Bencana alam yang sering terjadi akan menyebabkan rusaknya sarana dan
prasarana social yang berakibat pada terbatasnya ketersediaaan makanana, air bersih,
dan bahan bakar sehingga berujung pada kesulitan korban banana untuk memperoleh
pangannya. Korban bencana memnbutuhkan pangan khusus untuk keadaan darurat yang
dapat langsung di konsumsi (Ready To Use Food), praktis untuk didistribusikan, dan
bergizi.(Luthfiyanti et al., 2010)
Biskuit yang banyak beredar di pasaran saat ini adalah biscuit yang berbahan
dasar tepung terigu. Salah satu upaya pemerintah dalam tercapainya ketahanan pangan
adalah diversifikasi pangan. Upaya ini dapat diwujudkan dengan melalui pemanfaatan
dan pengembangan pangan local, yang bahan bakunya berasal dari daerah setempat.
Salah satu komoditi local yang dapat diolah menjadi bahan tambahan biscuit adalah
kacang hijau. Komoditas tersebut telah dibudidayakan secara luas di Indonesia.
Diharapkan dengan dihasilkannya formulasi produk pangan darurat yang
berbahan baku dan citarasa yang sesuai dengan daerah setempat, serta memenuhi
standar gizi pangan darurat maka akan mendukung program ketahanan pangan melalui
pengembangan sector agroindustry kreatif. Selain itu, dapat pula dijadikan konsumsi
harian dan buah tangan khas, sehingga proses produksi bias rutin dilakukan oleh UKM
dan masyarakat.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Bencana Alam di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tersusun dari
17.504 pulau yang terletak dalam Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire) dan memiliki
patahan aktif. Kondisi geografi menyebabkan Indonesia menjadi daerah rawan gempa
dan letusan gunung berapi. Banjir juga merupakan bencana tahunan yang kerap melanda
kota-kota di Indonesia, termaasuk ibu kota negara, Jakarta. Setiap tahunnya selalu ada
warga yang harus diungsikan akibat bencana ini.
Tak hanya memakan korban jiwa dan harta benda, bencana alam yang tak
terelakan juga mengakibatkan kerusakan bagi infrastruktur. Hal ini berujung pada
terputusnya jalur distribusi sehingga sering kali menyulitkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan terhadap pangan. Kebutuhan
pangan seringkali dipenuhi melalui pengadaan dapur umum. Namun pada beberapa
kondisi bencana, pendirian dapur umum tidak memungkinkan. Keterbatasan peralatan
memasak dan persediaan air bersih pasca bencana juga mendukung sulitnya melakukan
aktivitas pengolahan makanan untuk korban bencana. (Ekafitri & H. Fitri Faradilla,
2011)
Produk pangan yang mampu memenuhi kebutuhan para korban bencana dikenal
sebagai pangan darurat. Pangan darurat sengaja dirancang untuk dapat memenuhi
kebutuhan energi harian manusia dalam keadaan darurat dan dapat langsung
dikonsumsi.
Pada dasarnya produk pangan darurat dapat diproduksi dari komoditas apa saja.
Namun idealnya pangan darurat diproduksi dari bahan-bahan yang dapat dihasilkan oleh
negeri sendiri demi menciptakan ketahanan pangan. Bahan baku llokal yang berpotensi
tersebut seperti kedelai, kacang hijau, pisang, singkong, dan ubi jalar.
Bahan dasar kue kering umumnya berupa margarin, terigu, telur, dan gula. Kue
kering dibuat tanpa menggunakan ragi atau pengembang. Untuk variasi jenisnya
dimodifikasi dengan berbagai bahan lain berupa kacang-kacangan, coklat, wijen, buah-
buahan.
Kacang hijau merupakan sumber bahan pangan berprotein tinggi. Tumbuhan ini
termasuk suku polong-polongan (fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari sebagai sumber pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau
merupakan sumber vitamin (A, B1, C, dan E), serta beberapa zat lain yang bermanfaat
bagi tubuh manusia seperti amilum, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan,
magnesium, dan niasin.
Kandungan protein kacang hijau menempati peringkat ketiga setelah kedelai dan
kacang tanah. Kacang hijau tergolong kacang-kacangan yang memiliki kadar pati yang
tinggi, sehingga kadar lemaknya lebih rendah bila dibandingkan kacang tanah dan
kedelai.
Sumber : AKG
Ready to Use Food (RUF)
2.1 Formula Pembuatan RUF
2.2 Alat
2.3 Cara Pembuatan
2.4 Perkiraan Umur Simpan
Umur simpan sebuah produk dalam kemasan dapat diprediksi berdasarkan teori difusi
atau penyerapan gas oleh atau dari produk tersebut. Kadar air kritis cookies ditentukan
dengan menggunakan parameter tekstur cookies dengan cara ditempatkan dalam ruang
terbuka sampai struktur tekstur cookies tidak dapat diterima oleh konsumen lagi. Selain
itu, untuk mengetahui umur simpan cookies, perlu data kadar air pada kondisi
penyimpanan. Ukuran kemasan plastic yang berada dipasaran menunjukkan bahwa
pengemasan cookies dengan menggunakan pengemas plastic polipropilen 0,05
mempunyai umur simpan 156 hari. Hal ini dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan.
Makin rendah konstanta permeabilitas kemasan, maka kemampuan proteksi terhadap
penyerapan uap air makin besar sehingga umur simpan produk pangan dalam kemasan
tersebut semakin lama. [ CITATION Rat10 \l 1033 ]
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Ekafitri, R., & H. Fitri Faradilla, R. (2011). Pemanfaatan Komoditas Lokal Sebagai
Bahan Baku Pangan Darurat. Pangan, 20(2), 153–161.
Luthfiyanti, R., Ekafitri, R., & Desnilasari, D. (2010). Pada Proses Pembuatan Food
Bar Berbasis Pisang. 239–246.
Subagjo, A. (2007). Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Yogyakarta: Graha Ilmu.