Grati
Paiton
Gresik

C1 = 533,92 P12 + 2004960,63 P1 + 86557397,40


C2 = 52,19 P22 + 37370,67 P2 + 8220765,38
C3 = 132,15 P32 + 777148,77 P3 + 13608770,96

Tabel 3. Data Pembebanan Sistem Interkoneksi 500 KV Jawa Timur tanggal 13 Juli 2011
pukul 19.30 WIB.
Tegangan
Beban
No
Nama
Jenis
Bus
Bus
Bus
Besar Sudut MW MVAR
1
Grati
Slack
1,02
0
386
146
2
Paiton
Generator
1
0
548
91
3
Kediri
Beban
1
0
680
242
4
Pedan
Beban
1
0
624
198
5
Ungaran
Beban
1
0
777
106
6
Ngimbang
Beban
1
0
322
81
7
Surabaya Barat Beban
1
0
695
415
8
Gresik
Generator
1
0
38
33
Sumber : PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali, Region Jawa Timur dan Bali.
25

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Bus Asal

Tabel 4. Data Saluran Sistem Interkoneksi 500 KV Jawa Timur.


Bus Tujuan

R (pu)

X (pu)

B (pu)

Grati

Paiton

0,004435823

0,049624661

0,004769846

Grati

Surabaya Barat

0,003986382

0,044596656

Paiton

Kediri

0,010291000

0,115128000

0,011065927

Kediri

Pedan

0,010291000

0,115128000

0,011065927

Pedan

Ungaran

0,009036120

0,086814600

Ungaran

Ngimbang

0,023479613

0,225580588

0,100970352

Ungaran

Surabaya Barat

0,015798560

0,15178480

0,003632219

Ngimbang

Surabaya Barat

0,005966652

0,057324466

Surabaya Barat

Gresik

0,001394680

0,013399400

3.2. Hasil Simulasi Dengan Metode


Lagrange
Simulasi pertama data sistem kelistrikan
500 kV Se-Jawa Timur dilakukan dengan
menggunakan metode Lagrange. Adapun
hasil simulasi dengan menggunakan
metode Lagrange dapat dilihat pada tabel
5.

No

Tabel 5. Hasil simulasi dengan


menggunakan metode Lagrange.

Pembang
kit
1
Unit
Grati
2
Unit
Paiton
3
Unit
Gresik
Total
Total Losses

Daya
(MW)
261.72

Biaya
(Rp/Jam)
647859862.629

2755.76

507548478.403

1052.520

977968946.366

4070.000
40.063

2133377287.39

No.
1
2
3

Tabel 6. Hasil simulasi dengan


menggunakan metode CFPSO.
Pembangkit

Unit Grati
Unit Paiton
Unit Gresik
Total
Total Losses

Daya
(MW)
198.112
2928.572
986.989
4113.673
43.673

Biaya (Rp/Jam)
504719044.625
565272858.553
909379734.316
1979371637.494

Perbandingan hasil simulasi economic


dispatch dengan metode Lagrange dan
Constriction Factor Particle Swarm
Optimization (CFPSO) untuk pembangkit
sistem 500 kV Jawa Timur dapat dilihat
pada tabel 7.

3.3. Hasil Simulasi Dengan Metode


Constriction
Factor
Particle
Swarm Optimization (CFPSO)
Simulasi kedua data sistem kelistrikan 500
kV Se-Jawa Timur dilakukan dengan
menggunakan metode Constriction Factor
Particle Swarm Optimization (CFPSO).
Adapun
hasil
simulasi
dengan
menggunakan metode CFPSO dapat dilihat
pada tabel 6.
26

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Tabel 7. Perbandingan hasil simulasi metode Lagrange dan CFPSO untuk sistem kelistrikan
500 kV Jawa Timur.
Daya (MW)

No

Pembangkit

Unit Grati

Lagrange
261.717

CFPSO
198.112

Unit Paiton

2755.763

2928.572

Unit Gresik

1052.520

986.989

4070.000

4113.673

2133377287.398

1979371637.494

2
3
Total Daya (MW)

Total Biaya Pembangkitan (Rp/Jam)

Grafik simulasi sistem kelistrikan 500 kV


Se-Jawa Timur dengan menggunakan
metode Constriction Factor Particle
Swarm Optimization (CFPSO) dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

Gambar 4. Grafik simulasi sistem


kelistrikan 500 kV Se-Jawa Timur dengan
metode CFPSO
3.4. Analisis
Perbandingan hasil simulasi economic
dispatch dengan menggunakan metode
Lagrange dan CFPSO, metode Lagrange
menghasilkan biaya pembangkitan sebesar
Rp.2133377287.398/Jam dengan total daya
yang dibangkitkan sebesar 4070 MW
sedangkan menggunakan metode CFPSO
sebesar Rp.1979371637.494/Jam dengan
total daya yang dibangkitkan sebesar
4113.673 MW.
Dari hasil simulasi ini dengan metode
Constriction Factor Particle Swarm

Optimization (CFPSO) mampu mereduksi


biaya
pembangkitan
sebesar
Rp.154005649.904/jam atau 7.22%.
I.

KESIMPULAN

Perhitungan
economic
dispatch
pembangkit pada sistem kelistrikan 500 kV
Jawa Timur dengan menggunakan metode
Constriction Factor Particle Swarm
Optimization (CFPSO) dapat disimpulkan
bahwa dari hasil simulasi data pembebanan
pada tanggal 13 Juli 2011 pukul 19.30
WIB, biaya pembangkitan sebesar
Rp.1979371637.494/Jam dan daya yang
dibangkitkan sebesar 4113.673 MW. Hasil
simulasi dengan metode CFPSO lebih baik
dibandingkan
dengan
simulasi
penyelesaian economic dispatch secara
deterministik yaitu Lagrange, dimana hasil
simulasi dengan metode Lagrange sebesar
Rp.2133377287.398/Jam dan daya yang
dibangkitkan sebesar 4070 MW. Metode
CFPSO mampu menghasilkan biaya
pembangkitan yang lebih kecil dan daya
yang dibangkitkan lebih besar bila
dibandingkan dengan metode Lagrange.
Daya yang dibangkitkan oleh kedua
metode memenuhi batasan Equality dan
Inequality.

II. DAFTAR PUSTAKA


AM. Ilyas, 2010, Optimisasi Economic Dispatch Pembangkit Termal Sistem 500kV
Jawa Bali Menggunakan Modified Improved Particle Swarm Optimization
(MIPSO), Surabaya.
27

Jurnal Inovtek Volume 2, No 1, Juni 2012 hlmn 20-28

Bakirtzis A, Petridis V dan Kazarlis S, 1994, Genetic Algorithm solution to the


Economic Dispatch problem, IEE Proc-Gener. Transm. Distrib, vol 141, no. 4,
Greece.
Chun-Lung Chen and Nanming Chen, 2001, Direct Search Method for Solving
Economic Dispatch Problem Considering Transmission Capacity Constraints,
IEEE Transactions On Power Systems, Vol. 16, No. 4.
Clerc Maurice, 2006, Particle Swarm Optimization, ISTE Ltd, UK.
Coelho dan Mariani, 2007, Economic Dispatch Optimization Using Hybrid Chaotic
Particle Swarm Optimizer, IEEE.
Djiteng Marsudi, 2006, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Indralaksono Rio, 2006, Optimal Economic Dispatch Using Artificial Immune System
(AIS) Via Clonal Selection Algorithm (CSA), Surabaya.
Lee Kwang Y dan Park Jong-Bae, 2006, Application of Particle Swarm Optimization to
Economic Dispatch Problem: Advantages and Disadvantages, IEEE Seoul
Korea.
J Kennedy and R.C Eberhart, Particle swarm optimization. In proceedings of the 1995
IEEE International Conference on Neural Network, IEEE service center,
Piscataway, 1995.
Lim Shi Yao, Mohammad Montakhab dan Hassan Nouri, 2009, Economic Dispatch of
Power System Using Particle Swarm Optimization with Constriction Factor,
International Journal of Innovations in Energy Systems and Power, Vol. 4 no. 2,
Bristol, UK.
Musirin, Ismail dan kalil, 2008, Ant Colony Optimization (ACO) Technique in
Economic Power Dispatch Problems, IMECS vol II, Hongkong.
Park Jong-Bae, Lee Ki-Song, Shin Joong-Rin dan Lee Kwang , 2005, A Particle Swarm
Optimization for Economic Dispatch with Nonsmooth Cost Functions, IEEE
Transactions on Power Systems, Vol. 20, No. 1 Seoul Korea.
Park Jong-Bae, JeongYun-Won, Kim Hyun-Houng dan Shin Joong-Rin, 2006, An
Improved Particle Swarm Optimization for Economic Dispatch with Valve-Point
Effect, International Journal of Innovations in Energy Systems and Power, Vol. 1,
no. 1 Seoul Korea.
Rusilawati, Penangsang Ontoseno dan Soeprijanto, 2010, Implementasi Metode
Taguchi untuk economic dispatch pada sistem IEEE 26 bus, Surabaya.
Santoso Budi, 2011, Metode Metaheuristik Konsep dan Implementasi, Guna Widya,
Surabaya.
Singiresu S. Rao. Engineering Optimization, Theory and Practice. John Wiley & Sons,
New York, fourth edition,2009.
Wood Allen J, Wollenberg Bruce F, (1996), Power Generation, Operational, and
Control, Second Edition, Jhon Wiley & Sons, Inc.

28

Anda mungkin juga menyukai